Anda di halaman 1dari 4

IDENTITAS BUKU PEMBANDING

Judul Bab : PENTINGNYA PENGUASAAN IPTEK

Penulis : Taufik, M.Si., Ph.D., Dr. Sudarno Shobron, M.Ag. dan Dr.
Mutohharun Jinan, M.Ag.

Penerbit : Lembaga Pengembangan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan


(LPIK) Universitas Muhammadiyah Surakarta

Kota Terbit : Surakarta

Tahun Terbit : 2016

Cetakan :1

Jumlah Halaman : 166

ISBN : 978-602-361-046-4
BAB 4

PENTINGNYA PENGUASAAN IPTEK

A. ISYARAT AL-QUR’AN TENTANG PENTINGNYA PENGUASAAN IPTEK


Dalam al-Quran banyak sekali disebutkan ayat-ayat yang mendorong umat Islam untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan. Kalau dilakukan penelusuran secara seksama, paling
tidak ditemukan tujuh i’tibar dalam bidang iptek yang terdapat dalam al Qur’an, yaitu:
1.Penggalian lubang di tanah, menguburkan mayat dan menimbuninya, seperti yang
dipelajari Qabil dari perbuatan gagak, setelah ia membunuh saudara kandungnya, si Habil
(Q.S. al-Mai dah/5:30-31).
2.Pembuatan, melayarkan dan melabuhkan kapal oleh Nabi Nuh a.s. pada masa menjelang
waktu air bah datang, sehingga terjadi banjir besar. Nabi Nuh dan umatnya yang setia
selamat dari banjir tersebut (Q.S. Hud/11:36-44).
3.Menyucikan, meninggikan pondasi, dan membangun Baitullah oleh Nabi Ibrahim a.s.,
dibantu oleh Ismail (Q.S. al-Baqarah/ 2:124- 132).
4. Pengelolaan sumber daya alam dan hasil bumi oleh Nabi Yusuf (Q.S. Yusuf/12:55-56)
5. Pelunakan besi dan pembuatan baju besi, serta pengendalian dan pemanfaatan bukit-bukit
dan burung-burung oleh Nabi Daud (Q. S. al-Anbiya’/21:80 dan Saba’J34:10-11).
6. Komunikasi dengan burung, semut dan jin, pemanfaatan tenaga angin untuk transportasi,
pemanfaatan tenaga burung untuk komunikasi, mata-mata untuk tentara, pemanfaatan
naga jin untuk tentara, penyelam laut, membangun konstruksi bangunan, patung, kolam dan
pencairan tembaga oleh Nabi Sulaiman (Q.S. al-Anbiya’/21:81-82, al-Naml/27:15-28,
Saba’/34:12-13, dan Shad/38:34-40).
7.Penyembuhan orang buta, berpenyakit lepra, dan telepati oleh Nabi Isa a.s. (Q.S. Ali
Imran/3:49-50 dan al-Maidah/4:110).
Beberapa informasi Qur’ani itu, mestinya iptek bukanlah hal yang asing bagi umat
Islam. Karena peristiwa sejarah masa lalu itu tetap memiliki nilai kegunaan yang tinggi bagi
umat sesudahnya. Sejarah bukan sustu peristiwa statis yang hanya dinikmati, dirasakan dan
diambil oleh pelaku dan masyarakat sezamannya, melainkan sejarah sesuatu yang ilinamis,
yang dapat diambil hikmah dan nilai. Maka sejarah itu harus dihadirkan, direfleksikan ke
masa kini dan masa depan.
Selain itu, dalam ayat-ayat yang lain sebagaimana banyak dising gung pada pembahasan
di awal, ditemukan ayat-ayat yang mendo rong manusia untuk menguasai iptek. Karena
bagaimana pun juga, iptek sangat dibutuhkan dalam memajukan kehidupan manusia. Iptek
akan terus berkembang seirama tingkat daya intelektualitas manusia dalam merespon dan
meramalkan kemungkinan atau kecenderungan kehidupan manusia masa depan.
Ahmad Watik Pratiknya dan Muhammadi, keduanya aktif dalam Persyarikatan
Muhammadiyah, menangkap respon umat Islam dalam mensikapi perkembangan iptek
walaupun dengan redaksi yang ber beda, tetapi tetap dalam substansi yang sama.
Menurutnya, ada dua sikap yakni: (1) melihat berbagai perkembangan iptek dan kecen
derungannya secara utopistik, oportunistik berlebihan, dan berangga pan mestinya begitulah
kehidupan moderen. Mereka menganggap Iptek sebagai variabel perubahan yang bersifat
mutlak dan dominan. (2) melihat berbagai perkembangan iptek dan kecenderungannya
secara distopistik, pesimis dan cemas berlebihan. Mereka melihat perkembangan iptek
sebagai sumber bencana bagi masa depan manu sia, dan penuh dengan kekhawatiran Iptek
akan mencerabut ke budayaan manusia dari akarnya, mencerabut nilai-nilai kemanusiaan
yang luhur.
B. KEWAJIBAN MUSLIM MENGGALI ILMU PENGETAHUAN
Al Islam sebagai agama yang bersumber teks Al-Qur’an dan Assunah Almaqbulah menjadi
subyek dan obyek pemikiran. Dalam pandangan Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA., kedua
sumber pokok Islam ini memainkan peran ganda dalam penciptaan dan pengembangan sains.
Pertama, prinsip-prinsip seluruh sains dipandang kaum Muslim terdapat dalam al-Qur’an.
Dan sejauh pemahaman terhadap al-Qur’an, terdapat pula penafsiran yang bersifat esoteris
(ma’nawi) terhadap Kitab Suci ini, yang memungkinkan tidak hanya pengungkapan misteri-
misteri yang dikandungnya tetapi juga pencarian makna secara lebih mendalam, yang
berguna untuk pembangunan paradigma sains. Kedua, al-Qur’an dan Assunah almaqbulah
menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan sains dengan menekankan kebajikan
dan keutamaan menuntut sains pencarian sains dalam segi apapun berujung pada penegasan
Tauhid-Keunikan dan Keesaan Tuhan.
Karenanya, seluruh metafisika dan kosmologi yang terbit dari kandungan al-Qur’an dan
As-sunah al-maqbulah merupakan dasar pembangunan dan pengembangan sains. Kedua
sumber pokok ini, singkatnya, menciptakan atmosfir khas yang mendorong aktivitas
intelektual dalam konformitas dengan semangat Islam. Dengan watak pandangan dunia
(worldview) inklusif seperti itu, maka tidak aneh kalau spektrum pengembangan sains dalam
Islam menjadi sangat luas. Sebagaimana dibuktikan dalam sejarah, ilmuwan Muslim
menerima warisan sains dari berbagai pihak: sejak dari Yunani. India, Cina dan sebagainya.
Tetapi dalam proses transmissi sains itu ilmuwan Muslim tidak berlaku pasif. Seperti
dikemukakan Nasr dalam Islamic Science: An Illustrated Study (1976, h. 9):

C. SUMBER PENGETAHUAN DAN METODE KEILMUAN


wahyu adalah modus tertinggi pengetahuan dzauqî, produk metode intuitif atau
pendekatan hati. Dengan demikian, sulit dikatakan bahwa wahyu berperan sebagai metode
keilmuan. Wahyu yang merujuk kepada suatu unit pernyataan tertulis—bersifat
transendental karena berasal dari Tuhan—yang memuat penjelasan-penjelasan tentang asal-
usul, hakikat dan tujuan hidup manusia dan alam, serta seperangkat aturan untuk
membimbing tindakan baik individual maupun kolektif (Santoso, 1997: 11-12), lebih tepat
berperan sebagai sumber pengetahuan. Wahyu, dalam bentuk konkritnya Epistemologi Ilmu
Dalam Islam Qur’an dan Hadis, ternyata tidak saja menjadi sumber pengetahuan bagi objek-
objek yang non-fisik, non-material atau metafisik, tetapi juga menjadi sumber pengetahuan
bagi objek-objek yang bersifat fisik, inderawi. Karena, salah satu dari tiga kemukjizatan al-
Qur’an, misalnya, menurut penelitian M. Quraish Shihab (1997: 166-75), adalah isyarat-
isyarat ilmiah yang dikandungnya, seperti isyarat tentang reproduksi manusia [Q.S. al-Najm
(53): 45-46; alWâqi`ah (56): 58-59); al-Qiyâmah (75): 36-39; al-Insân (76): 2], kejadian
alam semesta [Q.S. al-Anbiyâ’ (21): 30; al-Dzâriyât (51): 47; al-Ghâsyiyah (88): 17-18], dan
lain-lain. Lebih dari itu, tengah dikembangkan juga model membangun teori ilmu sosial
dengan menjadikan wahyu, di samping perilaku manusia, sebagai sumber pengetahuan (baca
Safi, 1996: 174-77; Santoso, 1997: 11-15).
Apa yang telah dijelaskan di atas tentang sumber pengetahuan, menurut epistemologi
Islam, sebenarnya pada perspektif praksis pengembangan ilmu. Pada perspektif filosofisnya,
sumber pengetahuan yang esensial adalah Allah karena Dialah pemilik khazanah
pengetahuan yang disebut Al-`Ilm, sehingga salah satu nama Allah adalah Al-`Alîm yang
artinya “Yang Maha Mengetahui [Q.S. al-Mâ’idah (5): 97; al-Mulk (67): 26]. Pengetahuan-
Nya melampaui semua gejala, materi dan alam semesta, baik yang terlihat oleh manusia
maupun yang tidak terlihat [Q.S. al-Hasyr (59): 22]. Manusia yang memperoleh mandat
untuk menjadi khalîfah-Nya di muka bumi dianugerahi ilmu pengetahuan melalui
pemburuan sebagian rahasia khazanah pengetahuan yang disebut Al-`Ilm tadi. Untuk itu,
Allah memberinya daya/sarana untuk memperoleh pengetahuan: indera, imajinasi, akal dan
hati, di samping menampakkan sebagian khazanah pengetahuan-Nya—alQur’an menyebut
penampakan tersebut dengan âyât, tanda atau fenomena/gejala—baik dalam bentuk
fenomena qauliyyah berupa wahyu-Nya yang tersurat dalam al-Qur’an [Q.S. Ali `Imrân (3):
164] maupun dalam bentuk fenomena kawniyyah yang terdapat dalam alam semesta dan diri
manusia sendiri [Q.S. Fushshilat (41): 53] (Santoso, 1992: 13; Cf. al-Attas, 1989: 9-13).

Anda mungkin juga menyukai