Anda di halaman 1dari 33

PEMERINTAHAN ISLAM

A. Al-Qur'an dan Ilmu Pemerintahan


Al-Qur'an adalah Kitab Suci yang diturunkan Allah SWT Tuhan Semesta Alam, kepada Rasul dan Nabi-
Nya yang terakhir Muhammad saw melalui Malaikat Jibril untuk disampaikan kepada seluruh umat
Manusia sampai akhir zaman nanti. al-Qur'an berarti bacaan, nama-nama lain dari Kitab Suci ini antara
lain adalah al-Furqan, adz-Dzikir, al- Bayan, al-Huda, an-Nuur, an-Ni'mah, al-Mauizah, al-Hukmu, al-
Haq, al-Hikmah (Filsafat) dan lain-lain tetapi yang paling ter- kenal adalah al-Qur'an.
Sebagai Kitab Suci terakhir, al-Qur'an bagaikan miniatur alan raya yang memuat segala disiplin ilmu dan
penyelesaian permasalahan sepanjang hidup manusia. al-Qur'an merupakan Wahyu Allah yang agung dan
Bacaan Mulia serta dapat dituntut kebenarannya oleh siapa saja, sekalipun akan menghadapi tantangan
kemajuan ilmu pengetahuan yang semakin canggih (phisticated).
Kata pertama dalam Wahyu Pertama (The First Revelation), bahkan menyuruh manusia membaca dan
menalari ilmu pengetahuan, yaitu: iqra.
Adalah merupakan hal yang mengagumkan bagi para ilmuwan yang bertahun-tahun melaksanakan
penelitian di laboratorium mereka, menemukan keserasian antara ilmu pengetahuan hasil penelitian
mereka dengan pernyataan- pernyataan al-Qur'an dalam ayat-ayatnya.
Setiap ilmuwan yang melakukan penemuan pembuktian ilmiah tentang hubungan al-Qur'an dengan ilmu
pengetahuan, akan menyuburkan perasaaan yang pada gilirannya melahirkan keimanan kepada Allah
SWT, serta dorongan untuk tunduk kepada Kehendak-Nya.
Tidak pada tempatnya lagi orang-orang memisahkan ilmu- ilmu keduniawian yang dianggap sekuler,
seperti ilmu-ilmu eksakta dan ilmu-ilmu sosial dengan segala cabangnya, dengan ilmu-ilmu al-Qur'an.
Para ilmuwan dapat sekuler tetapi ilmu pengetahuan itu sendiri tidak sekuler.
Bila penyediaan tentang alam raya ini adalah ilmiah, mana mungkin pencipta alam raya itu sendiri tidak
ilmiah. Bila pencampuran dan persenyawaan unsur-unsur adalah Ilmiah, mana mungkin Pencipta setiap
unsur-unsur itu sendiri tidak ilmiah. Bila pengaturan alam raya ini mulai dari atom yang terkecil sampai
dengan planet yang terbesar adalah ilmiah, mana mungkin pengaturan alam raya itu sendiri tidak ilmiah.
Begitu pula bila pembicaraam hal-hal kenegaraan adalah ilmiah, mana mungkin pencipta perbedaan
watak individu yang menjadikan beraneka ragam ideologi itu tidak ilmiah.
Al-Qur'an diturunkan dalam bahasa Arab, sehingga bahasa Arab menjadi bahasa kesatuan umat Islam
sedunia. Peribadatan dilakukan dalam bahasa Arab, sehingga menimbulkan per satuan yang dapat dilihat
pada waktu Shalat Jama'ah dan Ibadah Haji. Selain itu, bahasa Arab tidak berubah. Jadi sangat mudah
diketahui bila al-Qur'an hendak ditambah atau dikurangi Banyak orang yang buta huruf terhadap bahasa
nasionalnya. tetapi mahir membaca al-Qur'an, bahkan sanggup menghafal keseluruhan isi al-Qur'an.
Al-Qur'an tidak lain hanyalah peringatan bagi seluruh umat (bangsa-bangsa). Al-Qur'an dalam bahasa
Arab mempunyal daya tarik dan keindahan yang deduktif, didapatkan dalam gaya yang singkat dan
cemerlang, bertenaga ekspresif, berenergi eksplosif dan bermakna kata demi kata.
Al-Qur'an dikatakan sebagai Mukjizat yang diam apabila relatif dibandingkan dengan Mukjizat-mukjizat
yang pernah diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi-nabi-Nya yang ter dahulu, maka itu, umat Islam
harus aktif.
Nabi Allah Musa as misalnya, selain memiliki Kitab Suci Taurat, juga memiliki tongkat yang dapat
menjadi ular dan membelah laut Merah di antara Afrika dan Asia. Hal ini di- berikan Allah SWT adalah
karena di zaman tersebut orang- orang memang sedang gandrungnya akan sihir, sehingga Allah
menghendaki Rasul-Nya yang lebih mapan dan berkemampuan.
Nabi Isa as sebagai contoh lain, selain memiliki Kitab Suci Injil, beliau juga memiliki sepasang tangan
ekaristi beliau yang atas izin Allah dapat menghidupkan orang mati dan menyem- buhkan orang buta. Hal
ini diberikan Allah karena di zaman itu orang-orang memang harus memiliki Rasul-Nya yang lebih
mapan dan berkemampuan, karena rendahnya tingkat ke- imanan, sehingga sampai dengan keberangkatan
Nabi Isa as anak murid beliau tidak lebih dari dua belas orang saja.
Sebagai Nabi dan Rasul Allah yang terakhir, yang pengaruhnya nanti hari sampai akhir zaman, kendati
kemajuan ilmu yang makin canggih, maka Nabi Muhammad saw harus memiliki mukjizat yang ilmiah.
Sebagaimana kita ketahui bersama hasil setiap penelitian dan penemuan seorang ilmuwan atau pakar,
disuguhkan kepada kita melalui sebuah buku. Itulah sebabnya, mukjizat utama Nabi Muhammad saw
adalah al-Qur'an, yang sekaligus menghimpun Taurat, Zabur dan Injil tersebut di atas. Sedangkan
mukjizat Nabi Muhammad saw yang lain seperti membelah bulan dan memancarkan air dari jari beliau
tidak terlalu dipopulerkan, untuk menjaga pemitosan.
Sedemikian majunya ilmu pengetahuan modern saat ini, maka al-Qur'an yang menghimpun semua
disiplin ilmu p tahuan itu bahkan diterima oleh seorang yang ummi (buta huruf) sehingga tidak ada
kemungkinan bahwa Nabi Muhammad saw mengarang karya ilmiah yang bernama al-Qur'an itu.
Ayat artinya adalah tanda kebesaran Allah, tanda kebesaran Allah dapat dilihat pertama di alam raya yang
dikaji berdasarkan ilmu-ilmu eksakta dan ilmu-ilmu sosial, kemudian kedua di dalam al-Qur'an yang juga
dapat dikaji melalui ilmu-ilmu eksakta dan ilmu-ilmu sosial, oleh karena hubungan antara seluruh disiplin
ilmu pengetahuan sangat erat signifikansinya dengan al-Qur'an, yang lebih ajaib ketika di ayat-ayat alam
raya terdapat keseimbangan maka di dalam ayat-ayat al-Qur'an juga terdapat keseimbangan
Dalam al-Qur'an ada lebih kurang 854 ayat-ayat yang mem pertanyakan mengapa manusia tidak
mempergunakan akal (afala ta'kilur), yang menyuruh manusia bertafakur/memikir kan (tafakarun)
terhadap al-Qur'an dan alam semesta serta me- nyuruh manusia mencari ilmu pengetahuan. Jika kata yang
identik dengan akal dalam al-Qur'an disebut 49 kali seperti kata Yatadabbarun dan Yatazakkarun, kata
yang menganjurkan ma- nusia menjadi para ahli pikir, para sarjana, para ilmuwan dan para intelektual
Islam (ulul albab) dalam al-Qur'an disebut 16 kali, sehingga jumlah keseluruhan seperti penulis sebutkan
di atas adalah lebih kurang 854 kali. Ayat-ayat tersebut antara lain:
(1) ........ maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan......!
(2) Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan Kitab kepada mereka, Kami jelaskan atas dasar
ilmu pengetahuan.........
(3) Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manu sia, dan tiada yang
memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.

1. Q.S. 16: 43.


2. Q.S. 7: 52.
3. Q.S. 29: 3
Bila seseorang sudah dirasuki keimanan, bahwa tidak ada Tuhan selain daripada Allah dan Muhammad
saw itu utusan Allah, maka keberadaan al-Qur'an tidak dapat disangkal lagi dan ayat-ayat al-Qur'an tidak
sulit diterima. Itulah sebabnya keyakinan (aqidah) kepada Allah diletakkan pada urutan pertama baik
dalam rukun iman maupun rukun Islam. Sebaliknya, bila keyakinan kepada keesaan Allah dan kerasulan
Nabi Muhammad saw tidak atau belum dipunyai, al-Qur'an seharus nya masih tetap dapat diterima,
asalkan ada keinginan untuk mencari kebenaran bagi orang yang bersangkutan.
Al-Qur'an telah tersebar ke seluruh pelosok penjuru, setidak- tidaknya walaupun tidak melihat fisiknya
secara utuh orang sudah semuanya mengetahui apa itu al-Qur'an, kendatipun di negeri-negeri yang non-
Islam. Karena umat Islam sekalipun tidak mengerti bahasa Arab secara keseluruhan, akan sering
mendengungkan ayat-ayat al-Qur'an, bahkan berusaha untuk memerlukan bacaannya seperti dianjurkan
oleh al-Qur'an itu sendiri.
...dan bacalah al-Qur'an dengan tartil
Surat al-Muzzammil (73) ayat 4.
Dengan membaca al-Qur'an secara tertib dan perlahan- lahan (tartil) sudah barang tentu membuat
pembacaannya menjadi merdu. Dan umat Islam sekalipun ada yang tidak tahu di mana letak surat dan
ayat (Bab dan Sub Bab al-Qur'an) yang akan diperbicangkannya, akan menyampaikan kepada orang lain
apa yang diketahui walaupun dia bukan seorang mubaligh, hal yang tertera dalam al-Qur'an seperti
diperintahkan oleh Nabi Muhammad saw sendiri dalam Hadis beliau yang terkenal. Sampaikanlah di atas
namaku walaupun hanya satu ayat.
Al-Qur'an memang dihafal oleh banyak orang sejak pertama kali turun sampai pada saat sekarang ini,
sehingga di berbagai negara banyak ditemui penduduk yang walaupun buta huruf terhadap Bahasa
Nasionalnya tetapi mampu membaca al- Qur'an dengan baik.
Seseorang yang mencari kebenaran dan dengan iktikad baik serta pikiran objektif, mempelajari semua
agama yang ada di dunia ini, akan terhenti pada al-Qur'an, misalnya seperti Prof. DR. dr. Maurice
Bucaille, Prof. DR. Fritzjof Schuon, Prof. DR. Leopold von Weiss, Prof. DR. Leo Haroon, MA dan Prof.
DR. Roger Garaurdy.
Dalam al-Qur'an Surat Ali Imran ayat 104 disebutkan bahwa:
Dan hendaknya wajib di antara kamu segolongan umat yang mengajak kepada kebaikan
dan mengajak kepada kebenaran dan melarang berbuat mungkar, dan itulah orang-orang yang
beruntung Q.S. Ali Imran (3) ayat 104

"Dan hendaknya wajib" artinya merupakan suatu keharusan. di dalam sebuah masyarakat yang terkecil
sekalipun dibentuk kepemimpinan pemerintahan mulai dari RT, RW, Desa, Nagari, Kecamatan,
Kabupaten/Kota, Provinsi, dan Negara yang pada gilirannya akan membentuk sebuah bangsa, baik
sebelum negara terbentuk maupun sesudah negara terbentuk.
"Segolongan Umat" artinya elite power yaitu pemerintah dan aparatnya yang dengan legitimasi yang
diberikan rakyat kepada mereka melalui pemilihan umum, baik langsung mau- pun tidak langsung, atau
pengangkatan aklamasi, lalu kemu- dian melakukan pelayanan (meningkatkan mutu pelayan- an,
memurahkan biaya pelayanan dan mempercepat waktu pelayanan) disamping mempunyai kekuasaan
untuk pengaturan.
"Mengajak kepada Kebaikan artinya melakukan good governance seperti pelayanan pemerintah terhadap
anak yatim piatu, fakir miskin, orang telantar, tua jompo, dan gelandangan lainnya dengan mendirikan
Departemen Sosial sehingga pengentasan kemiskinan dapat diselenggarakan, begitu juga Departemen
Kesehatan, Departemen Pendidikan, Departemen Hak Asasi Manusia.
"Mengajak kepada Kebenaran" artinya melakukan clean government seperti mengantisipasi pengemplang
pajak, makelar kasus, korupsi, kolusi, nepotisme yang harus diseimbangkan dengan good governance
agar pemerintah tidak hanya no state tetapi juga bold state sepanjang hal tersebut amar makruf dan nahi
mungkar dengan mendirikan Departemen Keuangan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi
Perlindungan Anak, Departemen Perberdayaan Wanita.
"Melarang berbuat mungkar" artinya mencegah keburukan, kejahatan, dekadensi moral, kerusakan,
kesalahan, kejelekan seperti perjudian, perampokan, perkelahian, kerusuhan, pela- curan, perzinaan dan
lain-lain yang sudah barang tentu harus dengan kekuasaan karena kalau tidak akan terjadi perlawanan dari
pelaku kejahatan, dan kekuasaan ini dimiliki pemerintah dengan mendirikan kepolisian, kejaksaan,
kehakiman.

B. Nabi Muhammad saw dan Pemerintahan


Nabi Muhammad saw telah meletakkan dasar-dasar per- aturan negara yang disiarkan ke seluruh dunia
dan semata-mata hanya menjalankan hukum keadilan yang menyeimbangkan antara amar ma'ruf dan nani
mungkar. Beliau mengkhotbahkan persamaan antara seluruh manusia serta kewajiban untuk saling
menolong dan persaudaraan sedunia, inilah keseimbangan yang dimaksud tersebut.
Untuk melihat bagaimana cara pemerintahan yang diaju- kan Nabi Muhammad saw dibandingkan dengan
negara-negara liberalis kapitalis dan negara-negara sosialis komunis, seba- gaimana telah disampaikan di
muka diulangi kembali yaitu:
Ketika negara-negara sosialisme komunis melarang kepe- milikan pribadi, perusahaan konglomerasi,
partai tunggal, persatuan kaum buruh sehingga masyarakat menjadi tertekan nabi Muhammad saw
meminta penggajian honor harus sebelum keringat kering, anak yatim piatu dan orangtua jompo
dipelihara oleh negara dengan mendirikan Departemen Sosial, Departemen Keuangan, Departemen
Tenaga Kerja dalam rangka amar ma'ruf.
Ketika negara-negara liberalisme kapitalis membebaskan warganya memiliki senjata api, berdagang
bebas, menimbun barang bebas, kehidupan pergaulan bebas, kebebasan berpen- dapat, sex bebas,
sehingga melahirkan dekadensi moral karena negara tidak mencampuri pernikahan termasuk kumpul
kebo pernikahan sejenis, maka Nabi Muhammad saw melarangnya dengan mengantisipasi pelacuran,
perjudian, homosex, lesbian, korupsi, kolusi, nepotisme inilah yang dimaksud dengan negara ikut campur
(Bold State) dalam usaha mencegah yang buruk dan brutal (Nahi Mungkar).
Sekarang, apakah yang disabdakan Nabi Muhammad saw dalam hal kepemimpinan, adalah:
Tentang oposisi beliau bersabda sebagai berikut:
Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkinan, hendaknya ia mengubahnya dengan tangannya,
apabila ia tidak mampu maka hendaknya dengan lidahnya, dan apabila ia tidak mampu maka hendaknya
dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah iman.
Tentang sogok, beliau bersabda sebagai berikut: Barang siapa menyenangkan hati seorang penguasa atas
perbuatan buruknya yang dibenci oleh Tuhannya, maka sesungguhnya orang itu telah keluar dari agama
Allah.
Tentang korupsi, beliau bersabda sebagai berikut:
Khianat yang terbesar ialah tindakan seorang wali (pejabat) yang memperdagangkan milik rakyatnya.
Tentang loyalitas, beliau bersabda:
Tidak seorang pun menjadi wali kaum muslimin, kemudian dia tidak berupaya dengan bersungguh-
sungguh dan tulus bagi kepentingan mereka, kecuali ia pasti tidak akan masuk surga bersama mereka,
Abu Hurairah ra mengatakan bahwa Rasulullah pernah bersabda:
Siapa yang mematuhi perintahku berarti mematuhi perintah Allah, siapa yang melanggar perintahku
berarti mendurhakai perintah Allah, siapa yang mematuhi perintah pembesarku berarti mematuhi
perintahku, siapa yang melanggar perintah pembesarku berarti melanggar perintahku.
Sebagai balance hadis di atas, Rasulullah juga bersabda:
Kewajiban untuk mendengar dan menaati berlaku atas seorang muslim dengan segala hal, baik yang ia
sukai ataupun yang ia benci, kecuali apabila dia diperintahkan untuk berbuat maksiat, maka apabila
perintah itu berisikan maksiat maka tidak ada kewajiban baginya untuk mendengar ataupun menaati.
Atau beliau pernah bersabda:
Tidak ada ketaatan dalam hal maksiat. Sesungguhnya ketaatan itu hanyalah dalam perbuatan kebaikan.
Atau beliau pernah bersabda: Tidak ada ketaatan untuk orang yang membangkang terhadap
Allah Atau beliau pernah bersabda:
Tidak ada ketaatan bagi seorang makhluk dalam perbuatan maksiat kepada Al Khaliq,
Atau beliau pernah bersabda:
Tidak ketaatan bagi orang yang tidak taat kepada Allah.
Ma'qil ra mendengar Rasulullah bersabda:
Seorang yang telah ditugaskan Allah memerintah rakyat kalua dia tidak memimpin rakyat dengan jujur
niscaya dia tidak akan memperoleh bau surga.
Dari beberapa contoh sabda Nabi Muhammad saw di atas menunjukkan bahwa hadis pun banyak
mengatur tentang pe- merintahan. Jadi, pemerintahan di masa Nabi merupakan patokan utama bagaimana
beliau melakukan pembinaan mental dalam membentuk aparatur negara yang bersih dan berwibawa.
Sejak pertama kali Nabi Muhammad saw memulai dakwa- nya sampai dengan beliau wafat, disebut masa
kenabian, yaitu masa keagungan Islam. Untuk melihat pemerintahan beliau adalah setelah hijrah dari
Mekah ke Madinah, karena setelah terbentuknya Pemerintahan Islam di Madinah, Jama'ah Islamiyah
memperoleh kedaulatan yang sempurna, kemerdekaan yang penuh, dan konsep-konsep Islam mulai
diterapkan.
Dalam salah satu bukunya Prof. Ar-Rais (diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Prof. T.M. Hasbi Ash-
Shiddieqy) menyatakan hal sebagai berikut.
Orang mengakui bahwa semua taat aturan yang Rasulullah tegakkan bersama para mukmin di
Madinah, apabila ditinjau dari segi kenyataan dan dibandingkan dengan ukuran politik. Dalam
pada itu tidak ada halangan untuk menyatakan bahwa aturan itu bercirikan keagamaan.
Dengan demikian dapatlah dikatakan, bahwa tata aturan Islam adalah tata aturan yang bersifat
politik dan agama. Karena hakikat Islam melengkapi segi-segi kebendaan (maddiyah) dan
kejiwaan (ruhiyah) serta mencakup segala amal insani dalam kehidupan duniawiyah dan
ukhrawiyah. Sebenarnya falsafah Islam adalah falsafah yang mencampurkan antara urusan dunia
dengan akhirat, yang tak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Oleh karena iti, kedua segi
itu menyusun suatu kesatuan yang harmonis. Inilah hakikat tabiat Islam yang dikuatkan dengan
bukti sejarah dan menjadikan akidah bagi umat Islam.
Kebanyakan orientalis telah menemukan hakikat ini. Dalam hal itu, ada segelintir manusia dari
putra-putri Islam yang mengakui dirinya sebagai jama'ah pembaruan, menolak hakikat ini.
Mereka berpendapat bahwa hakikat Islam hanyalah dakwah dunia me- lulu mengatur hubungan
manusia dengan Tuhannya, tak ada hubungan apa-apa dengan masalah keduniaan, seperti urusan
peperangan dan urusan politik. Mereka berkata innaddina sya'un wasiyasatu syaiunakhar (agama
adalah suatu hal dan politik adalah suatu hal yang lain). Tidak ada gunanya untuk membantah
pendapat ini, kita mengemukakan pendapat ulama Islam dan tidak ada gunanya kita menerangkan
hakikat sejarah, tetapi cukuplah kita kemukakan beberapa pendapat ahli ketimuran dalam hal ini
Ahli ketimuran itu telah menggambarkan pendapat mereka dengan tegas dan gamlang.
Dari kutipan di atas jelas Islam tidak menghendaki seku- lerisme terlihat bahwa Islam (baik al-Qur'an
maupun al-Hadis) mengurus masalah-masalah dunia dan akhirat.
Jadi masa awal keislaman atau masa kenabian disebut juga al Asra al Nubuwa. Pada periode Mekah (al-
Ahada al Maliki belum banyak mencatat hal ihwal pemerintahan karena pada periode ini umat Islam
difokuskan pada mengagungkan nama Allah, penyucian jiwa dan pikiran dari kebiasaan buruk di zaman
Jahiliah. Selanjutnya pada periode madinah (al- Ahad al-Madani) barulah umat Islam melaksanakan hal
ihwal kenegaraan, untuk keleluasaan menjalankan agama diperlukan negara yang kokoh dan
pemerintahan pun dibentuk, pajak dijalankan berdasarkan al-Qur'an, perekonomian berdasarkan al-Qur'an
dan sebagainya.

C. Imamah dan Pemerintahan


Membicarakan pemerintahan dan Negara Islam mesti meninjaunya dari dua posisi penting yaitu
Keimamahan dalam Syi'ah dan Kekhalifahan dalam Sunni, karena Nabi Muhammad saw selain menjadi
Rasul dan Nabi beliau juga mendirikan Negara Islam sekaligus memegang tampuk tertinggi
pemerintahan, maka yang digantikan setelah beliau wafat adalah kepemimpinan pemerintahannya bukan
kenabian dan kerasulannya. Namun, dalam Islam pemimpin pemerintahan negara harus pula menjadi
pemimpin umat untuk menghadapi akhirat, maka pemimpin negara haruslah imam shalat.
Para pengikut keluarga Nabi (Ahlul Bait) menginginkan Ali yang menjadi penerus pemerintahan negara,
tetapi yang terpilih adalah Abu Bakar dengan jumlah suara tidak mencapai quorum karena para
pendukung Ali berada di rumah Nabi dalam tugas mengurus jenazah Nabi yang belum dikebumikan, oleh
karena itu muncullah para pengikut yang disebut Syi'ah yang tetap menginginkan Ali setelah Ali berhasil
menduduki jabatan Khalifah sekaligus juga Imam maka dimulailah Imamah dalam Syi'ah.
Jadi Ali bin Abu Thalib ra. KW. selain sebagai khalifah da- lam kepemimpinan pemerintahan menurut
madzhab Sunni juga menjadi imam dalam kepemimpinan pemerintahan menu- rut madzhab Syi'ah, selain
daripada itu nama para sahabat dan turunan nabi yang mendapat predikat ra yaitu Radiallahu Anhu
(semoga ridha Allah kepada perjuangan mereka), maka khusus untuk sayidina Ali bin Abu Thalib ra. KW
juga mendapat predikat KW yaitu Karamullahu Wajhah (wajah yang dimuliakan Allah karena tidak
pernah menyembah berhala dari kecilnya). Karena dalam Islam, Imam Shalat adalah juga berarti pim-
pinan suatu pemerintahan negara, maka kisah para imam sesudah Nabi Muhammad saw berikut ini adalah
juga dianggap para negarawan yang selayaknya menjadi pemimpin pemerintahan negara Dengan
demikian, seluruh urutan imam dalam madzhab Islam Syi'ah adalah:
1) Imam Ali bin Abi Thalib KW ra
Sebagaimana juga disampaikan pada subbab kekhalifahan, Ali dilahirkan pada 13 Radjab bertepatan
dengan tahun 600 Masehi. Ketika berumur 10 tahun masuk Islam, ketika berumur muda belia melepaskan
Nabi berangkat ke Medinah (Yastrib) dan bersedia menggantikan Nabi di balik selimut untuk mengelabui
para pemburu Nabi, ketika berumur 23 ikut perang badar, ketika berumur 32 tahun dicalonkan menjadi
Khalifah pertama tetapi tidak hadir di persidangan karena Nabi belum dimakamkan, ketika berumur 34
tahun Umar terpilih dan Ali mengkritisi pemerintahan Umar, ketika berumur 44 tahun hampir terpilih dan
mengundurkan diri dari jabatan pemerintahan serta Utsman memegang jabatan khalifah, dan ketika
berumur 56 tahun menjadi khalifah keempat sekaligus Imam bagi kaum Syi'ah, pada usia 62 tahun gugur
sebagai syahid di tangan orang Khawarij, jenazahnya dipotong-potong, dan dagingnya ketika dibungkus
diperebutkan para perampok karena disangka harta. Jadi Ali adalah salah satu khalifah Islam Sunni
(amirul mu'minin) dan juga imam dalam Islam Syi'ah (bahkan menjadi pemula para imam).
Ketika Ali ke puncak kekuasaan untuk mengatur kaum muslimin bukan berarti persoalan selesai karena
bersatunya keinginan Sunni dan Syi'ah, tetapi waktu untuk memulai pemerintahan tidak tepat,
sebagaimana yang disampaikan Ali waktu ditanya oleh seorang seteru Ali, mengapa Nabi berhasil
mendatangkan kedamaian tetapi Ali malahan mendatangkan permusuhan, Ali menjawab bahwa ketika
Nabi memimpin maka yang dipimpin adalah orang-rang yang seperti Ali sedangkan ketika Ali memimpin
adalah orang-orang pembangkang sebagai- mana orang yang bertanya itu.
Ali diperangi berkali-kali seperti oleh Aisyah (ibu tiri istri- nya), begitu juga Ali diperangi oleh Zubair,
Thalhah dan yang paling sengit Muawiyah dan Abu Sofyan. Muawiyah adalah Gubernur Damaskus yang
memberontak kepada pemerintah yang syah, ketika mengalami peperangan melawan Ali mereka
mengangkat al-Qur'an sebagai Tahkim dan mengangkat Amru bin Ash sebagai duta, sedangkan Ali
mengangkat Abu Musa Al Asyari sebagai duta, sayang Muawiyah berkhianat dan bagi Khawarij baik Ali
maupun Muawiyah adalah salah karena Ali tidak melanjutkan peperangan, mereka akhirnya membunuh
Ali.
2) Imam Hasan bin Ali ra
Sayidina Hassan bin Ali RA lahir di kota Madinah pada 15 Ramadhan tahun 3 Hijriah yaitu putra pertama
dari pernikahan Ali bin Abu Thalib ra KW dengan Fatimah Az Zahra binti Muhammad ra Imam Hasan
dibaiat kaum Muslimin setelah mengumumkan ayahnya dibunuh, beliau berkhotbah "Telah meninggal
dunia malam ini seorang yang terbaik amalnya di antara kaum muslimin, beliau berperang bersama
Rasulullah SAW, mempertaruhkan nyawanya dengan panji Islam di tangan beliau..." beliau bercucuran
mata, dan kemudian Abdullah bin Abbas maju membaiat beliau diikuti oleh seluruh kaum Muslimin,
persisnya pembaiatan ini dilakukan pada hari Jum'at 21 Ramadhan tahun 40 Hijriah.
Tetapi hanya dalam hitungan bulan Hasan tidak berkenan melanjutkan pertikaian dengan Muawiyah,
beliau menyerahkan kekuasaan kepada Muawiyah, sayang Muawiyah belum puas, gubernur ini
membujuk salah seorang istri Hassan bernama Ju'dah binti Asy'ats bin Qais untuk meracun Hasan dengan
janji setelah menjadi janda akan dinikahkan dengan putranya Yazid, sang putra mahkota yang
dipersiapkan menjadi Khalifah oleh Muawiyah, tetapi alih-alih akan dinikahkan malahan perempuan itu
kemudian dibunuh dengan dalih Muawiyah, cucu Nabi Muhammad saw saja diracunnya apalagi cuma
Yazid tentu akan dibunuhnya pula nanti.
Sejak pengangkatan Yazid inilah untuk seterusnya Islam Sunni melakukan pemerintahan dan negara
Islam dengan sistem kerajaan karena untuk seterusnya yang berkuasa ada- lah turunan Muawiyah yang
disebut dengan Dinasti (Bani) Umayyah. Hal ini berlangsung terus-menerus sampai digantikan oleh
Dinasti Abbasiyah yang akan penulis uraikan pada subbab kekhalifahan.

3) Imam Hussain bin Ali ra


Sayidina Hussain bin Ali ra lahir di kota Madinah pada 5 Sya'ban tahun 4 Hijriah yaitu putra kedua dari
pernikahan Ali bin Abi Thalib ra KW dengan Fatimah Az Zahra binti Muhammad ra, beliau hanya
berselang satu tahun dari kakak kandungnya Sayidina Hasan bin Ali ra, sehingga di Indonesia umat Islam
sering menyebutnya berbarengan yaitu Hasan dan Husain seakan akan kembar. Keimaman yang turun
kepada adik ini bagaikan penunjukan Nabi Harun as sebagai pengganti Nabi Musa as kakak kandung
beliau. Banyaknya permintaan kaum muslimin di zamannya untuk membentuk pemerintahan tersendiri di
samping pelantikan Yazid bin Muawiyah yang dikenal dzalim dalam memangku jabatan, mereka yang
meminta kepemimpinannya adalah antara lain seperti Sulaiman bin Shuradal Khuzai, Syabat bin Rabii,
Hajjar bin Abjar, Yazid bin Haris bin Ruwaim, Urwah bin Qais, Amru bin Hajjaj az Zubaidi dan
Muhammad bin Amr At Taimi yang masing-masing menyatakan secara tertulis dan mengirimkan
utusannya. Hussain terpancing oleh panggilan Yazid (Khalifah Sunni waktu itu) untuk berdamai, pada
suatu tanah lapang yang bernama Padang Karbala Hussain dikeroyok Khalifah Yazid bersama sekitar 70
orang keluarganya, kepalanya dipenggal dan mayatnya dicin- cang sampai penduduk dan masyarakat
sendiri tidak kuat melihatnya karena melihat wajah cucu Nabi yang paling mirip kakeknya ini dicincang
dengan tombak. Peristiwa ini diperingati Syi'ah sampai saat ini sebagai kekejaman Islam terhadap Islam
dengan menyakiti diri mereka dikenal dengan peringatan Asy Syura, termasuk bagi masyarakat
Minangkabau yang terkenal dengan istilah Maayak Tabuik sampai sekarang di Padang.
Pernah suatu kali suami seorang ibu cantik disuruh berperang oleh Yazid dan setelah enam bulan dipaksa
tulaq untuk digantikan khalifah yang sudah beristri banyak ini, hanya Hussain sudah lebih dulu
menyelamatkan perempuan ini dengan menikahinya dan ketika suaminya kembali Husain bersumpah
bahwa tidak menyentuh sedikit pun perempuan itu karena pernikahannya hanya untuk melindungi,
perempuan itu akhirnya dikembalikan kepada suaminya yang walaupun antara Hussain dan wanita itu
serumah mereka tidak saling bersentuhan, inilah yang menjadi filosofi hadits Syi'ah bahwa tujuh
golongan yang dipertemukan di akhirat adalah yang bertemu karena Allah dan berpisah karena Allah
(cerai mati) sedangkan perceraian yang tidak dibenci oleh Allah adalah karena niat akan mengembalikan
kepada bekas suaminya (innama a'malu bin niat).

4) Imam Ali Zainal Abidin ra


Ali Zainal Abidin lahir di Kota Medinah pada 38 Hijriah atau bertepatan dengan tahun 658 Masehi dari
pernikahan Hussain bin Ali dengan Syahzanan binti Yazdigard, ibu kandung beliau ini sering juga
dipanggil dengan sebutan Syahrabanawaih.
Ali Zainal Abidin adalah satu satunya putra Hussain yang selamat dari pembantaian Karbala, bahkan
walaupun ibu kandungnya adalah istri kedua Hussain, istri pertama Hussain hanya perempuan yang
dinikahi untuk melindungi dari pinangan Yazid, tanpa disentuh sedikit pun sebagaimana telah penulis
sampaikan di atas.
Ali Zainal Abidin pernah ditanya oleh para sahabatnya me ngapa sebagai orang Arab dia hanya seorang
diri tanpa kakak dan adik, beliau menjawab mungkin karena ayahnya yang syuhada lebih banyak shalat
malam sebagai sufi daripada tugas lain.
Karena trauma menghadapi pembantaian ayah kandungnya Zainal Abidin lebih banyak bersikap diam
dalam politik ke- negaraan, hal ini sudah barang tentu dinilai menguntungkan oleh kelompok
pemerintahan kekhalifahan Sunni, hanya saja muncul berbagai sempalan Syi'ah yang juga mengaku
sebagai imam. Namun, sampai wafatnya Ali Zainal Abidin tetap menolak untuk bentrok dengan khalifah
Dinasti Umayyah, dan berbeda dengan ayahnya yang hanya berputra dirinya, beliau memiliki banyak
anak laki-laki diantaranya Zaid, Umar, Muhammad, dan Al Baqir Beliau wafat di kota Medinah pada 95
Hijriah (713 M) dalam usia 57 tahun.

5) Imam Muhammad Al Baqir ra


Al Baqir lahir pada 57 Hijriah (676 Maschi) hasil dari pernikahan Ali Zainal Abidin ra dengan Umm
Abdullah. Al Baqir diangkat menjadi Imam karena memiliki kualitas ilmu. kezuhudan, dan
kepemimpinan yang handal. Selain itu, beliau juga memiliki pengenalan al-Qur'an dan al-Hadis yang
mendalam selain kemampuan sastra seperti syair, dan seni baca al-Qur'an. Itulah sebabnya, beliau
bergelar Al Baqir yang berarti membelah (baqir adalah belah) maksudnya membelah dan membedah ilmu
pengetahuan keislaman melalui al-Qur'an dan al-Hadis. Karena memiliki anak laki-laki yang bernama
Jaffar maka biasa beliau disebut juga dengan Abu Jaffar (Bapaknya si Jaffar) atau juga lebih dikenal
dengan gelar Al Baqir (artinya yang mendalami ilmu pengetahuan). Pada masa beliau muncul aliran
Syi'ah yang lain mengangkat imam saudara beliau sendiri yaitu Zaid, disebut dengan Syi'ah Zaidiyah.
Zaid kemudian terbunuh sesama Islam dan kaumnya melantik penerusnya bernama Yahya bin Zaid ra.
Namun Al Baqir lebih terkenal karena kaumnya menolak pelantikan saudaranya sebagaimana yang
dilakukan di zaman kakek mereka yaitu Hasan ra dan Hussain ra Waktu ayahnya yang bernama Ali
Zainal Abidin meninggal dunia, Al Baqir berusia 37 tahun ketika itu, para pengikut Al Baqir yakin
beliaulah imam yang tepat berdasarkan surat wasiat ayahnya (Menurut Alkukalini dalam Kitab Al Kafi
Jilid I hlm. 304). Sesudah Al Baqir wafat pada usia 57 tahun yaitu tepatnya tahun 114 H (732 Masehi)
beliau dimakamkan di Pemakaman Al Baqi' Medinah al Munawarah kemudian sebagian besar kaum
Syi'ah membaiat Jaffar menjadi imam.

6) Imam Jaffar Al Shadiq ra


Jaffar lahir pada 7 Rabiul Awal 83 Hijriyah bertepatan tahun 702 Masehi, dari pernikahan Imam Al Baqir
(Muhammad bin Ali Zainal Abidin RA) dengan Umm Farwah binti Al Qasim bin Muhammad bin Abu
Bakar. Beliau lebih cenderung tampak sebagai tokoh intelektual dan ilmuwan ketimbang lainnya, murid
beliau diantaranya adalah Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Sufyan Suri, Saidul Anshari, Jabir bin
Ayyam. dua orang yang disebut pertama adalah tokoh ulama Sunni sedangkan yang disebut terakhir
adalah sarjana kimia Islam terbesar. Beliau mengajar di Kota Suci Medinah Al Munawarah sampai
bertahun-tahun hingga murid beliau mencapai 4.000 siswa jumlahnya. Beliau meninggal dalam usia 56
tahun dan di makamkan di Medinah, motto beliau yang paling terkenal adalah tidak seorang pun
diizinkan mengerjakan pekerjaan yang bisa saya lakukan sendiri, ini membuat saya akan tetap sederhana
dan malu, saya gentar untuk melakukan apa yang dilarang oleh Islam, tidak seorang pun yang dapat
merampas kehidupan saya yang sudah dijamin oleh Allah, saya tidak cemas akan hidup ini, saya tahu
saya akan mati pada suatu hari dan saya selalu siap untuk hal itu. Sebagaimana kita ketahui bahwa
periwayatan Hadis menurut Syi'ah berbeda dengan Sunni, kalau dalam Syunni dikumpul oleh antropolog
dari perawi, maka Jaffar sebagai ilmuwan mengumpulkan dari keluarga beliau sendiri, ayah, kakek dan
buyut serta seterusnya. Sesudah Jaffar wafat (dalam usia 65 tahun) tepatnya tahun 148 H (765 M) kaum
Syi'ah dilanda perselisihan dan berdirilah berbagai madzhab Syi'ah seperti Annawusiah, Assamathiah, Al-
fatihah dan lain-lain. Dialog beliau yang paling terkenal adalah ketika beliau bertanya kepada para murid
beliau, mengapa Allah memerintahkan kaum wanita menggantikan puasa yang tertinggal karena haid
sedangkan yang lebih penting yaitu shalat tidak pernah diminta untuk digantikan, secara filosofis
kemudian beliau sendiri akhirnya yang menjawab bahwa karena puasa itu menimbulkan rasa lapar, maka
harus dirasakan sendiri oleh kaum wanita bagaimana rasanya lapar sebagaimana rasa lapar yang dirasakan
kaum hina papa agar muncul rasa kasihan dengan fakir miskin, jadi dengan begitu filsafat melengkapi
fiqih agar mengerti makna terdalam fiqih.

7) Imam Musa Al Kazim ra


Al Kazim lahir pada 128 Hijirah (745/746 Maschi) dari pernikahan Imam Jaffar Shaddiq ra dengan
Hamidah al Barbariyyah seorang bekas pembantu rumah tangga (hamba sahaya) yang dimerdekakan,
diangkat derajatnya dan dinikahi secara terhormat oleh ayah beliau.
Nama beliau adalah Musa bin Jaffar ra tetapi lebih dikenal dengan gelar Al Kazim. Musa ditahan di
Baghdad pada masa pemerintahan Harun Al Rasyid, beliau berada di bawah pengawasan Sindi bin Syahik
dan wafat dalam tahanan pada 5 Rajab 183 H pada usia 55 tahun dimakamkan di pekuburan Quraisy.
Kaum Syi'ah yang mengakui keimaman Musa terpecah belah dalam berbagai madzhab kecil baik semasa
beliau masih hidup maupun ketika beliau sudah meninggal dunia.
Beliau memiliki 37 orang anak yang diberi nama menurut nama leluhurnya seperti Ali, Ibrahim, Abbas,
Qasim, Ismail, Jaffar, Harun, Hasan, Ahmad, Muhammad, Hamzah, Abdullah, Ishaq. Ubaidilah, Zaid,
Fadhal, Hussain, Sulaiman, Fatimah, Ruqaiyah, Hakimah, Abiha, Lubabah, Zainab, Khadijah, Aliyah,
Aminah, Hasanah, Buraihah, Aisyah, Salamah, Maimunah, dan Umm Kalsum. Para ibu mereka umurnya
pembantu rumah tangga yang diangkat derajatnya dan dinikahi secara terhormat. Di antara putranya yang
paling alim dan menonjol adalah, termasyur kualitas kealimannya adalah Abul Hasan Ali bin Musa ar
Ridha RA atau yang lebih dikenal dengan Imam Ar Ridha inilah kemudian yang menjadi pelanjut beliau
dalam pimpinan (Imam) keluar besar Syi'ah.

8) Imam Ali Ar Ridha ra


Ali Ar Ridha lahir di Kota Medinah pada 148 Hijriah atau 765 Masehi dari pernikahan pasangan suami
istri Musa bin Jaffar dengan Umm al Banin, ibu beliau semula adalah seorang pembantu rumah tangga
(hamba sahaya) namun beliau terlahir sebagai anak yang cerdas. Beliau menjadi imam selama 20 tahun.
Nama beliau adalah Ali bin Musa ra tetapi lebih dikenal dengan gelar Ar Ridha, beliau menikah dengan
putri Khalifah Al Makmun salah seorang Khalifah Umayyah. Hal ini diharapkan akan meredakan
ketegangan antara kelompok Syi'ah dan Sunni dalam Islam.
Ar Ridha terkenal sebagai seorang dermawan yang senang bersedekah dan memiliki kekuatan magis,
seseorang yang di- jerat oleh utang tiba tiba beliau panggil dan beliau undang ke rumah beliau, beliau beri
uang dan pada salah satu mata uang beliau tulis "Utang anda 28 Dinar sedangkan sisanya silakan pakai"
Kisah lain tentang kebesaran beliau adalah hubungan beliau dengan Khalifah Ma'mun yang berkuasa
waktu itu sebagai raja, Al Ma'mun berkirim surat kepada beliau untuk meminta beliau menjadi menantu,
tetapi Ar Ridha menolaknya. Al Ma'mun marah dan memerintahkan militernya untuk mengepung rumah
Ar Ridha. Semua masyarakat gelisah pada hal yang akan terjadi, Ar Ridha mandi, bersuci dan keluar
dengan jubah dan serban putih diikuti oleh seluruh pengikutnya, mereka berseru "Allahu Akbar" hal ini
menggetarkan seluruh militer yang mengepungnya, sang komandan melaporkan peristiwa ini kepada Al
Ma'mun dan memohon jangan dilanjutkan pengepungan karena akan berpengaruh kuat pada
pemberontakan masyarakat yang membela ulamanya.
Namun, satu demi peristiwa dianggap oleh Khalifah akan mengganggu kekuasaan, maka Khalifah Al
Ma'mun akhirnya meracun Ar Ridha dengan jarum yang dimasukkan ke dalam makanan imam saleh ini,
Ar Ridha meninggal dunia pada Shafar tahun 203 Hijriah bertepatan dengan tahun 818 Masehi di Thus
Khurasan pada usia 55 tahun.
Setelah Ar Ridha wafat maka kaumnya tampak berpindah kepada kelompok Syi'ah yang lain seperti
Syi'ah Zaidiyah. Sekelompok Syi'ah mengatakan bahwa yang menjadi imam setelah Ar Ridha wafat
adalah saudaranya yang bernama Ahmad bin Musa, hal ini karena sudah merupakan wasiat dari ayah
mereka (Musa), namun yang terjadi hal lain.

9) Imam Muhammad Al Jawad ra


Nama beliau adalah Muhammad bin Ali tetapi lebih dikenal dengan gelar Al Jawad, beliau lahir pada
bulan Ramadhan 195 H (811 M) di Kota Medinah hasil dari pernikahan Imam Ar Ridha ra dengan Sabika
yang berasal dari Nubia, ibu beliau semula adalah seorang pembantu rumah tangga (hamba sahaya) yang
dimerdekakan dan dinikahi secara terhormat oleh ayah beliau. Ketika beliau dibaiat menjadi imam umur
beliau belum cukup (baligh) sehingga para pengikutnya meragukannya dengan mengatakan bahwa
andaikata Allah memperkenankan ketaatan kepada yang belum baligh, maka ini niscaya akan menjadi hal
yang jaiz, karena sulit diterima aspek hukumnya.
Al Jawad menikah dengan putri Khalifah Al Makmun salah seorang Khalifah Umayyah, yang telah
memerintahkan untuk membunuh ayahnya, namun mau tidak mau hal ini beliau terima untuk
menghindari ketegangan antara Sunni dan Syi'ah yang telah berlangsung puluhan tahun. Putri yang
menjadi istri beliau tersebut bernama Ummul Fadhl. Pernikahan tersebut sudah barang tentu mengagetkan
keluarga istana karena akan terjadi penyerahan kekuasaan dari kelompok Sunni yang kerajaan kepada
kaum Syi'ah yang keimamahan, mereka melarang Khalifah Ma'mun melakukannya apalagi Al Jawad
adalah putra kandung Ar Ridha yang mereka bunuh dulu. Khalifah Ma'mun menjawab: "Aku tahu siapa
anak muda ini, dibanding anda, dia dari keluarga Ahlul Bait, ilmunya berasal dari Allah, anda ingin
mengetahuinya anda dapat mengujinya" Al Jawad ... kalau wafat di Baghdad pada Zulkhaidah tahun 220
H (835 M) dalam usia 25 tahun Ketika itu kekhalifahan sunni sudah berpindah dari tangan Al Ma'mun
kepada Al Mu'tasim iparnya.

10) Imam Ali Al Hadi ra


Al Hadi ra lahir di Shurya Medinah pada pertengahan bulan Dzulhijah 212 Hijriah (828 M) dari
pernikahan Imam Al Jawad dengan Sumana. Ibu beliau Sumana ini sebagaimana nenek beliau adalah juga
bekas pembantu rumah tangga yang diangkat derajatnya dan dinikahi secara terhormat oleh ayah kandung
beliau.

Nama beliau adalah Ali bin Muhammad ra tetapi lebih dikenal dengan gelar Al Hadi (artinya
pembimbing), atau juga Abul Hasan karena beliau berputra Hasan yang dipersiapkan menjadi
penggantinya. Ketika ayah beliau meninggal, sang ayah mengangkat seorang wali bernama Abdullah bin
Musawir karena Al Hadi masih sangat muda (8 tahun), adik kandung beliau bernama Musa bin
Muhammad ra juga sempat diperdebatkan untuk menjadi imam Syi'ah. Al Hadi juga mempunyai seorang
putra bernama Muhammad yang meninggal ketika Al Hadi masih hidup, tetapi ada yang menyangka
bahwa Muhammad hanya dipropagandakan serta diakui meninggal karena khawatir akan dibunuh akibat
gencarnya pemburuan Khalifah Umayyah terhadap para Ahlul Bait Nabi ketika itu. Al Hadi meninggal
dunia di kota Samarra' pada Radjab 254 H (868 M) dalam usia 42 tahun. Khalifah Sunni yang sedang
berkuasa saat itu adalah Khalifah Mutawakkil yang mengusir beliau dari Medinah padahal pada tingkat
orangtua mereka sudah berdamai. Al Mutawakil inilah yang menjebak beliau agar keluar dari Medinah,
karena khawatir akan pengaruh sang Imam di Kota Suci Medinah. Di kota pengasingannya ini disediakan
makanan, wanita dan losmen, namun Sang Imam sadar akan jebakan ini hanya saja untuk melakukan
perlawanan terhadap kekuasaan sang Raja beliau tidak memiliki kemampuan fisik, beliau tinggal di
Samara sampai meninggal dunia.

11) Imam Hasan Al Askari ra


Nama beliau adalah Hasan bin Ali ra tetapi lebih dikenal dengan gelar Al Askari. Beliau lahir di kota
Madinah dalam bulan Rabiul Awal 232 H (846 M) hasil pernikahan Imam Al Hadi dengan al-Hadis, ibu
beliau al-Hadis ini adalah bekas pembantu rumah tangga (hamba sahaya) yang diangkat derajatnya oleh
ayahanda beliau dan dinikahi secara terhormat sebagai yang dilakukan oleh para nenek moyang mereka.
Beliau bergelar Askari karena ditempat itulah beliau tinggal (Askari adalah nama lain dari Samarra),
hanya enam tahun beliau memimpin keluarganya dalam menjadi Imam sedangkan kekuasaan
pemerintahan negara tetap berada pada kekhalifahan Bani Abbasiyah. Jadi semakin terlihat kesekuleran
yang diciptakan oleh kekhalifahan setelah khalifah ur rasyidin adalah dengan memusuhi para ulama
turunan Nabi Muhammad saw mulai dari pembunuhan permbataian Karbala sampai pada pengisian
makanan beracun.
Beliau jatuh sakit sejak 1 Rabiul Awwal 260 H dan meninggal pada Jumat 8 Rabaiul Awal tahun 260 H
(873 M) dalam usia masih sangat muda yaitu 28 tahun. Karena terlalu muda inilah banyak yang
meragukan apakah beliau mempunyai anak atau tidak. Hal ini kemungkinan besar baik pernikahan
maupun kelahiran putra akan dirahasiakan karena gencarnya percobaan pembunuhan kepada keluarga
mereka. Namun, dalam budaya Islam siapa yang mengurus jenazah haruslah putra kandung yang
diutamakan, maka seorang yang bernama Muhammad tampil mengurus jenazah beliau yang diperkirakan
adalah anak kandung laki-laki beliau.
Ketika ayahnya meninggal dunia ini Muhammad kecil baru berumur lima tahun, nama beliau mirip
dengan nama nenek moyangnya Nabi Besar Muhammad saw beliau kelak yang berhak menjadi imam
keluarga besar Syi'ah yang sepanjang hidupnya diburu akan dibunuh oleh keluarga besar Istana.
12) Imam Muhammad Al Qaim ra
Imam Al Qaim lahir pada malam 15 Syakban 255 H (869 M) dari pernikahan Imam Al Askari dengan
Narjis, ibunda beliau ini adalah bekas pembantu rumah tangga (hamba sahaya) yang diangkat derajatnya
oleh ayahanda beliau dan dinikahi secara terhormat sebagai yang dilakukan oleh para nenek moyang
mereka.
Inilah imam kedua belas yang mengalami keghaiban, kalau saat ini ilmuwan bertanya tentang bagaimana
Allah mematikan makhluk hidup dan kemudian menghidupkan kembali maka contohnya adalah ragi pada
tape, ketika ragi itu belum tersentuh oleh ketan, maka dia memfosilkan diri menunggu saatnya nanti. Ini
yang terjadi pada imam kedua belas karena keghaibannya menunggu saatnya. Itulah sebabnya beliau
dikenal dengan gelar Imam Al Muntazhar ra
Dalam keyakinan Syi'ah, Imam inilah yang ditunggu kedatangannya untuk memimpin pemerintahan
dunia, selama hidup beliau dikejar-kejar oleh pemerintahan Sunni sampai kemudian mengalami
keghaiban, namun kalau hal ini dianggap mistik oleh madzhab Sunni, tetapi madzhab Sunni sendiri juga
menunggu kedatangan Imam Mahdi untuk mengalahkan Dajjal,
Oleh karena itu, mau tidak mau, suka tidak suka apabila yang ada yang dibaiat di bawah Ka'bah atau di
mana pun untuk diangkat menjadi khalifah atau imam dunia oleh kaum muslimin secara aklamasi maka
umat Islam terpaksa membaiatnya, apakah dia dari kalangan Sunni mulai dari Hizbut Tahrir sampai
Ikhwanul Muslimin maupun dia berasal dari kelompok Syi'ah itu sendiri.

D. Khalifah ur Rasyidin dan Pemerintahan


Menurut bahasa khalifah berarti pengganti, maksudnya pengganti pemerintahan Nabi Muhammad saw,
bukan dalam hal kenabian dan kerasulan, tetapi dalam hal kepemimpinan pemerintahan yaitu dalam
memelihara, mengurus, mengem- bangkan jalannya roda pemerintahan. Dengan demikian khali- fah
harus melayani masyarakat (amar makruf) dan sebalik- nya juga memiliki kekuasaan dalam
mengantisipasi dekadensi moral (nahi mungkar), Pemegang kekuasaan khilafah disebut khalifah,
sedangkan pemegang kekuasaan imamah disebut imam, pemegang kekuasaan umarah disebut amir, yang
akan penulis uraikan pada bab berikutnya nanti. Sebagaimana diketahui bahwa para khalifah yang jujur
dan adil berlangsung selama tiga puluh tahun (khalifah ur rasyidin), yaitu:

Khalifah Abu Bakar Shiddiq ra, Khalifah Umar ibnul al Khattab ra, Khalifah Utsman bin Affan ra,
Khalifah Imam Ali bin Abu Thalib ra KW. Untuk pertama kali dalam sejarah Islam dilakukan pemilihan
umum adalah ketika Nabi Muhammad saw meninggal dunia, mereka berkumpul di Tempat Pemungutan
Suara (TPS) yang bernama Saqifah Banu Saidah, di tempat itu Abu Bakar Syidiq ra terpilih dalam
kemenangan suara tipis melawan Ali bin Abu Thalib ra KW. Dengan demikian suara Islam terpisah dua,
Yang Pertama kelompok Abu Bakar yang diprakarsai oleh Umar bin Khattab, ra yang khawatir kepe-
mimpinan berpindah tangan karena Nabi Muhammad saw telah membentuk kepemimpinan pemerintahan
negara (Selanjutnya kita sebut Kelompok Sunni), sedangkan Kelompok Kedua adalah Ali bi Abi Thalib,
ra KW yang karena kecintaannya kepada tokoh yang baru saja meninggalkan mereka ini, berharap
jenazah Nabi Muhammad saw dikebumikan terlebih dulu, jadi mereka tidak datang ke TPS, (selanjutnya
kita sebut Kelompok Syi'ah) karena mengikuti keluarga nabi.
Kedua kelompok ini memberikan pembelajaran kepada Umat Islam karena masing-masing berpegang
pada dalil yang kuat yaitu Sunni pada dalil kepemimpinan yang hukumnya wajib, sedangkan Syi'ah pada
dalil pengurusan jenazah yang hukmumnya juga wajib. Walaupun kemudian Syi'ah yang di- pimpin oleh
Ali bin Abu Thalib ra KW membaiat Abu Bakar dalam arti menyetujui kepemimpinan Abu Bakar
Shiddiq ra namun itu berlangsung enam bulan kemudian yaitu tepatnya setelah istri beliau Fatimah az
Zahra ra (putri bungsu Nabi Muhammad saw) meninggal dunia, yang tersinggung oleh kealpaan
mengurus ayahandanya.
1) Pemerintahan Abu Bakar Ash Shiddiq ra
Abu Bakar lahir pada 571 Masehi, Abu Bakar memiliki loyalitas yang tinggi kepada kepemimpinan Nabi
Muhammad saw, kalau seka- rang ini loyalitas yang sem- purna adalah kepada tugas bukan kepada,
individu, ka- rena khawatir individu yang dikultuskan akan melakukan maksiat, maka Abu Bakar me-
miliki suri tauladan yang tepat karena loyal kepada manusia Muhammad saw. Ketika di gua Tsur bahkan
Abu Bakar menahan rasa sakit karena digigit kalajengking sehingga air matanya meleleh mengenai Nabi
saw, itulah sebabnya ketika Umar mengusulkan untuk membukukan al-Qur'an sebagai inisiatif, maka
semula Abu Bakar menolaknya karena tidak dilakukan Nabi. Begitu juga ketika tanah Fadak diminta
Fatimah binti Muhammad untuk biaya hidup anak yatim piatu yang ditanggung beliau, sebagai
pemerintah yang menguasai agraria menolak pemberian warisan itu karena Nabi saw hanya mewariskan
al-Qur'an.
Abu Bakar memulai memangku jabatan kepala negara dan kepala pemerintahan pada usia 61 tahun
terpilih dengan suara terbanyak menggantikan pemerintahan Nabi Muhammad saw, tepatnya Abu Bakar
memerintah selama 2 tahun 3 bulan 11 hari yaitu dari 632 sampai 634 Maschi atau dari 11 sampai 13
Hijriah.
Pernah suatu kali Abu Bakar memerintahkan Umar untuk mengejar para penunggak pajak, Umar lalu
menolaknya karena walaupun dijuluki sebagai singa padang pasir ketika peperangan Umar tidak tega
mengejar sesama Islam, Umar akhirnya dipecat dan digantikan oleh Khalid bin Walid.
Sebagai konvensi negara demokrasi, kepala pemerintahanmelalui masa jabatannya dengan sebuah pidato
pelantikan. Hal ini disebabkan oleh negara-negara demokrasi tersebut menghendaki rakyat mempunyai
kedaulatan tertinggi. Dengan pidato pelantikan tersebut diharapkan sebagai janji penguasa kepada rakyat,
tentang tugas dan fungsi yang dilaksanakan pemerintah dan dipertanggungjawabkan di kemudian hari.
Pidato pelantikan Khalifah Abu Bakar setelah beliau dibaiat adalah:
Kemudian, saudara-saudara saya sudah dijadikan penguasa atas kamu sekalian, dan saya bukanlah orang
yang terbaik di antara kamu. Kalau saya berlaku baik bantulah saya. Kebenaran adalah suatu
kepercayaan, dan dusta adalah pengkhianatan. Orang yang lemah di kalangan kamu adalah kuat di mata
saya, sesudah haknya nanti saya berikan insya Allah, dan orang yang kuat bagi saya adalah lemah
sesudah haknya itu nanti saya ambil insya Allah. Apabila ada golongan yang meninggalkan perjuangan di
jalan Allah maka Allah akan menimpakan kehinaan kepada mereka. Apabila kejahatan itu sudah meluas
pada suatu golongan, Allah akan menyebarkan bencana pada mereka. Taatilah saya selama saya taat
kepada (perintah) Allah dan Rasulnya. Akan tetapi, apabila saya melanggar perintah Allah dan Rasul,
gugurlah kesetiaanmu kepada saya. Laksanakanlah shalatmu, Allah akan merahmati kamu sekalian.
Dari pidato Khalifah Abu Bakar ini menunjukkan sifat beliau yang demokratis, tegas dan bijaksana, yaitu:
a. Kata-kata kesediaan beliau untuk tidak diikuti apabila melanggar perintah Allah dan Rasul,
menunjukkan kerelaan untuk disanggah umat (pendemokrasian), Inilah kemudian yang menjadi
dasar didirikannya Lembaga Legislatif yang efektif di masa pemerintahan Umar dan berada di
luar kekuasaan Khalifah.
b. Kata-kata "orang yang paling kuat" (maksudnya dalam hal kekayaan) adalah paling lemah di
mata beliau (maksudnya dalam hal membayar pajak untuk kelangsungan hidup negara yang harus
dipungut), menunjukkan ketegasan, Inilah yang kemudian yang menjadi dasar didirikannya
Direktorat Jenderal Pajak.
c. Kata-kata "orang yang paling lemah" (maksudnya dalam hal kemiskinan) adalah yang paling kuat
di mata beliau (mak- sudnya harus dijamin hidupnya dengan living cost) Inilah kemudian yang
menjadi dasar didirikannya Departemen Sosial.
d. Kata-kata filsafat yang menyebutkan "kebenaran sebagai suatu kepercayaan dan dusta sebagai
suatu pengkhianatan" menunjukkan kebijaksanaan. Inilah kemudian yang menjadi dasar
didirikannya Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di dalam Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia.
Sebagai kepala pemerintahan beliau berpesan kepada para panglimanya sebagai berikut:
Janganlah kamu mengabaikan pasukanmu lalu mereka menjadi rusak dan janganlah kamu memata-matai
lalu mereka jahat dan jangan kamu membuka rahasia orang dan cukuplah diperhatikan yang kelihatan
dari mereka.
Dalam prinsip pengadilan yang dipegang oleh hakim-hakim muslim, Khalifah mengatakan:
Sekiranya saya melihat seorang laki-laki melakukan perbuatan yang harus diberi hukuman had, saya tidak
akan menghukumnya sebelum ada seorang saksi lain yang menyaksikannya.
Had adalah hukuman karena menyamun (merampok), mencuri (mencopet), berzina, meminum-minuman
keras, dan lain-lain (jamaknya hudud).
Selanjutnya kita lihat penggunaan pajak di masa Khalifah Abu Bakar. Karena pada gilirannya orang
enggan membayar pajak saat ini, kendatipun merupakan iuran rakyat kepada kas negara atau peralihan
kekayaan dari sektor partikelir kepada sektor pemerintah berdasarkan peraturan (perundang- undangan).
Walaupun tidak mendapat jasa kembali yang langsung dipungut dan digunakan umat pengeluaran umum
(pembangunan) serta untuk kelangsungan hidup negara.
Pajak yang terkumpul dalam kas negara (baitul mal) di- gunakan bagi yang berhak menerimanya dengan
cara yang benar, misalnya untuk fakir miskin, anak yatim, dan lain-lain. Baitul mal adalah amanat Allah
dan kaum muslimin. Mereka tidak mengizinkan pemasukan atau pengeluaran sesuatu darinya yang
berlawanan dengan apa yang telah ditetapkan dengan syari'at.
Teladan Khalifah Abu Bakar terhadap baitul mal, dapat dilihat menjelang wafatnya beliau menyuruh
menghitung apa yang telah diterimanya dari baitul mal lalu dikembalikannya dengan hartanya
Begitulah Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq ra walaupun sudah mengakui jabatan tertinggi dalam
pemerintahan Islam Madinah, pada kenyataannya beliau tetap menjadi pemeras susu kambing untuk
membiayai hidupnya.
Beliau meninggal karena sakit, dan berarti satu-satunya khalifah pelanjut pemerintahan Rasulullah
Muhammad saw yang tidak memperoleh syuhada (mati syahid) sebagaimana para pelanjutnya Khalifah
Umar bin Khattab ra, Khalifah Utsman bin Affan ra dan Khalifah Imam Ali bin Abu Thalib KW. ra.
Keempat khalifah ini (Abu Bakr, Umar. Utsman dan Ali disebut sebagai Khalifah ur Rasyidin
(pemerintah yang jujur) oleh Rasulullah saw yang keseluruhannya berlangsung selama 30 tahun (Abu
Bakr 4 tahun, Umar 10 tahun, Utsman 12 tahun dan Ali 4 tahun), mereka dipilih dengan demokratis
melalui perdebatan sengit

2) Pemerintahan Umar Ibn Al Khattab RA


Umar lahir kira-kira pada 577 Maschi, Umar dikenal getol mengejar Nabi Muhammad saw karena
dianggap melawan arus agama yang berlaku ketika itu, cerita tentang bagaimana caranya Umar masuk
Islam sangat terkenal dalam sejarah yang bersama ini sedikit dapat diuraikan sebagai berikut. Ketika
Umar berniat untuk membunuh Nabi Muhammad saw Umar dikabari oleh Nu'aim bahwa adik kandung
Umar bernama Fatimah binti Khattab sendiri telah masuk Islam bersama suaminya Said bin Zaid,
seketika itu juga Umar terburangsang kemarahannya dan beralih menuju rumah iparnya, didapatinya
pasangan suami istri ini sedang membaca lempengan al-Qur'an (waktu itu belum dibukukan). Waktu
kedua anak manusia yang teraniaya ini tidak berkenan memperlihatkan lempengan al-Qur'an, karena
dalam pandangan Islam maka Umar semestinya mandi, taubat dan berwudhu sebelum memegang ayat al-
Qur'an, Umar tidak menerima nasihat itu lalu dia memukul Iparnya, sayang karena dihalangi adiknya,
perempuan ini terlempar hingga mulutnya berdarah, keluarlah rintihan wanita muda ini kepada kakaknya,
"Kanda Umar... anda telah mencucurkan darah adik kandungmu sendiri hanya karena nafsu kemarahan,
bunuhlah kami kalua ingin puas, orang lain saja takut padamu apalagi kami yang tidak bertenaga. Umar
tampak menyesali perbuatannya, lalu dengan berhiba mohon pada adiknya untuk memperlihatkan benda
yang dibaca, adiknya menyetujui dengan syarat Umar harus mandi dan berwudhu, tanpa tahu apa yang
akan diperbuat dalam berwudhu Umar menyanggupi, dan ketika itulah umar terpesona dengan butiran
kalimat Ayat al-Qur'an yang tepatnya adalah Surat Thaha, Umar yang memiliki kecerdasan tergugah oleh
bunyi kalimat yang bercerita tentang penciptaan bumi dan langit. Umar lalu meminta pedangnya
disimpan dan bergegas ke rumah..... tempat Muhammad sedang mengadakan pembelajaran, Hamzah
paman Nabi melarang Umar menghadap kalau saja dengan tujuan untuk membuat keributan, Umar
menyampaikan keinginannya untuk menerima Islam bukan secara dogmatik, itulah awal pertama Umar
membaca Syahadat di depan Nabi Muhammad saw. Umar memulai memangku jabatan kepala negara dan
kepala pemerintahan pada usia sekitar 57 tahun diangkat menggantikan Abu Bakar karena penunjukan,
tetapi kendati kemudian singa padang pasir ini yang paling demokratis, jadi tepatnya Umar memerintah
selama 10 tahun yaitu dari 634 sampai 644 Masehi atau dari 13 sampai 25 Hijriah.
Umar selaku pejabat pemerintahan merasa risau dengan keadaan pemerintahannya yang harus
dipertanggungjawabkan nanti di hadapan Allah, untuk mengentaskan kemiskinan Umar ingin melihat
langsung keberadaan rakyatnya, dia pernah berjalan malam hari dengan pakaian yang orang lain tidak
mengenalinya agar tidak dihormati, ketika sampai pada sebuah gubuk miskin Umar mendengar keluhan
seorang ibu tentang kemiskinannya, diperiksanya dapur yang bagi masyarakat waktu itu diletakkan di
luar, tampaklah belanga dijerangkan di atas tungku tanpa ada gandum ataupun beras bersama air, ibu itu
hanya merebus batu. Dengan santun Umar menanyakan apa yang terjadi, menurut ibu itu dia hanya
sengaja menipu anaknya agar membuat anaknya tertidur dan setelah bangun nanti tidak tahu apa lagi yang
akan diperbuat, Umar terpukul batinnya, dia kembali ke Baitul Mal (Kas Negara) untuk mengambilkan
beras dan di depan penduduk miskin itu Umar bersumpah untuk selanjutnya menciptakan sistem pensiun
termasuk untuk ibu itu yang suaminya meninggal ketika mengikuti peperangan bersama Umar beberapa
tahun yang lalu.
Suatu kali Umar berjalan-jalan siang hari dan bertemu dengan seorang pemuda pengembala domba, Umar
memuji kerajinan sang pengembala karena dombanya banyak dan gemuk-gemuk, untuk menguji tingkat
kejujuran masyarakat lalu Umar menanyakan bahwa apakah anak muda itu berkenan menjual dombanya,
si pengembala menolak karena domba itu milik majikannya, ketika Umar menanyakan bukankah
majikan- nya tidak mengetahui, pengembala menyahut bahwa kalaupun majikannya tidak melihat bukan
Allah Yang Maha Melihat menge- tahui, Umar lalu bertanya siapa yang mengajarkan demikian, anak
muda menjelaskan bahwa itulah khotbah pemerintah yang jujur, Umar bersyukur tanpa menjelaskan
bahwa dirinyalah pemerintah yang berkuasa. Umar berlalu meninggalkan padang pengembalaan.
Selain khotbah Umar yang filosofis, seperti apakah sebe- narnya Umar menjaga agar diri pribadinya tidak
korupsi, kolusi dan nepotisme, ketika Umar pernah suatu kali sedang menulis surat-surat dinas bagi para
gubernurnya malam hari, anak kandungnya Abdullah bin Umar datang ingin berbincang- bincang, Umar
bertanya apakah keperluan perbincangan tentang hal dinas atau pribadi, ketika Abdullah putranya
mengatakan hanya hal perbincangan tentang perihal keluarga biasa saja, Umar mematikan lampu yang
menerangi mereka, Umar menjelaskan bahwa kalau tugas dinas maka layaklah memakai lampu dan
minyak tanah milik negara, tetapi untuk hal pribadi Umar mengharamkan memakai barang negara,
bahkan selanjutnya putranya tidak berada di wilayah pemerintahan Umar, khawatir akan menimbulkan
nepotisme.
Dalam peradilan tata usaha negara Umar juga pernah di- nyata bersalah karena menolak membeli kuda
yang terjatuh ditungganginya, Umar akhirnya membeli kuda itu dengan uang pribadinya.
Pidato Khalifah Umar yang terkenal di depan majelis per- musyawaratan waktu itu beliau menyampaikan
tentang politik kekhalifahan:
Aku tidak mengumpulkan kamu sekalin melainkan agar kamu dapat bersama-sama memikul amanat yang
dipikulkan kepada aku dalam urusan kamu. Sebab aku hanyalah orang seperti salah seorang di antara
kamu dan sekarang kamu dapat memutuskan kebenaran, baik aku ditentang oleh siapa saja yang
menentangku atau disetujui oleh siapa saja yang menyetujuiku. Aku sekali-kali tidak mempunyai
keinginan agar kamu mengikuti hawa nafsuku dalam hal ini.
Tentang tunjangan bagi kepala pemerintahan yang diperoleh dari kas negara (baitul mal) beliau
mengatakan:
Tidak dihalalkan bagiku dari harta milik Allah ini melainkan dua potong pakaian musim panas dan
sepotong pakaian musim dingin, dan uang yang cukup untuk hidup sehari-hari seorang di antara orang
Quraisy yang biasa, dan setelah itu aku adalah seorang biasa seperti kebanyakan kaum muslimin.
Kemudian Khalifah juga mengatakan:
Harta ini tidaklah sah kecuali dengan tiga hal, yaitu diambil dengan kebenaran, diberikan dengan
kebenaran, dan dicegah dari kebatilan. Dan sesungguhnya kedudukanku berkenaan dengan hartamu ini
bagai seorang wali anak yatim. Kalau aku tidak membutuhkannya, aku tidak akan membiarkan diriku
mengambil sesuatu darinya. Tapi bila aku miskin, aku akan makan darinya secukupnya.
Kepada wajib pajak beliau mengatakan:
Wahai manusia, sesungguhnya tidak ada suatu hak bagi siapa pun untuk ditaati dalam suatu perbuatan
maksiat, Kamu sekalian memiliki beberapa hak atas diriku yang akan kujalani dan kupegang teguh. Aku
berjanji tidak akan memungut atas pajak atas hasil karunia yang kamu peroleh dari Allah kecuali dengan
jalan yang sebenarnya, dan kamu sekalian berhak mencegah aku mengeluarkan sesuatu yang telah berada
ditanganku kecuali dengan haknya.
Bagaimana Khalifah Umar ra melakukan pengawasan sebagaimana cerita berikut ini. Pada suatu hari
beliau berkata kepada orang-orang sekelilingnya: "Bagaimana pendapatmu, apabila saya mengangkat
pemimpinmu dari orang terbaik menurut pendapat saya, lalu saya menyuruhnya berlaku adil, apakah
dengan demikian saya telah menunaikan kewajiban saya? Mereka menjawab: "Sudah!" Umar berkata:
"Belum, sehingga saya melihat kerjanya, apakah dia mengerjakan apa yang saya perintahkan atau tidak"
Seperti yang dikisahkan oleh Yusuf bin Majisyun, bahwa apabila Umar kewalahan menghadapi
permasalahan yang sulit maka dia memanggil para pemuda untuk musyawarah, karena beliau
menganggap bahwa para pemuda itu akan berpikiran keras dan tajam serta bergelora sesuai umurnya.
Jadi, Umar merupakan pemimpin yang memiliki seni mengambil keputusan berdasarkan musyawarah
dengan orang-orang yang pada tem- patnya, berpengalaman bahkan juga oranag yang berlawanan dengan
perasaan dan pemikiran beliau.
Yang penting lagi tercatat dalam sejarah, waktu pemerintahan Khalifah Umar adalah kedatangan beliau
ke Yerusalem. Pada 636 pasukan Islam dapat membebaskan daerah-daerah penting di Syam (Palestina,
Yordania, dan Suria) yang diduduki oleh pasukan Romawi Byzantium. Penduduk Yerusalem waktu itu
yang dipimpin oleh tokoh Kristen Patriarch Shafarniyus ingin mengadakan perjanjian dengan
pemerintahan Islam seperti daerah-daerah lain, tetapi ingin langsung Khalifah Umar Ibn Al-Khattab yang
menerima kunci kota suci ini, Khalifah Umar setelah mendapat dukungan sebagai para sahabat di
Madinah berangkat meninggalkan kota Madinah bersama-sama dengan satu pasukan yang akan
diperbantukan di sektor selatan menuju front "Jabiyah". Sebagai pengganti Khalifah di Madinah ditunjuk
Sayyidina Ali bin Abu Thalib ra yang ketika itu banyak memberikan saran-saran positif atas
keberangkatan Khalifah.
Umar adalah orang yang mengusulkan dikumpulkan al- Qur'an sedangkan Paulus begitu menguasai Injil
(Perjanjian Baru) karena lebih dari separuh Perjanjian Baru terdiri atas surat kiriman paulus (kepada
Jemaat di Roma, Korintus, Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, dan Tesalonika serta untuk timotius, Titus dan
Filemon). Penuhanan Kristus semakin menyebar ke seluruh penjuru bahkan menguasai Injil. Sebaliknya
Umar menyebarkan syahadat (dua kalimat syahadat) sebagaimana disampaikan oleh Nabi. Karena besar
cintanya kepada Allah dan Nabi, dapat membedakan antara Ka'bah dengan berhala. Beliau mengatakan
bahwa kalau bukan karena Rasulullah yang memberikan contoh (suri teladan), beliau tidak akan berkiblat
kepada Ka'bah dalam menyembah Allah. Memang, kalau ada orang nonmuslim yang mengatakan bahwa
orang-orang Islam menyembah Ka'bah seperti pada berbagai tulisan, kita tentu akan tersenyum andai-
kata Ka'bah terbongkar sekalipun, orang-orangtua muda akan tetap bersujud menyembah Allah, atau
andaikata Ka'bah sementara dipersiapkan bangunannya di suatu tempat di luar Mekah sekalipun, orang
tetap akan berkiblat ke arah Masjidil Haram, karena sudah diperintahkan demikian (yaitu perintah
penggantian kiblat dari Baitul Maqdis di Yerusalem menjadi ke arah Masjidil Haram di Mekah
sebagaimana al-Qur'an Surat al-Baqarah ayat 142 sampai dengan ayat 145).

3) Pemerintahan Utsman bin Affan ra


Utsman dilahirkan kira- kira pada 576 Maschi dengan perawakan sangat pemalu se- hingga Nabi
Muhammad saw mengatakan malaikat Jibril se- kalipun malu dengan Utsman, pernah suatu kali Utsman
akan menghadap Nabi, tetapi karena beliau melihat nabi belum berpakaian sempurna beliau
mengurungkan niatnya, itulah sebabnya kalau akan menerima Utsman beliau berpakaian sempurna.
Utsman dua kali menikah dengan putri Nabi sehingga dua kali menjadi menantu yaitu Ummi Kalsum dan
Ruqaiyah, beliau pula yang pertama kali melakukan hijrah ke benua lain diperintah oleh Nabi, Utsman
tidak ikut pada peperangan Badar, tetapi akhir hayat beliau memperoleh syuhada karena terbunuh oleh
sebuah demonstrasi besar-besaran.
Pada masa pemerintahan Utsman inilah al-Qur'an dibu- kukan karena beliau salah seorang sekretaris Nabi
yang paling handal dalam menulis ayat-ayat al-Qur'an sesuai petunjuk yang diberikan Nabi Muhammad
saw.
Utsman memulai memangku jabatan kepala negara dan kepala pemerintahan pada usia 70 tahun, terpilih
dengan suara terbanyak menggantikan Umar bin Khattab, tepatnya Utsman memerintah selama 12 tahun
yaitu dari 644 sampai dengan 656 Masehi atau dari 24 sampai 36 Hijriah.
Pidato pelantikan (innaugural speech) dari Khalifah terpilih Utsman bin Affan ra setelah beliau dibaiat
adalah sebagai:
“Amma ba'du, sesungguhnya, tugas ini telah dipikulkan kepadaku dan aku telah menerimanya,
dan sesungguhnya aku adalah seoang muttabi" (pengikut sunah Rasul saw) dan bukannya seorang
mubtadi (seorang yang berbuat bidah). Diketahuilah bahwa kalian berhak menuntut aku mengenai
selain Kitab Allah dan Sunah Nabi- Nya, yaitu mengikuti apa yang telah dilakukan oleh orang-
orang sebelumku dalam hal-hal yang kamu sekalian telah bersepakat dan telah kamu jadikan
sebagai kebiasaan, membuat kebiasaan baru yang layak bagi ahli kebajikan dalam hal-hal yang
belum kamu jadikan sebagai kebiasaan, dan mencegah diriku dari bertindak atas kamu kecuali
dalam hal-hal yang kamu sendiri telah menyebabkannya".
"Lemparkanlah dunia di mana Allah melemparkannya, dan carlah akhirat karena Allah telah
membuat perumpamaan bagi dunia,....(lalu Khalifah membaca firman Allah yang artinya)".
Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia adalah sebagai air hujan
yang kami turunkan dari langit maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi,
kemudian tumbuh-tumbuihan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan ada Allah
Mahakuasa atas segala sesuatu.
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi
saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.
Pidato lainnya, lebih banyak mengarah kepada hal-hal akhirat seperti berikut. Wahai manusia,
bertakwalah kepada Allah, karena sesungguhnya takwa kepada Allah itu suatu ke- untungan. Dan
manusia yang paling cerdik adalah orang yang merendahkan diri dan beramal untuk sesuatu yang sesudah
meninggal, dan mencari cahaya bagi kuburannya dari cahaya Allah.... Dan hendaklah seseorang itu takut
dikumpulkan Allah dalam keadaan buta padahal dulu (ketika di dunia) ia melihat.
Khalifah yang pada masa pemerintahannya, al-Qur'an dibukukan ini memang lebih memperhatinkan
pembinaan mental. Misalnya, begitu beliau melihat baitul mal penuh maka beliau menambah pemberian
(jatah) dan mengambil untuk masjid, yang disajikan dalam bentuk makanan yang tetap, bagi orang-orang
yang ihtikaf, beribadah, dan ibnu sabil.
Pada masa beliau pula kota Madinah sebagai ibukota dan pusat pemerintahan Islam dipercantik. Seperti
bangunan dan gedung-gedung ditambah, dimulai daengan Masjid Rasulullah saw diperluas dan dibangun
dengan batu yang diukir serta tiangnya dibuat dari batu yang dihiasi permata.
Apabila Maududi menilai Khalifah Utsman dalam penerimaan pegawai dan pengangkatan pejabat
cenderung mem- prioritaskan saudaranya sehingga menimbulkan ikatan pri- mordial yang tidak
berkembang, dekat dengan spoil system. Penulis merasakan bukan saja sebagai suatu evaluasi kritis atas
sejarah pemerintahan Islam, tetapi bahkan terlalu drastis, kendatipun kemudian Maududi menebusnya
dengan perkataan bahwa ia tetap menyampaikan salam dan hormat pada Sayyidina Utsman ra. Bagi
penulis yang terasa adalah Rasulullah saw memang terlahir atas kehendak Allah di dalam suku bangsa
yang keras, kerendahan budi pekerti masa jahiliah, tukang jagal tanpa kemanusiaan dan memang untuk
menyempurnakan budi pekerti itulah Nabi diutus. Garis keturunan beliau dan sahabat beliau dijamin
pribadinya. Jadi, kehadiran Rasulullah saw seakan-akan suatu pancaran mulia di tengah dekadensi moral,
sehingga untuk tetap mempertahankan eksistensi lalam setelah kepergian Rasulullah saw diperlukan
pimpinan yang keras, kuat dan sentralistis tetapi dengan tetap menunjukkan sifat yang demokrasi Kita
lihat Abu Bakar yang bijaksana, terpaksa mengubah sikap setelah menjabat Khalifah, sehingga beliau
tidak segan- segan dalam melawan pembangkang. Begitu juga Umar yang memerintah setelah Abu
Bakar.
Sayyidina Utsman bin Affan ra dalam menjalankan roda pemerintahan, memang tidak sekeras Sayyidina
Abu Bakar Ash- Shiddiq ra dan Sayyidina Umar Ibn Al-Kattab ra. Beliau berwatak lembut dan pemalu,
hal ini diakui sendiri oleh Rasulullah saw,
Sebenar-benar umatku yang pemalu adalah Utsman.
Nabi juga bersabda:
Umatku yang paling sayang adalah Abu Bakar, yang paling kokoh dalam agama Allah adalah
Umar, dan yang paling pemalu adalah Utsman
Dalam menanggulangi tuntutan masyarakat, mengagre- gasikan dan mengartikulasikan kepentingan,
beliau lebih mengutamakan responssivitas daripada efektivitas. Hingga di masa Khalifah Utsman ra
partai-partai politik tumbuh dan berkembang. Keadaan ini karena kekuasaan Islam semakin meluas
sampai ke seantero Jazirah Arab, Irak, Syria, Mesir, Afrika, Armenia, persia dan kepulauan Mediteranian,
yang pada setiap tempat tersebut memiliki beraneka ragam ras. Kaliber umat Islam tidak lagi seperti
generasi pertama (Muhajirin dan Anshar) yang ditandai dengan iman yang kuat, sehingga pada generasi
berikutnya perasaan perbedaan ras muncul. Mereka mencari sistem politik yang ideal, menggunakan
opini mereka sendiri yang kemudian berkembang menjadi partai-partai politik yang penulis sebut di atas.
Berlainan dengan Maududi, Khalid Muhammad Khalid menilai bahwa Khalifah Utsman mengangkat para
gubernur dan wali negeri adalah berdasarkan permintaan dan usul masyarakat setempat.

Untuk itu, kita dapat mengambil contoh keadaan yang terjadi di negeri kita. Apabila kepentingan daerah
yang diutamakan di mana pemberian otonomi seluas-luasnya. Seperti keadaan RI waktu berlaku Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah yang berpedoman pada UUDS
1950, di mana pengawasan pusat terhadap daerah lemah, kepala daerah dan gubernur terpisah sama
sekali. Akan tetapi, bila daerah dikuasai sepenuhnya oleh pusat, keterpimpinan seperti ini dapat mengarah
kepada negara tirai besi. Oleh sebab itu, sebagai jalan tengah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
sekarang ini, melaksanakan desentralisasi bersama-sama dengan dekonsentrasi, dengan begitu pemberian
otonomi kepada daerah, pelaksanaannya mesti nyata dan bertanggung jawab, inilah yang berlangsung
selama orde baru, setelah reformasi bangsa Indonesia merasa cukup dewasa untuk melakukan otonomi
daerah dibentuklah UU No. 22 Thn 1999.
Khalifah Utsman saat pengangkatan gubernur dan jabatan lainnya yang sudah berumur tua. Tabiat beliau
yang sejak muda dermawan, tenang dan aman dari amarah membuat para amir (pejabat) di daerah
bertindak leluasa seakan-akan tidak diawasi.
Khalifah tidaklah memandang para pejabatnya tidak terlepas dari berbagai kesalahan besar yang
menyebabkan mereka di- pecat. Kekurangan pengawasan seperti ini menyebabkan daerah semakin
sentrifugal menjauhi pusat dan berbagai pem- berontakan separatis cenderung timbul. Fitnah kepada pusat
(seperti) yang dilakukan oleh seorang Yahudi bernama Abudillah bin Saba' atau dikenal juga dengan
nama Ibnu Sauda') berjalan lancar (ingat RI sebelum Dekrit 1959).
Hanya kita tidak dapat begitu saja mengatakan bahwa kurangnya pengawasan pusat (khalifah) kepada
daerah (guber- nur dan wali negeri serta lain-lain). Namun dalam kenyataannya Khalifah mengirim para
pemeriksa (inspektur).
Kita tidak dapat pula menuduh Khalifah Utsman memang teguh sistem perlindungan kesukuan yang
berlebihan karena begitu Khalifah menerima laporan bahwa Walid bin Uqbah kedapatan minum
minuman keras dan mengimami shalat subuh dalam keadaan mabuk. Maka beliau memecatnya serta
mengenakan pukulan cambuk terlebih dahulu yang dilaksanakan oleh Abdullah bin Ja'far.
Apabila kita kembali menuruti keinginan Maududi maka orang akan mengidentikkan dengan revolusi di
Filipina. Perlu diketahui bahwa Ferdinand Marcos membagikan jabatan kepada saudara-saudaranya.
Akan tetapi, Marcos lupa di pinggiran Manila merupakan basis kekuatan keluarga Aquino. Begitulah
bayangan orang-orang terhadap Muawiyah yang memiliki basis di Damsyik dan Syam sampai Khalifah
Ali yang akan mendapat dampak negatifnya.
Namun, janganlah kita semudah itu membayangkan Khalifah Utsman ra sahabat Rasulullah saw ini
seperti itu dalam perhatiannya terhadap tugas kepemimpinan pemerintahan beliau. Karena pada
kenyataannya beliau menerima kritik dari masyarakat, menerima tanggapan dari sesama sahabat, yaitu
Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra dan memanggil siapa saja yang merasa teraniaya lewat surat sebagai
berikut:
"Telah sampai kepadaku bahwa beberapa kaum daripadamu dicaci maki, dan yang lain dipikul.
Barangsiapa yang merasa teraniaya maka datanglah kepada kami musim (haji) dan ambillah haknya dari
saya atau pegawai saya padamu"..
Apa pun analisis para penulis tentang riwayat para sahabat yang dikisahkan kembali (manaqib) oleh Ibnu
Katsir, Ibn Hajarm Ibn Hisyam, Thabari, dan lain-lain. Pada kenyataannya kepentingan dalam negeri
memang ditandai dengan meletusnya berbagai pemberontakan yang mewarnai sejarah pemerintahan
Islam. Waktu kediaman Khalifah dikepung para pemberontak yang mengajukan protes, banyak pihak
yang menawarkan pembelaan dan pengawalan kepada beliau, seperti Sayyidina Ali bin Abu Thalib
mengirim kedua putranya Hasan ra dan Husain ra (cucu-cucu Rasulullah SAW), Muawiyah mengirim
sepasukan tentaranya yang dipersenjatai begitu juga Marwan, putra Umar (Abdullah bin Umar), namun
beliau menolaknya:
"Saya tidak senang untuk bertemu Allah dan ditengkukku ada setetes dara seorang muslim".
Kepada pengawal pengawal yang sudah memanggul senjata dan siap bertempur karena kepungan
semakin mendekat bahkan sebagian sudah memanjat pagar beliau menghimbau.
"Sesungguhnya orang yang paling besar kegunaannya kepadaku adalah seorang yang menahan
dirinya dan sejantanya. Saya minta kepadamu dengan nama Allah agar kalian jangan mengalirkan
darah karena saya"
Kepada pengepung-pengepungnya beliau berseru:
"Wahai manusia, janganlah kamu membunuhku...... Demi Allah, jika kamu membunuhku maka
kamy tidak akan saling mencintai setelahku selama-lamanya dan kamu tidak saling sayang-
menyayangi setelahku selama-lamanya.... “
Kepada Putra Abu Bakar (Muhammad bin Abu Bakar) yang hampir saja terlibat di tengah-tengah
kelompok yang dirasuki fitnah, dengan wibawa beliau berkata:
"Hai anak saudaraku, biarkanlah jenggotku, Demi Allah, ayahmu selalu memuliakannya....dan
seandainya ia melihatmu di tempatmu niscaya ia malu terhadap apa yang kamu perbuat.”
Anak muda itu terpukau dan sadar, kemudian balik berlari dan menjauh. Ketika Khalifah duduk membaca
al-Qur'an, Surat Ali Imran ayat 173, serangan mengancam beliau, beliau tidak memedulikannya, bahkan
ketika sebuah tikaman mengenai telapak tangan beliau, dan tangan yang berhasil menulis dan
mengumpulkan ayat-ayat al-Qur'an itu bercucuran darah, beliau berkata pilu:

"Demi Allah, ini adalah tangan yang pertama menulis mufashshal (surat-surat yang pendek).....
dan menulis ayat-ayat al-Qur'an...."
Darah beliau semakin mencucur. Beliau tersungkur kendati beliau sedang berpuasa. Hari sudah
menjelang magrib, ketika tubuh yang terkenal tekun shalat lima waktu dan rajin shalat tahajud
tengah malam itu terkapar, Utsman bin Affan kembali kepada Penciptaannya (Al-Khaaliq),
memenuhi mimpinya beberapa hari yang lalu, yang seakan Rasulullah saw sahabatnya
bersabda: "Berbukalah di tempat kami besok hai Utsman".
Selamat jalan wahai amirul mukminin Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun

4) Pemerintahan Ali bin Abi Thalib ra KW


Ali dilahirkan pada 13 Radjab bertepatan dengan tahun 600 Masehi. Ketika ber- umur 10 tahun masuk
Islam, ketika berumur muda belia melepaskan Nabi berangkat ke Medinah (Yastrib), ketika berumur 23
ikut perang badar, ketika berumur 32 tahun dicalonkan menjadi Khalifah pertama, tetapi tidak hadir di
persidangan karena Nabi belum dimakamkan, ketika berumur 34 tahun Umar terpilih dan Ali mengkritisi
pemerintahan Umar, ketika berumur 44 tahun hampir terpilih dan mengundurkan diri dari jabatan
pemerintahan serta Utsman memegang jabatan khalifah, dan ketika berumur 56 tahun menjadi khalifah
keempat sekaligus Imam bagi kaum Syi'ah, pada usia 62 tahun gugur sebagai gahid di tangan orang
Khawarij, jenazahnya dipotong-potong, dan dagingnya ketika dibungkus diperebutkan para perampok
karena disangka harta.
Ali memulai memangku jabatan kepala negara dan kepala pemerintahan pada usia 56 tahun, terpilih
dengan suara terbanyak menggantikan Utsman bin Affan, tepatnya Ali meme- rintah selama 6 tahun yaitu
dari 656 sampai dengan 661 Maschi atau dari 36 sampai 41 Hijriah.
Ali menjadi Khalifah keempat dalam kepemimpinan Islam Madzhab Sunni dan juga menjadi Imam yang
pertama dalam kepemimpinan Islam Madzhab Syi'ah,
Seperti telah disampaikan di muka bahwa sebenarnya nama Ali sudah disebut mulai sejak pemilihan
khalifah Abu Bakar Siddiq ra, pemilihan khalifah Umar bin Khattab ra, dan ketika pemilihan khalifah
Utsman bin Affan ra, tetapi Ali bin Abu Thalib ra. KW ini mengundurkan diri dan baru memangku
jabatan pemerintahan setelah keadaan sangat rawan, selama pemerintahan era sebelum dirinyalah beliau
mengkritisi dan memberikan masukan (input) jalannya roda pemerintahan baik dalam kapasitasnya selaku
ketua legislatif maupun ketika memangku jabatan ketua mahkamah agung.
Sebenarnya khusus pidato-pidato Ali dikumpulkan dan diberi judul Nahjul Balaghah, termasuk tulisan
filosofis beliau tentang Tuhan. Pidato beliau semasa menjabat sebagai khalifah yaitu kepada para
gubernurnya beliau mengatakan:
"Berlaku adillah terhadap manusia dan bersabarlah menghadapi kebutuhan mereka, sebab mereka
itu adalah perbendaharaan rayat... janganlah kamu menghalangi seorang dari memenuhi
keperluannya dan janganlah kamu tolak mereka mengenai permintaannya dan sekali-kali jangan
engkau jual pakaian musim dingin, pakaian musim panas, dan hewan milik rakyat. Begitu pula
hambatannya untuk menagih pajak (kharaj) dan jangan sekali-kali kamu memukul seseorang
hanya karena satu dirham yang tidak dapat dilunasi".
Kepada para petugas dinas pendapatan beliau mengatakan sebagai berikut.
"Datangilah mereka dengan baik dan tenang, hingga engkau berada di tengah-tengah mereka dan
melayani mereka. Jangan engkau abaikan memberi salam, kemudian engkau katakan Hai hamba
Allah, saya diutu oleh Wali Allah dan Khalifah-Nya kepadamu untuk mengambil hak Allah
dalam hartamu yang akan kamu tunaikan kepada wali-Nya". Jika seseorang mengatakan tidak"
maka janganlah engkau mengulangi pertanyaan kepadanya. Jika seseorang mengasih pemberian
kepadamu maka hadapilah dia tanpa menakut-nakutinya, mengancamnya, memberatkannya, atau
menekannya. Terimalah apa yang diberikan kepadamu berupa emas dan perak. Jika dia
mempunyai kambing atau unta, janganlah memasuki kandangannya kecuali dengan izinnya,
karena kebanyakan hewan itu adalah miliknya. Bila engkau mendatangi kandang maka janganlah
engkau memasuki dengan keras dan kasar. Janganlah engkau sekali-kali menakut-nakuti hewan
dan jangan menyakiti pemiliknya. Bagilah harta itu ke dalam dua bagian, kemudian suruhlah
pemiliknya memilihnya, jika dia telah memilih maka janganlah sekali-kali mengambil apa yang
telah dipilihnya. Engkau terus berbuat demikian sehingga tinggal padanya sesuatu sebagai
penunaian hak Allah pada hartanya. Maka ambillah hak Allah itu (zakat, pen) kemudian jika dia
meminta pembebasanmu maka berikanlah".

Atau pidato beliau yang lain sebagai berikut.


"Wajib atas seorang imam untuk menetapkan hukum sesuai dengan apa yang diturunkan oleh
Allah dan memenuhi amanat. Apabila ia berbuat yang demikian, wajiblah rakyat mendengarkan
ucapannya dan taat kepada perintahnya dan memenuhinya apabila mereka dipanggil"
Khalifah Ali biasa juga disebut imam, karena orang-orang Syi'ah menganggap bahwa ayah Hasan dan
Husain inilah pemimpin (imam) yang tepat, sesuai dengan beberapa kali sabda Rasulullah saw. Bahkan,
juga Umar pernah mendelegasikan wewenang atau sebagai pejabat khalifah sementara di waktu Umar
keluar kota, seperti yang dilakukan Nabi.
Selain itu juga, di belakang nama Ali ra juga sering diletakkan singkatan Karamullahu Wahjah (KW)
karena muka yang mulia ini tak pernah menyembah berhala dari kecil. Kepemimpinannya sebagai
khalifah menempati posisi yang rumit, bukan saja pemberontakan belum reda seluruhnya, tetapi juga
Muawiyah yang dari setapak ke setapak memperoleh kekuasaan semakin kuat di utara dan timur laut
Madinah, dan tidak berkenaan menjadi subordinat atau pemerintah daerah dari pemerintahan Islam
Madinah, tetapi seakan-akan menjadikan daerahnya sebagai suatu negara yang merdeka dan berdiri
sendiri.
Muawiyah tidak segan-segan menghasut berbagai pihak dan memberi pengaruh agar pendukungnya untuk
merebut Madinah semakin banyak dan kuat.
Persoalan rumit lain yang penting pula adalah, banyaknya pihak, termasuk Muawiyah dan Ummul
Mukminin Aisyah (istri Rasulullah saw) menuntut dibunuhnya pembunuh Utsman ra. Kendati Khalifah
Ali ra pernah menyampaikan niat ini kepada sebagian masa menjawab bahwa mereka semua
membunuhnya, sembari mencabut pedang. Kemudian kesulitan lainnya Thalhah dan Zuber ra.
Kemudian Khalifah Ali juga harus menghadapi orang-orang dari golongan Khawarij. Kelompok ini
muncul sebagai penentang sejak zaman Khalifah Utsman bagaikan suatu partai politik. Pada prinsipnya
mereka berpendapat sebagai berikut:
a. Hanya mengakui dua khalifah terdahulu, yaitu Abu Bakar dan Umar bin Khattab.
b. Menentang Utsman bin Affan bahkan mengafirkannya
c. Menentang Ali bin Abi Thalibm sejak Khalifah Ali menerima usul Muawiyah tentang
tahkim, untuk pencapaian perdamaian (akan kita bicarakan nanti).
d. Menganggap jabatan khalifah tidak hanya bisa dipegang oleh orang-orang Quraisy (anggapan
ini kelihatannya muluk-muluk dan sangat demokratis tetapi pada kenyataannya orang-orang
Khawarij tidaklah seperti itu bahkan berpikiran sempit dan menginginkan kaum muslimin
hanya dari golongan mereka saja serta mengafirkan orang-orang muslim lainnya).
Juga Khalifah Ali ra diimamkan karena selain beliau seba- gai pemimpin pemerintahan, pimpinan umat,
dan pimpinan keagamaan. Ali memiliki pengikut yang fanatik, baik yang simpatik bahkan sampai
mengultuskannya sebagai Tuhan maupun yang antipati bahkan sampai mengafirkan beliau. Akan tetapi,
Khalifah tidak memusuhi kelompok-kelompok yang mengafirkannya, kendati kepala kelompok yang
menu- hankannya menjatuhkan hukuman bakar, karena beliau ber keyakinan persis hal ini
membahayakan terhadap eksistensi Islam.
Berlainan dengan mereka yang kemudian berdasarkan logika memilih Islam sebagai agamanya. Mereka
yang dibesar kan dalam lingkungan keluarga Islam yang fanatik, kisah Nabi Muhammad saw dan
Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra merupakan riwayat-riwayat yang mengagumkan sehingga tidak bisa tidak
memujanya. Betapa tidak, beliau sepupu dengan Nabi, anak angka, kemudian menantu yang merupakan
suami dari Fatimah putri bungsunya. Maka tak ayal lagi bila Allah yang menunggui tempat tidur Nabi
sewaktu Nabi hijrah, yang diutus ke Yaman untuk menyeru penduduknya kepada Islam, yang diutus ke
Mina untuk membacakan Surah Bara'ah kepada para Jama'ah haji, menjelaskan kepada mereka mengenai
haji dan ziarah ke Baitullah bagi kaum musyrikin, dan banyak tugas lain. Nabi menginginkan Ali menjadi
pemimpin tetapi tidak ingin sistem pemerintahan yang diwariskan beliau merupakan kekuasaan yang
turun-temurun sehingga kemudian Abu Bakar-lah yang menjadi khalifah terpilih pertama.
Ali ra sendiri sama sekali tidak antusias berkehendak meng- gantikan kedudukan Nabi, beliau menolak
sewaktu dicalonkan menjadi khalifah keempat. Padahal sebelum Utsman dibaiat beliau sudah menjadi
calon kuat di samping Sayyidina Utsman bin Affan ra. Menjelang Ali ra dicalonkan menjadi khalifah
keempat bahkan beliau bersedia membantu siapa saja yang terpilih menjadi khalifah keempat,
Akan tetapi, mengapa Ali terlambat memberikan baiatnya kepada Khalifah terpilih Abu Bakar ra sama
sekali tidak dapat memberikan praduga negatif terhadap hal ini. Memang banyak buku yang
mempersoalkan peristiwa Saqifa Bani Sa'ida, akan ketidakhadiran Ali ra, tetapi bukankah Ali begitu
terpukul dengan kehilangan saudara sepupunya, mertuanya, bahkan sudah menjadi orangtua kandung
yang memeliharanya sejak kecil. Beliau merupakan ahlul bait yang mengurusi jenazah Nabi waktu itu,
beliau merasa tidak memerlukan hadir di serambi Banu Sa'ida tersebut, dalam usia tiga puluhan beliau
belum termasuk para sesepuh muslim yang akan ikut bermusyawarah.
Memang benar ada kecenderungan istri beliau (Fatimah ra) tersinggung atas ketegasan Khalifah Abu
Bakar karena tidak diperkenankan memperoleh tanah peninggalan ayahnya. Akan tetapi, Ali ra bersikap
bijaksana dengan menyurati Abu Bakar dan membicarakannya.
Oposisi yang dilakukan Ali terhadap tiga Khalifah sebelum beliau adalah ditujukan untuk meluruskan
jalannya roda pemerintahan, dan lebih daripada itu tidak sedikit bantuan Ali ra pada masa pemerintahan
sebelum beliau menjabat kepala pemerintahan.
Khalifah Ali bin Abi Thalib ra adalah seorang yang cerdas, bijaksana dan ahli dalam berbagai hal.
Misalnya, beliau ahli dalam ilmu nahwu (tata bahasa Arab), qadhi yang paling ulung dan adil serta
menguasai fikih dan syari'at. Beliau juga seorang sastrawan, sebagaimana syair-syair beliau dan
kumpulan pidato beliau yang berjudul Nahjul Balaghah.
Jadi menurut Syi'ah, dalam dasar agama (ushul ad-din) Islam tetap diperlukan seorang pemimpin (imam)
yang mewakili Nabi Muhammad saw. Menurut kepercayaan mereka para ahlul bait (keluarga) Nabi
Muhammad saw memenuhi persyaratan ini. Dengan demikian, Imam Ali bin Abi Tholib KW dianggap
orang yang semestinya menjadi khalifah pertama dan awal (pemula) keimanan. Aliran (madzhab) ini
semakin fanatik dengan kecin- taan yang mendalam setelah gugurnya Al-Husain (cucu Nabi saw).
Buku ini tidak menceritakan sejarah atau kisah para sahabat, hanya mengambil dari segi sistem
pemerintahannya saja, kita tidak akan membicarakan secara panjang lebar setiap peristiwa baik sahabat
maupun Nabi saw sendiri. Begitu juga berbagai peperangan melawan pemberontakan yang terjadi semasa
pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib ra, seperti:
a. Perang jamal atau lebih dikenal dengan Perang Unta, yaitu antara Khalifah Ali ra dengan
Thalhah, Zuber dan Aisyah ra
b. Perang nahrawan, yaitu antara khalifah Ali ra dengan Kaum Khawarij
c. Perang Shiffin, yaitu antara Khalifah Ali ra dengan Gubernur Muawiyah yang menguasai Syam
dan Damsyik
Memang itulah kesulitan Khalifah Ali, walaupun beliau terkenal sebagai prajurit berkuda yang ditakuti
dalam mengha- dapi sesama muslim beliau lemah, buktinya beliau memaafkan orang Kufah yang
mengancam hendak membunuhnya. Beliau bersedia dituntut ke pengadilan oleh masyarakat biasa, begitu
juga beliau dalam menghadapi Zubair, beliau maju ke medan laga tanpa pedang dan baju perangnya dari
besi. Zubair sadar sehingga akhirnya mereka berangkulan dan masing-masing mundur teratur. Beliau
menghargai Aisyah ra lawan politik beliau sembari tetap memerintahkan pengawalan kepada mertua tiri
beliau ini. Sewaktu Muawiyah mengangkat ayat-ayat al-Qur'an dalam perang Shiffin, Khalifah Ali
bersedia melakukan perdamaian (tahkim), dan masing-masing mengirimkan hakam (juru damai) untuk
berkumpul di daumatul Jandal (pertengahan antara Irak dan Syam).
Pihak Syam (Muawiyah) memilih Amru bin Ash sebagai hakam, sedangkan Khalifah Ali sebenarnya
mengingnkan Asyfar An-Nakha'i, tetapi pasukannya yang didominasi oleh pengaruh Asy'ats memilih Abu
Musa Al-Asy'ari sebagai hakam (pendamai). Kedua pendamai konon kisahnya sama-sama memecat
atasannya kemudian mengusulkan calon baru dengan kesepakatan. Hal itu tidak dilakukan oleh Amru bin
Ash karena tetap menginginkan Muawiyah.
Di saat kegentingan seperti ini Khawarij yang semula ber- pihak kepada Khalifah Ali, menantang tahkim,
karena merasa tahu persis apa yang akan dilakukan Muawiyah di kemudian hari. Mereka sepakat untuk
menggagalkan perdamaian bahkan membenci kedua belah pihak, dengan mengirim pembunuh-pembunuh
(the killers) sebagai berikut:
a. Abdurrahman bin Muljam Al-Himyarity, yaitu orang Khawarij sekutu Bani Murrad untuk
membunuh Khalifah Ali bin Abi Thalib ra
b. Al-Hajjaj bin Abdullah Al-Sharimiy, yaitu orang Khawarij dari Ban Tamim untuk membunuh
Gubernur Muawiyah bin Abu Sofyan
c. Amr bin Bukair, yaitu orang Khawarij dari Bani Tamim untuk membunuh Amru bin Ash
Malam tanggal 17 Ramadhan 40 Hijriah, ketiga pembunuh tersebut mengendap-endao mencari dan
mengintai mangsanya. Amru bin Ash dan Muawiyah bin Abu Sofyan.
Selanjutnya mereka akan memberi warna merah pada sejarah perjuangan Islam. Para pembunuh, yaitu Al-
Hajjaj bin Abdullah Al-Sharimiy atau dikenal dengan nama Bark bin Abdullah yang hanya berhasil
melukai pantat Muawiyah dan Amr bin Bukair yang salah membunuh, bukan membunuh Amru bin Ash
tetapi Kharijah bin Budzafah Komandan Pasukan pengawal Amru bin Ash, lalu balik dibunuh, sebagai
hukuman atas rencana pembunuhan tersebut..
Sebaliknya Khalifah Ali bin Abi Thalib ra yang selesai wudhu hendak melaksanakan shalat Subuh
terbunuh, beliau gugur sebagai syahid.
Sepeninggal Khulafah ur Rasyidin pemerintahan Islam tidak lagi berjalan secara demokratis yang islami
karena Muawiyah sebagai khalifah baru melantik anaknya sendiri menjadi raja untuk seterusnya menjadi
kerajaan, Muawiyah lalu kemudian memindahkan ibukota ke Syam dan Damaskus dan membentuk
Dinasti karena mengubah sistem demokrasi menjadi sistem kerajaan. Hal ini berlangsung lama sampai
kemudian digantikan oleh dinasti Abbasiyah yang pusat kotanya adalah Baghdad, ibukota Irak sekarang
ini.
E. Dinasti Umayyah dan Pemerintahan
Penulis lain selalu menyebut sebagai periode pemerintahan Bani Umayyah tetapi penulis akan
mempergunakan istilah kepemimpinan Dinasti karena berbeda dengan era Khulafah ur Rasyidin,
pemerintahan dipusatkan di Dimisyik atau Damaskus sebagai ibukota negara. Corak dan bentuk
pemerintahan tidak lagi berbentuk republik karena tidak ada lagi pemilihan umum. Bahkan kepala negara
merupakan kepala pemerintahan yang turun-temurun dan memerintah secara diktator. Sendi-sendi Islam
walaupun belum ditinggalkan sama sekali namun sangat berbeda dengan di zaman Khulafaur Rasyidin.
Sebenarnya sewaktu Khalifah Ali bin Abi Thalib KW pusat pemerintahan sudah dipindahkan ke Kufah,
sehingga kota suci Mekah dan Madinah hanya untuk beribadah saja. Pindah ke Damsyik dilakukan karena
Khalifah Muawiyah yang merupakan pendiri dinasti, sebelumnya adalah GubernurDamsyik kemudian
melakukan gerakan separatis kepada pemerintah yang sah. Sebagaimana telah penulis uraikan di muka,
pertempuran antara pemerintah pusat dengan Provinsi Damsyik berakhir dengan tahkim. Setelah Khalifah
All terbunuh dan Sayyidina Hassan putra sulung beliau bersedia berdamai, meluruskan jalan lagi
Muawiyah untuk menuju kepada puncak kekuasaan tertinggi di negara tersebut.
Jadi, membicarakan pemerintahan Islam setelah Khulafaur Rasyidin amat memprihatinkan walaupun
diwarnai dengan perluasan Islam.
Bagi kita semua ini adalah pelajaran, terutama tentang Muawiyah bin Abu Sofyan. Apapun jasanya dalam
penyebarluasan Islam membantu pemerintahan Khalifah Utsman bahkan ikut menulis al-Qur'an karena
sengaja mengambil hatinya. Bahkan rumah ayahnya oleh Nabi dijadikan tempat berlindung orang- orang
musyrik yang bersedia masuk Islam sewaktu Mekah ditaklukkan, jasa-jasa itu cenderung terkikis oleh
perbuatannya sendiri. Kita masih ingat perbuatan Abu Sofyan memusuhi Nabi di zaman jahiliah, Abu
Sofyan dan keluarganya terpaksa masuk Islam sewaktu Mekah ditaklukan.
Muawiyah adalah tokoh sempurna dalam perebutan ke- kuasaan walaupun Muawiyah tidak membaca
buku Machiavellia dan Stalin, tetapi taktiknya adalah gabungan dari kedua cara tersebut. sebelum dia
memiliki kedudukan grup penekan (pressure group), tetapi setelah posisi penting dikuasainya
dibentuknya elite politik yang tidak tergoyahkan. Dia menguasai taktik propaganda komunis, bahkan
Hitler sekaligus, akan dapat dilihat dari cara-cara di bawah ini.
Sewaktu masih mengejar sisa-sisa pendukung Sayyidina Ali ra dipropagandakan bahwa yang tidak berdiri
bersamanya adalah Syi'ah. Apabila di satu sisi sunni adalah lawannya Syi'ah, apakah dia sendiri berarti
Sunni, sama sekali tidak, walaupun sebenarnya istilah ini baru lahir setelah itu tetapi kerangka grup-grup
ke arah itu sudah terbentuk.
Dia tidak berhenti hanya sekadar propaganda, pembantaian misalnya mulai dari Muhammad bin Abu
Bakar yang diangkat Imam Ali sewaktu menjadi Khalifah menjadi gubernur di Mesir.
Walaupun kekuasaan sudah berada di tangannya, Muawiyah masih ingin juga membuat pelantikan
putranya Yazid dengan baiat. Akan tetapi, baiat terhadap putranya ini dilakukan dengan berbagai cara,
biaya tidak sedikit dikeluarkannya untuk mencari orang-orang yang bersedia memberikan baiatnya.
Pada kesempatan lain, Al-Hasan bin Ali ra (cucu Rasulullah) walaupun sudah berkenan berdamai bahkan
meninggalkan kekhalifahan yang diharapkan para pengikut ayahnya, masih saja diracun sampai cucu
Nabi yang wajahnya paling mirip dengan wajah Nabi Muhammad saw ini wafat mistrius. Konon
ceritanya menurut salah satu riwayat racun diberikan oleh seorang perempuan bernama Jundah binti al
Qeis istri sayidina Hasan sendiri yang dijanjikan akan dinikahkan dengan Yazid bin Muawiyah bila
berhasil, tetapi pada kenyataannya, Muawiyah hanya berkata: "Cucu Rasulullah saja kau bunuh apalagi
anakku.
Kalau dahulu Muawiyah memberontak terhadap Ali sebagai khalifah, sekarang Al Husain bin Ali ra
memberontak terhadap Yazid bin Muawiyah dalam arti tidak berkenan memberikan baiatnya. Akhirnya,
pada suatu pertempuran yang jatuh tidak seimbang Al-Husain bin Ali ra gugur sebagai syahid, di Padang
Karbala. Inilah yang ditangisi oleh orang-orang Syi'ah di mana saja sampai saat ini.
Karena dinasti sudah terbentuk, maka orang-orang menye- butnya garis kekhalifahan dengan
pemerintahan Bani Umayyah, diambil dari nama datuknya, yaitu kakeknya Abu Sofyan, ayah kandung
Muawiyah.
Lucunya dalam dinasti yang sudah susah payah dibentuk oleh Muawiyah ini, setelah oleh Yazid bin
Muawiyah dilanjutkan kepada putranya (Muawiyah II), dengan serta-merta pemuda ini memang
menerimanya. Akan tetapi dengan redah hati dia menyadari bagaimana kakeknya memusuhi Sayyidina
Ali bin Abi Thalib dan turunnya, hingga kemudian dia menutup diri dari jabatan khalifah.
Hampir saja dinasti Umayyah ini berakhir kalau tidak diambil kekuasaannya oleh Marwan bin Hakam
yang masih dalam kalangan mereka juga. Masa pemerintahan Utsman bin Affan ra bagaimana Marwan
bin Hakam memancing kemarah- an demonstran sehingga mengakibatkan gugurnya Khalifah Utsman ra
sebagai syahid dalam peristiwa berdarah tersebut, dan kini bahkan Marwan tersebut yang menjadi
khalifah.
Kenyataannya tidak jauh berbeda dari Muawiyah, Marwan bin Hakam pun melanjutkan tali kekuasaan
kepada putranya Abdul Malik bin Marwan, dari Abdul Malik bin Marwan seterusnya kepada putranya
pula yaitu Walid bin Abdul Malik, terus adiknya Sulaiman bin Abdul Malik.
Namun, sejarah Islam mencatat lain, dalam dinasti Muawiyah muncul penyelamat bagaikan mukjizat,
yaitu Umar bin Abdul Azis. Umar bin Abdul Azis dalam garis keturunan Bani Umayyah juga, yaitu
Abdul Azis ayahnya adalah saudara sepupu Sulaiman bin Abdul Malik. Akan tetapi, ibu kandung dari
Umar bin Abdul Azis adalah cucu Umar ibn Al-Khattab ra, khalifah kedua.
Kemunculan Umar bin Abdul Azis menjadi khalifah berkat bantuan seorang ulama kerajaan yang
bernama Raja bin Haiwah, hanya sayang setelah pemerintahan Umar bin Abdul Azis yang berlangsung
dengan keberhasilan, keadilan dan kejujuran, setelah khalifah tersebut wafat berkalangan jerami, yang
menurut riwayat dikabarkan meninggal karena diracun, Bani Umayyah kembali memperlihatkan
keserakahannya. Dalam menyebarluaskan agama Islam diakui bahwa banyak bantuan raja-raja Bani
Umayyah, karena era pemerintahan Bani Umayyah memerintah dengan tangan keras. Dalam masa lebih
kurang 92 tahun berkuasa, mereka berhasil menguasai wilayah yang amat luas mulai dari negeri Sind
sampai dengan Spanyol di barat laut Jazirah Arab. Termasuk pembangunan Masjidil Aqsa tempat Nabi
Muhammad saw melakukan Mikraj, yang telah ditemukan lokasinya oleh Sayyidina Umar Ibn Al-Khattab
ra sewaktu pemerintahannya dahulu. Akan tetapi, keadilan dan kejujuranlah yang akan dituntut dalam
suatu pemerintahan Islam, sebagaimana telah ditunjukkan oleh keempat Khulafaur Rasyidin, yang
memang telah dinubuatkan oleh Rasulullah saw yaitu pada masa tiga puluh tahun sepeninggal beliau.
Ketika era pemerintahan Bani Umayyah ditumbangkan oleh era pemerintahan bani Abbasiyah, tidak satu
pun orang yang menyesalkannya, karena orang-orang berharap terjadi keadaan yang lebih baik.
kenyataannya lain sama sekali dari apa yang diharapkan, setelah kekuasaan beralih kepada Bani
Abbasiyah pun tidak banyak perbedaan kedua dinasti ini. Secara keseluruhan dinasti (Bani) Umayyah
adalah:
a. Muawiyah I bin Abu Sofyan (661-680 M), Pendiri
b. Yazid bin Muawiyah (680-683 M)
c. Muawiyah II (683-684 M), Mundur dari jabatannya
d. Marwan I bin Hakam (684-685 M), mengambil alih
e. Abdul Malik bin Marwan (685-705 M)
f. Al-Walid I bin Abdul Malik (705-715 M)
g. Sulaiman bin Abdul Malik (715-717 M)
h. Umar bin Abdul Azis (717-720 M), dua sepupu Sulaiman
i. Yazid II (720-724 M)
j. Hisyam bin Abdul Malik (724-743 M), adik Sulaiman
k. Al-Walid II (743-744 M)
l. Yazid III (744-M)
m. Ibrahim (744 M)
n. Marwan II Ibin Muhammad (744-750 M)
Sewaktu pemindahan kekuasaan dari Bani Umayyah kepada bani Abbasiyah, hampir seluruh keluarga
Bani Umayyah dibunuh. Kecuali Abdul Rahman yang berusia sekitar 20 tahun waktu itu berhasil
melarikan diri dan melanjutkan kekuasaan di Jazirah Andalusia (terkenal dengan Kekhalifan Kordoba).
Sedangkan penakluk yang baru menamakan dirinya Bani Abbasiyah (diambil dari nama paman Nabi saw)
dan membentuk ibu kota di Baghdad.
Di samping turunan dari pernikahan Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra dengan Fatimah ra (putri bungsu
Rasulullah saw) pun didaulat di Mesir (Kairo) dan berkuasa sampai abad kesepuluh Masehi disebut
dengan Bani Fatimiyyah.
F. Dinasti Abbasiyah dan Pemerintahan
Pemerintahan Dinasti Abbasiyah ini mengambil ibukota negara di Baghdad, pemerintahan berdiri tahun
132 H atau 749 M di bawah kekuasaan dinasti (bani) Abbasiyah, dengan Abu Abbbas As-Saffah sebagai
khalifah pertama. Mereka tidak seluruhnya berpegang pada sendi-sendi Islam, bahkan fanatisme
kesukuan (ashabiyah qaumiyah) tampak menonjol. Dalam perebutan kekuasaan mereka bantai-
membantai sesama keluarga, memperlihatkan sifat asli kearaban. Pada era pemerintahan ini kekuasaan
Islam meluas ke mana-mana, sehingga kaum orientalis mengatakan bahwa Islam ditegakkan dengan
pedang.
Karena Abu Abbas As-Saffah tidak mempunyai anak, kekuasaan berpindah kepada adiknya Abu Jafar Al-
Manshur. Untuk itu, Al-Manshur terlebih dahulu harus menggeser pamannya Abdullah bin Ali dengan
mengirim penumpasannya Jenderal Abu Muslim Al-Khurasani. Supaya tidak mempunyai saingan, Abu
Muslim kemudian dibunuh oleh Al-manshur setelah selesai menjalankan tugasnya.

Al-Manshur digantikan oleh putranya Al-Mahdi, setelah itu berturut-turut kedua putra Al-Mahdi, yaitu
Al-Hadi dan Harun Ar-Rasyid menjadi khalifah. Walaupun Al-Hadi termasuk sukses menjalankan roda
pemerintahannya, tetapi karena pemerintahannya hanya berlangsung satu tahun, Ar-Rasyid lebih terkenal,
bahkan tercatat sebagai khalifah terbesar dinasti Abbasiyah.
Khalifah Harun Ar-Rasyid seorang yang taat dalam beragama, jalannya pemerintahan tentu pula
ditentukan oleh perilaku aparatur pemerintahannya secara keseluruhan, Jadi dengan begitu memang
tergantung bagaimana pemimpin harus mengarahkan bawahan sebagai salah satu pertanggungjawaban
pemerintahannya.
Sebagai khalifah kelima dinasti ini, selain sebagai orang alim yang taat beragama, Harun Ar-Rasyid
terkenal sebagai orang administrator dan stabilisator.
Di bidang administrasi, Ar-Rasyid berhasil mendirikan rumah yatim piatu, rumah sakit, sekolah,
perpustakaan, kantor pos, pelayanan transportasi, dan pusat perdagangan. Kabinet dipimpin oleh Jenderal
Yahya bin Khalid Al-Barmaki (seorang persia yang pernah menemani Ar-Rasyid dahulu menyerbu
Bosporus).
Di bidang stabilisasi, Ar-Rasyid berhasil mendirikan ang katan perang (pasukan Harbiyah) terdiri atas
angkatan laut dan angkatan darat yang kuat serta rapi. Di samping itu juga diciptakan hansip (pasukan
Mutathawwiah).
Setelah pemerintahan Ar-Rasyid orang-orang Persia (Irak dan Iran) mulai menguasai kekhalifahan,
karena salah se- orang istrinya berdarah Persia lahir Abdullah Al-Makmum, yang kemudian menjadi
khalifah ketujuh. Sebaliknya khalifah keenam dijabat oleh putranya dari Zubaidah, yaitu Muhammad Al-
Amin.
Secara lengkap urutan khalifah dalam pemerintahan Baghdad adalah:
1. Khalifah As-Saffah
2. Khalifah Al-Manshur
3. Khalifah Al-Mahdi
4. Khalifah Al-Hadi
5. Khalifah Ar-Rashyid
6. Khalifah Al-Amin
7. Khalifah Al-Makmum
8. Khalifah Al-Mu'tashim
9. Khalifah Al-Watiq
10. Khalifah Al-Mutawakkil
11. Khalifah Al-Muntasir
12. Khalifah Al-Mustain
13. Khalifah Al-Mu'tazz
14. Khalifah Al-Muhtadi
15. Khalifah Mu'tamid
16. Khalifah Mu'tadin
17. Khalifah Mu'tafi
18. Khalifah Muqtadir
19. Khalifah Al-Qahir
20. Khalifah Ar-Razi
21. Khalifah Al-Muttaqi
22. Khalifah Al-Mustakfi
23. Khalifah Al-Muti
24. Khalifah At-Ta'i
25. Khalifah Al-Qadir
26. Khalifah Al-Qaim
27. Khalifah Al-Muktadi
28. Khalifah Al-Mustadhir
29. Khalifah Al-Musytarsyid
30. Khalifah Ar-Rasyid
31. Khalifah Al-Muktati
32. Khalifah Al-Mustanjid
33. Khalifah Al-Mustadli
34. Khalifah An-Nashir
35. Khalifah Az-Zahir
36. Khalifah Al-Mustranshir
37. Khalifah Al-Mu'tashimbillah
Pemerintahan Islam Baghdad mengalami beberapa kali pergantian khalifah, khalifah ketiga puluh tujuh
merupakan khalifah terakhir dinasti ini. Pemerintah ini berperangai sangat lemah, tidak berpendirian, dan
suka bersenang-senang serta terus-menerus dihadapkan dengan kekacauan. Kemudian ia terbunuh dalam
satu penyerbuan orang-orang Mongol (Halaqu Khan) pada tahun 1258.

G. Dinasti Kordoba dan Pemerintahan


Seperti telah penulis utarakan di awal bahwa sewaktu pembantaian dinasti Umayyah oleh dinasti
Abbasiyah, hanya sedikit keluarga Umayyah yang hidup, di antara Abdurrahman yang berhasil
meloloskan diri lari ke Spanyol dan mendirikan pemerintahan Islam Kordoba di Andalusia. Hal ini
berlangsung tahun 755 M.
Abdurrahman adalah cucu Hisyam, khalifah kesepuluh Umayyah di Damsyik. Perjalanannya menyamar
selama bertahun-tahun (750-755 M) meninggalkan Damsyik, menuju Palestina serta menyusuri pantai
utara Benua Afrika merupakan cerita yang dramatis. Hanya dengan tekad dan tujuan yang pasti ia
berhasil mencapai Spanyol dan disambut meriah oleh keluarga Umayyah yang berada di Spanyol.
Abdurrahman dan anak-anaknya kemudian memerintah di pinggiran Benua Eropa ini, sampai sekarang
kita masih dapat melihat keindahan bekas peninggalan kemashuran Islam di sana. Seperti Masjid Agung
(La Mezquita), Insya Allah tidak akan pernah diusik orang.
Abdurrahman digantikan oleh Putranya Hisyam, kemudian Hisyam oleh putranya pula Hakam dan
seterusnya, secara lengkap urutan adalah sebagai berikut:
1. Abdurrahman (756-788 M)
2. Hisyam (788-796 M)
3. Hakam I (796-822 M)
4. Abdurrahman II (822-852 M)
5. Muhammad I (852-886 M)
6. Munzir (866-888 M)
7. Abdulah (888-912 M)
8. Abdurrahman III (912-961 M)
9. Hakam II (961-976 M)
10. Hisyam II 9712 M
11. Hajib Al-Manshur
12. Abdul Malik Al-Muzaffar
13. Abdurrahman Sanchol Hajibate
14. Muhammad bin Hisyam bin Abdul Jabbar bin Abdurrahman II (Al-Mahdi)
15. Sulaiman bin Abdurrahman II Al-Musta'in Billah
16. Abdurrahman V
17. Hisyam III
Khalifah kesepuluh Hisyam II belum cukup umur sewaktu dinobatkan, sehingga Perdana Menteri
Muhammad bin Abi Amir yang bergelar Hajib Al Manshur, bukan saja mengambil tali pemerintahan
tetapi juga mengambil alih kekuasaan sampai tahun 1002 M. Kemudian menyerahkan kepada anaknya
Abudl Malik Al-Muzaffar, setelah itu kepada adiknya Al-Muzaffa yaitu Abdurrahman (Sanchol
Hajubate).
Khalifah terakhir dinasti adalah Hasyim III yang digulingkan oleh orang-orang Barbar tahun 1035 M.
Selain hal di atas, perlu penulis tambahkan bahwa keadaan yang terpisah-pisah seperti kita bicarakan di
muka, pernah oleh Shalahuddin Al-Ayyubi berhasil dipersatukan. Salahuddin Al- Ayyubi yang lahir
tahun 1137 M dan dikenal dengan julukan Sultan Saladin memimpin Perang Hattien melawan Pasukan
Salib (crusade) pada 1187, kemudian berhasil memasuki Baitul Makdis serta memugar kembali Masjidil
Aqsa.

H. Dinasti Ottoman dan Pemerintahan


Setelah pemerintahan Islam Damsyik di bawah dinasti Umayyah, pemerintahan Islam Baghdad di bawah
dinasti Abbasiyah, pemerintahan Mesir di bawah dinasti Fatimiyah, pemerintahan Kordoba di bawah
dinasi Umayyah, bermunculan pula pemerintahan-pemerintahan Islam lainnya, seperti dinasti Seljuq,
dinasti Khan di Mongol, dinasti Syarif di Maroko, begitu pula berdiri di Afrika Utara, karena Islam
memang sudah menye- bar kemana-mana. Akan tetapi, tidak pernah sama dengan ke- adilan yang
dijalankan semasa pemerintahan Islam Madinah, baik secara Rasulullah saw ataupun semasa Khulafaur
Rasyidin ra.
Sebagai penutup pemerintahan Islam ini, yang terkenal adalah pemerintahan Islam Turki di bawah dinasti
Osmaniyah (Ottoman), Secara lengkap para khalifah Dinasti Ottoman ini adalah:
1. Khalifah Osman I
2. Khalifah Orkhan
3. Khalifah Murad I
4. Khalifah Bayazid I
5. Khalifah Mehmet I
6. Khalifah Sulayman I
7. Khalifah Murad II
8. Khalifah Muhammad Fatih
9. Khalifah Murad II (memerintah untuk kedua kalinya)
10. Khalifah Muhammad Fatih II (memerintah untuk kedua kalinya)
11. Khalifah Bayazid II
12. Khalifah Selim Yavuz
13. Khalifah Sulaiman II
14. Khalifah Selim II
15. Khalifah Murad III
16. Khalifah Muhammad III
17. Khalifah Ahmad I
18. Khalifah Musthafa I
19. Khalifah Murad IV
20. Khalifah Ibrahim
21. Khalifah Muhammad IV
22. Khalifah Sulaiman III
23. Khalifah Ahmad II
24. Khalifah Musthafa II
25. Khalifah Ahmad III
26. Khalifah Mahmud I
27. Khalifah Utsman III
28. Khalifah Musthafa III
29. Khalifah Abdul Hamid I
30. Khalifah Selim III
31. Khalifah Musthafa IV
32. Khalifah Mahmud II
33. Khalifah Abdul Majid I
34. Khalifah Abdul Aziz
35. Khalifah Murad V
36. Khalifah Abdul Hamid II
37. Khalifah Muhammad V
38. Khalifah Muhammad VI
39. Khalifah Abdul Majid II
Tokoh Nasionalis Musthafa Kemal Attaturk yang sekuler kemudian menyingkirkan khalifah terakhir
Dinasti Otsmaniyah ini dan pada 1924 tercatat sebagai pembubaran sistem kekhalifahan Sunni.
Kemudian beberapa pemerintahan Islam di Jazirah India seperti Delhi, Benggala, Lahore, Gaur, serta
lain-lain sifatnya hanya nasional dengan wilayah kekuasaan sebatas negara dan hanya mengurus hal
keduniawian sekuler.
Jadi segala sistem kekhilafahan ini sudah lenyap dari bulan Maret 1924 M. Presiden Turki Mustafa
Kemal Attaturk, kepala negara Turki mengumumkan dihapuskannya jabatan khilafah di negaranya, dan
gemanya berkumandang ke seluruh penjuru dunia Islam sampai saat ini.

Anda mungkin juga menyukai