Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM

INSTRUMENTASI DAN PENGENDALIAN PROSES

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK PADAT DARI LIMBAH


AMPAS TEBU

DISUSUN OLEH :

Disusun Oleh :
Kelompok

: IV (Empat)

Nama Kelompok

: 1. Fitra Novita Putri

(1407034126)

2. Mawaddah Rahmi Nasution (1407034856)


3. Rizki Maulana

(1407034944)

Tanggal praktikum

: 31 Oktober 2016

Tanggal Penyerahan Laporan

: 10 November 2016

Dosen Pengampu

: Dra. Silvia Reni Yenti, M.Si

LABORATORIUM DASAR PROSES DAN OPERASI PABRIK


JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2016

Abstrak
Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari bahan organik yang telah menjadi limbah
atau kotoran makhluk hidup dengan cara pengomposan. Arang ampas tebu dan kotoran
ternak yang tersedia dalam jumlah melimpah dan belum banyak dimanfaatkan. Melalui
pengembangan teknologi tepat guna yang sederhana, limbah dapat diolah menjadi pupuk
organik sebagai alternatif untuk mengurangi limbah. Tujuan dari percobaan ini adalah
dapat membuat pupuk padak dengan sistem pengomposan, dan memanfaatkan limbah
yang ada. Metode yang digunakan dengan mencampurkan arang ampas tebu, kotoran
ternak, dan sekam padi pada perbandingan 3 : 1 : 1 serta variasi konsentrasi starter
(EM4) adalah 3%, dan 6%. Fermentasi dilakukan selama waktu 15 hari dimana pupuk
organik padat yang dihasilkan tidak berbau dan berwarna kehitaman. Hasil yang
diperoleh dibandingkan dengan SNI 19-7030-2004 ternyata pupuk yang dihasilkan masih
belum sesuai dengan SNI. Sedangkan suhu pada saat pengomposan maksimal yaitu 32C,
suhu tersebut tidak mencapai suhu optimum, hal tersebut disebabkan oleh bioaktivator
yang tidak bekerja secara optimum.
Kata Kunci : Arang ampas tebu; Efektif Mikroorganisme 4 (EM4); kotoran ternak;
Kadar air; Pupuk organik

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1

Landasan Teori

1.1.1

Pupuk Organik
Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari bahan organik atau

makhluk hidup yang telah mati. Bahan organik ini akan mengalami pembusukan
oleh mikroorganisme sehingga sifat fisiknya akan berbeda dari semula. Pupuk
organik termasuk pupuk majemuk lengkap karena kandungan unsur haranya lebih
dari satu unsur dan mengandung unsur mikro (Sinaga, 2009). Berdasarkan cara
pembuatannya, pupuk organik terbagi menjadi dua kelompok, pupuk organik
alami dan pupuk organik buatan. Jenis pupuk yang tergolong dalam kelompok
pupuk organik alami benar-benar langsung diambil dari alam, seperti dari sisa
hewan, tumbuhan, tanah baik dengan atau tanpa sentuhan teknologi yang berarti.
Pupuk yang termasuk ke dalam kelompok ini antara lain: pupuk kandang,
kompos, pupuk hijau, humus dan pupuk burung. Pupuk organik buatan dibuat
untuk memenuhi kebutuhan pupuk tanaman yang bersifat alami atau non kimia,
berkualitas baik, dengan bentuk, ukuran, dan kemasan yang praktis, mudah
didapat, didistribusikan, dan diaplikasikan, serta dengan kandungan unsur hara
yang lengkap dan terukur. Berdasarkan bentuknya ada dua jenis pupuk organik
buatan yaitu: padat dan cair (Sinaga, 2009).

Jenis sampah organik yang bisa diolah menjadi pupuk organik adalah:

a. Sampah sayur baru


b. Sisa sayur basi, tetapi ini harus dicuci dulu, peras, lalu buang airnya
c. Sisa nasi
d. Sisa ikan, ayam, kulit telur
e. Sampah buah (anggur, kulit jeruk, apel dan lain-lain). Tapi tidak termasuk
kulit buah yang keras seperti kulit salak.

Sampah organik yang tidak bisa diolah:

a. Protein seperti daging, ikan, udang, juga lemak, santan, susu karena
mengundang lalat sehingga tumbuh belatung.

b. Biji-biji yang utuh atau keras seperti biji salak, asam, lengkeng, alpukat
dan sejenisnya. Buah utuh yang tidak dimakan karena busuk dan berair
seperti papaya, melon, jeruk, anggur.
c. Sisa sayur yang berkuah harus dibuang airnya, kalau bersantan harus
dibilas air dan ditiriskan
1.1.2

Kompos
Kompos merupakan pupuk yang dihasilkan dari proses fermentasi atau

dekomposisi dari bahan-bahan organik seperti tanaman, hewan, atau limbah


organik lainnya. Kompos disebut juga sebagai pupuk organik karena penyusunnya
terdiri dari bahan-bahan organik. Proses pembuatan kompos sebenarnya meniru
proses terbentuknya humus oleh alam yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
sekitarnya. Secara alami proses pembusukan berjalan dalam kondisi aerobik dan
anaerobik secara bergantian. Pembuatan kompos dapat dipercepat prosesnya
hanya dalam jangka waktu 30-90 hari dengan penambahan EM-4, Stardec,
Starbio, Orgadec, Harmony dan Fix-up Plus (Farida dkk, 2009). Unsur-unsur di
dalam kompos terdiri dari dua kelompok unsur hara, yaitu unsur hara makro dan
unsur hara mikro.
1. Unsur hara makro
Unsur hara makro terbagi dua, yaitu unsur hara makro primer dan unsur
hara makro sekunder. Unsur hara makro primer adalah unsur hara yang
dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak, yang terdiri dari Nitrogen (N),
Phospor (P) dan Kalium (K). Sedangkan unsur hara makro sekunder adalah unsur
hara yang dibutuhkan dalam jumlah sedang, terdiri dari Kasium (Ca), Magnesium
(Mg) dan belerang (S).
2. Unsur hara mikro
Unsur hara mikro adalah unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah
sedikit, terdiri dari zat Besi (Fe), Mangan (Mn), Tembaga (Cu) dan Seng (Zn).
Berdasarkan standar nasional indonesia 19-7030-2004 tentang Spesifikasi kompos
dari sampah organik dosmetik. Spesifikasi tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 1.1 Standar kualitas kompos

Sumber : SNI 19-7030-2004


1.1.3

Prinsip Pengomposan
Bahan organik tidak dapat langsung digunakan atau dimanfaatkan oleh

tanaman karena perbandingan C/N dalam bahan tersebut relatif tinggi atau tidak
sama dengan C/N tanah. Nilai C/N tanah sekitar 10-12. Apabila bahan organik
mempunyai kandungan C/N mendekati atau sama dengan C/N tanah maka bahan
tersebut dapat digunakan atau diserap tanaman. Namun, umumnya bahan organik
yang segar mempunyai C/N yang tinggi, seperti jerami padi 50-70, daun-daunan >
50 (tergantung jenisnya), cabang tanaman 15-60 (tergantung jenisnya), kayu yang
telah tua dapat mencapai 400. Prinsip pengomposan adalah menurunkan C/N rasio
bahan organik sehingga sama dengan tanah (<20). Dengan semakin tingginya C/N
bahan maka proses pengomposan akan semakin lama karena C/N harus
diturunkan. Di dalam perendaman bahan-bahan organik pada pembuatan kompos
cair terjadi aneka perubahan hayati yang dilakukan oleh jasad renik. Perubahan
hayati yang penting yaitu sebagai berikut :
1. Penguraian hidrat arang, selulosa, dan hemiselulosa.
2. Penguraian zat lemak dan lilin menjadi CO2 dan air

3. Terjadi peningkatan beberapa jenis unsur di dalam tubuh jasad renik


terutama nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K). Unsur-unsur tersebut
akan terlepas kembali bila jasad-jasad renik tersebut mati.
4. Pembebasan unsur-unsur hara dari senyawa-senyawa organik menjadi
senyawa anorganik yang berguna bagi tanaman.
Akibat perubahan tersebut, berat, isi bahan kompos tersebut menjadi
sangat berkurang. Sebagian senyawa arang hilang, menguap ke udara. Kadar
senyawa N yang larut (amoniak) akan meningkat. Peningkatan ini tergantung pada
perbandingan C/N bahan asal. Perbandingan C/N akan semakin kecil berarti
bahan tersebut mendekati C/N tanah. Idealnya C/N bahan sedikit lebih rendah
dibanding C/N tanah (Sinaga, 2009). Kecepatan suatu bahan menjadi kompos
dipengaruhi oleh kandungan C/N semakin mendekati C/N tanah maka bahan
tersebut akan semakin lebih cepat menjadi kompos. Tanah pertanian yang baik
mengandung unsur C dan N yang seimbang. Setiap bahan organik mempunyai
kandungan C/N yang berbeda.
Tabel 2.1 Kandungan C/N dari berbagai sumber bahan organik
Jenis Bahan Organik
Kandungan C/N
Urine ternak
0,8
Kotoran ayam
5,6
Kotoran sapi
15,8
Kotoran babi
11,4
Kotoran manusia (tinja)
6-10
Darah
3
Tepung tulang
8
Urine manusia
0,8
Jerami gandum
80-130
Jerami padi
80-130
Ampas tebu
110-120
Jerami jagung
50-60
Sesbania sp.
17,9
Serbuk gergaji
500
Sisa sayuran
11-27
Sumber : Gaur AC, 1983
Dalam proses pengomposan terjadi perubahan seperti: karbohidrat,
selulosa, hemiselulosa, lemak dan lilin menjadi CO2 dan air, zat putih telur

menjadi amonia, CO2 dan air, penguraian senyawa organik menjadi senyawa yang
dapat diserap tanaman. Dengan perubahan tersebut, kadar karbohidrat akan hilang
atau turun dan senyawa N yang larut (amonia) meningkat. Dengan demikian, C/N
semakin rendah dan relatif stabil mendekati C/N tanah (Sinaga, 2009).
1.1.4

Pengomposan Anaerobik
Proses pengomposan anerobik berjalan tanpa adanya oksigen. Biasanya,

proses ini dilakukan dalam wadah tertutup sehingga tidak ada udara yang masuk
(hampa udara). Proses pengomposan ini melibatkan mikroorganisme anaerob
untuk membantu mendekomposisikan bahan yang dikomposkan. Bahan baku
yang dikomposkan secara anaerob biasanya berupa bahan organik yang berkadar
air tinggi. Pengomposan anaerobik akan menghasilkan gas metan (CH4),
karbondioksida (CO2), dan asam organik yang memiliki bobot molekul rendah
seperti asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam laktat, dan asam suksinat.
Gas metan bisa dimanfaatkan menjadi bahan bakar alternatif (biogas). Sisanya
berupa lumpur yang mengandung bagian padatan dan cairan. Bagian padat ini
yang disebut kompos padat dan yang cair yang disebut kompos cair (Sinaga,
2009).
1.1.5

Faktor-faktor Yang mempengaruhi Pembentukan Pupuk Organik


Pembentukan pupuk organik dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :

1.

Perbandingan Karbon-nitrogen( C/N) bahan baku pupuk organik


Nitrogen adalah zat yang dibutuhkan bakteri penghancur untuk tumbuh

dan berkembangbiak. Timbunan bahan kompos yang kandungan nitrogennya


terlalu sedikit (rendah) tidak menghasilkan panas sehingga pembusukan bahanbahan menjadi amat terlambat. Oleh karenanya, semua bahan dengan kadar C/N
yang tinggi, misalnya kayu, biji-bijian yang keras, dan tanaman menjalar, harus
dicampur dengan bahan yang berair. Pangkasan daun dari kebun dan sampahsampah lunak dari dapur amat tepat digunakan sebagai bahan pencampur (Sinaga,
2009). Rasio C/N adalah perbandingan kadar karbon (C) dan kadar nitrogen (N)
dalam satu bahan.

Semua mahluk hidup terbuat dari sejumlah besar bahan karbon (C) serta
nitrogen (N) dalam jumlah kecil. Unsur karbon dan bahan organik (dalam bentuk
karbohidrat) dan nitrogen (dalam bentuk protein, asam nitrat, amoniak dan lainlain), merupakan makanan pokok bagi bakteri anerobik.Unsur karbon (C)
digunakan untuk energi dan unsur nitrogen (N) untuk membangun struktur sel dan
bakteri. Bakteri memakan habis unsur C 30 kali lebih cepat dari memakan unsur
N. Pembuatan kompos yang optimal membutuhkan rasio C/N 25/1 sampai 30/1
(Sinaga, 2009).
Dalam proses pengomposan, 2/3 dari karbon digunakan sebagai sumber
energi bagi pertumbuhan mikroorganisme, dan 1/3 lainnya digunakan untuk
pembentukan sel bakteri. Perbandingan C dan N awal yang baik dalam bahan
yang dikomposkan adalah 25-30 (satuan berat kering), sedangkan C/N diakhir
proses adalah 12-15. Pada rasio yang lebih rendah, amonia akan dihasilkan dan
aktivitas biologi akan terlambat, sedang pada rasio yang lebihtinggi, nitrogen akan
menjadi variabel pembatas. Harga C/N tanah adalah <20, sehingga bahan-bahan
yang mempunyai harga C/N mendekati C/N tanah, dapat langsung digunakan
(Sinaga, 2009)
2.

Ukuran Bahan
Semakin kecil ukuran bahan, proses pengomposan akan lebih cepat dan

lebih baik karena mikroorganisme lebih mudah beraktivitas pada bahan yang
lembut daripada bahan dengan ukuran yang lebih besar. Ukuran bahan yang
dianjurkan pada pengomposan aerobik antara 1-7,5 cm. Sedangkan pada
pengomposan anaerobik, sangat dianjurkan untuk menghancurkan bahan selumatlumatnya sehingga menyerupai bubur atau lumpur. Hal ini untuk mempercepat
proses penguraian oleh bakteri dan mempermudah pencampuran bahan (Sinaga,
2009).
3.

Komposisi Bahan
Pengomposan dari beberapa macam bahan akan lebih baik dan lebih cepat.

Pengomposan bahan organik dari tanaman akan lebih cepat bila ditambah dengan
kotoran hewan.

4.

Jumlah Mikroorganisme

Dengan semakin banyaknya jumlah mikroorganisme maka proses pengomposan


diharapkan akan semakin cepat.
5.

Kelembaban

Umumnya mikroorganisme tersebut dapat bekerja dengan kelembaban sekitar 4060%. Kondisi tersebut perlu dijaga agar mikroorganisme dapat bekerja secara
optimal. Kelembaban yang lebih rendah atau lebih tinggi akan menyebabkan
mikroorganisme tidak berkembang atau mati.
6.

Suhu
Faktor suhu sangat berpengaruh terhadap proses pengomposan karena

berhubungan dengan jenis mikroorganisme yang terlibat. Suhu optimum bagi


pengo mposan adalah 40-60 0C. Bila suhu terlalu tinggi mikroorganisme akan
mati. Bila suhu relatif rendah mikroorganisme belum dapat bekerja atau dalam
keadaan dorman.
7.

Keasaman (pH)
Keasaman atau pH dalam tumpukan kompos juga mempengaruhi aktivitas

mikroorganisme. Kisaran pH yang baik sekitar 6,5-7,5 (netral). Oleh karena itu,
dalam proses pengomposan sering diberi tambahan kapur atau abu dapur untuk
menaikkan pH. Derajat keasaman pada awal proses pengomposan akan
mengalami penurunan karena sejumlah mikroorganisme yang terlibat dalam
pengomposan mengubah bahan organik menjadi asam organik. Pada proses
selanjutnya, mikroorganisme dari jenis lain akan mengkonversikan asam organik
yang telah terbentuk sehingga bahan memiliki derajat keasaman yang tinggi dan
mendekati normal (Sinaga, 2009).
Kondisi asam pada proses pengomposan biasanya diatasi dengan
pemberian kapur. Namun dengan pemantauan suhu bahan kompos secara tepat
waktu dan benar sudah dapat mempertahankan kondisi pH tetap pada titik netral
tanpa pemberian kapur (Sinaga, 2009).

1.1.6

Effective Microorganisme 4 (EM4)


Pengembangan pupuk organik menggunakan teknologi EM4 telah banyak

dikembangkan di Indonesia. Teknologi EM4 adalah teknologi budidaya pertanian


untuk meningkatkan kesehatan dan kesuburan tanah dan tanaman dengan
menggunakan mikroba yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman. EM4
mengandung mikrobamikroba antara lain Lactobacillus, ragi, bakteri fotosintetik,
Actynomycetes dan jamur pengurai selulosa , untuk memfermentasi bahan organic
tanah menjadi senyawa yang mudah yang mudah diserap oleh tanaman
(Umniyatie, 2011). Teknologi EM4 ditemukan pertama kali oleh Teruo Higa dari
Universitas Ryukyus, Jepang, dan telah diterapkan secra luas di Jepang, amerika,
brasil, Thailan, Korea dan Negara-negara lain dibelahan dunia ini termasuk di
Indonesia.
Efektive

mikroorganisme

(EM4)

merupakan

campuran

dari

mikroorganisme yang menguntungkan. Jumlah mikroorganisme fermentasi


didalam EM4 sangat banyak, sekitar 80 jenis. Mikroorganisme tersebut dipilih
yang dapat bekerja secara efektif dalam memfermentasikan bahan organik. Dari
sekian banyak mikroorganisme, ada 5 golongan yang pokok yaitu bakteri
fotosintetik, lactobacillus sp, streptomices sp, ragi, (yeast), dan actinomicetes
(Yuniwati dkk, 2012).
Efek EM4 bagi tanaman tidak terjadi secara langsung. Penggunaan EM4
akan lebih efisien bila terlebih dahulu ditambahkan bahan organik yang berupa
pupuk organik ke dalam tanah. EM4 akan mempercepat fermentasi bahan organik
sehingga unsur hara yang terkandung akan terserap dan tersedia bagi tanaman.
Selain bermanfaat bagi peningkatan kesuburan tanah dan tanaman, EM4 juga
sangat efektif digunakan sebagai pestisida hayati yang bermanfaat untuk
meningkatkan kesehatan tanaman, EM4 juga bermanfaat untuk sector perikanan
dan peternakan. (Yuniwati dkk, 2012).
Kelebihan dari EM4 ini adalah bahan yang mampu mempercepat proses
pembentukan pupuk organik dan meningkatkan kualitasnya. Selain itu, EM4
mampu memperbaiki struktur tanah menjadi lebih baik serta menyuplai unsur hara

yang dibutuhkan tanaman. (Yuniwati dkk, 2012). Kegiatan atau manfaat masingmasing mikroorganisme yang terkandung dalam EM4 didalam tanah adalah
sebagai berikut:
a. Bakteri Fotosintetik (Rhodopseudomonas sp)
Bakteri ini merupakan bakteri bebas yang mensintetis senyaa nitrogen,
gula dan substansi bioaktif lainnya. Hasil metabolik yang diproduksi dapat diserap
secara langsung oleh tanaman dan tersedia sebagai substrat untuk perkembangan
mikroorganisme yang menguntungkan.Sistem serap langsung energi organi inilah
yang disebut dengan istilah penguraian bahan organik secara singkat, dalam
bahasa ilmiah disebut organikmaterial recycling pahwey.
b. Bakteri asam laktat (lactobacillus)
Bakteri ini tergolong dari jenis gram positif yang tidak membentuk spora.
Bentuk batang dan hanya dapat tumbuh pada suasanan anaerob. Bakteri ini
termasuk family Lactobacillaceae yang anggotanya dapat menghasilkan asam
laktat sebagai produksi utama fermentasi. Asam laktat yang dihasilkan bakteri ini
bermanfaat untuk menekan pertumbuhan jamur dan bakteri yang merugikan serta
mampu meningkatkan penguraian bahan organik.
c. Streptomycetes sp
Streptomycetes sp mengeluarkan enzim streptomisin yang bersifat racun
terhadap hama dan penyakit yang merugikan.
d. Actinomicetes
Distribusi Actinomicetes dialam sangat luas dalam tanah dan beberapa
diantaranya pathogen bagi manusia. Actinomicetes juga dapat menciptakan radiasi
yang baik bagi perkembangan mikroorganisme lain.
e. Ragi/ Yeast
Ragi memproduksi substansi yang berguna bagi tanaman dengan cara
fermentasi. Substansi bioaktif yang dihasilkan ragi berguna untuk pertumbuhan
sel dan pembelahan akar.Ragi ini juga berperan dalam perkembangbiakan atau
pembelahan mikroorganisme menguntungkan seperti Actinomicetes dan bakteri
asam laktat.

Bakteri asam laktat juga mempunyai kegiatan untuk mempercepat


penguraian bahan organik dan dapat menghasilkan alkohol, ester maupun zat
mikroba. Selain berfungsi dalam proses fermentasi dan dekomposisi bahan
organik, EM4 juga mempunyai manfaat lain seperti :
1. Membasmi dan mencegah jamur secara biologis
2. Memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah
3. Meningkatkan ketersediaan nutrisi tanah
4. Menekan aktivitas hama dan penyakit pada tanaman
5. Meningkatkan hasil produksi
Bahanbahan organik masuk kedalam tanah dan difermentasikan oleh
efektive mikroorganisme, reaksi fermentasi tersebut akan berperan dalam :

Menghasilkan senyawa-senyawa organik, hormon tanaman (auxin,


Giberelin, Sitokinin), vitamin, antibiotik, dan polisakarida yang memacu
pertumbuhan tanaman.

Penyediaan senyawa-senyawa organik sederhana yang dapat diserap


langsung oleh tanaman.Komposisi dari EM4 dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :

Tabel 2.2. Komposisi Aktivator EM4


No
Nama bakteri
1
Lactobacillus
2
Bakteri pelarut fosfat
3
Yeast/ragi
4
Actinomycetes
5
Bakteri fotosintetik
6
Calcium (Ca)
7
Magnesium (Mg)
8
Besi (Fe)
9
Aluminium (Al)
10
Zinc (Zn)
11
Tembaga (Pb)
12
Mangan (Mn)
13
Sodium (Na)
14
Boron (B)
15
Nitrogen (N)
Sumber: Yuniwati, 2012

Komposisi
8,7 x 105
7,5 x 106
8,5 x 106
+
+
1.675 ppm
597 ppm
5.54 ppm
0,1 ppm
1.90 ppm
0.01 ppm
3.29 ppm
363 ppm
20 ppm
0.07 ppm

1.1.7

Kompos Bagase
Kompos bagase adalah kompos yang dibuat dari ampas tebu. Ampas tebu

merupakan bahan buangan yang biasanya dibuang secara open dumping tanpa
pengolahan lebih lanjut, sehingga akan menimbulkan gangguan lingkungan dan
bau yang tidak sedap. Ampas tebu mengandung air, gula, serat dan mikroba,
sehingga bila ditumpuk akan mengalami fermentasi yang menghasilkan panas.
Jika suhu tumpukkan mencapai 94

C akan terjadi kebakaran spontan.

Berdasarkan hal tersebut perlu diterapkan suatu teknologi untuk mengatasi limbah
ini, yaitu dengan menggunakan teknologi daur ulang limbah padat menjadi produk
kompos yang bernilai guna. Pemanfaatan limbah ampas tebu sebagai bahan baku
pembuatan kompos merupakan salah satu alternatif untuk meminimalisir
terjadinya polusi estetika. Ampas tebu biasa disebut bagase, merupakan limbah
yang dihasilkan dari proses pemerahan atau ekstraksi batang tebu. Pada industri
pembuatan gula, ampas tebu dimanfaatkan sebagai bahan bakar dalam proses
produksi, namun selebihnya masih menjadi limbah yang perlu penanganan lebih
serius untuk diolah kembali (Rahimah dkk, 2015).
Limbah bagase memiliki potensi yang cukup besar sebagai bahan organik
untuk memperbaiki kesuburan tanah. Limbah bagase memiliki kadar bahan
organik sekitar 90 persen, memiliki kandungan hara N (0,30%), P2O5 (0,02%),
K2O (0,14%), Ca (0,06%), dan Mg (0,04%). Apabila limbah tersebut dibuat
kompos dan dikembalikan ke tanaman, limbah bagase dapat dapat memperbaiki
kesuburan tanah dan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Dwi dkk, 2003).
Menurut penelitian Ismayana dkk (2012) karakteristik bagase dapat dilihat pada
tabel 2.4.

Tabel 2.4 Karakteristit bagase (ampas tebu)


Parameter
Bahan organik
Nitrogen
Karbon
C/N ratio
Fosfor
Kalium
Kalsium
Besi
Aluminium
Mangan
Magnesium
Kadar air
Sumber: Ismayana, 2012

Bagas (%)
78,840
0,21
38,620
160,92
1,755
0,119
0,385
0,097
0,068
<0,0000017
0,047
17,35

Masalah utama dalam pengomposan bagase adalah rasio C/N yang tinggi
yaitu sekitar 160,92, sedangkan rasio yang optimal untuk kompos berkisar antara
20-30, rasio C/N yang tinggi tersebut menyebabkan pengomposan berlangsung
lama. Untuk mempercepat pengomposan diperlukan perlakuan khusus. Salah
satunya adalah penambahan mikroorganisme (Dwi dkk, 2003).
1.1.8

Manfaat Pupuk Organik Padat


Manfaat pupuk organik padat antara lain sebagai berikut (Yuniwati dkk,
2012):

1. Menyediakan unsur hara mikro bagi tanaman


2. Mengemburkan tanah
3. Memperbaiki struktur dan tekstur tanah
4. Meningkatkan porositas, aerasi, dan komposisi mikroorganisme tanah
5. Meningkatkan daya ikat tanah terhadap air
6. Memudahkan pertumbuhan akar tanaman
7. Menyimpan air tanah lebih lama
8. Meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk kimia
9. Bersifat multi lahan karena dapat digunakan di lahan pertanian,
perkebunan, reklamasi lahan kritis, maupun padang golf.

1.1.9 Keunggulan Pupuk Organik Padat


Pupuk organik padat memiliki keunggulan dibanding pupuk kimia, karena
memiliki sifat-sifat seperti sebagai berikut (Yuniwati dkk, 2012):
1. Mengandung unsur hara makro dan mikro yang lengkap, walaupun dalam
jumlah yang sedikit
2. Dapat memperbaiki struktur tanah dengan cara sebagai berikut:
a. Meningkatkan daya serap tanah terhadap air dan zat hara
b. Memperbaiki kehidupan mikroorganisme di dalam tanah dengan cara
menyediakan bahan makanan bagio mikroorganisme tersebut
c. Memperbesar daya ikat tanah berpasir, sehingga tidak mudah terpencar
d. Memperbaiki drainase dan tata udara di dalam tanah
e. Membantu proses pelapukan bahan mineral
f. Melindungi tanah terhadap kerusakan yang disebabkan erosi
g. Meningkatkan kapasitas tukar kation
3. Menurunkan aktivitas mikroorganisme tanah yang merugikan

1.2

Tujuan
1. Pembuatan pupuk padat dari ampas tebu
2.Mempelajari

pengaruh

konsentrasi

pengomposan
3. Mengukur pH dan mengukur kadar air

bioaktivator

pada

proses

BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN

2.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan adalah :
1. Polybag untuk wadah fermrntasi

6. Timbangan

2. Sekop kecil

7. Corong

3. Termometer

8. Kertas pH

4. Gelas ukur
5. Labu ukur
2.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan adalah :
1. Ampas tebuh
2. Sekam padi
3. Kotoran ternak
2.3. Prosedur Percobaan
2.3.1 Pembuatan Arang Ampas Tebu
Langkah-langkah pembuatan arang ampas tebu yaitu :
1. Ampas tebu dijemur dibawah sinar matahari langsung.
2. Ampas tebu yang telah kering dipotong-potong kecil dengan ukuran 2-3 cm

dan dibakar sampai menjadi arang.


2.3.2 Pembuatan Kompos
1. Polybag disiapkan untuk proses pengomposan
2. Arang ampas tebu di campur dengan sekam dan kotoran ternak secara
merata dengan perbandingan 3:1:1 (arang ampas tebu 500gram: sekam
166,67gram: kotoran ternak 166,67gram)
3. Ditambahkan EM-4 3% sebanyak 500 ml
4. Bahan no.2 dan no.3 dicampur hingga rata
5. Kompos ditutup,
6. Langkah kerja 1 sampai 5 diulangoi dengan larutan ME-4 6%

7. Suhu kompos dicek selama 4 hari berturut-turut dengan thermometer,


kompos dibalik dimana bagian atas menjadi bagian bawah menggunakan
sekop kecil.
8. Setelah 4 hari pertama, pembalikan dilakukan setiap 1 minggu sekali sampai
15 hari dari tanggal pratikum.
9. Kompos diayak dan diuji kadar air, warna, bau, ukuran partikel, pH.

2.3.3 Proses Pembuatan Larutan EM-4 3%


1. Larutna EM-4 100% dipipet dan dimasukkan kedalam gelas ukur sebanyak
15 ml.
2. Larutkan EM-4 dimasukkan dalam labu ukur 500ml.
3. Aquades ditambahkan kedalam labu ukur yang berisi larutan EM-4 100%
sampai tanda batas.
4. Larutan dikocok hingga homogeny

2.3.4 Proses Pembuatan Larutan EM-4 6%


1. Larutna EM-4 100% dipipet dan dimasukkan kedalam gelas ukur sebanyak
30 ml.
2. Larutkan EM-4 dimasukkan dalam labu ukur 500ml.
3. Aquades ditambahkan kedalam labu ukur yang berisi larutan EM-4 100%
sampai tanda batas.
4. Larutan dikocok hingga homogen

2.4

Analisa Pupuk Organik

2.4.1 Kadar Air


1. Cawan dibersihkan lalu dikerinkan di dalam oven selama 15 menit dan
didinginkan di dalam desikator. Berat cawan di timbang dan dicatat sebagai
berat W.
2. Sampel pupuk organi padat di timbang sebanyak 10 gram di dalam cawan
yang telah dikeringkan dan dicatat sebagai berat W1.

3. Sampel pupuk didalam cawan dipanaskan dalam oven pada temperature


105C selam 2 jam dan di masukkan ke desikator selama 15 menit lalu di
timbang
4. Langkah kerja no.3 di ulangi hingga berat konstan dan dicatat sebagai berat
W2.
5. Hitung kadar air pupuk organic dengan rumus

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1

Karakteristik Pupuk Organik Padat


Pembuatan pupuk organik padat dari ampas tebu menggunakan

bioaktivator

EM4 dilakukan selama 15 hari. Selama proses pengomposan

dilakukan pengamatan terhadap temperatur pengomposan dimana dapat dilihat


pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Karakteristik Pupuk Organik Padat
Persen EM-4
3%
6%
SNI 19-7030-2004

Suhu optimum
(C)
32
32
Maksimal 50

pH
6
6
6,80-7,49

Kadar air (%)


Akhir
53,39
71,31
Maksimal 50

Tabel 3.1 menunjukkan bahwa pH dan kadar air pupuk organik padat yang
didapatkan masing-masing variasi adalah pH 6 dan tidak memenuhi SNI 19-70302004 dan kadar air 53,39% untuk variasi EM4 3%, 71,31% untuk variasi EM4
6%, pada pengujian kadar air belum sesuai SNI karena kadar air yang terdapat
pada pupuk lebihi dari 50%. pH pupuk padat yang didapatkan pada tabel 3.1
bersifat asam hal tersebut dikarenakan proses pengomposan belum selesai.
Komposisi pupuk organik terlihat secara fisik pupuk dan karakteristik
kompos dinilai dari parameter akhir kompos, antara lain nilai pH, dan kadar air.
Mutu produk pupuk organik padat secara umum sudah mendekati sifat fisik bahan
kompos. Hal ini ditunjukkan dengan bau kompos yang seperti tanah, karena
materi yang dikandungnya sudah menyerupai materi tanah dan berwarna
kehitaman yang terbentuk akibat pengaruh bahan organik yang sudah stabil.
Bentuk akhir pupuk organik padat sudah tidak menyerupai bentuk aslinya, hal ini
disebabkan karena dekomposisi mikroorganisme yang hidup dalam kompos.
Pada proses pembuatan pupuk padat tersebut dilakukan pengamatan
terhadap temperatur pupuk selama pengomposan, perubahan temperatur
berdasarkan lama waktu pengomposan dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut ini:

35
30

suhu (C)

25
20
EM4 3%

15

EM4 6%

10
5
0
0

10

15

20

lama pengomposan (hari)

Gambar 3.1 Hasil pengukuran suhu kompos


Berdasarkan gambar 3.1 menunjukkan bahwa pada pengukuran suhu awal
pengomposan masing-masing variasi konsentrasi EM4 3 dan 6% mempunyai suhu
yaitu 27 OC dan 26C. Pada masing-masing variasi kompos terjadi peningkatan
suhu. Suhu pengomposan pada masing-masing pupuk mengalami perbedaan
sampai hari ke-6, pada hari ke-7 dan 8 suhu pengomposan mencapai suhu
maksimal yaitu 32

untuk variasi EM4 3 dan 6%. Suhu kompos pun kembali

turun dan suhu terakhirnya adalah variasi EM4 3% 28C dan variasi EM4 6%
27C. Kenaikan suhu pada pratikum ini, terjadi karena adanya aktivitas
mikroorganisme dalam mendekomposisikan bahan organik dengan oksigen
sehingga menghasilkan energi dalam bentuk panas, CO2 dan uap air. Panas yang
ditimbulkan akan tersimpan dalam tumpukan, sementara bagian permukaan
terpakai untuk penguapan. Panas yang terperangkap dalam tumpukan akan
menaikan suhu tumpukan. Setelah mencapai suhu maksimal pada hari ke-7 dan 8
untuk semua variasi kompos, suhu tumpukan mengalami penurunan setelah hari
ke-8 dan stabil sampai proses pengomposan berakhir pada hari ke-15.

Hasil dari kompos dapat dilihat dari fisik pupuk dan komposisi pupuk
organik pada parameter akhir, antara lain nilai pH, dan kadar air. Mutu produk
pupuk organik padat secara umum sudah mendekati sifat fisik bahan kompos. Hal
ini ditunjukkan dengan bau kompos yang seperti tanah, karena materi yang
dikandungnya sudah menyerupai materi tanah dan berwarna kehitaman yang
terbentuk akibat pengaruh bahan organik yang sudah stabil. Bentuk akhir pupuk
organik padat sudah masih sedikit menyerupai bentuk aslinya, hal ini disebabkan
karena dekomposisi mikroorganisme yang hidup dalam kompos tidak bekerja
secara optimal.

7
6
5

pH

4
hari ke-1
3

hari ke-3
hari ke 15

2
1
0
3%

6%
Konentrasi EM4

Gambar 3.2 Nilai pH berdasarkankonsentrasi EM 4


Berdasarkan gambar 3.2 dapat dilihat bahwa nilai pH pada pupuk padat
konsentrasi 3% dan 6% bernilai sama yaitu 6. Nilai pH tidak berubah pada hari
ke-1, 3 dan 15. Seharusnya derajat keasaman pada awal proses pengomposan
akan mengalami penurunan karena sejumlah mikroorganisme yang terlibat dalam
pengomposan mengubah bahan organik menjadi asam organik. Pada proses
selanjutnya, mikroorganisme dari jenis lain akan mengkonversikan asam organik

yang telah terbentuk sehingga bahan memiliki derajat keasaman yang tinggi dan
mendekati normal (Sinaga, 2009). Pada pratikum ini pH tidak mengalami
kenaikan dan menurun dalam tumpukan kompos, yang berubah hanya suhu
kompos. Perubahan suhu menandakan bahwa aktivitas mikroorganisme telah
berjala. Kisaran pH yang baik untuk pengomposan ialah sekitar 6,5-7,5 (netral).
(sinaga,2009). Namun pH yang terlalu asam bisa jadi akibat dari proses
pengomposan yang belum selesai, dengan pemantauan suhu bahan kompos secara
tepat waktu dan benar sudah dapat mempertahankan kondisi pH tetap pada titik
netral tanpa pemberian kapur (Sinaga, 2009). Berdasarkan SNI pH akhir
pengomposan ialah 6,80-7,49 sedangkan

nilai pH yang didapat tidak sesuai

dengan nilai SNI hal ini disebabkan oleh temperatur pengomposan yang terlalu
rendah.
80,00%
70,00%

Kadar air

60,00%
50,00%
40,00%

Awal

30,00%

akhir

20,00%
10,00%
0,00%
EM4 3%

EM4 6%
Konsentrasi EM4

Gambar 3.3 Kadar air berdasarkan konsentrasi EM 4


Berdasarkan gambar 3.3 dapat dilihat bahwa kadar air pada pupuk padat
konsentrasi EM4 3% dan 6% mengalami kenaikan, ini disebabkan ada nya
penambahan air ketika kompos mulai kering. Penambahan air di lakukan karena
umumnya mikroorganisme tersebut dapat bekerja dengan kelembaban sekitar 4060%. Kondisi tersebut perlu dijaga agar mikroorganisme dapat bekerja secara

optimal. Kelembaban yang lebih rendah atau lebih tinggi akan menyebabkan
mikroorganisme tidak berkembang atau mati (Sinaga,2009).
Kompos mengering akibat adanya penguapan, dalam proses pengomposan
terjadi perubahan seperti, karbohidrat, selulosa, hemiselulosa, lemak dan lilin
menjadi CO2 dan air, zat putih telur menjadi amonia, CO2 dan air, penguraian
senyawa organik menjadi senyawa yang dapat diserap tanaman (Sinaga,2009).
CO2 dan air akan menguap akibat suhu didalam tempat pengomposan yang tinggi.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1

Kesimpulan
Pratikum pembuatan pupuk organik padat kesimpulannya sebagai berikut:
1. Karakteristik sifat fisik kompos yang didapat terhadap warna dan bau,
untuk warna memiliki warna kehitaman dan untuk bau memberikan aroma
berbau tanah dan memenuhi SNI 19-7030-2004.
2. Karakeristik

kompos

belum

memenuhi

SNI 19-7030-2004

ialah

konsentrasi EM4 3% dimana pH yang di dapat 6 dan kadar air 53,39%.


Dan untuk konsentrasi EM4 6% dimana pH yang di dapat 6 dan kadar air
71,31 %.
.
4.2

Saran
Pupuk organik padat yang dibuat sebaiknya dilakukan pengecekan kadar

air dan kelembaban pada saat proses pengomposan agar didapat pupuk yang
sesuai dengan SNI 19-7030-2004.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Elis T., Andi Ilham L., dan Zohra H. 2013. Pengaruh Vermikompos
Terhadap Pertumbuhan Tanaman Terong Ungu Solanum melongena L. var.
Esculentum Bailey. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar
Badan Standardisasi Nasional. 1990. SNI 03-1965-1990 Tentang Metode
Pengujian Kadar Air Tanah. Badan Standardisasi Nasional
Badan Standardisasi Nasional. 1998. SNI 13-4720-1998 Tentang Tata Penentuan
Kadar Karbon Organik Dalam Tanah. Badan Standardisasi Nasional
Badan Standardisasi Nasional. 1998. SNI 13-4721-1998 Tentang Tata Penentuan
Kadar Nitrogen Total Dalam Tanah. Badan Standardisasi Nasional
Badan Standardisasi Nasional. 2004. SNI 19-7030-2004 Tentang Spesifikasi
kompos sampah organik dosmetik. Badan Standardisasi Nasional
Widarti B.N, Wardah K.W dan Edhi S. 2015. Pengaruh Rasio C/N Bahan Baku
Pada Pembuatan Kompos Dari Kubis Dan Kulit Pisang. Jurnal Integrasi
Proses Vol. 5, No.2 (Juni 2015) 75-80. Program Studi Teknik Lingkungan,
Fakultas Teknik, Unmul, Gunung Kelua Samarinda.
Dwi G., Purwono dan Sarwono. 2003. Pengaruh Pemberian Kompos Bagase
Terhadap Serapan Hara Dan Pertumbuhan Tanaman Tebu (Saccharum
Officinarum L. Depertemen Budi Daya Pertanian, Faperta IPB.
Farida A., Muhammad E. dan Aga K. 2008. Pembuatan Kompos Dari Ampas
Tahu Dengan Activator Stardec. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Sriwijaya Indonesia.
Hartutik S., Sriatun dan Taslimah. 2009. Pembuatan Pupuk Kompos Dari Limbah
Bunga Kenanga Dan Pengaruh Persentase Zeolit Terhadap Ketersediaan
Nitrogen Tanah. Jurusan Kimia Universitas Diponegoro Semarang.
Ismayana A., Indrasti N.S., Suprihatin, Maddu A. dan Fredy Aris. 2012. Factors
Of Initial C/N And Aeration Rate In Co-Composting Process Of Bagasse
And Filter Cake. Jurnal Teknik industri Pertanian 22 (3): 173-179.
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor Kampus IPB Darmaga Bogor
Sinaga, D. 2009. Pembuatan Pupuk Cair Dari Sampah Organik Dengan
Menggunakan Boisca Sebagai Stater. Depertemen Teknologi Pertanian.
Falkutas Pertanian. Universitas Sumatra Utara
Umniyatie S. 2011. Pembuatan Pupuk Organik Menggunakan Mikroba Efektif
(Effective Microorganisms 4). Laporan PPM UNY: Karya Alternatif
Mahasiswa.

Rahimah, Mardhiansyah M dan Yoza D.,. 2015. Pemanfaatan Kompos Berbahan


Ampas Tebu (Saccharum sp.) Dengan Bioaktivator Trichoderma spp.
Sebagai Media Tumbuh Semai Acacia Crassicarpa. Jom Faperta Vol 2 No 1
Febuari 2015. Jurusan Kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas Riau.
Riau
Taib, G., G. Said Wiraatmadja. 1989. Operasi Pengeringan pada Pengolahan
Hasil Pertanian. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta
Yuliani F. dan Nugraheni F. 2008. Pembuatan Pupuk Organik (Kompos) Dari
Arang Ampas Tebu Dan Limbah Ternak. Fakultas Pertanian Universitas
Muria Kudus.
Yuniwati M., Iskarima F. dan Padulemba A,. 2012. Optimasi Kondisi Proses
Pembuatan Kompos Dari Sampah Organik Dengan Cara Fermentasi
Menggunakan EM4. Jurnal Teknologi, Volume 5 Nomor 2, Desember 2012,
172 181. Jurusan Teknik Kimia. Falkutas Teknologi Industri Institut Sains
dan Teknologi AKPRIND. Yogyakarta

LAMPIRAN PERHITUNGAN
1. Lampiran perhitungan EM-4 3%
V1 x N1 = V2 x N2
V1 x 100% = 500% x 3%
V1

= 15 ml

2. Lampiran perhitungan EM-4 6%


V1 x N1 = V2 x N2
V1 x 100% = 500% x 6%
V1 = 30 ml

3. Kadar air Kompos menggunakan EM-4 3%

Sebelum pengomposan

30,43%

Sesudah pengomposan

4. Kadar air Kompos menggunakan EM-4 6%

Sebelum pengomposan

30,04%

Sesudah pengomposan

71,31%

LAMPIRAN GAMBAR
1. Pencampuran arang ampas tebu, sekam padi dan kotoran ternak dengan
perbandingan (3:1:1)

2. Proses pencampuran ketiga bahan dan pemberian EM4 3% dan 4%

3. Penimbangan kadar air sebelum dan sesudah pengomposan

4. Hasil pupuk setelah pengomposan variasai EM4 3% dan 6%

Anda mungkin juga menyukai