Anda di halaman 1dari 29

TUGAS INOVASI PENDIDIKAN

MERESUME

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 5 (LIMA)


1.
2.
3.
4.

RIZA AYU WARDANI (KETUA)


RANY SURYA NINGSIH
RESKI VERNANDO
NURDAWIA

1405120455
1405119975
1405117976
1405113031

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
2016

1. PENGERTIAN INOVASI
Inovasi merupakan setiap ide atau pun gagasan baru yang belum pernah ada atau pun
diterbitkan sebelumnya. Sebuah inovasi biasanya berisi terobosan-terobosan baru
mengenai sebuah hal yang diteliti oleh sang inovator (orang yang membuat inovasi).
Inovasi biasanya sengaja dibuat oleh sang inovator melalui berbagai macam aksi atau
pun penelitian yang terencana. Adapun inovasi menurut para ahli:
a) Kuniyoshi Urabe
Menurut Kuniyoshi Urabe, inovasi merupakan setiap kegiatan yang
tidak bisa dihasilkan dengan satu kali pukul, melainkan suatu proses yang
panjang dan kumulatif, meliputi banyak proses pengambilan keputusan, mulai
dari penemuan gagasan hingga ke implementasian nya di pasar.
b) Van de Ven, Andrew H.
Menurut Van de Ven, Andrew H., pengertian inovasi adalah
pengembangan dan implementasi gagasan-gagasan baru oleh orang dalam
jangka waktu tertentu yang dilakukan dengan berbagai aktivitas transaksi di
dalam tatanan organisasi tertentu.
c) Everett M. Rogers
Menurut Everett M. Rogers, inovasi merupakan sebuah ide, gagasan,
ojek, dan praktik yang dilandasi dan diterima sebagai suatu hal yang baru oleh
seseorang atau pun kelompok tertentu untuk diaplikasikan atau pun diadopsi.
d) UU No. 19 Tahun 2002
Menurut UU No. 19 Tahun 2002, pengertian inovasi adalah kegiatan
penelitian, pengembangan, dan atau pun perekayasaan yang dilakukan dengan
tujuan melakukan pengembangan penerapan praktis nilai dan konteks ilmu
pengetahuan yang baru, atau pun cara baru untuk menerapkan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang sudah ada ke dalam produk atau pun proses
produksinya.

2. DIFUSI INOVASI
Munculnya Teori Difusi Inovasi dimulai pada awal abad ke-20, tepatnya tahun 1903,
ketika seorang sosiolog Perancis, Gabriel Tarde, memperkenalkan Kurva Difusi
berbentuk S (S-shaped Diffusion Curve). Kurva ini pada dasarnya menggambarkan
bagaimana suatu inovasi diadopsi seseorang atau sekolompok orang dilihat dari dimensi

waktu. Pada kurva ini ada dua sumbu dimana sumbu yang satu menggambarkan tingkat
adopsi dan sumbu yang lainnya menggambarkan dimensi waktu.
Pemikiran Tarde menjadi penting karena secara sederhana bisa menggambarkan
kecenderungan yang terkait dengan proses difusi inovasi. Rogers (1983) mengatakan,
Tardes S-shaped diffusion curve is of current importance because most innovations
have an S-shaped rate of adoption. Dan sejak saat itu tingkat adopsi atau tingkat difusi
menjadi fokus kajian penting dalam penelitian-penelitian sosiologi.
Pada tahun 1940, dua orang sosiolog, Boyce Ryan dan Neal Gross, mempublikasikan
hasil penelitian difusi tentang jagung hibrida pada para petani di Iowa, Amerika Serikat.
Hasil penelitian ini memperbarui sekaligus menegaskan tentang difusi inovasimodel
kurva S. Salah satu kesimpulan penelitian Ryan dan Gross menyatakan bahwa The rate
of adoption of the agricultural innovation followed an S-shaped normal curve when
plotted on a cumulative basis over time.
Perkembangan berikutnya dari teori Difusi Inovasi terjadi pada tahun 1960, di mana
studi atau penelitian difusi mulai dikaitkan dengan berbagai topik yang lebih
kontemporer, seperti dengan bidang pemasaran, budaya, dan sebagainya. Di sinilah
muncul tokoh-tokoh teori Difusi Inovasi seperti Everett M. Rogers dengan karya
besarnya Diffusion of Innovation (1961); F. Floyd Shoemaker yang bersama Rogers
menulis Communication of Innovation: A Cross Cultural Approach (1971) sampai
Lawrence A. Brown yang menulis Innovation Diffusion: A New Perpective (1981).
Esensi Teori
Teori Difusi Inovasi pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi
disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada
sekelompok anggota dari sistem sosial. Hal tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari
Rogers (1961), yaitu as the process by which an innovation is communicated through
certain channels over time among the members of a social system. Lebih jauh dijelaskan
bahwa difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan
penyebaranan pesan-pesan yang berupa gagasan baru, atau dalam istilah Rogers (1961)
difusi menyangkut which is the spread of a new idea from its source of invention or
creation to its ultimate users or adopters.
Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen
pokok, yaitu: Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh
seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan
individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah

inovasi untuk orang itu. Konsep baru dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama
sekali.
Saluran komunikasi; alat untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada
penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidak perlu memperhatikan
(a) tujuan diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima. Jika komunikasi
dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan
tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media
massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku
penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran
interpersonal.
Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai
memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu
sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam:
(a) proses pengambilan keputusan inovasi,
(b) keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalammenerima inovasi,
(c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.
Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam
kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama
Lebih lanjut teori yang dikemukakan Rogers (1995) memiliki relevansi dan argumen
yang cukup signifikan dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Teori tersebut
antara lain menggambarkan tentang variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi
suatu inovasi serta tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi. Variabel yang
berpengaruh terhadap tahapan difusi inovasi tersebut mencakup:
(1) atribut inovasi (perceived atrribute of innovasion),
(2) jenis keputusan inovasi (type of innovation decisions),
(3) saluran komunikasi (communication channels),
(4) kondisi sistem sosial (nature of social system), dan
(5) peran agen perubah (change agents).
Unsur-Unsur Difusi Inovasi
Proses difusi inovasi melibatkan empat unsur utama, meliputi:
1. Innovation ( Inovasi), yaitu ide, praktek, atau benda yang dianggap baru oleh individu atau
kelompok.
2. Communication channel ( saluran komunikasi ), yaitu bagaimana pesan itu didapat suatu
individu dari individu lainnya.

Komunikasi adalah proses dimana partisipan menciptakan dan berbagi informasi satu
sama lain untuk mencapai suatu pemahaman bersama. Seperti telah diunkapkan
sebelumnya bahwa difusi dapat dipandang sebagai suatu tipe komunikasi khusus dimana
informasi yang dipertukarkannya adalah ide baru (inovasi). Dengan demikian, esensi
dari proses difusi adalah pertukaran informasi dimana seorang individu
mengkomunikasikan suatu ide baru ke seseorang atau beberapa orang lain. Rogers
menyebutkan ada empat unsur dari proses komunikasi ini, meliputi: 1) inovasi itu
sendiri; 2) seorang individu atau satu unit adopsi lain yang mempunyai pengetahuan
atau pengalaman dalam menggunakan inovasi; 3) orang lain atau unit adopsi lain yang
belum mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam menggunakan inovasi; dan 4)
saluran komunikasi yang menghubungkan dua unit tersebut. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa komunikasi dalam proses difusi adalah upaya mempertukarkan ide baru (inovasi)
oleh seseorang atau unit tertentu yang telah mempunyai pengetahuan dan pengalaman
dalam menggunakan inovasi tersebut (innovator) kepada seseorang atau unit lain yang
belum memiliki pengetahuan dan pengalaman mengenai inovasi itu (potential adopter)
melalui saluran komunikasi tertentu.
Sementara itu, saluran komunikasi tersebut dapat dikategorikan menjadi dua yaitu: 1)
saluran media massa (mass media channel); dan 2) saluran antarpribadi (interpersonal
channel). Media massa dapat berupa radio, televisi, surat kabar, dan lain-lain. Kelebihan
media massa adalah dapat menjangkau audiens yang banyak dengan cepat dari satu
sumber. Sedangkan saluran antarpribadi melibatkan upaya pertukaran informasi tatap
muka antara dua atau lebih individu.
3. Time (waktu)
Waktu merupakan salah satu unsur penting dalam proses difusi. Dimensi waktu, dalam
proses difusi, berpengaruh dalam hal:
a) Innovation decision process, yakni proses keputusan inovasi atau tahapan proses sejak
seseorang menerima informasi pertama sampai ia menerima atau menolak inovasi;
b) Relative time which an inovation is adopted by individual or group, yaitu waktu yang
diperlukan oleh individu maupun kelompok untuk mengadopsi sebuah inovasi. Dalam hal ini
berkaitan dengan keinovativan individu atau unit adopsi lain, yaitu kategori relatif tipe
adopter (adopter awal atau akhir); dan
c) Innovations rate of adoption, atau tingkat/laju adopsi inovasi ataupun rata-rata adopsi dalam
suatu sistem, yaitu seberapa banyak jumlah anggota suatu sistem mengadopsi suatu inovasi
dalam periode waktu tertentu.
4. Social System (sistem sosial), yaitu serangkaian bagian yang saling berhubungan dan
bertujuan untuk mencapai tujuan umum.
Sangat penting untuk diingat bahwa proses difusi terjadi dalam suatu sistem sosial.
Sistem sosial adalah satu set unit yang saling berhubungan yang tergabung dalam suatu
upaya pemecahan masalah bersama untuk mencapai suatu tujuan. Anggota dari suatu

sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi dan atau sub sistem.
Proses difusi dalam kaitannya dengan sistem sosial ini dipengaruhi oleh struktur sosial,
norma sosial, peran pemimpin dan agen perubahan, tipe keputusan inovasi dan
konsekuensi inovasi.

3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INOVASI


1. Guru
Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak
yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Kepiawaian dan kewibawaan
guru sangat menentukan kelangsungan proses belajar mengajar di kelas maupun
efeknya di luar kelas. Guru harus pandai membawa siswanya kepada tujuan yang
hendak dicapai. Ada beberapa hal yang dapat membentuk kewibawaan guru antara
lain adalah penguasaan materi yang diajarkan, metode mengajar yang sesuai dengan
situasi dan kondisi siswa, hubungan antar individu, baik dengan siswa maupun antar
sesama guru dan unsur lain yang terlibat dalam proses pendidikan seperti
adminstrator, misalnya kepala sekolah dan tata usaha serta masyarakat sekitarnya,
pengalaman dan keterampilan guru itu sendiri.
Dengan demikian, dalam pembaharuan pendidikan, keterlibatan guru mulai
dari perencanaan inovasi pendidikan sampai dengan pelaksanaan dan evaluasinya
memainkan peran yang sangat besar bagi keberhasilan suatu inovasi pendidikan.
Tanpa melibatkan mereka, maka sangat mungkin mereka akan menolak inovasi yang
diperkenalkan kepada mereka. Hal ini seperti diuraikan sebelumnya, karena mereka
menganggap inovasi yang tidak melibatkan mereka adalah bukan miliknya yang harus
dilaksanakan, tetapi sebaliknya mereka menganggap akan mengganggu ketenangan
dan kelancaran tugas mereka. Oleh karena itu, dalam suatu inovasi pendidikan,
gurulah yang utama dan pertama terlibat karena guru mempunyai peran yang luas
sebagai pendidik, sebagai orang tua, sebagai teman, sebagai dokter, sebagi motivator
dan lain sebagainya. (Wright 1987)
2. Siswa
Sebagai obyek utama dalam pendidikan terutama dalam proses belajar
mengajar, siswa memegang peran yang sangat dominan. Dalam proses belajar
mengajar, siswa dapat menentukan keberhasilan belajar melalui penggunaan
intelegensia, daya motorik, pengalaman, kemauan dan komitmen yang timbul dalam
diri mereka tanpa ada paksaan. Hal ini bias terjadi apabila siswa juga dilibatkan dalam

proses inovasi pendidikan, walaupun hanya dengan mengenalkan kepada mereka


tujuan dari pada perubahan itu mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan,
sehingga apa yang mereka lakukan merupakan tanggung jawab bersama yang harus
dilaksanakan dengan konsekwen.
Peran siswa dalam inovasi pendidikan tidak kalah pentingnya dengan peran
unsur-unsur lainnya, karena siswa bisa sebagai penerima pelajaran, pemberi materi
pelajaran pada sesama temannya, petunjuk, dan bahkan sebagai guru. Oleh karena itu,
dalam memperkenalkan inovasi pendidikan sampai dengan penerapannya, siswa perlu
diajak atau dilibatkan sehingga mereka tidak saja menerima dan melaksanakan
inovasi tersebut, tetapi juga mengurangi resistensi seperti yang diuraikan sebelumnya.
3. Kurikulum
Kurikulum pendidikan, lebih sempit lagi kurikulum sekolah meliputi program
pengajaran dan perangkatnya merupakan pedoman dalam pelaksanaan pendidikan dan
pengajaran di sekolah. Oleh karena itu kurikulum sekolah dianggap sebagai bagian
yang tidak dapat dipisahkan dalam proses belajar mengajar di sekolah, sehingga
dalam pelaksanaan inovasi pendidikan, kurikulum memegang peranan yang sama
dengan unsur-unsur lain dalam pendidikan. Tanpa adanya kurikulum dan tanpa
mengikuti program-program yang ada di dalamya, maka inovasi pendidikan tidak
akan berjalan sesuai dengan tujuan inovasi itu sendiri.
Oleh karena itu, dalam pembahruan pendidikan, perubahan itu hendaknya
sesuai dengan perubahan kurikulum atau perubahan kurikulum diikuti dengan
pembaharuan pendidikan dan tidak mustahil perubahan dari kedua-duanya akan
berjalan searah.unsur-unsur lain dalampendidikan. Tanpa adanya kurikulum dan tanpa
mengikuti program-program yang ada di dalamya, maka inovasi pendidikantidak akan
berjalan sesuai dengan tujuan inovasi itu sendiri. Olehkarena itu, dalam pembahruan
pendidikan, perubahan itu hendaknya sesuai dengan perubahan kurikulum atau
perubahan kurikulum diikuti dengan pembaharuan pendidikan dan tidak mustahil
perubahan darikedua-duanya akan berjalan searah.
4. Fasilitas
Fasilitas, termasuk sarana dan prasarana pendidikan, tidak bisa diabaikan
dalam dalam proses pendidikan khususnya dalam proses belajar mengajar. Dalam
pembahruan pendidikan, tentu saja fasilitas merupakanhal yang ikut mempengaruhi
kelangsungan inovasi yang akan diterapkan.Tanpa adanya fasilitas, maka pelaksanaan
inovasi pendidikan akan bias dipastikan tidak akan berjalan dengan baik. Fasilitas,

terutama fasilitas belajar mengajar merupakan hal yang esensial dalam mengadakan
perubahan dan pembahruan pendidikan. Oleh karena itu, jika dalam menerapkan suatu
inovasi pendidikan, fasilitas perlu diperhatikan. Misalnya ketersediaan gedung
sekolah, bangku, meja dan sebagainya.
5. Lingkup Sosial Masyarakat.
Dalam menerapakan inovasi pendidikan, ada hal yang tidak secara langsung
terlibat dalam perubahan tersebut tapi bisa membawa dampak,baik positif maupun
negatif, dalam pelaklsanaanpembahruan pendidikan.Masyarakat secara tidak langsung
atau tidak langsung, sengaja maupun tidak, terlibat dalam pendidikan. Sebab, apa
yang ingin dilakukandalam pendidikan sebenarnya mengubah masyarakat menjadi
lebih baik terutama masyarakat di mana peserta didik itu berasal. Tanpa melibatkan
masyarakat sekitarnya, inovasi pendidikan tentu akan terganggu, bahkan bias merusak
apabila mereka tidak diberitahu ataudilibatkan. Keterlibatan masyarakat dalam
inovasi pendidikan sebaliknya akan membantu inovator dan pelaksana inovasi dalam
melaksanakan inovasi pendidikan.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Adopsi Inovasi
Tujuan utama proses difusi adalah agar diadopsinya suatu inovasi. Namun
demikian, ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses keputusan inovasi tersebut.
Berikut ini adalah penjelasan dari beberapa faktor yang mempengaruhi proses
keputusan inovasi.

a. Karakteristik Inovasi
Rogers (1983) mengemukakan lima karakteristik inovasi meliputi:
1) Keunggulan relatif (relative advantage)
Keunggulan relatif adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik/unggul
dari yang pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi
eknomi, prestise social, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar
keunggulan relatif dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut dapat
diadopsi.
2) Kompatibilitas (compatibility),

Kompatibilitas adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten dengan


nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. Sebagai
contoh, jika suatu inovasi atau ide baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma
yang berlaku, maka inovasi itu tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana
halnya dengan inovasi yang sesuai (compatible).
3) Kerumitan (complexity),
Kerumitan adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk
dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat
dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin
mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi
dapat diadopsi.
4) Kemampuan diuji cobakan (trialability)
Kemampuan untuk diuji cobakan adalah derajat dimana suatu inovasi dapat diujicoba
batas tertentu. Suatu inovasi yang dapat di uji-cobakan dalam seting sesungguhnya
umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu
inovasi sebaiknya harus mampu menunjukan (mendemonstrasikan) keunggulannya.

5) Kemampuan diamati (observability).


Kemampuan untuk diamati adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat
oleh orang lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin
besar kemungkinan orang atau sekelompok orang tersebut mengadopsi. Jadi dapat
disimpulkan bahwa semakin besar keunggulan relatif; kesesuaian (compatibility);
kemampuan untuk diuji cobakan dan kemampuan untuk diamati serta semakin kecil
kerumitannya, maka semakin cepat kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi.
b. Saluran Komunikasi
Tujuan komunikasi adalah tercapainya suatu pemahaman bersama (mutual
understanding) antara dua atau lebih partisipan komunikasi terhadap suatu pesan
(dalam hal ini adalah ide baru) melalui saluran komunikasi tertentu. Dengan demikian
diadopsinya suatu ide baru (inovasi) dipengaruhi oleh: 1) partisipan komunikasi dan
2) saluran komunikasi.

Dari sisi partisipan komunikasi, Rogers mengungkapkan bahwa derajat kesamaan


atribut (seperti kepercayaan, pendidikan, status sosial, dan lain-lain) antara individu
yang berinteraksi (partisipan) berpengaruh terhadap proses difusi. Semakin besar
derajat kesamaan atribut partisipan komunikasi (homophily), semakin efektif
komuniksi terjadi. Beitu pula sebaliknya. Semakin besar derajat perbedaan atribut
partisipan (heterophily), semakin tidak efektif komunikasi terjadi. Oleh karenanya,
dalam proses difusi inovasi, penting sekali untuk memahami betul karakteristik
adopter potensialnya untuk memperkecil heterophily.
Sementara itu, saluran komunikasi juga perlu diperhatikan. Dalam tahap-tahap
tertentu dari proses pengambilan keputusan inovasi, suatu jenis saluran komunikasi
tertentu memainkan peranan lebih penting dibandingkan dengan jenis saluran
komunikasi lain. Hasil penelitian berkaitan dengan saluran komunikasi menunjukan
beberapa prinsip sebagai berikut: 1) saluran komunikasi masa relatif lebih penting
pada tahap pengetahuan dan saluran antar pribadi (interpersonal) relatif lebih penting
pada tahap persuasi; 2) saluran kosmopolit lebih penting pada tahap penetahuan dan
saluran lokal relatif lebih penting pada tahap persuasi.3) saluran media masa relatif
lebih penting dibandingkan dengan saluran antar pribadi bagi adopter awal (early
adopter) dibandingkan dengan adopter akhir (late adopter); dan 4) saluran kosmopolit
relatif lebih penting dibandingkan denan saluran local bagi bagi adopter awal (early
adopter) dibandingkan dengan adopter akhir (late adopter).
c. Karakteristik Sistem Sosial
Difusi inovasi terjadi dalam suatu sistem sosial. Dalam suatu sistem sosial terdapat
struktur sosial, individu atau kelompok individu, dan norma-norma tertentu. Berkaitan
dengan hal ini, Rogers (1983) menyebutkan adanya empat faktor yang mempengaruhi
proses keputusan inovasi. Keempat faktor tersebut adalah: 1) struktur sosial (social
structure); 2) norma sistem (system norms); 3) pemimpin opini (opinion leaders); dan
4) agen perubah (change agent).
Struktur sosial adalah susunan suatu unit sistem yang memiliki pola tertentu. Struktur
ini memberikan suatu keteraturan dan stabilitas prilaku setiap individu (unit) dalam
suatu sistem sosial tertentu. Struktur sosial juga menunjukan hubungan antar anggota
dari sistem sosial. Hal ini dapat dicontohkan seperti terlihat pada struktur oranisasi
suatu perusahaan atau struktur sosial masyarakat suku tertentu. Struktur sosial dapat

memfasilitasi atau menghambat difusi inovasi dalam suatu sistem. Katz (1961) seperti
dikutip oleh Rogers menyatakan bahwa sangatlah bodoh mendifusikan suatu inovasi
tanpa mengetahui struktur sosial dari adopter potensialnya, sama halnya dengan
meneliti sirkulasi darah tanpa mempunyai pengetahuan yang cukup tentang struktur
pembuluh nadi dan arteri. Penelitian yang dilakukan oleh Rogers dan Kincaid (1981)
di Korea menunjukan bahwa adopsi suatu inovasi dipengaruhi oleh karakteristik
individu itu sendiri dan juga sistem sosial dimana individu tersebut berada.
Norma adalah suatu pola prilaku yang dapat diterima oleh semua anggota sistem
sosial yang berfungsi sebagai panduan atau standar bagi semua anggota sistem social.
Sistem norma juga dapat menjadi faktor penghambat untuk menerima suatu ide baru.
Hal ini sangat berhubungan dengan derajat kesesuaian (compatibility) inovasi dengan
nilai atau kepercayaan masyarakat dalam suatu sistem sosial. Jadi, derajat ketidak
sesuaian suatu inovasi dengan kepercayaan atau nilai-nilai yang dianut oleh individu
(sekelompok masyarakat) dalam suatu sistem social berpengaruh terhadap penerimaan
suatu inovasi tersebut.
Opinion Leaders dapat dikatakan sebagai orang-orang berpengaruh, yaitu orangorang tertentu yang mampu mempengaruhi sikap orang lain secara informal dalam
suatu sistem sosial. Dalam kenyataannya, orang berpengaruh ini dapat menjadi
pendukung inovasi atau sebaliknya, menjadi penentang. Ia (mereka) berperan sebagai
model dimana prilakunya (baik mendukung atau menentang) diikuti oleh para
pengikutnya. Jadi, jelas disini bahwa orang berpengaruh (opinion leaders) memainkan
peran dalam proses keputusan inovasi.
Agen perubah (change agent), adalah bentuk lain dari orang berpengaruh. Mereka
samasama orang yang mampu mempengaruhi sikap orang lain untuk menerima suatu
inovasi. Tapi, agen perubah lebih bersifat formal yang ditugaskan oleh suatu agen
tertentu untuk mempengaruhi kliennya. Agen perubah adalah orang-orang
professional yang telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan tertentu untuk
mempengaruhi kliennya. Dengan demikian, kemampuan dan keterampilan agen
perubah berperan besar terhadap diterima atau ditolaknya inovasi tertentu. Sebagai
contoh, lemahnya pengetahuan tentang karakteristik strukstur sosial, norma dan orang
kunci dalam suatu sistem social (misal: suatu institusi pendidikan), memungkinkan
ditolaknya suatu inovasi walaupun secara ilmiah inovasi tersebut terbukti lebih unggul
dibandingkan dengan apa yang sedang berjalan saat itu.

4.CIRI-CIRI INOVASI PENDIDIKAN


1. Mempunyai ciri khas artinya sebuah inovasi mempunyai ciri yang khas dalam setiap
aspeknya, entah itu program, ide atau gagasan, tatanan, sistem dan kemungkinan hasil
yang baik sesuai yg diharapkan.
2. Mempunyai ciri atau unsur kebaruan, artinya adalah suatu inovasi harus mempunyai
sebuah karakteristik sebagai suatu karya dan buah pemikiran yang mempunyai ke
originalan & kebaruan.
3. Program inovasi dilakukan lewat program yang terencana, artinya bahwa sebuah
inovasi dilakukan lewat bentuk proses yang tidak tergesa-gesa, tapi dipersiapkan
dengan matang, jelas dan direncanakan terlebih dahulu.
4. Sebuah Inovasi yang diluncurkan mempunyai tujuan, suatu program inovasi yang
dilakukan harus mempunyai arah kemana tujuannya dan target yang ingin dicapai
Karakteristik Inovasi
Rogers mengemukakan karakteristik inovasi yang dapat mempengaruhi cepat atau
lambatnya penerimaan inovasi, sebagai berikut (Everett M. Rogers, 1983 hal. 14-16).
1. Keuntungan relatif, yaitu sejauh mana inovasi dianggap menguntungkan bagi
penerimanya.
2. Kompatibel (compatibility) yaitu tingkat kesesuaian inovasi dengan nilai (values),
pengalaman lalu dan kebutuhan dari penerima.
3. Kompleksitas (complexity) yaitu tingkat kesukaran untuk memahami dan
menggunakan inovasi bagi penerima,
4. Triabilitas (triabillity) yaitu dapat dicoba atau tidaknya suatu inovasi oleh
penerima.
5. PROSES PENGEMBANGAN INOVASI PENDIDIKAN
Proses

pengembangan

inovasi

terdiri

dari

semua

keputusan

dan

aktivitas, dan dampaknya, yang terjadi dari pengenalan terhadap suatu


kebutuhan atau suatu masalah, melalui penelitian, pengembangan , dan
pengkomersilan suatu inovasi, melalui difusi dan adopsi dari suatu inovasi oleh
pengguna, dengan segala konsekuensinya. Berikut langkah-langkah utama
dalam proses pengembangan inovasi.

1. Pengenalan Masalah (Problem) atau Kebutuhan (Need)


Proses

pengembangan

inovasi

biasanya

mulai

dengan

pengenalan

masalah atau kebutuhan, yang merangsang kegiatan-kegiatan penelitian dan


pengembangan
memecahkan

yang didesain
masalah

untuk menciptakan
atau

memenuhi

inovasi dalam rangka


kebutuhan

itu.

Contoh kasus di bidang pendidikan, dulu bagi orang-orang yang berada jauh dari
pusat kota agak mengalami kesulitan untuk dapat melanjutkan pendidikan ke
jenjang perguruan tinggi. Hal ini disebabkan karena faktor jarak, biaya dan dari
segi efisiensi waktu. Seiring dengan berjalannya waktu, para pakar pendidikan
dan para praktisi di bidang teknologi akhirnya menemukan satu inovasi baru
untuk mengatasi masalah tersebut dengan mengadakan pendidikan jarak jauh.
2. Penelitian Dasar dan Penelitian Terapan
Sebagian besar inovasi yang telah diteliti dalam penelitian difusi adalah
inovasi teknologi, dan istilah teknologi sering digunakan sebagai sinonim dari
inovasi. Adapun teknologi terdiri dari komponen keras (hardware) dan komponen
lunak (software). Komponen keras dapat berupa produk, perangkat, atau
material lainnya, sedangkan komponen lunak berupa pengetahuan, keterampilan
dan prosedur, prinsip-prinsip dasar dari suatu peralatan itu. Dasar ilmu bagi
teknologi biasanya diperoleh dari penelitian dasar (basic research), yang
didefinisikan sebagai penelitian orisinil untuk pengembangan ilmu pengetahuan
yang tidak bertujuan pada penerapan masalah-masalah praktis.
Penelitian terapan terdiri dari penelitian-penelitian ilmiah yang ditujukan
untuk memecahkan masalah-masalah praktis. Ilmu pengetahuan diletakkan pada
hal yang bersifat praktis untuk mendesain sebuah inovasi yang akan mengatasi
masalah atau kebutuhan yang dirasakan. Para peneliti terapan adalah pengguna
utama penelitian dasar. Jadi suatu penemuan merupakan hasil dari serangkaian
(1) penelitian dasar diikuti oleh (2) penelitian terapan menuju pada (3)
pengembangan. Satu alat ukur kesuksesan penelitian adalah dipatenkan atau
tidak, pemerintah melindungi hak-hak para penemu untuk periode selama tujuh
belas tahun.
Contoh lain di bidang pendidikan, penelitian untuk menemukan suatu
metode pembelajaran tertentu yang efektif bagi anak sekolah dasar dalam
pembelajaran matematika misalnya, hingga hasil dari penelitian tersebut dapat
diterapkan bagi anak-anak sekolah dasar dalam belajar matematika.

3. Pengembangan
Akronim

penelitian

dan

pengembangan

atau

R&D

menunjukkan

pengembangan selalu didasarkan pada penelitian. Meskipun sebenarnya sulit


memisahkan antara penelitian dan pengembangan tetapi penelitian dan
pengembangan adalah fase-fase yang berbeda dalam proses pengembangan
inovasi.
Pengembangan suatu inovasi merupakan proses pembentukan sebuah ide
baru dalam bentuk yang diharapkan memenuhi kebutuhan-kebutuhan audiens
dari adopter-adopter yang potensial. Fase ini biasanya terjadi setelah penelitian.
Dalam
informasi

mengatasi

inovasi

ketidakpastian

teknologi

merupakan

inovasi,
suatu

maka

sistem

komponen

penukaran

penting

yang

mempengaruhi inovasi. Para pekerja R&D (litbang) harus bekerja keras untuk
memperoleh dan mempergunakan informasi, data tentang tampilan inovasi yang
mereka buat dan pasarkan, tentang bahan-bahan dan komponen-komponen
yang sedang mereka jadikan inovasi, informasi tentang inovasi-inovasi pesaing,
sifat paten-paten yang ada yang berhubungan dengan inovasi yang mereka
usulkan, kebijakan pemerintah yang mempengaruhi inovasi yang mereka ajukan,
dan masalah-masalah yang dihadapi oleh para konsumen di pasaran dan
bagaimana inovasi

yang

diajukan

bisa membantu

pemecahan

beberapa

masalah-masalah ini.
Contoh di bidang pendidikan, kemajuan di bidang teknologi di bidang
animasi dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi animation learning yang dapat
digunakan dalam proses pembelajaran di sekolah-sekolah.
4. Komersialisasi
Komersialisasi

adalah

pemroduksian,

pemabrikan,

pengemasan,

pemasaran, dan pendistribusian suatu produk yang mewujudkan suatu inovasi.


Inovasi merupakan perubahan sebuah ide dari penelitian menjadi sebuah produk
atau jasa untuk dijual di pasar. Tidak semua inovasi berasal dari sebuah
penelitian dan pengembangan, melainkan bisa saja muncul dari praktek seperti
praktisi-praktisi tertentu yang mencari solusi baru bagi kebutuhan/ masalah
mereka.
Contoh di bidang pendidikan, produk animation learning setelah melalui uji
coba dipasarkan untuk diadopsi oleh para calon pengguna.
5. Difusi dan Adopsi

Salah

satu

keputusan

yang

paling

penting

dalam

seluruh

proses

pengembangan inovasi adalah mulai difusi menyebar inovasi kepada adopteradopter yang potensial. Selain itu, keputusan untuk memulai menyebarkan
inovasi kepada para peneliti bekerja sama dengan agen pembaru juga penting.
Di satu sisi, biasanya ada tekanan untuk menyetujui suatu inovasi untuk
difusi

sesegera

mendapatkan

mungkin,

prioritas

sebagaimana

penyelesaian.

masalah/kebutuhan

Dana

publik

bisa

sosial

perlu

digunakan

untuk

melakukan penelitian dan dukungan dana investasi publik hingga inovasi


diadopsi oleh pengguna. Di sisi lain, reputasi dan kredibilitas agen perubahan di
mata kliennya hanya merekomendasikan inovasi yang akan memberikan
keuntungan bagi adopter. Para ilmuwan biasanya sangat berhati-hati bila tiba
saatnya untuk menerjemahkan penemuan mereka ke dalam bentuk praktek.
6. Konsekuensi
Fase terakhir dalam proses pengembangan inovasi adalah konsekuensi
dari suatu inovasi, didefinisikan sebagai perubahan yang terjadi pada individu
atau sistem sosial sebagai akibat adopsi atau penolakan terhadap suatu inovasi.
Berikut masalah/kebutuhan orisinil yang memulai proses keputusan inovasi
diatasi atau tidak.
Konsekuensi dari sebuah produk di bidang pendidikan, contoh animation
learning di atas setelah dikomersilkan dan melalui proses difusi akan memiliki
konsekuensi untuk dapat diterima atau ditolak oleh para adopter.
Proses adopsi inovasi akan dipengaruhi sistem internal organisasi
kemasyarakatan yang bersangkutan. Organisasi yang baik dan stabil akan
mengadopsi inovasi dengan mempertimbangkan syarat-syarat sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.

Memiliki
Memiliki
Memiliki
Memiliki
Memiliki

tujuan yang jelas


deskripsi tugas yang jelas
struktur otoritas dan kewenangan
peraturan dasar dan peraturan umum
pola hubungan informasi yang teruji

Seperti yang dibahas pada kegiatan belajar ada beberapa tahapan proses keputusan
inovasi, yaitu :

knowledge (pengetahuan), persuasion (kepercayaan), decision

(keputusan), implementation (penerapan), dan confirmation (konfirmasi), dengan masingmasing deskripsi sebagai berikut ini.

Pengetahuan (Knowledge)
Tahap pengetahuan atau knowledge dapat dikategorisasikan ke dalam beberapa fase
atau tahapan sebagai berikut:
(1) Knowledge Stage/tahap pengetahuan
Proses keputusan inovasi ini dimulai dengan Knowledge Stage. Pada tahapan ini suatu
individu belajar tentang keberadaan suatu inovasi dan mencari informasi tentang
inovasi tersebut. Apa, bagaimana dan mengapa, merupakan pertanyaan yang sangat
penting pada knowledge stage ini. Selama tahap ini individu akan berusaha menemukan
pemahaman yang komprehensif dan terpadu mengenai apa inovasi itu, mengapa dan
bagaimana inovasi tersebut berproses?
Menurut Rogers, pertanyaan ini akan membentuk tiga jenis pengetahuan (knowledge):
(a) Awareness-knowledge
Merupakan pengetahuan akan keberadaan suatu inovasi. Pengetahuan jenis ini akan
memotivasi individu untuk belajar lebih banyak tentang inovasi dan kemudian akan
mengadopsinya. Pada tahap ini inovasi mencoba diperkenalkan pada masyarakat tetapi
tidak ada informasi yang pasti tentang produk tersebut. Karena kurangnya informasi
tersebut maka maka masyarakat tidak merasa memerlukan akan inovasi tersebut.
Rogers menyatakan bahwa untuk menyampaikan keberadaan inovasi akan lebih efektif
disampaikan melalui media massa seperti radio, televisi, koran, atau majalah. Sehingga
masyarakat akan lebih cepat mengetahui akan keberadaan suatu inovasi.
(b) How-to-knowledge
Yaitu pengetahuan tentang bagaimana cara menggunakan suatu inovasi dengan benar.
Rogers memandang pengetahuan jenis ini sangat penting dalam proses keputusan
inovasi. Untuk lebih meningkatkan peluang pemakaian sebuah inovasi maka individu
harus memiliki pengetahuan ini dengan memadai berkenaan dengan penggunaan
inovasi ini.
(c) Principles-knowledge
Yakni pengetahuan tentang prinsip-prinsip keberfungsian yang mendasari bagaimana
dan mengapa suatu inovasi dapat bekerja. Contoh dalam hal ini adalah ide tentang teori
kuman, yang mendasari penggunaan vaksinasi dan kakus untuk sanitasi perkampungan
dan kampanye kesehatan.
Tahap Persuasi (Persuasion Stage)
Tahap Persuasi terjadi ketika individu memiliki sikap positif atau negatif terhadap
inovasi. Tetapi sikap ini tidak secara langsung akan menyebabkan apakah individu
tersebut akan menerima atau menolak suatu inovasi. Suatu individu akan membentuk
sikap ini setelah dia tahu tentang inovasi , maka tahap ini berlangsung setelah
knowledge stage dalam proses keputusan inovasi. Rogers menyatakan bahwa
knowledge stage lebih bersifat kognitif (tentang pengetahuan), sedangkan persuasion
stage bersifat afektif karena menyangkut perasaan individu, karena itu pada tahap ini

individu akan terlibat lebih jauh lagi. Tingkat ketidakyakinan pada fungsi-fungsi
inovasi dan dukungan sosial akan mempengaruhi pendapat dan kepercayaan individu
terhadap inovasi.
Tahap Keputusan (Decision Stage)
Pada tahapan ini individu membuat keputusan apakah menerima atau menolak suatu
inovasi. Menurut Rogers adoption (menerima) berarti bahwa inovasi tersebut akan
digunakan secara penuh, sedangkan menolak berarti not to adopt an innovation. Jika
inovasi dapat dicobakan secara parsial, umpamanya pada keadaan suatu individu, maka
inovasi ini akan lebih cepat diterima karena biasanya individu tersebut pertama-tama
ingin mencoba dulu inovasi tersebut pada keadaannya dan setelah itu memutuskan
untuk menerima inovasi tersebut. Walaupun begitu, penolakan inovasi dapat saja terjadi
pada setiap proses keputusan inovasi ini. Rogers menyatakan ada dua jenis penolakan,
yaitu active rejection dan passive rejection. Active rejection terjadi ketika suatu
individu mencoba inovasi dan berfikir akan mengadopsi inovasi tersebut namun pada
akhirnya dia menolak inovasi tersebut. Passive rejection individu tersebut sama sekali
tidak berfikir untuk mengadopsi inovasi.
Tahap Implementasi (Implementation Stage)
Pada tahap implementasi, sebuah inovasi dicoba untuk dipraktekkan, akan tetapi sebuah
inovasi membawa sesuatu yang baru apabila tingkat ketidakpastiannya akan terlibat
dalam difusi. Ketidakpastian dari hasil-hasil inovasi ini masih akan menjadi masalah
pada tahapan ini. Maka si pengguna akan memerlukan bantuan teknis dari agen
perubahan untuk mengurangi tingkat ketidakpastian dari akibatnya. Apalagi bahwa
proses keputusan inovasi ini akan berakhir. Permasalahan penerapan inovasi akan lebih
serius terjadi apabila yang mengadopsi inovasi itu adalah suatu organisasi, karena
dalam sebuah inovasi jumlah individu yang terlibat dalam proses keputusan inovasi ini
akan lebih banyak dan terdiri dari karakter yang berbeda-beda.
Penemuan kembali biasanya terjadi pada tahap implementasi ini, maka tahap ini
merupakan tahap yang sangat penting. Penemuan kembali ini adalah tingkatan di mana
sebuah inovasi diubah atau dimodifikasi oleh pengguna dalam proses adopsi atau
implementasinya. Rogers juga menjelaskan tentang perbedaan antara penemuan dan
inovasi (invention dan Innovation). Invention adalah proses di mana ide-ide baru
ditemukan atau diciptakan. Sedang inovasi adalah proses penggunaan ide yang sudah
ada. Rogers juga menyatakan bahwa semakin banyak terjadi penemuan maka akan
semakin cepat sebuah inovasi dilaksanakan.
Tahap Konfirmasi (Confirmation Stage)
Ketika keputusan inovasi sudah dibuat, maka si penguna akan mencari dukungan atas
keputusannya ini. Menurut Rogers keputusan ini dapat menjadi terbalik apabila si
pengguna ini menyatakan ketidaksetujuan atas pesan-pesan tentang inovasi tersebut.
Akan tetapi kebanyakan cenderung untuk menjauhkan diri dari hal-hal seperti ini dan
berusaha mencari pesan-pesan yang mendukung yang memperkuat keputusan itu. Jadi

dalam tahap ini, sikap menjadi hal yang lebih krusial. Keberlanjutan penggunaan
inovasi ini akan bergantung pada dukungan dan sikap individu .

Proses Inovasi Pendidikan


1. Pengertian Proses Inovasi Pendidikan
Proses inovasi pendidikan adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh
individu atau organisasi, mulai sadar tahu adanya inovasi sampai menerapkan
(implementasi) inovasi pendidikan. Kata proses mengandung arti bahwa aktivitas itu
dilakukan dengan memakan waktu dan setiap saat tentu terjadi perubahan. Berapa
lama waktu yang dipergunakan selama proses itu berlangsung akan berbeda antara
orang atau organisasi satu dengan yang lain tergantung pada kepekaan orang atau
organisasi terhadap inovasi. Demikian pula selama proses inovasi itu berlangsung
akan selalu terjadi perubahan yang berkesinambungan sampai proses itu dinyatakan
berakhir.
2. Beberapa Model Proses Inovasi Pendidikan
Dalam mempelajari proses inovasi para ahli mencoba mengidentifikasi
kegiatan apa saja yang dilakukan individu selama proses itu berlangsung serta
perubahan apa yang terjadi dalam proses inovasi, maka hasilnya diketemukan
pentahapan proses inovasi seperti berikut:
a. Beberapa Model Proses Inovasi Yang berorientasi pada Individual, antara lain:
(1) Lavidge & Steiner (1961):
-

Menyadari

Mengetahui

Menyukai

Memilih

Mempercayai

Membeli

(2) Colley (1961):

Belum menyadari

Menyadari

Memahami

Mempercayai

Mengambil tindakan

(3) Rogers (1962):


-

Menyadari

Menaruh perhatian

Menilai

Mencoba

Menerima (Adoption)

(4) Robertson (1971):


-

Persepsi tentang masalah

Menyadari

Memahami

Menyikapi

Mengesahkan

Mencoba

Menerima

Disonansi

b. Beberapa Model Proses Inovasi Yang Berorientasi pada Organisasi, antara lain:
(1) Milo (1971):
-

Konseptualisasi

Tentatif adopsi

Penerimaan Sumber

Implementasi

Institusionalisasi

(2) Shepard (1967):

Penemuan ide

Adopsi

Implementasi

(3) Hage & Aiken (1970):


-

Evaluasi

Inisiasi

Implementasi

Routinisasi

(4) Wilson (1966):


-

Konsepsi perubahan

Pengusulan perubahan

Adopsi dan Implementasi

(5) Zaltman, Duncan & Holbek (1973):


-

Tahap Permulaan (Inisiasi)

(1) Langkah pengetahuan dan kesadaran


(2) Langkah pembentukan sikap terhadap inovasi
-

Tahap Implementasi

(1) Langkah awal implementasi


(2) Langkah kelanjutan pembinaan

Berikut ini diberikan uraian secara singkat proses inovasi dalam organisasi
menurut Zaltman, Duncan, dan Holbek (1973).
Zaltman dan kawan-kawan membagi proses inovasi dalam organisasi menjadi dua
tahap yaitu tahap permulaan (initiation stage) dan tahap implementasi (implementation
stage). Tiap tahap dibagi lagi menjadi beberapa langkah (sub stage).

I. Tahap Permulaan (Intiation Stage)


(1) Langkah pengetahuan dan kesadaran

Jika inovasi dipandang sebagai suatu ide, kegiatan, atau material yang
diamati baru oleh unit adopsi (penerima inovasi), maka tahu adanya inovasi
menjadi masalah yang pokok. Sebelum inovasi dapat diterima calon
penerima harus sudah menyadari bahwa ada inovasi, dan dengan demikian
ada kesempatan untuk menggunakan inovasi dalam organisasi. Sebagaimana
telah kita bicarakan pada waktu membicarakan proses keputusan inovasi,
maka timbul masalah mana yang dulu tahu dan sadar ada inovasi atau merasa
butuh inovasi. Maka Rogers dan Shoemakers mengemukakan seperti mana
dulu ayam atau telur, tergantung situasinya. Mungkin dapat tahu dan sadar
inovasi baru merasa butuh atau sebaliknya.
Jika kita lihat kaitannya dengan organisasi, maka adanya kesenjangan
penampilan (performance gaps) mendorong untuk mencari cara-cara baru
atau inovasi. Tetapi juga dapat terjadi sebaliknya karena sadar akan adanya
inovasi, maka pimpinan organisasi merasa bahwa dalam organisasinya ada
sesuatu yang ketinggalan. Kemudian merubah hasil yang diharapkan, maka
terjadi sejenjangan penampilan.
(2) Langkah pembentukan sikap terhadap inovasi
Dalam tahap ini anggota organisasi membentuk sikap terhadap inovasi. Dari
hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap terhadap inovasi memegang
peranan yang penting untuk menimbulkan motivasi untuk ingin berubah atau
mau menerima inovasi. Paling tidak ada dua hal dari dimensi sikap yang
dapat ditunjukkan anggota organisasi terhadap adanya inovasi yaitu:
(a) sikap terbuka terhadap inovasi, yang ditandai dengan adanya:
-

kemauan anggota organisasi untuk memeprtimbangkan inovasi.

mempertanyakan inovasi (skeptic)

merasa bahwa inovasi akan dapat meningkatkan kemampuan organisasi dalam menjalankan
fungsinya.

(b) memiliki persepsi tentang potensi inovasi yang ditandai dengan adanya pengamatan yang
menunjukkan:
-

bahwa ada kemampuan bagi organisasi untuk menggunakan


inovasi.

organisasi telah pernah mengalami keberhasilan pada masa lalu dengan menggunakan
inovasi.

adanya komitmen atau kemauan untuk bekerja dengan menggunakan inovasi serta siap untuk
menghadapi
kemungkinan timbulnya masalah dalam penerapan inovasi.
Dalam mempertimbangkan pengaruh dari sikap anggota organisasi terhadap
proses inovasi, maka perlu dipertimbangkan juga perubahan tingkah laku
yang diharapkan oleh organisasi formal. Jika terjadi perbedaan antara sikap
individu terhadap inovasi dengan perubahan tingkah laku yang diharapkan
oleh pimpinan organisasi, maka terjadi disonansi inovasi. Ada dua macam
disonansi yaitu penerimaan disonan dan penolak disonan.
Empat macam tipe disonan-konsonan berdasarkan sikap individu
terhadap inovasi dan perubahan tingkah laku yang diharapkan oleh
organisasi,dapat ditunjukkan dengan bagan sebagai berikut:

Sikap

anggota

Perubahan

tingkah

organisasi formal
Menolak
Tidak Menyukai
I. Penolak konsonan
Menyukai
III. Penolak disonan
(Rogers and Shoemaker, 1971:31)
terhadap inovasi

laku

yang

diharapkan

oleh

Menerima
II. Penerima disonan
IV. Penerima konsonan

Penerima disonan terjadi jika anggota tidak menyukai inovasi, tetapi


organisasi mengharapkan menerima inovasi. Sedangkan penolak disonan
terjadi jika anggota menyenangi inovasi tetapi organisasi menolak inovasi.

Menurut Rogers dan Shoemaker (1971), lama-lama disonansi dapat


terkurangi dengan dua cara yaitu:
(a) Anggota organisasi merubah sikapnya menyesuaikan dengan kemauan
organisasi.
(b) Tidak melanjutkan menerima inovasi, menyalahgunakan inovasi atau
menrapkan inovasi dengan penyimpangan, disesuaikan dengan kemauan
anggota organisasi
Mohr (dikutip

oleh

Zaltman,

1973),

mengemukakan

bahwa

berdasarkan hasil penelitiannya di bidang kesehatan, menunjukkan bahwa


kemauan untuk menerima inovasi akan mengarah pada
penerapan inovasi jika disertai adanya motivasi yang tinggi untuk mau
berbuat serta tersedia bahan atau sumber yang diperlukan. Jika persediaan
sumber bahan yang diperlukan (resources) tinggi, maka dampak terhadap
motivasi untuk menerapkan inovasi dapat lipat 4 1/2 kali daripada jika
persediaan sumber bahan rendah. Jadi untuk melancarkan proses inovasi,
perlu mempertimbangkan berbagai variabel yang dapat meningkatkan
motivasi serta tersedianya sumber bahan pelaksanaan (resources).
(3) Langkah pengambilan keputusan
Pada langkah ini segala informasi tentang potensi inovasi dievaluasi. Jika unit
pengambil keputusan dalam organisasi menganggap bahwa inovasi itu
memang dapat diterima dan ia senang untuk menerimanya maka inovasi akan
diterima dan diterapkan dalam organisasi. Demikian pula sebaliknya jika unit
pengambil keputusan tidak menyukai inovasi dan menganggap inovasi tidak
bermanfaat maka ia kan menolaknya. Pada saat akan mengambil keputusan
peranan komunikasi sangat penting untuk memeperoleh informaso yang
sebanyak-banyaknya tentang inovasi. Sehingga keputusan yang diambil
benar-benar mantap dan tidak terjadi salah pilih yang dapat mengakibatkan
kerugian bagi organisasi.
II. Tahap Implementasi (Implementation Stage)

Pada langkah ini kegiatan yang dilakaukan oleh para anggota organisasi ialah
menggunakan inovasi atau menerapkan inovasi. Ada dua langkah yang dilakukan
yaitu:
(1) Langkah awal (permulaan) implementasi, Pada langkah ini organisasi mencoba menerapkan
sebagian inovasi. Misalnya setelah Dekan memutuskan bahwa semua dosen harus membuat
persiapan mengajar dengan model Satuan Acara perkuliahan, maka pada awal penerapannya
setiap dosen diwajibkan membuat untuk satu mata kuliah dulu, sebelum nanti akan berlaku
untuk semua mata kuliah.
(2) Langkah kelanjutan, pembinaan penerapan inovasi Jika pada penerapan awal telah berhasil,
para anggota telah mengetahui dan

memahami

inovasi, serta memperoleh pengalaman

dalam menerapkannya, maka tinggal melanjutkan dan menjaga kelangsungannya.

6. KONTRIBUSI INOVASI PENDIDIKAN


Pada dasarnya upaya pembaharuan pendidikan pada beberapa pengalamam pembaharuan
yang sudah dan sedang berjalan, tertuju pada peningkatan mutu proses dan produk sistem
pendidikan nasional kita, yang menyangkut peningkatan pemerataan kesempatan belajar.
Bersamaan dengan itu melalui berbagai pembaharuan tersebut terkandung pula tujuan yang
lebih penting yakni meningkatkan efisiensi dan efektivitas serta relevansi sistem pendidikan
nasional dengan kebutuhan masyarrakat dan pembangunan nasional. Menurut Poensoen
dalam Santoso S Hamidjojo (1974) mengungkap secara gamblang tentang tiga
kecenderungan konstribusi difusi inovasi, khususnya dalam bidang pendidikan, yaitu :
1. Difusi inovasi pendidikan cenderung mengembangkan dimensi demokratis. Difusi inovasi
yang dilaksanakan mengemban misi untuk meninggalkan konsepsi pendidikan yang terbatas
bagi kepentingan elite tertentu, menuju pada konsepsi pendidikan yang lebih demokratis. Hal
ini memungkinkan terjadinya peningkatan pemerataan atau perluasan kesempatan
memperoleh dan menikmati pendidikan sesuai dengan kemauan, kemampuan dan potensi
yang dimilikinya. Kecenderungan ini ditandai dengan berubahnya berbagai macam
kebijaksanaan dan peraturan, mulai dari anggaran belanja sampai adanya bantuan khusus bagi
masyarakat kurang mampu,pengaturan kembali sistem ujian, pengadaan kelas atau sekolah

khusus untuk mempermudah orang masuk sekolah, atau masuk dan melanjutkan kembali ke
sekolah atau program pendidikan luar sekolah dan sebagainya.
2. Inovasi pendidikan mengemban misi yang cenderung bergerak dari konsepsi pendidikan
yang berat sebelah dalam peningkatan kemampuan pribadi di antara pengetahuan, sikap dan
keterampilan, menuju pada konsepsi pendidikan yang mengembangkan pola dan isi yang
lebih komprehensif dalam rangka pengembangan seluruh potensi manusia secara
meneyeluruh dan utuh. Pendidikan yang inovatif hendaknya dapat mengembangkan segenap
potensi manusia tidak hanya aspek intelektualnya saja, tetapi mencangkup seluruh aspek
kepribadiannya

secara

bulat.

3. Pendidikan mengemban misi yang cenderung bergerak dari konsepsi pendidikan yang
bersifat individual perorangan, menuju ke arah konsepsi pendidikan yang menggunakan
pendekatan yang lebih koorperatif. Dari konsepsi pendidikan yang boros menuju pada
konsepsi yang lebih efektif, efisien dan relevan dengan kebutuhan pembangunan. Dalam
kaitan dengan konstribusi inovasi pendidikan di Indonesia, kita telah banyak melakukan
berbagai inovasi pendidikan dalam skala luas dengan biaya yang cukup besar, atau pun
inovasi pada skala kecil dengan biaya yang sederhana, baik yang telah dilaksanakan ataupun
sedang dirintis dalam sistem pendidikan nasional kita yaitu :
1. Telah dikembangkan adanya orang tua asuh, program pemberantasan buta huruf
melalui kejar paket A, program kejar usaha, adanya SMP terbuka, wajib belajar mulai
dari tingkat sekolah dasar, dan kini sudah mulai pada program wajib belajar
pendidikan dasar sembilan tahun pada tingkat SLTP, dan berdirinya Universitas
Terbuka. Semua itu menggambarkan kecenderungan pengembangan konsepsi
pendidikan

yang

lebih

demokratis.

2. Upaya pengembangan pembelajaran terpadu atau pengajaran unit melalui kegiatan


pengajaran proyek dengan cara belajar siswa aktif (CBSA), ataupun akhir akhir ini
dikembanhgkan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan meneyenangkan (PAKEM)
aaraatupun contekstual learning imerupakan berbbagai ikhtiar ke arah upaya
pembaharuan pendidikan yang mengembankan segenap potensi individu secara
menyeluruh dan utuh.

3. Proyek pendidikan anak oleh masyarakat dan orang tua asuh (PAMONG),
pengembangan sekolah dasar kecil (SD Kecil), program bantuan profesional bagi
Guru SD dan pengembangan cara belajar siswa aktif (CBSA), ataupun akhir akhir ini
dengan program guru bantu sementara (contract teachers), pemberian bantuan
langsung kepada sekolah (school block grant), pembelajaran aktif, kreatif, efektif,
dan menyenangkan (PAKEM).
7. HAMBATAN DALAM ADOPSI INOVASI PENDIDIKAN
Dalam implementasinya kita sering mendapati beberapa hambatan yang
berkaitan dengan inovasi. Pengalaman menunjukkan bahwa hampir setiap individu
atau organisasi memiliki semacam mekanisme penerimaan dan penolakan terhadap
perubahan. Segera setelah ada pihak yang berupaya mengadakan sebuah perubahan,
penolakan atau hambatan akan sering ditemui. Orang-orang tertentu dari dalam
ataupun dari luar sistem akan tidak menyukai, melakukan sesuatu yang berlawanan,
melakukan sabotase atau mencoba mencegah upaya untuk mengubah praktek yang
berlaku. Penolakan ini mungkin ditunjukkan secara terbuka dan aktif atau secara
tersembunyi dan pasif. Alasan mengapa ada orang yang ingin menolak perubahan
walaupun kenyataannya praktek yang ada sudah kurang relevan, membosankan,
sehingga dibutuhkan sebuah inovasi. Fenomena ini sering disebut sebagai penolakan
terhadap perubahan. Banyak upaya telah dilakukan untuk menggambarkan,
mengkategorisasikan dan menjelaskan fenomena penolakan ini.
Ada tiga macam kategori hambatan dalam konteks inovasi. Ketiga kategori tersebut
adalah:
a) Hambatan psikologis
Hambatan-hambatan ini ditemukan bila kondisi psikologis individu menjadi faktor
penolakan. Hambatan psikologis telah dan masih merupakan kerangka kunci untuk
memahami apa yang terjadi bila orang dan sistem melakukan penolakan terhadap upaya
perubahan. Kita akan menggambarkan jenis hambatan ini dengan memilih satu faktor sebagai
suatu contoh yaitu dimensi kepercayaan/keamanan versus ketidakpercayaan/ketidakamanan
karena faktor ini sebagai unsur inovasi yang sangat penting. Faktor-faktor psikologis lainnya

yang dapat mengakibatkan penolakan terhadap inovasi adalah: rasa enggan karena merasa
sudah cukup dengan keadaan yang ada, tidak mau repot, atau ketidaktahuan tentang masalah.
Kita dapat berasumsi bahwa di dalam suatu sistem sosial, organisasi atau kelompok akan ada
orang yang pengalaman masa lalunya tidak positif. Menurut para ahli psikologi
perkembangan, ini akan mempengaruhi kemampuan dan keberaniannya untuk menghadapi
perubahan dalam pekerjaannya. Jika sebuah inovasi berimplikasi berkurangnya kontrol
(misalnya diperkenalkannya model pimpinan tim atau kemandirian masing-masing bagian),
maka pemimpin itu biasanya akan memandang perubahan itu sebagai negatif dan
mengancam. Perubahan itu dirasakannya sebagai kemerosotan, bukan perbaikan.
b) Hambatan praktis
Hambatan praktis adalah faktor-faktor penolakan yang lebih bersifat fisik. Secara eksplisit,
hambatan praktis dapat dideskripsikan menjadi tiga faktor, yakni:
1) Waktu
Ini adalah faktor yang sering ditunjukkan untuk mencegah atau memperlambat
perubahan dalam organisasi dan sistem sosial. Program pusat-pusat pelatihan guru sangat
menekankan aspek-aspek bidang ini. Ini mungkin mengindikasikan adanya perhatian
khusus pada keahlian praktis dan metode-metode yang mempunyai kegunaan praktis
yang langsung. Oleh karena itu, inovasi dalam bidang ini dapat menimbulkan penolakan
yang terkait dengan praktis. Artinya, semakin praktis sifat suatu bidang, akan semakin
mudah orang meminta penjelasan tentang penolakan praktis. Di pihak lain, dapat
diasumsikan bahwa hambatan praktis yang sesungguhnya itu telah dialami oleh banyak
orang dalam kegiatan mengajar sehari-hari, yang menghambat perkembangan dan
pembaruan praktek. Tidak cukupnya sumber daya ekonomi, teknis dan material sering
disebutkan.
Dalam hal mengimplementasikan perubahan, faktor waktu sering kurang diperhitungkan.
Segala sesuatu memerlukan waktu. Oleh karena itu, sangat penting untuk
mengalokasikan banyak waktu bila kita membuat perencanaan inovasi. Pengalaman
menunjukkan bahwa masalah yang tidak diharapkan, yang mungkin tidak dapat
diperkirakan pada tahap perencanaan, kemungkinan akan terjadi.

2) Sumber Daya
Dalam perencanaan dan implementasi inovasi, tingkat pengetahuan dan jumlah dana
yang tersedia harus dipertimbangkan. Ini berlaku terutama jika sesuatu yang sangat
berbeda dari praktek di masa lalu akan dilaksanakan, dengan kata lain jika ada perbedaan
yang besar antara yang lama dengan yang baru. Dalam kasus seperti ini, tambahan
sumber daya dalam bentuk keahlian dan keuangan dibutuhkan. Pengalaman telah
menunjukkan bahwa dana sangat dibutuhkan, khususnya pada awal dan selama masa
penyebarluasan gagasan inovasi. Ini mungkin terkait dengan kenyataan bahwa bantuan
dari luar, peralatan baru, realokasi, buku teks dll. diperlukan selama fase awal. Sumber
dana yang dialokasikan untuk perubahan sering kali tidak disediakan dari anggaran
tahunan. Media informasi dan tindak lanjutnya sering dibutuhkan selama fase
penyebarluasan gagasan inovasi.
3) Sistem
Dalam kaitan ini penting untuk dikemukakan bahwa dana saja tidak cukup untuk
melakukan perbaikan dalam praktek. Sumber daya keahlian seperti pengetahuan dan
keterampilan orang-orang yang dilibatkan dalam upaya inovasi ini merupakan faktor
yang sama pentingnya. Dengan kata lain, jarang sekali kita dapat memilih antara satu
jenis sumber atau jenis sumber lainnya, melainkan kita memerlukan semua jenis sumber
itu. Jelaslah bahwa kurangnya sumber tertentu dapat dengan mudah menjadi hambatan.
c) Hambatan Kekuasaan Dan Nilai
Bila dijelaskan secara singkat, hambatan nilai melibatkan kenyataan bahwa suatu inovasi
mungkin selaras dengan nilai-nilai, norma-norma dan tradisi-tradisi yang dianut orang-orang
tertentu, tetapi mungkin bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut sejumlah orang lain. Jika
inovasi berlawanan dengan nilai-nilai sebagian peserta, maka bentrokan nilai akan terjadi dan
penolakan terhadap inovasi pun muncul.. Apakah kita berbicara tentang penolakan terhadap
perubahan atau terhadap nilai-nilai dan pendapat yang berbeda, dalam banyak kasus itu
tergantung pada definisi yang kita gunakan. Banyak inovator telah mengalami konflik yang
jelas dengan orang lain, tetapi setelah dieksplorasi lebih jauh, ternyata mereka mendapati
bahwa ada kesepakatan dan aliansi dapat dibentuk. Pengalaman ini dapat dijelaskan dengan
kenyataan bahwa sering kali orang dapat setuju mengenai sumber daya yang dipergunakan.
Kadang-kadang hal ini terjadi tanpa memandang nilai-nilai. Dengan demikian kesepakatan

atau ketidaksepakatan di permukaan mudah terjadi dalam kaitannya dengan aliansi. Sering
kali aliansi itu terbukti sangat penting bagi implementasi inovasi.

Anda mungkin juga menyukai