Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH AGAMA

AL QUR’AN DAN ILMU PENGETAHUAN

Dosen pembimbing: Drs. H Mushtofa Kamali M.S

Oleh Kelompok III:

Deni Wirawan (2100730027)


Wahyuningsih (210073001)
Aniqotul Mabarroh (2100730038)
Siti Nurul Azizah (2100730059)
M. Faruq Ubaidillah (2110730011)
Uswatun Hasanah (2110730031)
Wahyuningsih (2101730011)

UNIVERSITAS ISLAM MALANG

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIK

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS

2013
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan segala puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami kelompok III dapat menyelesaikan makalah untuk mata kuliah
Agama Islam VI sesuai dengan waktu yang telah di tentukan.

Makalah ini berjudul “Alquran dan Ilmu Pengetahuan” makalah ini dapat di selesaikan
tepat waktu karna adanya kemauan, rasa tanggung jawab dan kekompakan satu sama lain dalam
dari anggota kelompok kami, dan juga karna adanya bantuan dari beberapa pihak.

Atas budi baik dan bantuan ibu serta teman-teman yang memberikan petunjuk dan
bimbingan tersebut kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga Allah
memberikan imbalan yang sebanding dengan hal ini.

Akhirnya diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk
meningkatkan ilmu pengetahuan maupun meningkatkan prestasi belajar dalam rangka
menigkatkan kwalitas pendidikan di tanah air.
SEJARAH TURUN DAN TUJUAN POKOK AL QUR’AN

Agama islam, agama yang kita anut dan dianut oleh ratusan juta kaum muslim di seluruh
dunia, merupakan way of life yang menjamin kabahagiaan hidup pemeluknya didunia dan di
akhirat kelak. Ia mempunyai satu sandi utama yang esensial, berfungsi memberi petunjuk ke
jalan yang sebaik-baiknya. Allah berfirman, sesungguhnya Al-Qur’an ini memberi petunjuk
menuju jalan yang sebaik-baiknya.(QS 17:9).

Mempelajari Al Qur’an adalah kewajiban. Berikut ini beberapa prinsip dasar untuk
memahaminya, khusus dari segi hubungan Al Qur’an dengan ilmu pengetahuan, atau dengan
kata lain, mengenai “memahami Al Qur’an dalam hubungannya dengan ilmu pengetahuan”.
Persoalan ini sangat penting, terutama pada masa-masa sekarang ini, di mana perkembangan
ilmu pengetahuan demikian pesat dan meliputi seluruh aspek kehidupan.

Dilihat dari periode turunnya Al Qur’an, Al Qur’an Al Karim yang terdiri dari 114 surah
dan susunannya ditentukan oleh Allah SWT, dengan cara tawqifi, tidak menggunakan metode
sebagaimana metode-metode penyusunan buku-buku ilmiah. Buku-buku ilmiah yang membahas
satu masalah, selalu mengunakan satu metode tertentu dan dibagi dalam Al Qur’an Al Karim,
yang di dalamnya banyak persoalan induk silih berganti diterangkan. Persoalan akidah terkadang
bergandenga dengan persoalan hokum dan kritik, sejarah umat-umat yang lalu disatukan dengan
nasihat, ultimatum, dorongan atau tanda-tanda kebesaran Allah yang ada di alam semesta.

Tujuan Al Qur’an juga berbeda dengan tujuan kitab-kitab ilmiah. Untuk memahaminya,
terlebih dahulu harus diketahui periode turunya Al Qur’an. Dengan mengetahui periode-periode
tersebut, tujuan-tujuan Al Qur’an akan lebih jelas.

 Periode pertama
Pada awal turunnya wahyu pertama (iqra’), rasulullah belum dilantik menjadi rasul.
Dengan wahyu pertama itu, beliau baru merupakan seorang nabi yang tidak ditugaskan
untuk menyampaikan apa yang diterima. Baru setelah turun wahyu kedualah beliau
ditugaskan untuk menyampaikan wahyu-wahyu yang diterimanya, dengan adanya firman
Allah; (wahai yang berselimut, bangkitlah dan berilah peringatan”(QS 74:1:2).
Kandungan wahyu ilahi berkisar dalam tiga hal, pertama, pendidikan bagi Rasulullah
saw, dalam membentuk kepribadiannya. Kedua, pengetahuan-pengetahuan dasar mengenai
sifat dan af’al Allah, mislnya surah Al-A’la(surah ketujuh yang diturunkan) atau surah Al-
ikhlas, yang menurut hadis Rsulullah”sebanding dengan seperiga Al Qur’an”, karena yang
mengetahuinya dengan sebenarnya akan mengetahui pula persoalan-persoaln tauhid dan
tanzih (penyucian) Allah SWT. Ketiga, keterangan mengenai dasar-dasar akhlak islamiah,
serta bantahan-bantahan secara umum mengenai pandangan hidup masyarakat jahiliah
ketika itu.
 Periode kedua
Periode kedua dari sejarah turunya Al Qur’an berlangsung selama 8-9 tahun, dimana
terjadi pertarungan hebat antara gerakan islam dan jahiliah. Gerakan oposisi terhadap islam
menggunakan segala cara dan system untuk menghalangi kemajuan dakwah islamiyah.
 Periode ketiga
Dakwah Al Qur’an telah dapat mewujudkan suatu prestasi besar karena penganut-
penganutnya telah dapat hidup bebas melaksanakan ajaran-ajaran agama di Yastrib (yang
kemudian diberi nama Al Madinah Al Munawaroh). Periode ini berlangsung selama
sepuluh tahun,dimana timbul bermacam-macam peristiwa problem dan persoalan.
 Tujuan pokok Al Qur’an
Petunjuk mengenal syariat dan hokum islam dengan jalan menerangkan dasar-dasar
hokum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubunganya dengan Tuhan dan sesamanya.
Mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-norma keagamaan dan
asusila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupannya secara individual atau
kolektif. Petunjuk akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia yang tersimpul
dalam keimanan dan keesaan Tuhan dan kepercayaan akan kepastian adanya hari
pembalasan.
KEBENARAN ILMIAH AL QUR’AN
Al Qur’an adalah kitab petunjuk, demikian hasil yang kita peroleh dari mempelajari
sejarah turunya. Ini sesuai pula dengan penegasan Al Qur’an: petunjuk bagi manusia, keterangan
mengenai petunjuk serta pemisah antara yang hak dan batil.(QS 2:185).
Dalam kitabnya jawahir A Qur’an, imam Al Ghazali menerangkan pada bab kusus bahwa
seluruh cabang ilmu pengetahuan terdahulu dan yang kemudian, yang telah diketahui maupun
yang belum, semua bersumber dari Al Qur’an Al Karim.
 System penalaran menurut Al Qur’an
Para psikolog menerangkan bahwa tahap-tahap perkembangan kejiwaan dan alam pikiran
manusia dalam menilai suatu ide umumnya melalui tiga fase: fase pertama, menilai baik
buruknya suatu ide dengan ukuran yang mempunyai hubungan dengan alam kebendaan
(meter). Fase kedua, menilai ide tersebut atas keteladanan yang diberikan oleh sesorang.
Fase ketiga, suatu penilaian tentang ide didasarkan atas nilai-nilai yang terdapat pada
unsur-unsur ide itu sendiri.
 Ciri khas ilmu pengetahuan
Ciri khas nyata dari ilmu pengetahuan(science) yang tidak dapat diingkari, meskipun oleh
para ilmuwan, adalah bahwa ia tidak mengenal kata “kekal”. Apa yang dianggap salah di
masa silam misalnya, dapat diakui kebenaranya di abad modern. Dari berbagai ilmuwan
yang ada didunia menjelaskan bahwa ilmu pengetahuan hanyan melihat dan menilik bukan
menetapkan.
 Perkembangan tafsir
Para ulama sangat berhati-hati dalam menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an. Sebagia besar
ulama berpendapat bahwa setiap orang boleh menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an selama ia
memiliki syarat-syarat tertentu seperti: pengetahuan bahasa yang cukup, misalnya,
menguasai nahwu, sharaf, balaghoh, dan isytiqaq DLL. Dari masa ke masa, perkembangan
tafsir Al Qur’an menjadi beragam-ragam. Dengan semakin majunya zaman, maka semakin
maju pula perkembangan tafsir Al Qur’an karena Al Qur’an merupak pedoman sekaligus
petunjuk bagi manusia sampai akhir zaman. Adapun persyaratan penafsiran Al Qur’an
yang lain yaitu, seorang penafsir berhak untuk menyalahkan satu teori atas nama Al Qur’an
kecuali bila ia membawalan satu nash yang membatalkannya.
Al Quran sebagai sumber Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Al-Qur’an, yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW secara lisan dan
berangsur-angsur antara tahun 610 hingga 632 M atau selama kira-kira 22 tahun,

dimana pada masa itu umat manusia khususnya orang-orang Mekah dan Madinah masih dalam
kegelapan dan buta huruf, telah membuktikan kebenaran wahyunya melalui konsistensinya dan
kesesuaiannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang ditemukan umat manusia
pada masa jauh setelah Muhammad.

Berbagai contoh di bawah ini, menunjukkan bukti-bukti kebenaran wahyu Al-Qur’an yang
diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW tanpa bisa dibantah.

1. Kemenangan Bizantium.

Penggalan berita lain yang disampaikan Al Qur’an tentang peristiwa masa depan ditemukan
dalam ayat pertama Surat Ar Ruum, yang merujuk pada Kekaisaran Bizantium, wilayah timur
Kekaisaran Romawi. Dalam ayat-ayat ini, disebutkan bahwa Kekaisaran Bizantium telah
mengalami kekalahan besar, tetapi akan segera memperoleh kemenangan.

“Alif, Lam, Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat dan mereka sesudah
dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah-lah urusan sebelum dan
sesudah (mereka menang).” (Al Qur’an, 30:1-4)

Ayat-ayat ini diturunkan kira-kira pada tahun 620 Masehi, hampir tujuh tahun setelah kekalahan
hebat Bizantium Kristen di tangan bangsa Persia, ketika Bizantium kehilangan Yerusalem.
Kemudian diriwayatkan dalam ayat ini bahwa Bizantium dalam waktu dekat menang. Padahal,
Bizantium waktu itu telah menderita kekalahan sedemikian hebat hingga nampaknya mustahil
baginya untuk mempertahankan keberadaannya sekalipun, apalagi merebut kemenangan
kembali.

Tidak hanya bangsa Persia, tapi juga bangsa Avar, Slavia, dan Lombard menjadi ancaman serius
bagi Kekaisaran Bizantium.

Bangsa Avar telah datang hingga mencapai dinding batas Konstantinopel. Kaisar Bizantium,
Heraklius, telah memerintahkan agar emas dan perak yang ada di dalam gereja dilebur dan
dijadikan uang untuk membiayai pasukan perang.

Banyak gubernur memberontak melawan Kaisar Heraklius dan dan Kekaisaran tersebut berada
pada titik keruntuhan. Mesopotamia, Cilicia, Syria, Palestina, Mesir dan Armenia, yang semula
dikuasai oleh Bizantium, diserbu oleh bangsa Persia.

(Warren Treadgold, A History of the Byzantine State and Society, Stanford University Press,
1997, s. 287-299.)
Pendek kata, setiap orang menyangka Kekaisaran Bizantium akan runtuh. Tetapi tepat di saat
seperti itu, ayat pertama Surat Ar Ruum diturunkan dan mengumumkan bahwa Bizantium akan
mendapatkan kemenangan dalam beberapa tahun lagi.

Kemenangan ini tampak sedemikian mustahil sehingga kaum musyrikin Arab menjadikan ayat
ini sebagai bahan cemoohan. Mereka berkeyakinan bahwa kemenangan yang diberitakan Al
Qur’an takkan pernah menjadi kenyataan.

Sekitar tujuh tahun setelah diturunkannya ayat pertama Surat Ar Ruum tersebut, pada Desember
627 Masehi, perang penentu antara Kekaisaran Bizantium dan Persia terjadi di Nineveh. Dan kali
ini, pasukan Bizantium secara mengejutkan mengalahkan pasukan Persia. Beberapa bulan
kemudian, bangsa Persia harus membuat perjanjian dengan Bizantium, yang mewajibkan mereka
untuk mengembalikan wilayah yang mereka ambil dari Bizantium.

(Warren Treadgold, A History of the Byzantine State and Society, Stanford University Press,
1997, s. 287-299.)

Akhirnya, “kemenangan bangsa Romawi” yang diumumkan oleh Allah dalam Al Qur’an, secara
ajaib menjadi kenyataan.

Keajaiban lain yang diungkapkan dalam ayat ini adalah pengumuman tentang fakta geografis
yang tak dapat ditemukan oleh seorangpun di masa itu.

Dalam ayat ketiga Surat Ar Ruum, diberitakan bahwa Romawi telah dikalahkan di daerah paling
rendah di bumi ini.

Ungkapan “Adnal Ardli” dalam bahasa Arab, diartikan sebagai “tempat yang dekat” dalam
banyak terjemahan.

Namun ini bukanlah makna harfiah dari kalimat tersebut, tetapi lebih berupa penafsiran atasnya.

Kata “Adna” dalam bahasa Arab diambil dari kata “Dani”, yang berarti “rendah” dan “Ardl”
yang berarti “bumi”.

Karena itu, ungkapan “Adnal Ardli” berarti “tempat paling rendah di bumi”.

Yang paling menarik, tahap-tahap penting dalam peperangan antara Kekaisaran Bizantium dan
Persia, ketika Bizantium dikalahkan dan kehilangan Jerusalem, benar-benar terjadi di titik paling
rendah di bumi. Wilayah yang dimaksudkan ini adalah cekungan Laut Mati, yang terletak di titik
pertemuan wilayah yang dimiliki oleh Syria, Palestina, dan Jordania.

“Laut Mati”, terletak 395 meter di bawah permukaan laut, adalah daerah paling rendah di bumi.

Ini berarti bahwa Bizantium dikalahkan di bagian paling rendah di bumi, persis seperti
dikemukakan dalam ayat ini.
Hal paling menarik dalam fakta ini adalah bahwa ketinggian Laut Mati hanya mampu diukur
dengan teknik pengukuran modern.

Sebelumnya, mustahil bagi siapapun untuk mengetahui bahwasannya ini adalah wilayah
terendah di permukaan bumi. Namun, dalam Al Qur’an, daerah ini dinyatakan sebagai titik
paling rendah di atas bumi.

Demikianlah, ini memberikan bukti bahwa Al Qur’an adalah wahyu Ilahi.

2. Kebohongan Alkitab secara umum.

Website ini dibuat justru untuk mengungkap berbagai jenis kebohongan Alkitab/Bibel
sebagaimana dinyatakan oleh Allah dalam

Al-Qur’an berikut ini:

“Apakah kamu masih mengharapkan mereka (Yahudi & Kristen) akan percaya kepadamu,
padahal segolongan dari mereka mendengar Firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah
mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui?” (QS. 2:75)

“Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang (Yahudi & Kristen) yang menulis Alkitab
dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya: ‘Ini dari Allah’, untuk memperoleh
keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat
dari apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat
dari apa yang mereka kerjakan.” (QS. 2:79)

“Orang-orang (Yahudi & Kristen) yang telah Kami beri Al Kitab mengenal Muhammad seperti
mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian di antara mereka
menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.” (QS. 2:146)

“Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya di kala mereka
berkata: ‘Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada manusia’. Katakanlah: ‘Siapakah yang
menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia,
kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu
perlihatkan (sebagiannya) dan kamu sembunyikan sebagian besarnya, padahal telah diajarkan
kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak mengetahui(nya)?’ Katakanlah: ‘Allah-
lah (yang menurunkannya)’, kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al Qur’an
kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya.” (QS. 6:91)

Dan lain sebagainya.

3. Kemenangan di Khaibar dan Mekah.

Sisi keajaiban lain dari Al Qur’an adalah ia memberitakan terlebih dahulu sejumlah peristiwa
yang akan terjadi di masa mendatang. Ayat ke-27 dari surat Al Fath, misalnya, memberi kabar
gembira kepada orang-orang yang beriman bahwa mereka akan menaklukkan Mekah, yang saat
itu dikuasai kaum penyembah berhala:

“Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rosul-Nya tentang kebenaran mimpinya


dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram,
insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang
kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui, dan Dia
memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat.” (Al Qur’an, 48:27)

Ketika kita lihat lebih dekat lagi, ayat tersebut terlihat mengumumkan adanya kemenangan lain
yang akan terjadi sebelum kemenangan Mekah. Sesungguhnya, sebagaimana dikemukakan
dalam ayat tersebut, kaum mukmin terlebih dahulu menaklukkan Benteng Khaibar, yang berada
di bawah kendali Yahudi, dan kemudian memasuki Mekah dengan aman.

Pemberitaan tentang peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di masa depan hanyalah salah satu di
antara sekian hikmah yang terkandung dalam Al Qur’an. Ini juga merupakan bukti akan
kenyataan bahwa Al Qur’an adalah kalam Allah, Yang pengetahuan-Nya tak terbatas.

4. Ditemukannya jasad Fir’aun.

Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu (Fir’aun) supaya kamu dapat menjadi pelajaran
bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah
dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” (QS. 10:92)

Pada waktu Qur-an disampaikan kepada manusia oleh Nabi Muhammad, semua jenazah
Fir’aun-Fir’aun yang disangka ada hubungannya dengan Exodus oleh manusia modern terdapat
di kuburan-kuburan kuno di lembah raja-raja (Wadi al Muluk) di Thebes, di seberang Nil di
kota Luxor. Pada waktu itu manusia tak mengetahui apa-apa tentang adanya
kuburan tersebut. Baru pada abad 19 orang menemukannya seperti yang dikatakan oleh Qur-an
jenazah Fir’aunnya Exodus selamat.

Pada waktu ini jenazah Fir’aun Exodus disimpan di Museum Mesir di Cairo di ruang
mumia, dan dapat dilihat oleh penziarah. Jadi hakekatnya sangat berbeda dengan legenda
yang menertawakan yang dilekatkan kepada Qur-an oleh ahli tafsir Injil, R.P. Couroyer.

5. Madu adalah Obat.

“kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang
telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-
macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang
memikirkan.” (QS. 16:69)

Tidak ada seorang pun yang membantah bahwa madu lebah dapat dijadikan obat bagi manusia.
Padahal, Al-Qur’an diturunkan pada abad ke-7 Masehi, dimana orang-orang pada waktu itu,
khususnya di Jazirah Arab, masih buta iptek.
6. Air susu binatang, minuman yang lezat.

“Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami
memberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara
tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya.” (QS. 16:66).

Pada waktu itu tidak ada seorang manusia pun di Jazirah Arab yang mengira bahwa air susu
ternak dapat diminum oleh manusia, bahkan menyehatkannya. Sekarang, air susu ternak sudah
menjadi santapan sehari-hari bagi manusia yang menyukainya.

7. Segala yang hidup di muka bumi diciptakan dari air.

“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya
dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami
jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” (QS. 21:30)

Pada waktu ayat tersebut diturunkan, tidak ada yang berfikir kalau segala yang hidup itu tercipta
dari air. Sekarang, tidak ada seorang pakar pun yang membantah bahwa segala yang hidup itu
tercipta dari air. Air adalah materi pokok bagi kehidupan setiap makhluk hidup.

8. Fenomena berpasang-pasangan atas segala sesuatu.

Qur-an yang berulang-ulang menyebut adanya pasangan dalam alam tumbuh-tumbuhan, juga
menyebut adanya pasangan dalam rangka yang lebih umum, dan dengan batas-batas yang tidak
ditentukan.

“Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya baik dari apa yang
ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa-apa yang mereka tidak ketahui.”
(QS. 36:36)

Kita dapat mengadakan hipotesa sebanyak-banyaknya mengenai arti hal-hal yang manusia
tidak mengetahui pada zaman Nabi Muhammad. Hal-hal yang manusia tidak mengetahui itu
termasuk di dalamnya susunan atau fungsi yang berpasangan baik dalam benda yang paling kecil
atau benda yang paling besar, baik dalam benda mati atau dalam benda hidup. Yang
penting adalah untuk mengingat pemikiran yang dijelaskan dalam ayat itu secara gamblang
dan untuk mengetahui bahwa kita tidak menemukan pertentangan dengan Sains masa ini.

Meskipun gagasan tentang “pasangan” umumnya bermakna laki-laki dan perempuan, atau jantan
dan betina, ungkapan “maupun dari apa yang tidak mereka ketahui” dalam ayat di atas memiliki
cakupan yang lebih luas.

Kini, cakupan makna lain dari ayat tersebut telah terungkap. Ilmuwan Inggris, Paul Dirac, yang
menyatakan bahwa materi diciptakan secara berpasangan, dianugerahi Hadiah Nobel di bidang
fisika pada tahun 1933. Penemuan ini, yang disebut “parité”, menyatakan bahwa materi
berpasangan dengan lawan jenisnya: anti-materi.
Anti-materi memiliki sifat-sifat yang berlawanan dengan materi. Misalnya, berbeda dengan
materi, elektron anti-materi bermuatan positif, dan protonnya bermuatan negatif. Fakta ini
dinyatakan dalam sebuah sumber ilmiah sebagaimana berikut:

“…setiap partikel memiliki anti-partikel dengan muatan yang berlawanan … dan hubungan
ketidakpastian mengatakan kepada kita bahwa penciptaan berpasangan dan pemusnahan
berpasangan terjadi di dalam vakum di setiap saat, di setiap tempat.”

Semua ini menunjukkan bahwa unsur besi tidak terbentuk di Bumi, melainkan dibawa oleh
meteor-meteor melalui ledakan bintang-bintang di luar angkasa, dan kemudian “dikirim ke
bumi”, persis sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut. Jelas bahwa fakta ini tak mungkin
diketahui secara ilmiah pada abad ke-7, di saat Al Qur’an diturunkan.

(http://www.2think.org/nothingness.html, Henning Genz - Nothingness: The Science of Empty


Space, s. 205)

9. Kejadian manusia di dalam rahim.

Telor yang sudah dibuahkan dalam “Trompe” turun bersarang di dalam rendahan (cavite) Rahim
(uterus).

Inilah yang dinamakan “bersarangnya telur.” Qur-an menamakan uterus tempat telor dibuahkan
itu Rahim (kata jamaknya Arham).

“Dan Kami tetapkan dalam rahim apa yang kami kehendaki sampai waktu yang sudah
ditentukan.” (QS. 22:5)

Menetapnya telur dalam rahim terjadi karena tumbuhnya (villis) yakni perpanjangan telor yang
akan mengisap dari dinding rahim, zat yang perlu bagi membesarnya telor, seperti akar tumbuh-
tumbuhan masuk dalam tanah.

Pertumbuhan semacam ini mengokohkan telor dalam Rahim. Pengetahuan tentang hal ini baru
diperoleh manusia pada zaman modern.

Pelekatan ini disebutkan dalam Qur-an 5 kali. Mula-mula dua ayat pertama surat 96 ayat 2.

“Yang menciptakan manusia dari sesuatu yang melekat.” (QS. 96:2)

“Sesuatu yang melekat” adalah terjemahan kata bahasa Arab: ‘alaq. Ini adalah arti yang pokok.
Arti lain adalah “gumpalan darah” yang sering disebutkan dalam terjemahan Qur-an.

Ini adalah suatu kekeliruan yang harus kita koreksi. Manusia tidak pernah melewati tahap
”gumpalan darah.” Ada lagi terjemahan ‘alaq dengan “lekatan” (adherence) yang juga
merupakan kata yang tidak tepat. Arti pokok yakni ”sesuatu yang melekat” sesuai sekali dengan
penemuan Sains modern.
Ide tentang “sesuatu yang melekat” disebutkan dalam 4 ayat lain yang membicarakan
transformasi urut-urutan semenjak tahap ”setetes sperma” sampai sempurna.

“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dan kabur) maka (ketahuilah)
bahwasanya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari
segumpal darah, (sesuatu yang melekat) kemudian dari segumpal daging yang sempurna
keadaannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu.” (QS. 22:5)

“Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah (sesuatu yang melekat).” (QS. 23:4)

“Dialah yang menciptakan kamu dan tanah, kemudian dari setetes air mani, sesudah itu dan
segumpal darah (sesuatu yang melekat).” (QS. 40:67)

“Bukankah ia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (kedalam rahim). Kemudian mani itu
menjadi segumpal darah (sesuatu yang melekat) lalu Allah menciptakannya dan
menyempurnakannya.” (QS. 75:37-38)

Anggota tempat “mengandung” itu terjadi, selalu disebutkan dalam Qur-an dengan kata yang
berarti uterus. Dan beberapa surat, tempat itu dinamakan “Tempat menetap yang kokoh.” (surat
23 ayat 13 yang pernah kita sebutkan dan surat 77 ayat 21.18)

10. Karakter binatang yang hidup berkelompok.

“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan
kedua sayapnya melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di
dalam al Kitab, kemudian kepada Tuhan merekalah, mereka dihimpunkan..” (QS. 6:38)

Beberapa hal dalam ayat tersebut harus kita beri komentar. Pertama-tarna: nasib binatang-
binatang sesudah mati perlu disebutkan. Dalam hal ini nampaknya Qur-an tidak mengandung
sesuatu doktrin. Kemudian soal taqdir secara umum, yang kelihatannya menjadi persoalan di
sini, dapat difahami sebagai taqdir mutlak atau taqdir relatif, terbatas pada struktur atau
organisasi fungsional yang mengkondisikan tindakan (behaviour). Binatang bereaksi kepada
fakta luar yang bermacam-macam sesuai dengan kondisi-kondisi tertentu.

Menurut Blachere, seorang ahli tafsir kuno seperti Al Razi berpendapat bahwa ayat ini hanya
menunjukkan tindakan-tindakan instinktif yang dilakukan oleh binatang untuk memuji Tuhan.

Syekh si Baubekeur “Hamzah” (Sayid Abubakar Hamzah, seorang ulama Maroko) dalam
tafsirnya menulis:

“Naluri yang mendorong makhluk-makhluk untuk berkelompok dan berreproduksi, untuk


hidup bermasyarakat yang menghendaki agar pekerjaan tiap-tiap anggauta dapat berfaedah
untuk seluruh kelompok.”

Cara hidup binatang-binatang itu pada beberapa puluh tahun terakhir telah dipelajari secara
teliti dan kita menjadi yakin akan adanya masyarakat-masyarakat binatang. Sudah terang bahwa
hasil pekerjaan kolektif telah dapat meyakinkan orang tentang perlunya organisasi
kemasyarakatan. Tetapi penemuan tentang mekanisme organisasi beberapa macam binatang
baru terjadi dalam waktu yang akhir-akhir ini. Kasus yang paling banyak diselidiki dan
diketahui adalah kasus lebah. Nama Von Frisch dikaitkan orang dengan penyelidikan
tersebut. Pada tahun 1973 Von Frisch, Lorenz dan Tinbergen mendapat hadiah Nobel karena
penyelidikan mereka.

11. Peredaran benda-benda angkasa dalam garis edarnya.

Tatkala merujuk kepada matahari dan bulan di dalam Al Qur’an, ditegaskan bahwa masing-
masing bergerak dalam orbit atau garis edar tertentu.

“Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan

Anda mungkin juga menyukai