Anda di halaman 1dari 3

Mengenal Pasukan Media Sosial Buzzer

Senin, 25 April 2016 09:39 WIB

Ilustrasi Buzzer
JAKARTA (Realita) - Sudah bukan rahasia, kemenangan beberapa pemimpin
dunia, salah satunya di Indonesia, tak bisa lepas dari perang Buzzer. Buzzer
adalah pasukan online yang tujuannya menyebar citra positif salah seorang
calon pemimpin.

Sebetulnya, istilah buzzer buat mengadang pemberitaan dalam media online


sudah lama terdengar, tepatnya ketika Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta
empat tahun lalu. Kemudian para buzzer politik ini juga ramai menjadi
perbincangan pada Pemilihan Presiden tahun 2014. Tugas para Buzzer media
sosial ini adalah memberikan citra positif terhadap sosok tertentu untuk dibela
mati-matian melalui kicauan.

Bukan hanya satu dalam Pilkada maupun Pemilihan Presiden, Buzzer media
sosial ini juga digunakan oleh individu untuk menghalau berita-berita negatif.
Tujuannya tak lain ialah mempengaruhi publik dari opini yang dihasilkan. Dalam
terminologi media sosial, para buzzer ini disebut sebagai netizen. Mereka ada
yang menggunakan akun nyata dan juga akun anonim.

IM, nama inisial, salah seorang pernah bekerja di sebuah perusahaan bergerak di
bidang Buzzer sosial media mengatakan, sejatinya tujuan para buzzer memang
untuk memberikan citra positif. Misal dalam konteks ini, adalah buzzer untuk
salah satu pasangan calon dalam Pemilihan Kepala Daerah. Biasanya para
buzzer ini akan memberikan komentar dalam pemberitaan bernada nyinyir,
menyudutkan atau menghakimi sejadi-jadinya.

"Intinya untuk mengcounter berita-berita negatif. Misal si A ada kasus korupsi,


kita para buzzer yang di bayar tugasnya mengcounter berita itu," ujar IMa. Dia
menambahkan, dalam media sosial para buzzer ini tidak hanya digunakan untuk
mempromosikan produk berbentuk barang, melainkan bisa juga
mengkampanyekan seorang tokoh.

"Tujuannya untuk membentuk opini publik," katanya.

IM menuturkan, selama dia bekerja, pada tahun 2014 lalu, dia pernah ditugaskan
mengadang berita negatif terhadap salah satu bekas anggota Dewan Perwakilan

Rakyat namanya terseret disebut dalam kasus korupsi. Waktu itu, dia bersama
dengan buzzer lain di kantornya mengadang berita-berita itu dengan hal-hal
yang positif. Masing-masing para buzzer bertugas mengadang berita-berita yang
membawa nama si klien dengan komentar-komentar positif dalam sebuah
pemberitaan.

"Ada yang khusus menggunakan akun facebook maupun twitter. Kalau untuk
klien yang ini, dia di counter lewat komentar pembaca," tutur IM. Untuk cara
kerja dia pun menjelaskan, jika satu orang bisa memiliki beberapa akun anonim
yang berfungsi mengadang pemberitaan-pemberitaan negatif.

Pakar Media Sosial, Enda Nasution mengatakan, keberadaan para buzzer ini
sejatinya memang banyak digunakan dalam mempromosikan produk maupun
juga dalam kampanye pasangan dalam Pilkada. Dia mengatakan, tujuan para
buzzer ini tak lain ialah menjual followernya untuk menjadi sasaran kampanye
maupun promosi produk.

Media sosial yang digunakan pun beragam, Enda menyebut biasanya para
buzzer menggunakan twitter, facebook, maupun youtube untuk melakukan
kampanye atau promosi produk. Istilah buzzer dalam masing-masing media
sosial pun berbeda. Ada Youtubers, selebgram dan juga selebtwit.

"Kriterianya ya akun-akun yang memiliki follower yang banyak lah yang dapat
menjadi buzzer jadi mereka bisa mengiklankan, menginformasikan sesuatu dan
harus memiliki pengaruh pada followernya," ujar lelaki yang disebut sebagai
tokoh blog Indonesia ini melalui sambungan seluler pekan lalu.

Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Indonesia, Irwansyah mengatakan,


keberadaan para buzzer atau biasa disebut netizen ini dalam ajang pertarungan
Pilkada adalah bentuk kampanye murah meriah. Apalagi kebanyakan kata dia,
dengan menggunakan para buzzer, ada informasi bias juga dijadikan sebagai
kampanye negatif.

"Buzzer juga akan membangun informasi yang dianggap bisa menjatuhkan


pamor dan bisa membuat citra seseorang akan menjadi baik," ujar Irwan.

Dia pun menjelaskan, di dalam media virtual kehadiran para buzzer ini sangat
mempunyai peran penting untuk mencitrakan sebuah karakter penokohan.
Sebab, dalam konteks ini, para buzzer lebih menggunakan kedekatan emosional
bagi pengguna media sosial. Jadi jangan kaget, jika menjelang Pilkada serentak
bakal berlangsung 2017 nanti, pasukan-pasukan virtual ini ada yang memang
sudah di pelihara untuk membangun reputasi dari calpn yang akan di bentuk.

"Ya akan berkembang nanti, tetapi tidak semua buzzer yang mendukung satu
calon saja, kemungkinan mereka punya akun lain yang memang untuk membuat
calon tersebut jelek atau diserang," ujarnya.

"Jadi bisa saja kemungkinan buzzer memiliki satu akun berbeda tidak hanya
mendukung pasangan A,tetapi bisa saja mereka menyerang, "

Budi Raharjo pakar Teknologi Informasi dari Institut Teknologi Bandung juga
mengatakan hal sama. Menurut dia kehadiran para buzzer politik menjelang
Pilkada Serentak bakal berlangsung tahun nanti bisa jadi memang sudah dimulai
oleh tim kampanye tokoh itu sendiri. Biasanya kata dia, para buzzer politik
berperan untuk menentukan postingan atau kicauan bakal digunakan untuk
melakukan kampanye.

Dia pun tak menampik jika para buzzer ini juga banyak yang menggunakan akun
anonim untuk melakukan kampanye. "Kalo buzzer mereka ada waktunya
misalnya jam segini mereka mau posting apa. Jam segini mau posting apa," ujar
Budi. Dsf

Anda mungkin juga menyukai