Anda di halaman 1dari 25

A.

Pendahuluan
Lahir ilmu pengetahuan pada hakekatnya karena ke-ingin-tahuan dalam diri
manusia, ke-ingin-tahuan ini timbul oleh karena tuntutan dan kebutuhan dalam
kehidupan yang terus berkembang. Membahas lahir dan perkembangan ilmu
pengetahuan merupakan perjalaanan sejarah sangat panjang dan luas. Ia
merupakan memorial peristiwa secara bertahap yang telah terjadi, idealnya
sebagai upaya mengungkapkan segala sesuatu sesuai fakta secara utuh dengan
tanpa adanya distorsi sedikitpun. Kalau pun terjadi dalam sejarah adanya
pemenggalan tahapan proses atau tidak utuh dari rentetan peristiwa tersebut
biasanya tidak terlapas dari pengaruh kondisi sosial politik tertentu pada saat itu.
Eksistensi ilmu pengetahuan dalam Islam sebuah keniscayaan dan tidak dapat
terlepas dari sejarah perkembangan peradaban Islam, yang merupakan deskriptip
realitas perjalanan panjang proses lahir dan berkembangnya ilmu pengetahuan
keislaman. Dalam setiap tahap proses perkembangannya selalu muncul
karakteristik baru yang merupakan dampak dari asimilasi budaya yang terjadi
pada dinamika sosial. Kalau merujuk al-Qur’an yang menjadi konsepsi agama
Islam bahwa ilmu pengetahuan lahir dimulai Allah menciptakan manusia pertama
yaitu Adam, dimana Allah memberikan pengetahuan pada Adam tentang alam
semesta ini, selanjutnya berkembang menjadi ilmu pengetahuan bagi kehidupan
manusia1.
Ghirah keilmuan dalam Islam sudah nampak jelas saat wahyu disampaikan
yang menandakan memulainya misi dakwa islam. Sebagai agama rahmatan
lill’alamiin2 dengan pengertian rahmatan li al-„alamin bisa bermakna bahwa,
ajaran Islam itu memiliki karakteristik sebagai ajaran yang abadi dan universal. 3
Oleh karena itu umat Islam sesuai karakteristik diatas dituntut untuk memahami
ajaran dan menggali ke universalannya melalui kegiatan keilmuan tanpa dibatasi
1
Lihat al-Qur’an suarat al-Baqoroh ayat 31 - 33
2
Lihat al-Qur’an surat Al-An‟am ayat 107
3
A. Munir – Sudarsono, Aliran Modern Dalam Islam (Cet. 1; Jakarta : PT. Rineka Cipta,
1994), h. 88

1
ruang dan waktu. Sebagaimana wahyu pertama diturunkan sebagai manisfestasi
kegiatan keilmuan melalui membaca.4
Selanjutnya proses keilmuan dilaksanakan oleh Rasulullah di Mekkah secara
sembunyi dirumah seorang sahabat Nabi yang bernama al-Arqam sehingga tempat
itu dikenal dengan Dar al-Arqam. Proses ini dilanjutkan oleh Nabi ketika di
Madinah tempatnya di Shuffa, disamping itu sahabat-sahabat Nabi dari Mekkah
juga melaksanakan proses keilmuan ini di emperan masjid, dengan bahan ajarnya
berupa al-Qur’an dan hadits Nabi. Menurut sebuah sumber bahwa murid Shuffa
sebanyak 900 0rang, menurut sumber lain menyebutkan 300 orang5
Dalam masalah ilmu pengetahuan, perhatian Rasul sangat besar. Rasulullah
SAW memberi contoh revolusioner bagaimana seharusnya mengembangkan ilmu.
Diantara gerakan yang dilakukan Rasulullah SAW adalah dengan menggiatkan
budaya membaca, yang merupakan pencanangan dan pemberantasan buta huruf,
suatu tindakan awal yang membebaskan manusia dari ketidaktahuan. Membaca
merupakan pintu bagi pengembangan ilmu. Rasulullah SAW juga memerintahkan
kepada para sahabatnya untuk menghafal ayat-ayat al-Qur’an. Dengan cara ini
dapat menjaga kemurnian dan juga media memahami ayat-ayat al-Qur’an.
Disamping dengan hafalan, juga membuat tradisi menulis/ mencatat wahyu pada
kulit, tulang, pelepah kurma dan lain-lain.(Sunanto, 2003:14-16 dalam Muh.
Asroruddin A. J (2009)).6
Dalam Alquran adanya ayat-ayat yang memerintahkan umat Islam agar
menggunakan akalnya dalam mengamati hakikat alam semesta, di antaranya
termaktub dalam surah Arrum [30] ayat 22; Albaqarah [2] ayat 164; Ali Imran [3]
ayat 190-191; Yunus [10] ayat 5; dan al-An'am [6] ayat 97. Firman Allah SWT
juga sering disertai pertanyaan afala ta'qilun dan afala tatafakkarun (tidakkah
kamu sekalian berpikir). Adanya dorongan ayat-ayat al-Qur’an tersebut bagi umat
Islam menjadi landasan kuat dalam menghargai kekuatan akal serta ajaran Nabi
Muhammad SAW supaya senantiasa mencari ilmu pengetahuan sehingga pada

4
Lihat al-Qur‟an Surat al-„Alaq, ayat 1-5
5
Abudin Nata. Islam dan Ilmu Pengetahuan ( Jakarta: Prenadamedia Grup, 2018) h. 83-84
6
Rahmah Fitria, https://rahmahbm.wordpress.com/2013/07/31/sejarah-perkembangan-
ilmu-pengetahuan-islam/

2
akhirnya menyebabkan lahirnya ilmu-ilmu keislaman beserta beberapa ulama
besar yang ahli dalam berbagai disiplin ilmu.
Di samping al-Qur’an, dalam Hadīts Nabi banyak disebut tentang aktivitas
ilmiah, keutamaan penuntut ilmu/ilmuwan, dan etika dalam menuntut ilmu.
Misalnya, hadits-hadits yang berbunyi; “Menuntut ilmu merupakan kewajiban
setiap muslim dan muslimah” (HR. BukhariMuslim). “Barang siapa keluar rumah
dalam rangka menuntut ilmu, malaikat akan melindungi dengan kedua sayapnya”
(HR. Turmudzi). “Barang siapa keluar rumah dalam rangka menuntut ilmu, maka
ia selalu dalam jalan Allah sampai ia kembali” (HR. Muslim). “Barang siapa
menuntut ilmu untuk tujuan menjaga jarak dari orang-orang bodoh, atau untuk
tujuan menyombongkan diri dari para ilmuwan, atau agar dihargai oleh manusia,
maka Allah akan memasukkan orang tersebut ke dalam neraka” (HR. Turmudzi).
Dari uraian diatas jelas bahwa, dimulai Islam dilahirkan dengan aktivitas
rasul dan seumber ajarannya yaitu al-qur’an serta sunnah nabi sangat memberikan
ruang seluas-luasnya terhadap lahir dan berkembangnaya ilmu pengetahuan.
Hingga pada abad 9 M atau sekitar abad ke 4 H mencapai puncak keemasannya,
walaupun kilau keemasannya meredup sekiatar abad ke 13 H atau sekitar abad ke
18 M.
Demikian tulisan ini akan membicarakan seputar Periodesasi lahir dan
berkembangnya ilmu-ilmu keislaman, Motif dan latarbelakang lahir dan
berkembang ilmu-ilmu keislaman, dan Bidang-bidang ilmu-ilmu keislaman.

3
B. Periodesasi lahir dan berkembangnya ilmu-ilmu keislaman
Dalam setiap periode sejarah pekembangan ilmu pengetahuan memiliki ciri
khas atau karakteristik tertentu. Tetapi dalam pembagian periodisasi
perkembangan ilmu pengetahuan ada perbedaan dalam berbagai literature yang
ada. Periodesasi lahir dan berkembangnya ilmu-ilmu keislaman sebagaimana yang
penulis sampaikan di atas tidak terlepas dari perjalanan sejarah peradaban Islam,
merupakan proses kesinambungan dari rentetan peristiwa/ kejadian antara masa
lampau, masa sekarang dan masa depan. Realitanya dapat ditinjau dari segi
kronologis dan geografis, serta waktu terjadinya.
Menurut Sartono Kartodirdjo bahwa penetapan periodesasi sejarah dapat
didasarkan pada beberapa alasan atau latar belakang, bahkan beberapa peradaban
sejarah memiliki cara-cara untuk membuat peembagian waktu, misalnya dengan
membuat penanggalan yaang didaasrkan matahari dan bulan; tetapi daalam
historiografis tradisonal ssuatu zaman itu diberi nama menurut raja yang
memerintah atau dinasti yang memerintah.7
Dalam beberapa historiografi umat Islam yang ditulis oleh para ahli terdapat
perbedaan dalam periodesasi sejarah peradaban Islam, ada yang berdasarkan pada
masa nabi, kekhalifahan atau dinaasti atau para penguasa Islam, diantaranya
Hasan Ibrahim Hasan, menurutnya periodesasi peradaban Islam sebagai berikut:
1. Periode Muhammad dan kebangkitan Islam (571-632)
2. Khalifah Ortodok (632-661)
3. Zaman Bani Umayah (661-749)
4. Zaman Abasiyah I (750-847)
5. Zaman Abasiyah II ( 847-1055)
6. Zaman Abasiyah terakhir (1055-1258)
7. Timur Tengah setelah Bagdad jatuh (1258-1520)
8. Timur Tengah sampai abad – 18 (1520-1800)
9. Timur Tengah pada abad 19 dan ke-20 sampai Perang Dunia 1 (1798-
1914)
10. Dunia Islam sejak Perang Dunia 1 (1914-1968).8

Sedangkan menurut Usairy menyatakan bahwa bahwa periode sejarah Islam


secara lengkap dibagi dalam periode-periode sebagai berikut;
7
Sartono kartodirdjo, Pendekatan Ilmu-Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah ( Jakarta: PT.
Gramedia, 1992 ) h. 79
8
Maryam, et.al (editor). Sejarah Peradaban Islam ( Solo: LESFI, 2004) h. 11

4
1. Periode sejarah klasik (Masa sebelum diutusnya Nabi Muhammad)
2. Periode Sejarah Rosulullah SAW (570-632)
3. Periode Sejarah Khulafa’ Rasyidin (632-661)
4. Periode Pemerintahan Bani Umayah (661-749)
5. Periode Pemerintahan Bani Abbasiyah (749-1258)
6. Periode Pemerintahan Mamluk (1250-1517)
7. Periode Pemerintahan Usmani (1517-1923)
8. Periode Dunia Islam Kontenporer (1922-2000).9

Adapun menurut Harun Nasution dalam bukunya Pembaharuan Dalam Islam


periodesasi perkembangan peradaban Islam dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Periode klasik (650 -1250 M), merupakan zaman kemajuan dan dibagi ke
dalam dua fase yaitu fase pertama, fase ekspansi, integrasi, dan pucak
kemajuan (650 – 1000M) dan fase kedua yaitu fase disintigritas ( 1000 –
1250 M).
2. Periode pertengahan (1250-1800 M), juga dibagi dua fase yaitu fase
kemunduran (1250 – 1500 M) dan fase tiga kerajaan besar (1500 – 1800
M).
3. Periode modern (1800-sekarang) merupakan zaman kebangkitan umat
Islam.10
Pendapat diatas sejalan dengan Naourouzaman Shidiq dalam karyanya
“Pengantar Sejarah Muslim” dan Iraa M. Lapidus dalam karyanya “History of
Islam Societis”.
Atas dasar diatas maka dalam tulisan ini akan memaparkan periodesasi lahir
dan perkembangan ilmu-ilmu keislaman, sebagaimana pembagian dari Prof. Dr.
Harun Nasution.
1. Periode Klasik (650 – 1250 M)
Periode ini dimulai dari masa Rasulullah hingga jatuhnya pemerintahan
Bani Abbas di Baghdad. Periode ini ditandai dengan upaya perintisan
perkembangan dan kemajuan puncak yang pertama peradaban Islam (650-
1000 M). Berikutnya masa disintegrasi (1000-1250 M). Periode klasik ini

9
Dr. Din Muhammad Zakariya, Sejarah Peradaban Islam (Prakenabian hingga Islam
Indonesia), (Malang: Madani Media, 2018) h. 7-8
10
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam (Sejarah Pemikiran dan Gerakan), (Jakarta:
PT. Bulan Bintang, 1975) h. 13-14

5
diwakili oleh kekhalifahan Nabi Muhammad di Haramain (Makkah dan
Madinah), Khulafa’ al-Rasyidin di Madinah, Dinasti Bani Umayyah di
Damaskus, dan kemudian Dinasti Bani Abbas di Baghdad. Pada periode ini,
masa dan prestasinya lebih banyak daripada periode-periode yang lain.
Pada periode klasik (650-1250 M), Islam mengalami dua fase penting :
a. Fase ekspansi, integrasi dan puncak kemajuan (650-1000 M).Di fase
inilah Islam di bawah kepemimpinan para khalifah mengalami
perluasan pengaruh yang sangat signifikan, kearah barat melalui
Afrika Utara Islam mencapai Spanyol dan ke arah timur melalui
Persia Islam sampai ke India.
b. Fase disintegrasi (1000-1250 M) yang ditandai dengan perpecahan
dan kemunduran politik umat Islam hingga berpuncak pada
terenggutnya Baghdad oleh bala tentara Hulagu di tahun 1258 M.

a. Fase Ekspansi, Integritas dan Puncak Kemajuan.


1. Masa Nabi Muhammad SAW
Periode awal Islam ini sering juga disebut sebagai fase yang mana
kitab suci Al-Qur’an baru diturunkan di tengah-tengah umat manusia.
Periode ini dimulai dari abad ke 7 sampai abad ke 13 Masehi. Periode ini
bermula dengan ditandainya kemajuan kepustakaan Arab, pengajaran
Islam dan penyebaran pokok-pokok peradaban Islam (hadlârah
Islâmiyyah) yang merangkul tiga unsur penting dalam peradaban, yaitu:
keagamaan (aqîdah), kesukuan (qabaliyyah), dan aristokratik
(aristhuqrâthiyyah).11 Nabi Muhammad menerima wahyu dari Malaikat
Jibril ketika beliau berusia 40 tahun, dengan surat al-‘alaq ayat 1-5 dengan
perintah “membaca” yang merupakan manifestasi keilmuan. Mulanya
beliau berdakwah (transfer of knowlage) menyampaikan ilmu berupa
ajaran Islam secara sembunyi-sembunyi kepada keluarga dan sahabat
dekat beliau di Mekkah pada Bait Dar-Arqam. Mereka yang mengikuti

11
Arif Al Anang, Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam, (Fajar Historia,
Volume 3 Nomor 2, Desember 2019), hal. 100-101

6
pembelajaran dan meyatakan masuk Islam dikenal sebagai “Assabiquna al-
Awwaluun”. Kemudian turunlah perintah agar nabi menjalankan dakwah
secara terbuka dan mendapat dukungan dari pamannya, walaupun
mendapatkan tantangan dari kaum Quraisy, pengikutnya bertambah dan
Islampun berkembang. Dalam hal ekspansi, sebelum Nabi Muhammad
SAW wafat pada tahun 632 M seluruh semenanjung Araabia telah tunduk
ke bawah kekuasaan Islam12
Revolusioner Nabi ketika mengembangkan ilmu adalah gerakan
budaya membaca, yang merupakan pencanangan dan pemberantasan buta
huruf, suatu tindakan awal yang membebaskan manusia dari
ketidaktahuan. Membaca merupakan pintu bagi pengembangan ilmu.
Selanjutnya Rasulullah menyuruh sahabat untuk menghafal ayat-ayat al-
Qur’an yang diikuti juga membuat tradisi menulis dengan mencatat wahyu
pada kulit, tulang, pelepah kurma dan lain-lain. Sehingga dapat menjaga
kemurnian dan juga media memahami ayat-ayat al-Qur’an. Aktivitas ini
telah mendorong semangat belajar sehingga umat Islam menjadi umat
yang memasyarakatkan kepandaian tulis-baca, selanjutnya terbangun jiwa
umat Islam untuk tidak hanya beriman tetapi juga berilmu, sehingga
melahirkan sarjana-sarjana Islam yang ahli dibidangnya.
2. Masa Khulafa’ al-Rasyidin
Corak perkembangan peradaban Islam pada periode ini lebih
cenderung meramu antara peradaban Islam dengan konsep-konsep
imperium Timur sebelumnya, baik dari sisi ekonomi maupun monoteistik
yang telah ada. Kemajuan periode tersebut ditandai dengan adanya
kreativitas umat untuk mendirikan sebuah konsep Negara baru dan
institusi kemasyarakatan yang bisa berjalan selaras antara institusi Negara
dengan agama. Kemudian dari sini, lahirlah kebijakan-kebijakan baru dari
kepemimpinan setelah wafatnya Nabi Alaihisalam—masa khulafâ’

12
Zakariya, Op.cit, hal.5

7
râsyidûn— yang mampu membawa kebijakan Islam bisa diterima luas di
seluruh kalangan.13
Masa ini sering disebut dengan masa klasik awal (632 – 661 M).
Pada masa klasik awal ini, merupakan peletakan dasar-dasar peradaban
Islam yang berjalan selama 29 tahun. Para khalifah Khulafaur Rasyidin
adalah Abu Bakar al-Shiddiq yang berkuasa + 2 tahun (632-634 M),
dilanjutkan oleh Umar Ibn Khotab yang berkuasa selama 10 tahun (634-
644 M), diterusskan oleh Usman Ibn Affan yang berkuasa selama 12 tahun
(644-656 M), dan Ali Ibn Abi Talib yang berkuasa selama + 5 tahun (656-
661).14
Kemajuan-kemajuan yang dicapai pada zaman khulafaur Rasyidin
antara lain:
(1) Ekspansi atau perluasan daulat Islamiyah yang meliputi Irak, Suriah,
Damaskus, Bizantium, Mesir, Persia, dan Palestina.
(2) Meredam berbagai peemberontakan dan orang-orang murtad
(3) Pengumpulan dan penulisan Al-Qur’an.
(4) Penentuan kalender Islam yang bertolak dari masa hijra Rosulullah
SAW dan berdasarkan pada perhitungan tanggal berdaasrkan
peredaran bulan (qamariah).
(5) Menetapkan administrasi perpajakan, pengaturan upah, dan lainnya15
Pada masa ini, perkembangan ilmu pengetahuan terpusat pada
usaha untuk memahami Al-Qur’an dan Hadits Nabi, untuk memperdalam
pengajaran akidah, akhlak, ibadah, mu’amalah dan kisah-kisah dalam Al-
Qur’an. Akan tetapi yang perlu dicatat bahwa, pada masa ini telah
ditanamkan budaya tulis dan baca. Dengan budaya baca tulis, maka
lahirlah orang pandai dari para sahabat rasul, diantaranya Umar bin Khatab
yang mempunyai keahlian dibidang hukum dan jenius pada ilmu
pemerintahan, Ali bin Abi Thalib yang mempunyai keahlian dibidang
hukum dan tafsir. Banyak ahl-ahli tafsir yang terkenal pada masa
13
Arif Al Anang Op.cit, hlm. 101
14
Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif, (Jakarta: Prenadamedia Grup, 2018), h. 340
15
Ibid.

8
itu ,diantaranya dari ke empat khalifah (Abubakar As-siddik, Umar bin
Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abu Talib), Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas,
Ubay IbnuKa’ab, Zaid Ibnu Tsabit, Abu Musa Al-’Asy’ari dan Abdullah
bin Zubair.16
3. Masa Khalifah Dinasti Bani Ummayah
Memasuki masa kekuasaan Muawiyah yang menjadi awal
kekuasaan Bani Umayyah. Pemerintahan yang bersifat demokratis berubah
menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun temurun). Kekahalifahan Bani
Umayyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya, tidak
dengan pemilihan atau suara terbanyak. Kepemimpinan ini dimulai ketika
Mu’awiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia
terhadap anaknya, Yazid. Mu’awiyah bermaksud mencontoh monarchi di
Persia dan Byzantium.
Kekuasaan Bani Umayyah berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota
negara dipindahkan dari Madinah ke Damaskus. Tempat ia berkuasa
sebagai gubernur sebelumnya. Khalifah-khalifah besar Dinasti Bani
Umayyah ini adalah Mu’awiyah ibn Abi Sufyan (661-680 M), Abd al-
Malik ibn Marwan (685-705 M), al-Walid ibn Abdul Malik (705-715 M),
Umar ibn Abdul Aziz (717-720 M), dan Hasyim ibn Abdul al-Malik (724-
743 M).17
Ekspansi yang terhenti pada masa khalifah Usman dan Ali
dilanjutkan kembali oleh dinasti ini. Keberhasilan ekspansi ke beberapa
daerah, baik di timur maupun barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani
Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol,
Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia Kecil,
Persia,
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini masih berada pada
tahap awal, yang merupakan masa inkubasi. Para pembesar Bani Umayyah
kurang tertarik pada ilmu pegetahuan kecuali Yazid bin Mua’wiyah dan
16
Rahmah Fitria, https://rahmahbm.wordpress.com/2013/07/31/sejarah-perkembangan-
ilmu-pengetahuan-islam/
17
Abuddin Nata, Op.cit. hlm. 341

9
Umar bin Abdul Aziz.  Ilmu yang berkembang di zaman Bani Umayyah
adalah ilmu syari’ah, ilmu lisaniyah, dan ilmu tarikh. Selain itu
berkembang pula ilmu qiraat, ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu nahwu, ilmu
bumi, dan ilmu-ilmu yang disalin dari bahasa asing.Afghanistan, Pakistan,
Purkmenia, Uzbek dan Kirgis di Asia Tengah.
Kota yang menjadi pusat kajian ilmu pengetahuan ini antra lain
Damaskus, Kuffah, Makkah, Madinah, Mesir, Cordova, Granada, dan lain-
lain, dengan masjid sebagai pusat pengajarannya, selain Madinah atau
lembaga pendidikan yang ada.
banyak sekali kemajuan-kemajuan kekuasaan yang di bawah
kepemimpinan mengalami kemajuan yang amat pesat. Seperti peran Ali
al-Qali yang berhasil membumikan bahasa Arab di Andalusi, Cordova.
Pada tahun 330 H/ 941 M. ia memenuhi undangan Al-Nashir untuk
menetap di Cordova dan mengembangkan ajaran Nahwu sampai akhir
hayatnya (358 H/ 969 M). Ali Al-Qali banyak sekali meninggalkan karya-
karyanya yang sanagt bermanfaat di Cordova dan yang menjadi cikal
bakal berkembangnya Bahasa Arab di sana. Karangannya antara lain, al-
Amâli dan al-Nawâdlir. (Amin, 1969).
Di bidang Fikih yang tidak kalah terkenal di Andalusia antara lain,
Abu Bakar Muhammad Ibn Marwan Ibn Zuhr (w. 422 H). Ia merupakan
sosok sastrawan besar pada masanya yang pernah ada di Andalusia. Selain
itu, Abu Muhammad Ali Ibn Hazm (w. 455 H). yang memiliki karya al-
Fashl; fi al-Milâl wa al-Ahwâ’ wa al-Nihal yang merupakan masterpiece
yang fenomenal hingga saat ini. Semula Ibn Hazm menganut mazhab
Syafi’I, namun seiringnya waktu ia talfiq pada mazhab Daud Azzahiri.
Kemudian pengalaman dalam kedua mazhab ini mampu menginspirasi
penduduk Andalusia secara khusus daan pada masyarakat sekitar secara
umum. Ibn Hazm merupakan ulama yang sangat produktif sekali dalam
menulis karya-karya ilmiah. Karyanya yang berhasil tercatat, terdapat
sekitar 400 judul buku. Baik dalam bidang sejarah, teologi, fikih, sastra,
Hadis dan lain-lain. (Hitti, 1970).

10
Selain maju di bidang agama, ilmu filsafat juga sudah mulai
dijamah di kota Andulisia. Luthfi Abdul Badi’ mengemukakan, bahwa
Muhammad Ibn Abdillah Ibn Missarah al-Bathini, ialah orang pertama
kali yang menekuni bidang filsafat di Andulisia. Hal ini berarti, ilmu
filsafat sudah dikenal sebelum al-Jabali. Dan ilmu itu berkembang pesat
pada masa al-Nashir dan sampai pada puncaknya di masa al-Mustanshir.
Seiring berkembangnya filsafat, berkembang juga ilmu-ilmu pasti.
Ilmu pasti yang digemari bangsa Arab bersumber pada buku India Sinbad
yang di-Arab-kan oleh Ibrahim alFazari pada tahun 771 M. dengan
perantara ini bangsa Arab lebih mengenal dan menggunakan angka-anagka
India yang di Eropa angka itu dikenal dengan angka Arab (Fakhrudin,
1979). Pembesar Andalusia pada periode ini antara lain, Abu Ubaidah
Muslim Ibn Ubaidah al-Balansi. Ia seorang astrolog dan pakaar di bidang
ilmu hitung. Untuk kalangan masyarakat waktu itu, ia dikenal dengan
sebutan shâhib al-Qiblat (ahli mendirikan sholat).
Di samping maju di di bidang ilmu pasti, Andalusia juga diperkaya
dengan sarjana-sarjana pribumi yang pakar di bidang ilmu kedokteran.
Seperti, Ahmad Ibn Ilyas al-Qurthubi dan alHarrani yang hidup pada masa
kekuasaan Muhammad I Ibn Abdurrahman II al-Ausath, Yahya Ibn Ishaq
yang hidup pada masa Abdullah Ibn Mundzir, yang kemudian diangkat
menteri oleh al-Nashir. Selain tokoh di atas, Andalusia juga memeliki
dokter ahli bedah, yaitu Abu Qasim al-Zahrawi yang dikenal dengan
sebutan Abulcasis. Kemahirananya selain di bidang bedah, ia juga mahir
di bidang penyakit telinga dan spesialis kulit. Karya fenomalnya yang
berjudul, al-Tashrîf li Man ‘Ajaza ‘An Ta’lîf pada abad XII M. yang
kemudian diinggriskan oleh Gerard of Cremona dan dicetak ulang di
Genoa (1497), Basle (1541), dan di Oxford (1778). (Poeradisastra, 1986)

4. Masa Khalifah Dinasti Bani Abbasiyah.


Kekuasaan dinasti Bani Abbas, atau Khilafah Abbasiyah, sebagai
pelanjut kekuasaan dinasti Bani Umayyah. Dinamakan khilafah Abbasiyah

11
karena para pendiri dan penguasa diansti ini adalah keturunan al-Abbas
paman Nabi Muhammad Saw. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah
al-Shaffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas.
Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang dari tahun
132 H (750 M) s.d. 656 H (1258 M). Selama dinasti ini berkuasa, pola
pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan
politik, sosial dan budaya.
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa
keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan
merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Pada mulanya
ibukota negara adalah al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun, untuk lebih
memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu, al-
Mansyur memindahkan ibukota negara ke kota yang baru dibangunnya,
Baghdad, dekat bekas ibukota Persia, Ctesiphon, tahun 762 M.
Dinasti Abbasiyah merupakan salah satu dinasti Islam yang sangat
peduli dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan. Upaya ini mendapat
tanggapan yang sangat baik dari para ilmuwan. Sebab pemerintahan dinasti
abbasiyah telah menyiapkan segalanya untuk kepentingan tersebut. Diantara
fasilitas yang diberikan adalah pembangunan pusat-pusat riset dan terjemah
seperti baitul hikmah, majelis munadzarah dan pusat-pusat study lainnya.
Disamping itu kemajuan ilmu pengetahuan pada masa ini disebabkan
adanya gerakan terjemah besar-besaran terhadap naskah-naskah asing ke
dalam bahasa Arab terutama naskah-naskah Yunani. Meskipun gerakan
terjemah naskahnaskah asing sudah dimulai sejak masa Umayyah, namun
puncak keemasan ada pada masa Abbasiyah. Upaya penerjemahan yang
dilakukan Abbasiyah tidak hanya bersumber dari naskah Yunani saja,
melainkan sumber lain, seperti bahasa Persia ke dalam bahasa Arab.
Parapenerjemah juga bukan hanya dari kalangan muslim saja, namun
banyak juga ditemukan penerjemah-penerjemah (mutarjim) Nasrani Syiria
dan Majusi Persia.

12
Keberadaan perpustakaan dan observatorium Baitul Hikmah sebagai
tempat yang berfungsi sebagai perpustakaan sekaligus tempat pusat
pengembangan ilmu pengetahuan. Institusi ini merupakan lanjutan dari
institusi di masa Imperium Sasania Persia yang bernama Jundisaphur
Academy. Namun bedanya, istitusi ini pada masa Harun Arrasyid direbuh
menjadi khizânah al-Hikmah (pusat filsafat). Serta objek penelitian pada
masa Imperium Sasania Persia hanya focus pada penyimpanan puisi-puisi
dan cerita raja-raja, di masa Harun Arrasyid diperluas penggunannya pada
semua ilmu pengetahuan.
Pada masa ini juga, perkembangan mazhab-mazhab Islam juga sangat
banyak bermunculan. Antaranya, Imam Auza’I (w. 774 M). yang
merupakan pendiri mazhab Auza’I di Syiria. Pendiri Mazhab besar kedua,
Malik Ibn Anas (w. 795 M), yang memiliki karya agung di bidang Hadis
kitab al-Muawaththa’. Dan lahir juga pendiri mazhab islam besar ketiga,
Imam Syafi’I (w. 820 M) yang telah berhasil merapikan kaidah-kaidah
Ushul fikih dalam kitabnya Arrisalah. Serta pendiri mazhab besar keempat,
Imam Ahmad Ibn Hanbal (w. 855 M), yang memiliki kumpulan-kumpulan
Hadis dalam Musnad Ibn Hanbal yang berisi 30.000 Hadis Nabi.
Selain kaya akan pengembangan bidang agama, pada masa ini juga
bidang perekonomian juga berkembang pesat. Ekonomi imperium
Abbasiayah digerakkan oleh perdagangan barang-barang mewah dan bahan-
bahan pokok. Selain melakukan transaksi sesama imperium, Abbasiyah juga
membuka gerbang perekonomian dengan Dinasti T’ang di China.

b. Masa Disintegrasi
Masa disintegrasi (1000-1250 M) umat Islam dalam bidang
politik mulai pecah, kekuasaan khalifah menurun dan akhirnya Bagdad
dapat dirampas dan dihancurkan oleh Hulagu di tahun 1258 M.
Khalifah sebagai lambang kesatuan politik umat Islam hilang.18

18
Harun Nasution, op. cit., hal. 13

13
Penyebabnya adalah munculnya masa kekuasaan para wazir,
khlifah jarang ikut campur dalam urusan pemerintahan, kareena
kekuasaannya berupa simbolik.19 Kekuasaan dinasti ini tidak pernah
diakui di Spanyol dan seluruh Afrika Utara, kecuali Mesir yang
kebanyakan bersifat nominal, secara riil, daerah-daerah itu berada di
bawah kekuasaan gubernur-gubernur propinsi bersangkutan.
Hubungannya dengan khalifah ditandai dengan pembayaran upeti.
Akibat kebijakan yang lebih menekankan pembinaan peradaban dan
kebudayaan Islam dari persoalan politik, propinsi-propinsi tertentu di
pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani Abbas.
Pada masa pemerintahan Bani Abbas, tidak ada usaha untuk
merebut jabatan khilafah dari tangan Bani Abbas, karena khalifah
jabatan simbolik. Sedangkan kekuasaan dapat didirikan di pusat
maupun di daerah yang jauh dari pusat pemerintahan dalam bentuk
dinasti-dinasti kecil yang merdeka. Khalifah Bani Abbasiyah tetap
diakui, tetapi kekuasaan dipegang oleh sultan-sultan Buwaihi.
Kekuasaan dinasti Buwaihi atas Baghdad kemudian dirampas oleh
Dinasti Seljuk. Seljuk adalah seorang pemuka suku bangsa Turki yang
berasal dari Turkestan. Saljuk dapat memperluas daerah kekuasaan
mereka sampai ke daerah yang dikuasai dinasti Buwaihi. Dan semenjak
itu sampai sekarang Asia kecil menjadi daerah Islam.
Pada masa bani Buwaihi banyak muncul pemikiran Mu’tazilah
dari aliran Basrah, tokoh yang terbesar periode kebangkitan kedua ini
adalah al-Qadi Abd al- Jabbar. Sedang pada masa dinasti Saljuk,
dibidang agama dimenangi oleh kaum Sunni dengan berdirinya
Madaris Nidhammiyah dengan Al-Ghazali salah satu pengaajarnya.20
Andalusia dan Afrika Utara mengembangkan seni yang mencapai
puncaknya pada al-Hambra dan filsafat dengan tokohnya Ibnu Thufail
dan Ibnu Rusyd21.
19
Maryam, et.al (editor), op.cit.,hal. 113
20
Ibid, hlm. 113-114
21
Ibid,hlm 115

14
2. Periode pertengahan (1250-1800 M)
Perkembangan peradaban islam pada periode pertengahan dimulai dari
jatuhnya Bani Abbas hingga datangnya pengaruh modernisasi di Eropa ke
dalam dunia Islam. Periode pertengahan juga dibagi dua fase yaitu fase
kemunduran dan fase tiga kerajaan besar.
a. fase kemunduran (1250 – 1500 M). Di masa ini desentralisasi dan
disintegrasi bertambah meningkat. Perbedaan antara Sunni dan
Syi’ah dan juga antara Arab dan Persia bertambah nyata kelihatan.
Dunia Islam terbagi dua, bagian Arab yang berpusat di Mesir terdiri
dari Arabia, Irak, Suria, Palestina, Mesir dan Afrika utara. Bagian
Persia yang berpusat di Iran terdiri dari Balkan, Asia kecil, Persia
dan Asia tengah. Kebudayaan Persia mendesak kebudayaan Arab.
Kebudayaan Persia mengambil bentuk internasional, mendesak
kebudayaan Arab. Pintu Ijtihad tertutup, muncul tarekat dengan
pengaruh negatif. Perhatian pada ilmu pengetahuan menurun. Umat
Islam di Spanyol dipaksa masuk Kristen atau keluar dari daerah itu.
b. fase tiga kerajaan besar (1500 – 1700 M) merupakan masa kemajuan
dan masa kemunduran (1700 – 1800 M). Tiga kerajaan besar tersebut
adalah kerajaan Usmani (Ottoman Empire) di Turki, kerajaan Safawi
di Persia dan kerajaan Mughal di India. Di masa kemajuan ketiga
kerajaan besar ini mempunyai kejayaan masing-masing terutama
dalam bentuk literatur dan arsitek. Masjid dan gedung indah di
bangun, seperti di Istambul, di Tibriz, Isfahan serta kota-kota lain di
Iran dan di Delhi. Perhatian terhadap ilmu pengetahuan sangat kurang
sekali. Di Masa kemunduran, Kerajaan Utsmani terpukul di Eropa,
kerajaan Safawi dihancurkan oleh serangan-serangan bangsa Afghan.
Kerajaan Mughal diperkecil oleh pukulan-pukulan raja-raja India.
Umat Islam dalam keadaan mundur dan statis, begitu juga kekuatan
militer dan politik. Eropa bertambah maju dengan kekayaannya yang
diperoleh dari Amerika dan Timur jauh. Penetrasi Barat yang

15
kekuatannya meningkat ke dunia Islam hingga akhirnya Mesir di
kuasai oleh Napoleon pada tahun 1798 M.

3. Periode modern (1800-sekarang)


Periode modern (1800 - sekarang) merupakan zaman kebangkitan umat
Islam. Umat Islam mulai sadar bahwa di Barat telah timbul peradaban baru
yang lebih tinggi dan menjadi ancaman. Itu dimulai sejak jatuhnya Mesir ke
tangan Barat. Pada periode modern umat Islam menyadari akan
kelemahannya dan melihat di Barat telah muncul peradaban baru yang lebih
tinggi. Raja-raja dan para pemuka Islam mulai memikirkan bagaimana
meningkatkan mutu dan kekuatan umat Islam kembali. Karena umat Islam
melihat alat-alat ilmiah seperti teleskop, mikroskop, alat-alat untuk percobaan
kimiawi, dan dua set alat percetakan dengan huruf Latin, Arab dan Yunani
yang dibawa serta oleh Napoleon. Jadi, di periode modern ini, timbullah
pemikiran-pemikiran, ide-ide mengapa umat Islam lemah, mundur, dan
bagaimana mengatasinya, dan perlu adanya pembaharuan dalam Islam.
Menurut Amin dalam Zakariya, Beberapa tokoh pembeharuan atau
modernisasi dikalangan dunia Islam di antaranya, Muhammad Bin Abdul
Wahab di Arabia, Muhammad Abduh, Jamaluddin Al-Afghan, Muhammad
Rasyid Ridho di Mesir, Sayyid Ahmad Khan, Sah Waliyullah, dan
Muhammad Iqbal di India, H. Abdul Karim Amrullah, KH. Ahmad Dahlan,
dan KH. Hasyim Asy’ari di Indonesia, dan masih banyak lagi yang lainnya.22

C. Motif dan latarbelakang lahir dan berkembang ilmu-ilmu ke-Islaman


Dalam pendahuluan buku Teknologi dalam Sejarah Islam, Ahmad Al-Hassan
dan Donald R Hill mengutarakan tujuh faktor yang melatari lahir dan

22
Zakariyah, Op.Cit., hlm 30

16
berkembangnya ilmu-ilmu keIslaman. Ketujuh faktor itu adalah agama Islam,
pemerintah yang berpihak pada ilmu pengetahuan, bahasa Arab, pendidikan,
penghormatan kepada ilmuwan, maraknya penelitian, dan perdagangan
internasional.
Pertama adalah agama Islam. Menurut Al-Hassan dan Hill, agama yang
dibawa oleh Nabi Muhammad SAW ini memberikan dorongan yang sangat kuat
kepada umatnya untuk melakukan pencapaian-pencapaian di bidang sains dan
teknologi. Alquran memerintahkan umat Islam agar menggunakan akalnya dalam
mengamati hakikat alam semesta. Di samping itu, Islam telah menyatukan
seluruh umatnya yang menyebar dari Cina hingga Samudra Atlantik di bawah
pengaruh satu bahasa dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, semua orang
bebas mengembara ke berbagai kota pusat ilmu pengetahuan, seperti Baghdad,
Kairo, Cordoba, dan lain-lain, untuk belajar.
Kedua, pemerintah yang berpihak pada ilmu pengetahuan. Howard R Turner
dalam Sains Islam yang Mengagumkan mengatakan bahwa pencapaian di bidang
sains dan teknologi sudah menjadi ciri-ciri umum semua dinasti Islam, baik itu
dinasti kecil maupun besar.
Ketiga, bahasa Arab. Sejak awal pemerintahan Dinasti Umayyah, ilmu
pengetahuan dari Yunani dan India diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Menurut
Al-Hassan dan Hill, para sultan ketika itu sepenuhnya menyadari bahwa tidak
mungkin ilmu pengetahuan berkembang di dunia Islam jika ilmu-ilmu tersebut
tertulis dalam bahasa non-Arab.
Keempat, pendidikan. Untuk memacu laju perkembangan ilmu pengetahuan
itu, para khalifah mendirikan sekolah-sekolah, lembaga pendidikan tinggi,
observatorium, dan perpustakaan. Perpustakaan yang sangat terkenal pada masa
Dinasti Abbasiyah bernama Bayt Al-Hikmah (Rumah Kearifan). Perpustakaan ini,
seperti dicatat banyak sejarawan Islam, memberikan sumbangan yang penting
dalam penerjemahan karya-karya ilmuwan dari Yunani dan India ke dalam bahasa
Arab. Salah seorang penerjemah buku-buku matematika dari Yunani adalah
Tsabit bin Qurrah (836-901).

17
Kelima, penghormatan kepada ilmuwan. Al-Hassan dan Hill mencatat bahwa
para ilmuwan pada era keemasan Islam mendapatkan perhatian yang besar dari
kerajaan. Para ilmuwan masa itu dipenuhi kebutuhan finansialnya, bahkan diberi
uang pensiun. Kebijakan ini diambil supaya mereka bisa mencurahkan waktu
sepenuhnya untuk kegiatan mengajar, membimbing murid, menulis, dan meneliti.
Keenam, maraknya penelitian. Kerajaan mendorong para ilmuwan untuk
melakukan penelitian di berbagai bidang. Salah satu contohnya adalah riset ilmu
matematika oleh al-Khawarizmi. Sang ilmuwan telah menghasilkan konsep-
konsep matematika yang begitu populer dan masih tetap digunakan hingga
sekarang. Angka nol yang ada saat ini kita kenal merupakan hasil penemuannya.
Angka ini dibawa ke Eropa oleh Leonardo Fibonanci dalam karyanya Liber
Abaci.
Ketujuh, perdagangan internasional. Perdagangan internasional menjadi
sarana komunikasi yang efektif antar peradaban dan mempercepat proses
kemajuan teknologi. Misalnya, karena maraknya kegiatan dagang antara bangsa
Arab dengan bangsa-bangsa lain di dunia, ditemukanlah teknologi navigasi.
Gambaran sekilas perkembangan sains dan teknologi Islam. Al-Hassan dan
Hill menggarisbawahi bahwa kemajuan sains dan teknologi umat Islam pada masa
itu ditentukan oleh stabilitas politik dan ekonomi.
Secara sederhana menurut Abuddin Nata, ada dua penyebab kemajuan ilmu
pengetahuan di dunia Islam, yaitu;
(1) Faktor Internal, adalah faktor yang timbul dari ajaran Islam sendiri
sebagaimana yang bersumber pada al-qur’an dan hadits.
(2) Faktor eksternal terdiri diri,
 Faktor lingkungan
 Faktor kebutuhan pragmatis atau manfaat bagi kehidupan
 Faktor ekonomi dan kesejahteraan masyaarakat
 Faktor politik dan keamanan
 Faktor asimilasi budaya
 Faktor dukungan penguasa.

18
 Faktor tradisi ilmiah

D. Bidang-bidang ilmu-ilmu keislaman


Sebagaimana yang telah di uraikan sebelumnya, pada fase-fase perkembangan
ilmu pengetahuan, mulai dari khulafaur Rasyidin, dinasti Ummayah, dinasti
Abbasyiah, hingga fase pertengahan, telah di uraikan perkembangan ilmu-ilmu
keislaman dan bidang-bidangnya. Menurut Nurcholish Madjid, salah seorang
cendekiawan muslim Indonesia, mengelompokkan ilmu-ilmu keislaman ke dalam
empat bagian yaitu; Ilmu Fiqh, Ilmu Tasawuf, Ilmu Kalam, dan Ilmu Falsafah.
Ilmu pengetahuan yang berkembang di zaman Daulah zaman Bani Umayyah
dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Al Ulumus Syari’ah, yaitu ilmu-ilmu Agama Islam, seperti Fiqih, tafsir
Al-Qur’an dan sebagainya.
b. Al Ulumul Lisaniyah, yaitu ilmu-ilmu yang perlu untuk memastikan
bacaan Al Qur’an, menafsirkan dan memahaminya.
c. Tarikh, yang meliputi tarikh kaum muslimin dan segala perjuangannya,
riwayat hidup pemimpin-pemimpin mereka, serta tarikh umum, yaitu
tarikh bangsa-bangsa lain.
d. Ilmu Qiraat, yaitu ilmu yang membahas tentang membaca Al Qur’an. 
Pada masa ini termasyhurlah tujuh macam bacaan Al Qur’an yang terkenal
dengan Qiraat Sab’ah yang kemudian ditetapkan menjadi dasar bacaan,
yaitu cara bacaan yang dinisbahkan kepada acara membaca.
e. Ilmu Tafsir, yaitu ilmu yang membahas tentang undang-undang dalam
menafsirkan Al Qur’an.
f. Ilmu Hadis, yaitu ilmu yang ditujukan untuk menjelaskan riwayat dan
sanad al-Hadis, karena banyak Hadis yang bukan berasal dari Rasulullah.
g. Ilmu Nahwu, yaitu ilmu yang menjelaskan cara membaca suatu kalimat
didalam berbagai posisinya.
h. Ilmu Bumi (al- Jughrafia).  Ilmu ini muncul karena adanya kebutuhan
kaum muslimin pada saat itu, yaitu untuk keperluan menunaikan ibadah

19
Haji, menuntut ilmu dan dakwah, seseorang agar tidak tersesat di
perjalanan.
Adapun bidang-bidang ilmu pengetahuan yang berkembang pada
masa dinasti Abbasyiah antara lain:
1.  Filsafat.
Diantara tokoh yang member andil dalam perkembangan ilmu dan filsafat
Islam adalah: Al-Kindi, Abu Nasr al-Faraby, Ibnu Sina, Ibnu Bajjah, Ibnu
Thufail, al-Ghazali dan Ibnu Rusyd.
2.  Ilmu Kalam
Tokoh-tokoh ilmu kalam yang terkenal diantaranya : wasil bin Atha’,
Baqilani, Asy’ary, Ghazali, Sajastani dan lain-lain.
3.  Ilmu Kedokteran.
Tokoh-tokoh Islam yang terkenal dalam dunia kedokteran antara lain Ar-
Razi dan Ibnu Sina.
4.  Ilmu Kimia
Dalam bidang ini mereka memperkenalkan eksperimen obyektif. Tokoh
kimia yang terkenal yaitu: Jabir Ibnu  Hayyan.
5.  Ilmu Hisab
Diantara tokohnya adalah Muhammad bin Musa al-Khawarizmi.
6.  Sejarah
Misalnya sejarah hidup nabi Muhammad. Ilmuwan dalam bidang ini adalah
Muhammad bin Sa’ad, Muhammad bin Ishaq
7.  Ilmu Bumi
Ahli ilmu bumi pertama adalah Hisyam al-Kalbi, yang terkenal pada abad
ke-9 M, khususnya dalam studynya mengenai bidang kawasan arab.
8.  Astronomi
Tokoh astronomi Islam pertama adalah Muhammad al-fazani dan dikenal
sebagai pembuat astrolob atau alat yang pergunakan untuk mempelajari
ilmu perbintangan pertama di kalangan muslim. Selain al-Fazani banyak
ahli astronomi yang bermunculan diantaranya adalah muhammad bin Musa
al-Khawarizmi al-Farghani al-Bathiani, al-biruni, Abdurrahman al-Sufi.

20
Selain ilmu pengetahuan umum, juga memperhatikan pengembangan
ilmu pengetahuan keagamaan antara lain:
1.  Ilmu Hadis
Diantara tokoh yang terkenal di bidang ini adalah imam bukhari, hasil
karyanya yaitu kitab al-Jami’ al-Shahih al-Bukhari. Imam muslim hasil
karyanya yaitukitab al-Jami’ al-shahih al-muslim, ibnu majjah, abu daud, at-
tirmidzi dan al-nasa’i.
2.  Ilmu Tafsir
Terdapat dua cara yang ditempuh oleh para mufassir dalam menafsirkan ayat-
ayat al-Qur’an. Pertama, metode tafsir bil ma’tsur yaitu metode penafsiran
oleh sekelompok mufassir dengan cara member penafsiran al-Qur’an dengan
hadits dan penjelasan para sahabat. Kedua, metode tafsir bi al-ra’yi yaitu
penafsiran al-Qur’an dengan menggunakan akal lebih banyak dari pada
hadits. Diantara tokoh-tokoh mufassir adalah imam al-Thabary, al-sud’a
muqatil bin Sulaiman.
3.  Ilmu Fiqih
Dalam bidang fiqih para fuqaha’ yang ada pada masa bani abbasiyah mampu
menyusun kitab-kitab fiqih terkenal hingga saat ini misalnya, imam Abu
Hanifah menyusun kitab musnad al-Imam al-a’dzam atau fiqih al-akbar,
imam malik menyusun kitab al-muwatha’, imam syafi’I menyusun kitab al-
Umm dan fiqih al-akbar fi al tauhid, imam ibnu hambal menyusun kitab al
musnad ahmad bin hambal.
4. Ilmu Tasawuf
Kecenderungan pemikiran yang bersifat filosofi menimbulkan gejolak
pemikiran diantara umat islam, sehingga banyak diantara para pemikir
muslim mencoba mencari bentuk gerakan lain seperti tasawuf. Tokoh sufi
yang terkenal yaitu Imam al-Ghazali diantara karyanya dalam ilmu tasawuf
adalah ihya ulum al-din.
Menurut abuddin Nata bahwa umat Islam telah mempelopori pengembangan
ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang, selain ilmu agama seperti ; tafsir,
hadits, fiqih, teologi, filsafat islam, dan akhlaq.

21
- Dalam bidang Fiqh, diantaranya Imam Malik, Imam Abu anifah, Imam
Syafi’i dan Imam Ibn Hambal.
- Dalam bidang Teologi diantaranya Imam al-Asya’ri, Imam al-Maturidi,
Wasil ibn ‘Ata’, Abu Huzail, Al-Nazzam dan Al-Jubba’i.
- Dalam bidang Tasawuf, Zunnun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami dan
alHallaj.
- Umat Islam juga mengembangkan ilmu pengetahuan umum ilmu eksakta,
meliputi ; ilmu kimia, fisika, matematik, astronomi, kedokteran, pertanian,
ilmu hewan, teknik dan arsitektur, serta Ilmu sosial meliputi; sejarah dan
sosiologi
- bidang Ilmu Pengetahuan, Al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn
Miskawaih dalam bidang Falsafat. Ibn Hayyam, al-Khawarizmi, al-
Mas’udi dan al-Razi dalam

E. Penutup
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, lahir dan berkembangnya ilmu-
ilmu keislaman merupakan didorong oleh ajaran Islam yang pada prinsipnya
memang memuliakan ilmu dan aktivitas keilmuan. Diawali dari wahyu pertama
yaitu surat Al’alaq ayat 1-5 sudah mengisyaratkan agar melakukan kegiatan
keilmuan berupa literasi. Selanjutkan beberapa ayat-ayat Al-Qur’an yang
memerintahkan agar dapat menggunakan akal untuk memahami alam semesta
sebagai dasar tahapan ilmiah mengembangkan ilmu. Lahirnya ilmu-ilmu
keislaman dan berkembang pesat adalah keniscayaan, karena Islam tidak
mengenal pemisahan yang kaku antara ilmu pengetahuan, etika, dan ajaran agama.
Satu dengan yang lain, dijalankan dalam satu tarikan nafas, pengamalan syariat
Islam, sama pentingnya dan memiliki prioritas yang sama dengan riset-riset
ilmiah. Kondisi politik dan ekonomi yang stabil yang mendukung proses
perkembangan ilmu-lmu keislaman yang diperkuat pula oleh Kalifah yang

22
memberi ruang seluasnya bagi ilmuwan bahkan di fasilitasi untuk aktifitas
keilmuannya.
Adapun periodesasi lahir dan berkembangnya ilmu-ilmu keislaman meliputi;
1. Periode klasik (650 -1250 M), merupakan zaman kemajuan dan dibagi ke
dalam dua fase yaitu;
fase pertama, fase ekspansi, integrasi, dan pucak kemajuan (650 – 1000M)
dimulai dari masa Nabi Muhammad SAW, masa Khulafa Ar-Rasyidin, masa
bani Ummaya, dan masa bani Abbasiya. Pada fase ini ilmu-ilmu keislaman
berkembang sangat pesat tidak hanya ilmu keagamaan tapi juga ilmu umum,
sehingga banyak dihasilkan karya besar yang menjadi rujukan berbagai ilmu
seperti kedokteran, astronomi, fisika, sosial dengn ilmuwan yang terkenal
hingga zaman ini seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Ibnu AlFarobi dan lainnya.
fase kedua yaitu fase disintigritas ( 1000 – 1250 M). Fase ini perkembangan
keilmuan keislaman mulai lambat bahkan cendrung statis karena kekuasaan
khalifah mulai tidak kuat dan muncul penguasa kecil, akativitas keilmuan
tidak banyak diantaranya berdiri Madaris Nidhammiyah dengan Al-Ghazali
salah satu pengaajarnya pada masa Bani Buwaihi dan juga Universitas Al-
Azhar di Mesir pada masa dinasti Fatimiyah.
2. Periode pertengahan (1250-1800 M), juga dibagi dua yaitu;
fase yaitu fase kemunduran (1250 – 1500 M), fase ini perbedaan antara sunni
dan syi’ah sangat nampak, pintu ijtihad tertutup sehingga aktifitas keilmuan
meredup, dan banyak kaum muslim di Spanyol dipaksa masuk Kristen.
dan fase tiga kerajaan besar (1500 – 1800 M), fase ini ilmu pengetahuan
tidak berkembang tetapi seni arsitektur berkembang pada bangunan masjid
yang megah seperti di Turki dan India
3. Periode modern (1800-sekarang) merupakan zaman kebangkitan umat Islam.
Pada periode ini umat Islam menyadari kelemahannya dan ketinggalannya
dari dunia Barat, karena didunia Barat muncul peradaban baru. Muncul toko-
tokoh pergerakan pembeharuan mulai dari Arab hingga ke Indonesia.
Adapun mengelompokkan ilmu-ilmu keislaman yaitu; Ilmu Tafsir, Hadits,
Ilmu Fiqh, Ilmu Tasawuf, Ilmu Kalam, Akhlaq, dan Ilmu Falsafah.

23
Daftar Pustaka

Abudin Nata. Islam dan Ilmu Pengetahuan ( Jakarta: Prenadamedia Grup, 2018)

Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif, (Jakarta: Prenadamedia Grup, 2018)

Arif Al Anang, Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam, (Fajar


Historia, Volume 3 Nomor 2, Desember 2019)

Dr. Din Muhammad Zakariya, Sejarah Peradaban Islam (Prakenabian hingga


Islam Indonesia), (Malang: Madani Media, 2018)

Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam (Sejarah Pemikiran dan Gerakan),


(Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1975)

Munir – Sudarsono, Aliran Modern Dalam Islam (Cet. 1; Jakarta : PT. Rineka
Cipta, 1994)

Maryam, et.al (editor). Sejarah Peradaban Islam ( Solo: LESFI, 2004)

Sartono kartodirdjo, Pendekatan Ilmu-Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah


( Jakarta: PT. Gramedia, 1992 )

Rahmah Fitria, https://rahmahbm.wordpress.com/2013/07/31/sejarah-


perkembangan-ilmu-pengetahuan-islam/

Ahmad Garraudi. Diunggah September 2007. Sejarah Islam Klasik, Islam


Pertengahan, Islam Modern. http://ahmadgaraudi.wordpress.com/sejarah-
islam-klasik-islam-pertengahan-dan-islam-modern/ .
Hafidz. Diunggah 20 November 2012. Sejarah Perkembangan Islam Periode
Klasik. http://hapidzcs.wordpress.com/2012/11/20/sejarah-perkembangan -
islam-periode-klasik/ .
Helti Oktami. Diunggah 16 Desember 2014. Sejarah Perkembangan Islam Pada
Abad Pertengahan. http://bintangbinfa.wordpress.com/2013/12/16/sejarah
-perkembangan-islam-pada-abad-pertengahan/ .
Fery Firmansyah. Diunggah April 2014. Perkembangan Islam pada masa Klasik
dan Pertengahan. http://ferigramesa.blogspot.com/2014/04/perkembanga
n-islam-pada-masa-klasik-dan.html .

24
LAHIR DAN BERKEMBANGNYA ILMU-ILMU KEISLAMAN

Tugas Mata Kuliah Kajian Islam Komprehensip

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Romli, SA, M.Ag

Oleh
Fery Aguswijaya
2030004001

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH


PALEMBANG
2020

25

Anda mungkin juga menyukai