Anda di halaman 1dari 42

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG

Kognitif adalah kemampuan berpikir dan memberikan rasional, termasuk proses


mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan. Kognitif memberikan
peran penting dalam intilegensi seseorang, yang paling utama adalah mengingat,
dimana proses tersebut melibatkan fungsi kerja otak untuk merekam dan
memanggil ulang semua atau beberapa kejadian yang pernahh dialami.
Gangguan kognitif yang paling sering ditemui meliputi Demensia dan Delirium.
Banyak orang mensalah artikan antara Demensia, Delirium dan Depresi. Juga
tentang respon kognitif yang maladaptive pada seseorang. Hal ini merupaka tugas
perawat sebagai tenaga professional yang mencakup bio-psiko-sosial yang
memberikan asuhan keperawatan khususnya pada klien dengaan gangguan kognitif
yang akan dibahas oleh kelompok kali ini.

1.2

Rumusan Masalah

1.2.1

Apa pengertian dari gangguan kognitif?

1.2.2

Apa saja macam-macam dari gangguan kognitif?

1.2.3

Apa perbedaan dari delirium, depresi dan demensia?

1.2.4
Apa yang dimaksud dengan classical conditioning dan operant
conditioning?
1.2.5

1.3
1.3.1

Bagaimana peran perawat dalam pemberian terapi kognitif?

Tujuan
Tujuan Umum

Diharapkan untuk dapat memahami tentang asuhan keperawatan jiwa khususnya


pada klien dengan gangguan kognitif.
1.3.2

Tujuan Khusus

1.

Pengertian dari gangguan kognitif

2.

Macam-macam dari gangguan kognitif

3.

Perbedaan dari delirium, depresi dan demensia.

4.

Pengertian classical conditioning dan operant conditioning Stressor

5.

Peran perawat dalam pemberian terapi kognitif

BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1

Pengertian

Kognitif adalah Kemampuan berpikir dan memberikan rasional, termasuk proses


mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan. (Stuart and Sundeen,
1987. Hal.612). Gangguan kognitif erat kaitannya dengan fungsi otak, karena
kemampuan pasien untuk berpikir akan dipengaruhi oleh keadaan otak.
Respon kognitif maladaptif meliputi ketidakmampuan untuk membuat keputusan,
kerusakan memori dan penilaian, disorientasi, salah persepsi, penurunan rentang
perhatian, dan kesulitan berfikir logis. Respon tersebut dapat terjadi secara episodik
atau terjadi terus-menerus. Suatu kondisi dapat reversibel atau ditandai dengan
penurunan fungsi secara progresif tergantung stressor.
2.1.1 Fungsi Otak
a.
Lobus Frontalis. Pada bagian lobus ini berfungsi untuk : Proses belajar :
Abstraksi, Alasan.
b.
Lobus Temporal. Berfungsi untuk : Diskriminasi bunyi, perilaku verbal, dan
berbicara.
c.
Lobus Parietal. Berfungsi untuk : Diskriminasi waktu, fungsi somatic, dan
fungsi motorik.
d.
Lobus Oksipitalis. Berfungsi untuk : Diskriminasi visual, dan diskriminasi
beberapa aspek memori.
e.
Sisitim Limbik. Berfungsi untuk : Perhatian, flight of idea, memori, dan daya
ingat.
Secara umum apabila terjadi gangguan pada otak, maka seseorang akan
mengalami gejala yang berbeda, sesuai dengan daerah yang terganggu yaitu :
a.

Gangguan pada lobus frontalis , akan ditemukan gejala-gejala:

1)

Kemampuan memecahkan masalah berkurang.

2)

Hilang rasa sosial dan moral.

3)

Impilsif.

4)

Regresi.

b.

Gangguan pada lobus temporalis akan ditemukan gejala :

1)

Amnesia.

2)

Dimentia.

c.
Gangguan pada lobus parietalis dan oksipitalis akan ditemukan gejala gejala
yang hampir sama, tapi secara umum akan terjadi disorientasi.
d.
Gangguan pada sistim limbik akan menimbulkan gejala yang bervariasi antara
lain :
1)

Gangguan daya ingat.

2)

Memori.

3)

Disorientasi.

2.2

Jenis Gangguan Kognitif

Gangguan kognitif spesifik yang perlu mendapat perhatian adalah delirium dan
demensia. Tabel berikut menjelaskan karakteristik delirium dan demensia. Depresi
pada lansia seringkali salah didiagnosis sebagai demensia, tabel dibawah dapat
digunakan sebagai acuan.

2.4

2.3

Adaptasi Psikososial

Perbandingan Delirium, Depresi dan Demensia


Perbedaa
n
Awitan

Delirium

Depresi

Demensia

Cepat
(beberapa jam

Cepat (beberapa
minggu sampai

Bertahap
(bertahun-tahun)

sampai
beberapa hari)

beberapa bulan)

Proses
gangguan

Fluktuasi luas;
dapat
berlangsung
terus selama
beberapa
minggu jika
penyebab tidak
diketahui

Mungkin ada
pembatasan diri
atau menjadi
kronik tanpa
pengobatan

Kronik; lambat
namun terus
menurun

Tingkat
kesadaran

Berfluktuasi
dari waspadfa
hingga sulit
untuk
dibangunkan

Normal

Normal

Orientasi

Pasien
disorientasi,
bingung

Pasien mungkin
tampak
disorientasi

Pasien
disorientasi,
bingung

Berfluktuasi

Sedih, depresi,
cemas, rasa
bersalah

Labil, apatis pada


tahap lanjut

Perhatian

Selalu
terganggu

Kesulitan
berkonsentrasi;
menelaah kembali
semua
tindakannya

Mungkin utuh;
pasien dapat
memusatkan
perhatian pada
satu hal untuk
waktu yang lama

Tidur

Selalu
terganggu

Terganggu

Biasanya normal

Perilaku

Pasien agitasi,
gelisah

Pasien mungkin
lelah, apatis,
mungkin agitasi

Pasien mungkin
agitas, apatis,
keluyuran

Pembicara
an

Jarang atau
cepat; pasien
mungkin
inkoheren

Datar, jarang,
mungkin meledakledak; dapat
dimengerti

Jarang atau cepat;


berulang-ulang,
mungkin
inkoheren

Terganggu,
terutama untuk

Bervariasi dari hari


ke hari; lamban

Terganggu,
terutama untuk

Afek

Memori

peristiwa yang
baru saja terjadi

dalam mengingat;
sering defisit
memori jangka
pendek

peristiwa yang
sudah lama terjadi

Kognisi

Gangguan
berfikir

Mungkin tampak
terganggu

Gangguan berfikir
dan menghitung

Isi pikir

Inkoheren,
bingung;
waham;
stereotip

Negatif;
hipokondriasis,
pikiran tentang
kematian;
paranoid

Tidak teratur,
kaya isi pikir,
waham, paranoid

Persepsi

Salah
penafsiran,
ilusi, halusinasi

Terganggu; pasien
mungkin
mengalami
halusinasi
pendengaran;
penafsiran
terhadap orang
lain dan kejadian

Tidak berubah

Penilaian

Buruk

Buruk

Buruk; perilaku
tidak tepat secara
sosial

Daya tilik

Mungkin ada
saat-saat
berfikir jernih

Mungkin
terganggu

Tidak ada

Buruk tetapi
bervariasi;
meningkat saat
berfikir jernih
dan saat
penyembuhan

Kerusakan
memori;
menghitung,
menggambar,
mengikuti perintah
biasanya tidak
terganggu; sering
menjawab Saya
tidak tahu

Secara konsisten
buruk; makin
memburuk; pasien
berupaya
menjawab semua
pertanyaan

Penampila
n pada
penilaian
status
mental

2.4

Diagnosis

2.5

Penanganan Klien Dengan Gangguan Kognitif

Penanganan gangguan jiwa harus dilakukan dengan tepat dan tepat serta
terencana terutama keluarga. Menurut Prof. Sasanto dalam Bali Post (2005), salah
satu titik penting untuk memulai pengobatan adalah keberanian keluarga untuk
menerima kenyataan. Mereka juga harus menyadari bahwa gangguan jiwa itu
memerlukan pengobatan sehingga tidak perlu dihubungkan kepercayaan yang
macam-macam. Terapi bagi penderita gangguan jiwa bukan hanya pemberian obat
dan rehabilitasi medik, namun diperlukan peran keluarga dan masyarakat
dibutuhkan guna resosialisasi dan pencegahan kekambuhan.
2.6.1 Classical Conditioning
Classical conditioning merupakan pengkondisian klasik yang melibatkan stimulus
tak terkondisi (UCS) yang secara otomatis dapat membangkitkan respon berkondisi
(CR), yang sama dengan respon tak berkondisi (UCR) bila diasosiasikan dengan
stimulus tak berkondisi (UCS). Hal inilah yang dinamakan proses pembelajaran yang
dikarenakan asosiasi.
2.6.2 Operant Conditioning
Operant conditioning merupakan salah satu dari dua jenis pengondisian dalam
pembelajaran asosiasi (associative learning). Pembelajaran asosiatif adalah
pembelajaran yang muncul ketika sebuah hubungan dibuat untuk menghubungkan
dua peristiwa. Dalam operant conditoning, individu belajar mengenai hubungan
antara sebuah perilaku dan konsekuensinya. Sebagai hasil dari hubungan asosiasi
ini, setiap individu belajar untuk meningkatkan perilaku yang diikuti dengan
pemberian ganjaran dan mengurangi perilaku yang diikuti dengan hukuman.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian operant conditioning adalah
sebuah bentuk dari pembelajaran asosiatif di mana konsekuensi dari sebuah
perilaku mengubah kemungkinan berulangnya perilaku (King, 2010 :356).
a.

Prinsip Operant Conditioning

1)

Penguatan (reinforcement)

Penguatan adalah proses belajar untuk meningkatkan kemungkinan dari sebuah


perilaku dengan memberikan atau menghilangkan rangsangan. Prinsip penguatan
dibagi menjadi dua, yaitu penguatan positif dan penguatan negatif.
a)

Positive Reinforcement (Penguatan Positif)

Penguatan positif (positive reinforcement) adalah suatu rangsangan yang diberikan


untuk memperkuat kemungkinan munculnya suatu perilaku yang baik sehingga
respons menjadi meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung. Dua
hal penting dalam menggunakan penguatan positif adalah timing (pengaturan
waktu) dan konsistensi dalam pemberian penguatan. Timing (pengaturan waktu) ->
stimulus positif harus diberikan dalam jangka waktu yang singkat mengikuti respon
dari objek. Consistency -> merupakan sifat dasar dari awal proses blajar

berdasarkan jadwal pemberian penguatan positif dimana penguat positif harus


diberikan setelah ada respon dari objek.
b)

Negative Reinforcement (Penguatan Negatif)

Negative Reinforcement adalah peningkatan frekwensi suatu perilaku positif karena


hilangnya rangsangan yang merugikan (tidak menyenangkan). Perbedaan mutlak
penguatan negatif dengan penguatan positif terletak pada penghilangan dan
penambahan stimulus yang sama-sama bertujuan untuk meningkatkan suatu
perilaku yang baik. Dua tipe kondisi penguatan negatif yaitu :
1) Escape Conditioning adalah bentuk penguatan negatif karena sesuatu yang
negatif dihilangkan. Escape conditioning merupakan penguatan perilaku karena
adanya suatu kejadian menghasilkan efek negatif. Beberapa stimulus atau kejadian
yang bilamana dihentikan atau dihilangkan akan meningkatkan atau memelihara
kekuatan respon.
2) Penghindaran (Avoidance conditioning) yaitu respon untuk mencegah sesuatu
yang tidak menyenangkan atau melakukan pencegahan.
2)

Hukuman (Punishment)

Hukuman (punishment) adalah sebuah konsekuensi untuk mengurangi atau


menghilangkan kemungkian sebuah perilaku akan muncul.
a.

Hukuman positif dan hukuman negatif

Dalam hukuman juga terdapat pembagian antara positif dan negatif. Hukuman
positif (positive punishment) dimana sebuah perilaku berkurang ketika diikuti
dengan rangsangan yang tidak menyenangkan, misalnya ketika seseorang anak
mendapat nilai buruk di sekolah maka orangtuanya akan memarahinya hasilnya
anak tersebut akan belajar lebih giat untuk menghindari omelan orangtuanya (akan
kecil kemungkinannya anak tersebut akan mendapatkan nilai jelek). Hukuman
negatif (negative punishment), sebuah perilaku akan berkurang ketika sebuah
rangsangan positif atau menyenagkan diambil.
b.
Permasalahan yang timbul dalam stimulus yang tidak menyenangkan
(Hukuman)
Ada lima permasalahan yang timbul berhubungan dengan penggunaan stimulus
yang tidak menyenangkan berupa hukuman (punishment), yaitu :
1)
Jika seseorang terbiasa menggunakan hukuman yang berat seperti
membentak dengan suara keras, maka seseorang tersebut menjadi contoh orang
yang pemarah dan galak saat menghadapi situasi yang menekan.
2)
Hukuman bisa menimbulkan rasa takut, kemarahan, dan penghindaran.
Hukuman pada dasarnya mengajarkan orang-orang untuk menghindari sesuatu.

Sebagai contoh, pada umumnya murid tidak akan menyukai guru yang suka
menghukum bahkan kemungkinan mereka tidak mau bersekolah lagi.
3)
Seseorang akan mengalami kecemasan dan marah saat mendapat hukuman
sehingga tidak akan berkonsentrasi terhadap tugas mereka selama beberapa
waktu.
4)
Hukuman lebih mengajarkan tentang hal-hal yang tidak boleh dilakukan
dibandingkan dengan hal-hal yang seharusnya dilakukan.
5)
Terkadang hukuman yang dimaksud untuk mengurangi perilaku buruk dapat
berubah menjadi penguat perilaku buruk tersebut. Seseorang berpikir saat
mendapat hukuman dia merasa dirinya lebih diperhatikan atau bahkan
membuatnya menjadi lebih disegani oleh orang-orang disekitarnya.
2.6

Peran Perawat Dalam Terapi Kognitif

Proses keperawatan bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan sesuai


dengan kebutuhan dan masalah klien sehingga mutu pelayanan keperawatan
menjadi optimal. Dalam keperawatan jiwa, perawat memandang manusia secara
holistik dan menggunakan diri sendiri secara terapeutik. Fungsi perawat kesehatan
jiwa adalah memberikan asuhan keperawatan secara langsung dan asuhan
keperawatan secara tiak langsung. Fungsi ini dapat dicapai dengan aktifitas
perawat kesehatan jiwa yaitu :
a.
Memberikan lingkungan terapeutik yaitu lingkungan yang ditata sedemikian
rupa sehingga dapat memberikan perasaan aman, nyaman baik fisik, mental dan
social sehingga dapat membentu penyembuhan pasien.
b.
Bekerja untuk mengatasi masalah klien here and now yaitu dalam
membantu mengatasi segera dan tiak itunda sehingga tidak terjai penumpukan
masalah.
c.
Sebagai model peran yaitu paerawat dalam memberikan bantuan kepada
pasien menggunakan dir sendiri sebagai alat melalui contoh perilaku yang
ditampilkan oleh perawat.
d.
Memperhatikan aspek fisik dari masalah kesehatan klien merupakan hal yang
penting. dalam hal ini perawat perlu memasukkan pengkajian biologis secara
menyeluruh dalam mengevaluasi pasien kelainan jiwa untuk meneteksi adanya
penyakit fisik sedini mungkin sehingga dapat diatasi dengan cara yang tepat.
e.
Memberi pendidikan kesehatan yang ditujukan kepada pasien, keluarga dan
komunitas yang mencakup pendidikan kesehatan jiwa, gangguan jiwa, cirri-ciri
sehat jiwa, penyebab gangguan jiwa, cirri-ciri gangguan jiwa, fungsi dan ugas
keluarga, dan upaya perawatan pasien gangguan jiwa.

f.
Sebagai perantara social yaitu perawat dapat menjadi perantara dari pihak
pasien, keluarga dan masyarakat alam memfasilitasi pemecahan masalah pasien.
g.
Kolaborasi dengan tim lain. Perawat dalam membantu pasien mengadakan
kolaborasi dengan petugas lain yaitu dokter jiwa, perawat kesehatan masyarakat
(perawat komunitas), pekerja social, psikolog, dan lain-lain.
h.
Memimpin dan membantu tenaga perawatan dalam pelaksanaan pemberian
asuhan keperawatan jiwa didasarkan pada management keperawatan kesehatan
jiwa. Sebagai pemimpin diharapkan dapat mengelola asuhan keperawatan jiwa an
membantu perawat yang menjadi bawahannya.
i.
Menggunakan sumber di masyarakat sehubungan dengan kesehatan mental.
Hal ini penting untuk diketahui perawat bahwa sumber-sumber di masyarakat perlu
iidentifikasi untuk digunakan sebagai factor penukung dalam mengatasi masalah
kesehatan jiwa yang ada di masyarakat.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN KOGNITIF
3.1

Pengkajian

a.
Identitas Klien : Meliputi nama, Umur, Jenis Kelamin, Suku, Agama, Alamat,
Pendidikan, Pekerjaan, Tanggal masuk Rumah Sakit, Tanggal Pengkajian, dan
Sumber Data.
b.

Keluhan Utama

c.

Faktor Predisposisi, antara lain :

1)

Gangguan fungsi susunan saraf pusat.

2)

Gangguan pengiriman nutrisi.

3)

Gangguan peredaran darah.

d.

Aspek Fisik / Biologis

e.

Aspek Psikososial

f.

Status Mental

g.

Kebutuhan Persiapan Pulang

h.

Mekanisme Koping

1)

Dipengaruhi pengalaman masa lalu.

2)

Regresi.

3)

Rasionalisasi.

4)

Denial.

5)

Intelektualisasi.

i.

Masalah Psikososial dan Lingkungan

3.2

Diagnosa

1.
Resiko perilaku mencederai diri sendiri dan orang lain berhubungan dengan
gangguan proses pikir.
2.
3.

Gangguan proses pikir berhubungan dengan gangguan otak.

3.3

Intervensi

Aa
Tg
l

No.

Diagnosis

PERENCANAAN

Diagno
sis

Keperawatan

Tujuan

Kriteria Evaluasi

Resiko perilaku
mencederai diri
sendiri dan
orang lain
berhubungan
dengan
gangguan
proses pikir.

TUM : Klien tidak


mencederai diri
sendiri, dan orang
lain.
1.1 Klien mau membalas
salam

1.1.1
nama

1.2 Klien meu menjabat


tangan

1.1.2
Sebutkan nama
perawat sambil jabat tangan

TUK : 1
Klien dapat membina
hubungan saling
percaya

INTERVENSI

1.3 Klien mau menyebutkan


nama

Beri salam/panggil

1.1.3
Jelaskan maksud
hubungan interaksi
1.1.4
Jelaskan tentang
kontrak yang akan dibuat

1.4 Klien mau tersenyum

1.1.5
empati

1.5 Klien mau kontak mata

1.1.6
Lakukan kontak
singkat tapi sering

1.6 Klien mau mengetahui

Beri rasa aman dan

nama perawat
TUK : 2

Gangguan
proses pikir bd
gangguan otak

TUM : Klien dapat


melakukan aktifitas
dengan benar dan
tidak terjadi gangguan
proses pikir
TUK : 1
Pasien akan
memenuhi kebutuhan
biologis dasar

1.1

1.1.1
Pertahankan nutrisi
yang adekuat; pantau asupan
dan keluaran cairan.
1.1.2
Berikan kesempatan
untuk istirahat dan stimulasi.
1.1.3
Bantu ambulasi jika
diperlukan.
1.1.4
Bantu aktivitas
hygiene sesuai kebutuhan.

TUK : 2
Pasien akan aman dari
cedera

2.1.1
Kaji fungsi sensiori
dan persepsi.

2.1.2
Berikan kemudahan
untuk memperoleh kacamata,
alat bantu pendengaran,
tongkat, alat bantu berjalan, dll,
jika diperlukan.
2.1.3
Amati dan jauhkan
dari keadaan yang
membahayakan.

BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan Bahagia serta mampu mengatasi
tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya serta
mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.
Respon kognitif maladaptif adalah ketidakmampuan untuk membuat keputusan,
kerusakan memori dan penilaian, disorientasi, salah persepsi, penurunan rentang
perhatian, dan kesulitan berfikir logis. Macam gangguan kognitif melitputi
Delirium dan Demensia. Terdapat beberapa perbedaan antara Delirium,
Demensia, dan Depresi, terutama pada tingkat kesadaran pasien dimana pasien
dengan delirium dapat mengalami penurunan tingkat kesadaran. Delirum adalah
suatu keadaan proses pikir yang terganggu, ditandai dengan: Gangguan
perhatian, memori, pikiran dan orientasi. Sedangkan demensia adalah suatu
keadaan respon kognitif maladaptif yang ditandai dengan hilangnya kemampuan
intelektual/ kerusakan memori, penilaian, berpikir abstrak.

4.2 Saran
Dengan dibuatnya makalah ini, diharapkan nantinya akan memberikan manfaat
bagi para pembaca terutama pemahaman yang berhubungan dengan klien yang
mengalami gangguan kognitif.

Predisposisi
Respon kognitif pada umumnya merupakan akibat dari gangguan biologis pada
fungsi system saraf pusat. Faktor yang mempengaruhi individu mengalami
gangguan kognitif termasuk :
a.
Gangguan suplai oksigen, glukosa, dan zat gizi dasar yang penting lainnya
keotak
1)

Perubahan vascular arteriosklerotik.

2)

Serangan iskemik sementara

3)

Hemoragik cerebral

4)

Infark Otak kecil multiple

b.

Degenerasi yang berhubungan dengan penuaan

c.

Pengumpulan zat beracun dalam jaringan otak

d.

Penyakit Alzheimer

e.

Virus Imunodefisiensi Manusia (HIV)

f.

Penyakit Hati kronik

g.

Penyakit ginjal kronik

h.

Defisiensi Vitamin (terutama tiamin)

i.

Malnutrisi

j.

Abnormalitas genetic

Gangguan jiwa mayor, seperti skizofrenia, gangguan bipolar, gangguan ansietas,


depresi juga dapat mempengaruhi fungsi kognitif.

III.

Presipitasi

Setiap serangan mayor pada otak cenderung mengakibatkan gangguan fungsi


kognitif, berikut ini merupakan kategori stressor :
1.

Hipoksia

2.
Gangguan metabolic, termasuk hipotiroidisme, hipertiroidisme,
hipoglikemia, hipopituitarisme, dan penyakit adrenal
3.

Toksisitas dan infeksi

4.

Respon yang berlawanan terhadap pengobatan

5.

Perubahan struktur otak, seperti tumor atau trauma

6.

Kekurangan atau kelebihan sensori

IV. Perilaku
Gangguan kognitif spesifik yang perlu mendapat perhatian adalah delirium dan
demensia. Berikut adalah gambar Rentang Respon Kognitif :
RENTANG RESPON KOGNITIF

Respon Adaptif
Ketidaktegasan periodik
Mudah lupa
Kebingungan sementara yg ringan
Kadang salah persepsi
Distraksibilitas
Kadang berfikir tidak jelas

Ketdkampuan untuk membuat keputusan


Kerusakan memori & penilaian
Disorientasi
Salah persepsi serius
Ketdkmampuan untk memfokuskan perhatian
Kesulitan untuk berfikir logis
Tegas
Memori utuh
Orientasi lengkap
Persepsi akurat
Perhatian terfokus
Pikiran Koheren & Logis

Respon Maladaptif

Tabel berikut menjelaskan karakteristik delirium dan demensia untuk tujuan


perbandingan :

Awitan

Proses
gangguan

Tingkat
kesadaran

Delirium

Demensia

Cepat (beberapa jam- beberapa


hari)

Bertahap (bertahuntahun)

Fluktuasi luas; dapat


berlangsung terus selama
beberapa minggu jika penyebab
tidak diketahui.

Kronik; labat namun


terus menurun

Berfluktuasi dari sangat


waspada hingga sulit untuk
dibangunkan.

Normal

Orientasi
Pasien disorientasi, bingung

Pasien disorientasi,
bingung

Berfluktuasi

Labil; apatis pada


tahap lanjut

Selalu terganggu

Mungkin utuh; pasien


dapat memusatkan
perhatian pada satu hal

Afek

Perhatian

Biasanya normal
Tidur

Selalu terganggu
Perilaku

Pasien mungkin agitasi


atau apatis; mungkin
keluyuran

Pasien agitasi, gelisah


Jarang atau cepat;
berulang-ulang;Pasien
mungkin inkoheren
Pembicaraan
Jarang atau cepat; pasien
mungkin inkoheren

Terganggu, terutama
untuk peristiwa yang
baru terjadi

Memori

Kognisi

Terganggu terutama, untuk


peristiwa yang baru terjadi.

Gangguan berfikir &


menghitung

Gangguan berpikir

Tdk teratur, kaya isi


pikir, gangguan
kognitif, paranoid

Tdk berubah
Isi pikir

Inkoheren, bingung; gangguan


kognitif; stereotip
Buruk; perilaku tdk
tepat secara social

Persepsi

Penilaian

Daya tilik

Salah penafsiran, ilusi,


halusinasi

Tdk ada

Buruk

Mungkin ada pada saat berfikir


jernih

Secara konsisten buruk;


makin memburuk;
pasien berupaya
menjawab semua
pertanyaan.

Penampilan
pada
pemeriksaan
status mental

V.

Buruk tetapi bervariasi;


mungkin saat berfikir jernih &
saat penyembuhan

Mekanisme Koping

Cara individu menghadapi secara emosional respon kognitif maladaptive sangat


dipengaruhi oleh pangalaman hidup yang lalu. Individu yang mengembangkan
meknisme koping yang efektif pada masa lalu akan lebih mampu mengatasi
awitan masalah kognitif dari pada individu yang telah mempunyai masalah
koping. Mekanisme koping yang biasa digunakan mungkin berlebihan ketika
individu mencoba beradaptasi terhadap kehilangan kemampuan kognitif.
Karena gangguan perilaku yang mendasar pada delirium adalah perubahan
kesadaran, yang mencerminkan gangguan biologis yang berat dalam otak,
mekanisme koping psikologis pada umumnya tidak digunakan. Dengan demikian,
perawat harus melindungi pasien dari bahaya dan mengganti mekanisme koping
individu dengan tetap mengorientasikan pasien dan mendorongnya menghadapi
realitas.
Perilaku yang menunjukkan upaya seseorang yang mengalami demensia untuk
mengatasi kehilangan kemampuan kognitif dapat meliputi kecurigaan,
bermusuhan, bercanda, depresi, seduktif, dan menarik diri. Mekanisme
pertahanan ego yang mungkin teramati pada pasien yang mengalami gangguan
kognitif meliputi :
1.

Regresi

2.

Penyangkalan

3.

Kompensasi

VI. Asuhan Keperawataner


a.

Pengkajian

Masalah Utama:
1.

Gangguan kognitif terutama demensia dan delirium

2.
Gangguan Fungsi SSP, akibat disfungsi otak, trauma atau cedera pada
otak, akibat putus zat, dl
3.

Perubahan Proses pikir

b.

Diagnosa

Diagnosa Keperawatan NANDA yang berhubungan dengan respon kognitif


maladaptive, (Gail W. Struart) :
1.

Ansietas

2.

Hambatan verbal komunikasi

3.

Akut Konfusi

4.

Kronik Konfusi

5.

Penurunan koping keluarga

6.

Ketidakefektifan koping individu

7.

Resiko jatuh

8.

Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan

9.

Gangguan pemeliharaan rumah

10. Resiko cedera


11. Kerusakan memori
12. Hambatan mobilitas fisik
13. Ketidakefektifan performa peran
14. Defisit perawatan diri;
mandi hygiene;
berpakaian/berhias;
Makan; Eliminasi
15. Persepsi sensori;
Gangguan pendengaran,
kinestetik, pengecapan, peraba, penghidu
16. Gangguan pola tidur
17. Hambatan nteraksi social
18. Isolasi social
19. Gangguan proses pikir
20. Keluyuran

erapi
a.

Medik

Merestrein pasien delirium untuk mempertah


ankan infuse intravena dapat meningkatkan agitasi. Gunakan
restrein hanya jika sangat diperlukan dan jangan pernah meninggalkan pasien
delirium yang direstrein sendirian.
Keefektifan dihidroergotoksin mesilat (Hydergine), salah satu dari dua obat yang
saat ini disetujui oleh FDA untuk mengurangi kemunduran kognitif pada
dimensia, masih dipertanyakan.
Inhibitor asetilkolinesterase (tacrine dan donepezil) adalah obat lain yang
disetujui PDA untuk gangguan ini; obat tersebut menunjukkan manfaat yang
cukup signifikan secara klinis.
Cognitive Behavioral Therapy : Aplikasi dari beragai variasi teori belajar dalam
kehidupan. Tujuannya dalah untuk menolong seseorang keluar dari kesulitannya
dalam berbagai bidang kehidupan dan pengalaman.
Cognitive Behavioral Therapy berfokus pada masalah dan berorientasi pada
tujuan diarahkan pada masalah-masalah yang berkembang pda situasi sekarang
dan saat ini (deals with here and now issues). Memandang individu sebagai
pengambil keputusan utama dalam menyelesaikan masalah.
Ada beberapa teknik kognitif terapi yang harus diketahui oleh perawata jiwa.
Beberapa teknik tersebut antara lain :
1.

Teknik Restukturisasi Kognitif (Restructuring Cognitive)

Teknik ini dimulai dengan cara memperluas kesadaran diri dan mengamati
perasaan dan pemikiran yang mungkin muncul.
2.

Teknik Penemuan fakta-fakta (Qustioning The Evidence)

Perawat jiwa mecoba memfasilitasi klien agar membiasakan menuangkan


pikiran-pikiran abstraknya secara konkrit dalam bentuk tulisan untuk
memudahkan menganalisanya.
3.

Teknik Penemuan Alternatif (Examing Alternatives)

Banyak klien melihat bahwa masalah terasa sangat berat karena tidak adanya
alternative pemecahan lagi. Latihan menemukan dan mencari alternativealternatif pemecahan masalah klien bias dilakukan dengan bantuan perawat.
4.

Dekatastropik (decatastrophizing)

Teknik ini dikenal juga dengan teknik bila dan apa (the what-if then). Hal ini
meliputi upaya menolong klien untuk melakukan evaluasi terhadap situasi

dimana klien mencoba memandang masalahnya secara berlebihan dari situasi


alamiah untuk membantu beradaptasi dengan hal terburuk dengan apa-apa
yang mungkin terjadi.
5.

Reframing

Reframing adalah strategi dalam merubah persepsi klien terhadap situasi atau
perilaku. Hal ini meliputi memfokuskan terhadap Sesutu atau aspek lain dari
asalah atau mendukung klien untuk melihat masalahnya dari sudut pandang
yang lain.
6.

Thought Stopping

Kesalahan berfikir seringkali menimbulkan dampak seperti bola salju bagi klien.
Awalnya masalh tersebut kecil, tetapi lama kelamaan menjadi sulit dipecahkan.
Teknik berhenti memikirkannya (thought stopping) sangat baik digunakan pada
saat klien memikirkan sesuatu sebagai masalah. Klien dapat menggambarkan
bahwa masalahnya sudah selesai.
7.

Learning New Behavior With Modeling

Modeling adalah strategi untuk merubah perilaku baru dalam meningkatkan


kemampuan dan mengurangi perilaku yng tidak dapat diterima. Sasaran
perilakunya adalah memcahkan masalah-masalah yang disusun dalam beberapa
urutan kesulitannya.
8.

Membentuk pola (shaping)

Membentuk pola perilaku baru oleh perilaku yang diberikan reinforcement.


Setiap perilaku yang diperkirakan sukses dari apa-apa yang diniatkan klien untuk
melakukannya akan diberi pujian atau reinforcement.
9.

Token Economy

Token economy adalah bentuk reinforcement positif yangs sering digunakan


pada kelompok anak-anak atau klien yang mengalai asalah psikiatrik. Hal ini
dilakukan secara konsisten pada saat klien mampu meghindari perilaku buruk
atau melakukan hal yang baik.

10. Role Play


Role play memungkinkan klien untuk belajar menganalisa perilaku salahnya
melalui kegiatan sandiwara yang bias dievaluasi oleh klien dengan
memanfaatkan alur cerita dan perilaku orang lain.
11. Sicoal skill trining
Teknik ini didasari oleh sebuah keyakinan bahwa keterampilan apapun diperoleh
sebagai hasil belajar.

12. Aversion therapy


Aversion therapy bertujuan untuk menghentikan kebiasaan-kebiasaan buruk
klien dengan cara mengaversikan kegiatan buruk tersebut dengan sesuatu yang
tidak disukai.
13. Contingency Contracting
Berfokus pada perjanjian yang dibuat antara therapist dalam hal ini perawata
jiwa dengan klien. Perjanjian dibuat dengan punishment dan reward.
aftar Pustaka
1.
Copel, Linda Carman. 2007. Kesehatan Jiwa dan psikiatri: Pedoman klinis
perawat. EGC : Jakarta
2.

Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa.EGC : Jakarta

3.

Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta

4.

Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Pt. Refika Aditama : Bandung

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GANGGUAN KOGNITIF

Pengertian

Kognitif adalah : Kemampuan berpikir dan memberikan rasional, termasuk proses


mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan. (Stuart and
Sundeen, 1987. Hal.612).
Gangguan kognitif erat kaitannya dengan fungsi otak, karena kemampuan pasien
untuk berpikir akan dipengaruhi oleh keadaan otak .

Fungsi Otak

1. Lobus Frontalis

Pada bagian lobus ini berfungsi untuk : Proses belajar : Abstraksi, Alasan

2. Lobus Temporal

Diskriminasi bunyi

Perilaku verbal

Berbicara

3. Lobus Parietal

Diskriminasi waktu

Fungsi somatic

Fungsi motorik

4. Lobus Oksipitalis

Diskriminasi visual

Diskriminasi beberapa aspek memori

5. Sisitim Limbik

Perhatian

Flight of idea

Memori

Daya ingat

Secara umum apabila terjadi gangguan pada otak, maka seseorang akan
mengalami gejala yang berbeda, sesuai dengan daerah yang terganggu yaitu :

1. Gangguan pada lobus frontalis , akan ditemukan gejala-gejala sbb :

Kemampuan memecahkan masalah berkurang

Hilang rasa sosial dan moral

Impilsif

Regres

2. Gangguan pada lobus temporalis akan ditemukan gejala sbb :

Amnesia

Dimensia

3. Gangguan pada lobus parietalis dan oksipitalis akan ditemukan gejala gejala
yang hampir sama, tapi secara umum akan terjadi disorientasi

4. Gangguan pada sistim limbik akan menimbulkan gejala yang bervariasi antara
lain :

Gangguan daya ingat

Memori

Disorientasi

Pengkajian

a. Faktor Predisposisi

Gangguan fungsi susunan saraf pusat

Gangguan pengiriman nutrisi

Gangguan peredaran darah

b. Faktor Presipitasi

Hipoksia

Anemia hipoksik

Histotoksik hipoksia

Hipoksemia hipopoksik

Iskemia hipoksik

Suplai darah ke otak menurun/berkurang

1. Gangguan metabolisme

Malfungsi endokrin : Underproduct / Overproduct Hormon

Hipotiroidisme

Hipertiroidisme

Hipoglikemia

Hipopituitarisme

2. Racun, Infeksi

Gagal ginjal

Syphilis

Aids Dement Comp

3. Perubahan Struktur

Tumor

Trauma

4. Stimulasi Sensori

Stimulasi sensori berkurang

Stimulasi berlebih

c. Perilaku

Delirum adalah : Suatu keadaan proses pikir yang terganggu, ditandai dengan:
Gangguan perhatian, memori, pikiran dan orientasi
Demensia : Suatu keadaan respon kognitif maladaptif yang ditandai dengan
hilangnya kemampuan intelektual/ kerusakan memori, penilaian, berpikir
abstrak.

Karakteristik Delirium dan demensia

Biasanya tiba-tiba

Biasanya singkat/ < 1 bulan

Racun, infeksi, trauma,

Fluktuasi tingkat kesadaran

Disorientasi

Gelisah

Agitasi

Biasanya perlahan

Biasanya lama dan progressif

Paling banyak dijumpai pada usia & gt; 65 th

Hipertensi, hipotensi, anemia. Racun, deficit vitamin, tumor atropi jaringan


otak

Hilang daya ingat

Kerusakan penilaian

Perhatian menurun

Perilaku sosial tidak

Ilusi

Halusinasi

Pikiran tidak teratur

Gangguan penilaian dan pengambilan keputusan

Afek labil

Sesuai

Agitasi

d. Mekanisme koping

Dipengaruhi pengalaman masa lalu

Regresi

Rasionalisasi

Denial

Intelektualisasi

e. Sumber Koping

Pasien

Keluarga

Teman

Diagnosa Keperawatan

Anxietas

Komunikasi, kerusakan verbal

Resiko tinggi terhadap cedera

Sindrom defisit perawatan diri ( mandi,/kebersihan diri, makan,


berpakaian, berhias, toileting

Perubahan sensori/perseptual ( penglihatan, pendengaran, pengecapan,

perabaan, dan penghidu)

Gangguan pola tidur

Perubahan proses pikir ( Stuart and Sundeen, 1995.hal 556 )

a. Gangguan proses pikir berhubungan dengan gangguan otak ditandai dengan :

Interpretasi lingkungan yang tidak akurat

Kurang memori saat ini

Kerusakan kemampuan memberikan rasional

Konfabulasi

b. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan :

Ketakutan

Disorientasi yang ditandai dengan perilaku agitasi

c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan :

Kerusakan kognitif

Kehilangan memori saat ini

Konfabulasi

Intervensi Keperawatan

a. Identifikasi hasil :

Pasien dapat mencapai fungsi kognitif yang optimal

b. Prioritas :

Menjaga keselamatan hidup

Pemenuhan kebutuhan bio-psiko-sosial

Libatkan keluarga

Pendidikan kesehatan mental

c. Usaha perawatan :

Memfungsikan pasien seoptimal mungkin sesuai kemampuan pasien

Implementasi Keperawatan

1. Intervensi Delirium :

a. Kebutuhan Fisiologis

Prioritas : menjaga keselamatan hidup

Kebutuhan dasar dengan mengutamakan nutrisi dan cairan

Jika pasien sangat gelisah perlu :

Pengikatan untuk menjaga therapi, tapi sedapat mungkin harus

dipertimbangkan dan jangan ditinggal sendiri

Gangguan tidur : Kolaborasi pemberian obat tidur, Gosok punggung, Beri


susu hangat, Berbicara lembut, Libatkan keluarga, Temani menjelang
tidur, Buat jadwal tetap untuk bangun dan tidur, Hindari tidur diluar jam
tidur, Mandi sore dengan air hangat, Hindari minum yang dapat mencegah
tidur seperti : kopi, dll, Lakukan methode relaksasi seperti : napas dalam

b. Disorientasi :

Ruangan yang terang

Buat jam, kalender dalam ruangan

Lakukan kunjungan sesering mungkin

Orientasikan pada situasi lingkungan

Beri nama/ petunjuk/ tanda yang jelas pada ruangan/ kamar

Orientasikan pasien pada barang milik pribadinya ( kamar, tempat tidur,


lemari, photo keluarga, pakaian, sandal ,dll)

Tempatkan alat-alat yang membantu orientasi massa

Ikutkan dalam therapi aktifitas kelompok dengan program orientasi realita


(orang, tempat, waktu).

c. Halusinasi

Lindungi pasien dan orang lain dari perilaku merusak diri

Ruangan : Hindari dari benda-benda berbahaya, Barang-barang seminimal


mungkin

Perawatan 1 1 dengan pengawasan yang ketat

Orientasikan pada realita

Dukungan dan peran serta keluarga

Maksimalkan rasa aman

Sikap yang tegas dari pemberi/ pelayanan perawatan (konsisten)

d. Komunikasi

Pesan jelas

Sederhana

Singkat dan beri pilihan terbatas

e. Pendidikan kesehatan

Mulai saat pasien bertanya tentang yang terjadi pada keadaan

sebelumnya

Seharusnya perawat harus harus tahu sebelumnya tentang : Masalah


pasien, Stressor, Pengobatan, Rencana perawatan, Usaha pencegahan,
Rencana perawatan dirumah

Penjelasan diulang beberapa kali

Beri petunjuk lisan dan tertulis

Libatkan anggota keluarga agar dapat melanjutkan perawatan dirumah


dengan baik sesuai rencana yang telah ditentukan

2. Intervensi Demensia :

a. Orientasi

Tujuan : Membentuk pasien berfungsi dilingkungannya

Tulis nama petugas pada kamar pasien jelas, besar, sehingga dapat dibaca
pasien

Orientasikan pada situasi lingkungan

Perhatikan penerangan terutama dimalam hari

Kontak personal dan fisik sesring mungkin

Libatkan dalam kegiatan T.A.K

Tanamkan kesadaran : Mengapa pasien dirawat, Memberikan percaya diri,


Berhubungan dengan orang lain, Tanggap situasi lingkungan dengan
menggunakan panca indera, Interaksi personal

Identifikasi proses pulang

b. Komunikasi

Membina hubungan saling percaya : Umpan balik yang positif, Tentramkan


hati, Ulangi kontrak, Respek, pendengaran yang baik, Jangan terdesak,
Jangan memaksa

Komunikasi verbal : Jelas, Ringkas, Tidak terburu buru

Topik percakapan dipilih oleh pasien

Topik buat spesipik

Waktu cukup untuk pasien

Pertanyaan tertutup

Pelan dan diplomatis dalam menghadapi persepsi yang salah

Empati

Gunakan tehnik klarifikasi

Summary

Hangat

Perhatian

c. Pengaturan koping

Koping yang selama dipakai ini yang positif positif dimaksimalkan dan
yang negatif diminimalkan

Bantu mencari koping baru yang posistf

d. Kurangi agitasi

Didorong melakukan sesuatu yang tidak biasa dan tidak jelas

Beri penjelasan

Beri pilihan

Penyaluran energi : Perawatan mandiri, Menggunakan kekuatan dan


kemampuan dengan tepat, misalnya berolahraga

Saat agitasi : Tetap senyum, Tunjukkan sikap bersahabat, Empati

e. Keluarga dan masyarakat

Siapkan keluarga untuk menerima keadaan pasien

Siapkan fasilitas dalam berinteraksi dengan dimasyarakat

Perlu bantuan dalam merawat 24 jam dirumah, yang diprogramkan


melalui : Puskesmas, Pos-pos pelayanan kesehatan dirumah sakit

f. Farmakologi

Tergantung penyebab gangguan, seperti : Penyakit Alzheimers

Pada orang tua harus hati-hati, karena keadaan yang sensitive

g. Wandering

Perilaku yang harus diperhatikan oleh pemberi perawatan

h. Therapeutik Milieu

Stimulasi kognitif

i. Intervensi interpersonal

Psychotherapi

Life review therafi

Untuk menyelesaikan masalah yang melibatkan individu dan kelompok


dengan saling menceritakan riwayat hidup latihan dan terafi kognitif

Therapi relaksasi

Kelompok pendukung dan konseling

j. Gangguan daya ingat

Mulai percakapan dengan menyebut nama anda dan panggil nama pasien

Hindarkan konfrontasi atas pernyataan pasien yang salah

Penataan barang pribadi jangan dirubah

Lakukan program orientasi

Daftar Pustaka
1. Fortinash, C.M, dan Holloday, P.A. (1991). Psychiatric nursing care plan.
St.Louis : Mosby year book
2. Keltner, N.L, Schueke, L.H dan Bostrom, CE (1991). Psychiatric nursing :a
psycho therapeutic management approach. St. Louis : Mosby year book
3. Stuart, Gw. and Sundeen S.J (1995). Perbandingan Delirium, Depresi dan
Demensia.St.louis : Mosby year book
4. Stuart, Gw. And Sundeen S.J (1995). Pendidikan Kesehtan Keluarga . St.
Louis Mosby Year book
5. Stuart, Gw. And Sundeen S,J (1987). Petunjuk Komunikasi dengan Pasien
Demensia.St. Louis Mosby year Book

6. Towsend, M.C (1993). Psychiatric Mental Health Nursing : Concept of


Care .Philadelphia, 2nd, Davis Company.
7. Wilson, H.S, and Kneils, C.R . (1992). Psychiatric Nursing . California :
Addison
Gangguan Persepsi
PERSEPSI
Persepsi didefinisikan sebagai proses pengolahan mental secara sadar untuk
mengorganisir dan menginterpretasikan stimulus sensorik. Semua persepsi
melibatkan impuls-impuls dalam sistem saraf yang merupakan hasil dari
stimulasi fisik terhadap organ-organ sensorik. Intensitas sensasi dan persepsi
dipengaruhi oleh tingkat kewaspadaan (vigilance) dan perhatian (attention).
Perhatian / fokus yang sangat tinggi seperti saat kita sedang berkonsentrasi
secara intens atau hipnotis dapat berakibat pada sensasi atau persepsi akut
yang tidak biasa hiperesthesia, hiperacusis, atau akuitas visual yang luar biasa.

Pada keadaan defisit sensorik seperti pada orang buta, tuli, maupun anestesia,
terjadi gangguan persepsi, namun persepsi masih dapat terjadi karena individu
biasanya menerima informasi mengenai suatu objek melalui beberapa modalitas
sensoris secara bersamaan.

Manusia biasa beroperasi pada average expectable environment dimana tipe


dan tingkat input sensorik sesuai dengan yang diharapkan. Stimulus yang
belebihan atau tidak adekuat pada modalitas sensorik, tingkat input yang luar
biasa intens, atau presentasi dari rangsangan novel yang sama sekali berbeda
dari yang pernah dialami sebelumnya oleh seorang individu dapat memicu
terjadinya distorsi persepsi pada sebagian besar manusia normal. Sebagai
contoh, deprivasi sensori total pada suatu lingkungan artifisial yang terkontrol
dapat menimbulkan ilusi auditori dan visual serta halusinasi.

Seorang indvidu pada umumnya menunjukkan persepsi yang selektif terhadap


dunia, tergantung pada apa yang penting/menonjol pada saat ini dan ada pada
memori, fantasi, emosi, dan nilai-nilai individu tersebut. Seorang wanita yang
sedang hamil lebih mungkin untuk melihat bayi yang ada di sekitar mereka
dibandingkan orang lain yang tidak disibukkan dengan hamil dan melahirkan
anak.

ILUSI

Ilusi didefinisikan sebagai distorsi perseptual dalam mengestimasi ukuran,


bentuk, dan hubungan spasial yang umum terjadi bahkan tanpa adanya
gangguan psikiatri, terutama ketika seorang sangat lelah atau sangat
terangsang. Ilusi merupakan misinterpretasi dari stimuli sensorik yang nyata
seperti ketika seorang anak kecil dalam kamarnya yang gelap di malam hari
melihat monster dari bayangan-bayangan di dinding.

Pareidolia adalah sebuah ilusi visual volunter bersifat ambigu dan aneh yang
dapat dilihat ketika seorang melihat suatu gambar atau benda tertentu (awan,
api, dll). Onset dan terminasi dari persepsi ini sepenuhnya bersifat volunter.

Trailing adalah persepsi bahwa suatu objek terus bergerak diikuti sebuah after
image dari benda tersebut. Fenomena ini biasa terjadi pada individu yang
kelelahan atau intoksikasi mariyuana dan mescaline.

Sumber : http://2.bp.blogspot.com/0ewMnU0xgGc/TigfPEnMsPI/AAAAAAAAAb8/bmiw1oBzVE8/ s1600/ pareidoliadog.jpg

Sumber : http://farm2.static.flickr.com/1023/1400347678_5c4d9b14c1.jpg

HALUSINASI
Halusinasi merupakan persepsi yang timbul pada keadaan sadar atau bangun
tanpa adanya stimulus sensorik yang berhubungan. Halusinasi biasa dialami
secara privat dimana orang lain tidak dapat melihat atau mendengar persepsi
yang sama. Halusinasi dapat menyerang sistem sensorik manapun dan
terkadang terjadi bersamaan pada beberapa modalitas sensorik. Saat persepsi
terganggu, kombinasi ilusi dan halusinasi, dan sering bersama dengan delusi,
dialami bersamaan. Pada beberapa studi, 90% pasien dengan halusinasi juga
mengalami delusi dan sekitar 35% pasien delusi juga megalami halusinasi. Anakanak dan dewasa muda lebih sering menderita halusinasi tanpa delusi.

Halusinasi dialami oleh banyak orang normal pada kondisi yang tidak biasa.
Diestimasikan 10-27% populasi pernah mengalami halusinasi yang memorabel,
umumnya halusinasi visual.

Halusinasi Visual
Halusinasi jenis ini merupakan halusinasi yang paling umum dimaksud oleh
orang yang mengalami halusinasi. Termasuk di sini fenomena melihat sesuatu
yang tidak ada atau persepsi visual yang tidak sesuai dengan realitas. Halusinasi
visual terjadi pada banyak kelainan neurologis dan psikiatri termasuk sindrom
putus obat, toksisitas, lesi fokal SSP, migraine, schizophrenia, dan kelainan mood
psikotik.

Halusinasi Auditori
Halusinasi auditori (paracusia) merupakan persepsi mendengar suara-suara
tanpa adanya stimulus eksternal. Komplekstisitasnya bervariasi dari hanya
mendengarkan suara berputar atau bisikan yang tidak jelas sampai
mendengarkan diskusi beberapa orang mengenai pasien tersebut. Halusinasi
auditori simple secara umum berhubungan dengan psikosis organik seperti
delirium, kejang parsial kompleks, dan enselofati metabolik. Secara klasik
halusinasi auditori dihubungkan dengan schizophrenia (terlihat pada 60-90%
pasien) namun juga dapat terlihat pada pasien kelainan mood psikotik. 20% dari
pasien manik dan kurang dari 10% pasien depresi juga mengalami halusinasi
auditori.

Terdapat 3 jenis halusinasi auditori yang secara umum diasosiasikan dengan


schizophrenia yaitu (1) suara yang berkata apa yang pasien sedang pikirkan; (2)
suara yang memberikan komentar mengenai apa yang pasien lakukan; dan (3)
diskusi antar 2 orang atau lebih mengenai pasien. Halusinasi suara yang terjadi
pada pasien schizophrenia umumnya berada pada mood netral namun pada
pasien dengan kelainan mood biasanya konsisten sesuai dengan moodnya. Pada
pasien depresi psikotik, suara yang terdengar dapat bersifat kritis dan sadistik,
sedangkan pada pasien mania suara biasanya menunjukkan spesialisasi dari
pasien.

Selain itu juga ada halusinasi suara yang bersifat memberi perintah pada pasien.
Biasanya perintah yang diberikan bersifat mengingatkan kegiatan sehari-hari
seperti Bersihkan meja namun suara tersebut juga dapat bersifat menakutkan
dan berbahaya seperti memerintahkan aksi kejahatan dan bunuh diri. Suarasuara ini umumnya bersifat memaksa dan persisten; dan kapabilitas pasien
untuk mengacuhkan suara ini berbeda-beda.

Halusinasi Olfaktori

Halusinasi olfaktori (phantosmia) merupakan fenomena mencium bau dari


sesuatu yang tidak ada. Umumnya bau yang tercium merupakan bau-bau yang
tidak menyenangkan seperti bau busuk dan lain-lain. Phantosmia sering
diakibatkan oleh kerusakan pada jaringan nervus pada sistem olfaktori yang
dapat disebabkan oleh berbagai hal (infeksi, tumor, trauma, toksik, dan obatobatan). Halusinasi olfaktori juga dapat muncul pada beberapa kasus terkait
imajinasi asosiatif seperti ketika menonton film roman dimana seorang pria
memberikan mawar pada wanita dan penonton merasakan bau mawar.

Halusinasi Taktil
Halusinasi taktil merupakan halusinasi adanya input sensori taktil. Salah satu
jenis halusinasi taktil yang paling sering adalah formikasi dimana pasien
merasakan sensasi serangga merayap pada kulit dan biasanya diasosiasikan
dengan penggunaan kokain dan amphetamine jangka panjang atau withdrawal
dari alkohol. Namun formikasi juga dapat terjadi akibat dari perubahan hormonal
seperti menopause atau kelainan seperti neuropati perifer, demam tinggi, Lyme
disease, dll.

Halusinasi Gustatorik
Halusinasi tipe ini meruapkan persepsi adanya rasa tanpa stimulus. Halusinasi ini
biasanya bersifat tidak nyaman dan umum terjadi pada pasien dengan epilepsi
fokal terutama epilepsi lobus temporal. Regio otak yang bertanggungjawab pada
halusinasi gustatorik adalah daerah insula dan bagian atas dari fisura Sylvian.

Halusinasi Hipnagogik dan Hipnopompik


Halusinasi ini merupakan halusinasi yang sangat umum terjadi biasanya berupa
halusinasi visual yang terjadi pada momen akan tidur atau transisi dari tidur
menjadi bangun. Halusinasi ini dapat terjadi pada orang normal dan juga
merupakan karakteristik dari orang yang mengalami narcolepsy. Pada kehilangan
yang akut, lebih dari 50% pasangan melaporkan adanya halusinasi suara
maupun kehadiran dari pasangan yang telah meninggal dan pada amputasi,
halusinasi bayangan ekstremitas umum terjadi.
Pengertian Persepsi

Kehidupan individu sejak dilahirkan tidak lepas dari interaksi dengan lingkungan
fisik maupun lingkungan sosial. Dalam interaksi ini, individu menerima rangsang
atau stimulus dari luar dirinya.

Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses
pengindraan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indra, kemudian
individu ada perhatian, lalu diteruskan ke otak, dan baru kemudian individu
menyadari tentang sesuatu yang dinamakan persepsi. Dengan persepsi individu
menyadari dapat mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada di sekitarnya
maupun tentang hal yang ada dalam diri individu yang bersangkutan.

PENGERTIAN
a. Persepsi adalah proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap
rangsang yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan
sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri
individu (Bimo Walgito,2001)
b. Persepsi ialah daya mengenal barang, kualitas atau hubungan, dan perbedaan
antara hal ini melalui proses mengamati, mengetahui, atau mengartikan setelah
pancaindranya mendapat rangsang (Maramis, 1999).
Dengan demikian, persepsi dapat diartikan sebagai proses diterimanya rangsang
melalui pancaindra yang didahului oleh perhatian sehingga individu mampu
mengetahui, mengartikan, dan menghayati tentang hal yang diamati, baik yang
ada di luar maupun dalam diri individu.

MACAM-MACAM PERSEPSI
Ada dua macam persepsi, yaitu:
External perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsang
yang datang dari luar diri individu.
Self-perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rang-sang yang
berasal dari dalam diri individu. Dalam hal ini yang menjadi objek adalah dirinya
sendiri.

GANGGUAN PERSEPSI (DISPERSEPSI)


Dispersepsi adalah kesalahan atau gangguan persepsi.

Penyebab
Gangguan otak karena kerusakan otak, keracunan, obat halusinogenik;
gangguan jiwa, seperti emosi tertentu yang dapat mengakibatkan ilusi, psikosis
yang dapat menimbulkan halusinasi; dan pengaruh lingkungan sosio-budaya,

sosio-budaya yang berbeda menimbulkan persepsi berbeda atau orang yang


berasal dari sosio-budaya yang berbeda.

Macam-Macam Gangguan Persepsi


Menurut Maramis (1999), terdapat 7 macam gangguan persepsi, yaitu:
halusinasi, ilusi, depersonalisasi, derealisasi, gangguan somatosensorik pada
reaksi konversi, gangguan psikologi dan agnosia.

Halusinasi atau mava


Halusinasi adalah pencerapan (persepsi) tanpa adanya rangsang apapun pada
pancaindra seseorang, yang terjadi pada keadaan sadar/bangun dasarnya
mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun histerik (Maramis, 1990).
Oleh karena itu, secara singkat halusinasi adalah persepsi atau pengamatan
palsu.

Jenis-jenis halusinasi:
a. Halusinasi penglihatan (halusinasi optik):

Apa yang dilihat seolah-olah berbentuk: orang, binatang, barang, atau


Benda.

Apa yang dilihat seolah-olah tidak berbentuk: sinar, kilatan, atau pola
cahaya.

Apa yang dilihat seolah-olah berwama atau tidak berwama.

b. Halusinasi auditif/halusinasi akustikHalusinasi yang seolaholah mendengar


suara manusia, suara hewan, suara barang, suara mesin, suara musik, dan suara
kejadian alami.
c. Halusinasi olfaktorik (halusinasi penciuman)Halusinasi yang seolah-olah
mencium suatu bau tertentu.
d. Halusinasi gustatorik (halusinasi pengecap)Halusinasi yang seolah-olah
mengecap suatu zat atau rasa tentang sesuatu yang dimakan.
e. Halusinasi taktil (halusinasi peraba)Halusinasi yang seolah-olah merasa
diraba-raba, disentuh, dicolek-colek, ditiup, dirambati ulat, dan disinari.
f. Halusinasi kinestik (halusinasi gerak)Halusinasi yang seolah-olah merasa
badannya bergerak di sebuah ruang tertentu dan merasa anggota badannya
bergerak dengan sendirinya.

g. Hal usinasi viseralHalusinasi alat tubuh bagian dalam yang seolah-olah ada
perasaan tertentu yang timbul di tubuh bagian dalam (mis. lambung seperti
ditusuk-tusuk jarum).
h. Halusinasi hipnagogikPersepsi sensorik bekerja yang salah yang terdapat
pada orang normal, terjadi sebelum tidur.
i. Halusinasi hipnopompikPersepsi sensorik bekerja yang salah, pada orang
normal, terjadi tepat sebelum bangun tidur.
j. Halusinasi histerikHalusinasi yang timbul pada neurosis histerik karena
konflik emosional.
Isi halusinasi adalah terra halusinasi dan interprestasi pasien tentang
halusinasinya, seperti mengancam, menvalahkan. Keagamaan, menghinakan,
kebesaran,seksual, membesarkan hati, membujuk atau hal-hal yang baik.
Hal-hal yang dapat menimbulkan halusinasi adalah skizofrenia, psikosis
fungsional, sindrom otak organik (S00), epilepsi, neurosis histerik, intoksikasi
atropin atau kecubung, dan zat halusinogenik.

Ilusi adalah interpretasi yang salah atau menyimpang tentang penyerapan


(persepsi) yang sebenamya sungguh-sungguh terjadi karena adanya rangsang
pada pancaindra.
Secara singkat ilusi adalah persepsi atau pengamatan yang menyimpang.
Contoh:

Bayangan daun pisang dilihatnya seperti seorang penjahat.

Bunyi angin terdengar seperti ada seseorang memanggil namanya.

Suara binatang di semak-semak, terdengar seperti ada tangisan bayi.

Depersonalisasi ialah perasaan yang aneh tentang dirinya atau perasaan


bahwa pribadinya sudah tidak seperti biasa lagi, tidak menurut kenyataan atau
kondisi patologis yang seseorang merasa bahwa dirinya atau tubuhnya sebagai
tidak nyata.
Contoh:
a.

Perasaan bahwa dirinya seperti sudah di luar badannya.

b.

Perasaan bahwa kaki kanannya bukan kepunyaannya lagi.

Derealisasi ialah perasaan aneh tentang lingkungan di sekitar dan tidak


menurut kenyataan sebenarnya (mis. segala sesuatu dirasakan seperti dalam
mimpi).

Gangguan somatosensorik pada reaksi konversi, secara harfiah soma


artinya tubuh, dan sensorik artinya mekanisme neuroligis yang terlibat dalam
proses pengindraan dan perasaan. Jadi, somatosensorik adalah suatu keadaan
menyangkut tubuh yang secara simbolik menggambarkan adanya suatu konflik
emosional.

Contoh:
a. Anestesia, yaitu kehilangan sebagian atau keseluruhan kepekaan indra
peraba pada kulit.
b. Parestesia, yaitu perubahan pada indra peraba, seperti ditusuktusuk jarum, di
badannya ada semut berjalan, kulitnya terasa tebal
c. Gangguan penglihatan atau pendengaran.
d. Makropsia (megalopsia), yaitu melihat benda lebih besar dari keadaan
sebenarnya bahkan kadang-kadang terlalu besar sehingga menakutkan.
e.

Mikropsia, yaitu melihat benda lebih kecil dari sebenarnya.

Gangguan psikofisiologik ialah gangguan pada tubuh yang disarafi oleh


susunan saraf yang berhubungan dengan kehidupan (nervus vegitatif) dan
disebabkan oleh gangguan emosi.
Contoh:
Gangguan ini mungkin terjadi pada:
a. Kulit: radang kulit (dermatitis), biduran (urtikaria), gatal-gatal (pruritis), dan
banyak cairan pada kulit (hiperhidrosis).
b. Otot dan tulang: otot tegang sampai kaku (tension headache), otot tegang dan
kaku di punggung (lowback pain).
c. Alat pernapasan: sindrom hiperventilasi (bernapas berlebihan yang
mengakibatkan rasa pusing, kepala enteng, parestesia pada tangan dan sekitar
mulut, merasa berat di dada, napas pendek, perut gembung, tetani, dan asthma
bronchiale.
d. Jantung dan pembuluh darah: debaran jantung yang cepat (palpitasi), TD
meningkat (hipertensi), dan vascular headache.
e. Alat pencernaan: lambung perih, mual dan muntah, kembung (meteorisme),
sembelit (konstipasi), dan mencret (diare).
f. Alat kemih dan alat kelamin: sering berkemih, ngompol (enuresis),
memancarkan air mini secara dini (evaculation precox), hubungan seksual yang
sakit pada wanita (dispareunia), sakit waktu menstruasi (dismenore), tidak
mampu menikmati rangsangan seksual pada wanita (frigiditas), dan impoten.

g. Mata: mata berkunang-kunang dan telinga berdenging (tinitus).


Agnosia adalah ketidakmampuan untuk mengenal dan mengartikan persepsi,
baik sebagian maupun total sebagai akibat kerusakan otak.Pengertian persepsi

Anda mungkin juga menyukai