Anda di halaman 1dari 2

Dizaman serba instan dan canggih seperti sekarang ini, siapa sih yang gak

punya akun di jejaring sosial seperti di Twitter, Facebook, Path, Instagram dan
lain sebagainya. Minimal seseorang punya satu atau lebih akun di dalam jejaring
sosial. Bahkan pada saat ini jejaring sosial itu bisa dikatakan sebagai suatu
kebutuhan pokok yang harus ada dan tidak bisa terpisahkan dalam menjalani
aktifitas sehari-hari kita sebagai makhluk sosial. Jejaring sosial juga sering
dimanfaatkan oleh kalangan pebisnis untuk sekedar mempromosikan atau
memperkenalkan produk mereka di dunia virtual dengan menggunakan jasa
buzzer sebagai brand ambassador mereka. Dimana dalam mempromosikan atau
memperkenalkan suatu produk bisa secara instan dilakukan di jejaring sosial
dengan biaya yang murah dan terjangkau tanpa harus repot-repot
mengiklankan produk itu di media lainnya dengan biaya yang mahal pula seperti
halnya ketika ingin berpromosi di media konvensional. Cukup hanya dengan
mendaftar atau membuat akun di sebuah jejaring sosial, sudah bisa langsung
memperkenalkan brand mereka. Tak hanya kalangan pebisnis saja, kalangan elit
politik maupun parpol di negeri ini juga memanfaatkan jejaring sosial ini sebagai
sarana ''pencitraan''.! Inilah yang coba di bahas didalam artikel ini. Dimana
fenomena kampanye suatu parpol didalam jejaring sosial dengan menggunakan
buzzer sebagai ''pasukan'' mereka dalam mendongkrak citra dan elektabilitas
suatu parpol tertentu. Sah-sah saja jika ada suatu parpol ingin memanfaatkan
jasa ini untuk berkampanye atau hanya sekedar untuk membangun citra positif
partai itu sendiri. Nah, disinilah peran para buzzer itu dibutuhkan. Pasti ada yang
bertanya-tanya apa sih buzzer itu? Bagi yang belum tahu buzzer itu apa, saya
akan menjelaskan sedikit terlebih dahulu tentang buzzer itu sendiri. Buzzer
adalah pemilik akun sosial media seperti Twitter dengan follower yang banyak
atau akun Facebook dengan teman atau like yang banyak. Mereka inilah
penyebar informasi atau buzzer yang sangat efektif di jejaring sosial. Karena
saking banyaknya follower atau teman mereka di media sosial, setiap tweet atau
posting-an mereka di akun pribadinya langsung terbaca oleh ribuan bahkan
jutaan masyarakat di dunia virtual. Itulah sebabnya mereka disebut sebagai
penyebar informasi yang sangat efektif. Maka fenomena inilah yang coba
dimanfaatkan oleh parpol tertentu untuk memanfaatkan jejaring sosial itu sendiri
untuk berkampanye atau hanya sekedar untuk pencitraan saja. Bahkan tak
jarang buzzer itu bahkan ada dari kalangan selebritis atau publik figur tertentu.
Tentunya jasa buzzer ini bukan jasa cuma-cuma. Para buzzer ini dibayar bahkan
tak jarang ada juga yang memasang tarif untuk setiap satu kali tweet atau
posting-an mereka di akun sosial miliknya. Dan para selebtwit (akun di twitter
dengan follower 2 ribu keatas) ini pun kena dampaknya dan kini sudah menjadi
buzzer berbayar. Tentunya karna efek yang dihasilkan oleh para buzzer ini dalam
menyampaikan suatu pesan bisa memberikan dampak yang sangat luas dan
besar keuntungannya karna langsung dibaca oleh jutaan pengikut mereka di
jejaring sosial. Tarif yang dikenakan para buzzer ini sangat bervariasi
nominalnya, seperti yang dilansir oleh industri.kontan.co.id, sebuah perusahaan
konsultan pemasaran digital melalui Chief Executive OfficerBrightstars mereka,
Pandu Wirawan mengungkapkan ada yang mulai dari Rp 3 juta sampai Rp 20 juta
per tweet untuk buzzer artis. Karna menurut Pandu para buzzer artis ini berani
memasang tarif sedemikian rupa ddikarenakan rata-rata pengguna internet
sekarang menghabiskan 5 jam sehari dan 35 jam per minggu. Dan menurut
pengamat sosial media yang cukup kondang dengan akun twitter @ndorokakung
atau Wicaksono, untuk buzzer biasa atau selebtwit, bervariasi nominalnya mulai

dari Rp 100.000 per tweet hingga satu sepeda motor untuk kontrak sebagai
buzzer. Kaitannya dengan pencitraan parpol, berdasarkan survei yang dirilis oleh
Katapedia Social Media Research Center, yang dilansir oleh okezone.com, ada
delapan partai politik yang mulai aktif di media sosial untuk meningkatkan
elektabilitas partai mereka masing-masing. Partai tersebut adalah Gerindra
(19,67 persen), NasDem (13,68 persen), PKS (12,97 persen), PDI Perjuangan
(12,12 persen), Golkar (11,45 persen), Hanura (10,17 persen), PPP (9,84 persen),
dan Demokrat (9,65 persen). Survei dilakukan terhitung sejak 1 November-1
Desember 2013 dengan menganalisa pembicaraan terkait parpol di sosial media
Twitter. Masing-masing parpol punya strateginya masing dalam bermanuver
berpolitik terutama di media sosial. Mulai dari saling ejek atau menjatuhkan
lawan politiknya dengan melemparkan isu-isu negatif, atau dengan melakukan
perang psikologi atau psy-war secara verbal melalui buzzer bayaran mereka
tentunya. Tak jarang juga para parpol ini melakukan pencitraan dengan
mengkampanyekan berbagai hal positif mengenai parpol mereka di jejaring
sosial untuk menarik simpati masyarakat tentunya. Namun kembali lagi bahwa
jejaring sosial itu sangat bermanfaat dalam kehidupan manusia di zaman
sekarang ini. Tinggal tergantung individu atau kelompok yang ingin
menggunakannya dalam bentuk apa dan seperti apa faedahnya kedepan. Dan
emua kembali lagi ke pribadi masing-masing, bagaimana cara kita dalam
menggunakan jejaring sosial yang baik dan benar bukan untuk membawa kita
terjerumus dalam tindak-tanduk perbuatan kriminal yang merugikan kita.

sumber: http://www.kompasiana.com/ryanhasim/jejaring-sosial-buzzer-danpencitraan-parpol_54f7bac0a33311641e8b491a

Anda mungkin juga menyukai