Disusun oleh :
AFRIZA HANIF FATKHURI
22020111120004
22020111120009
PRIMA KHAIRUNISA
22020111130065
22020111130082
GADIS MADADETA S
22020111130090
IDA NOVITASARI
22020111130100
LUCKY
A 11 1
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
untuk
mewujudkan
keseimbangan
perlindungan
UU No.8 Tahun 1999 terdiri dari 15 BAB dan 65 pasal yang menjelaskan
tentang Perlindungan Konsumen dan di sahkan oleh Presiden Baharuddin Jusuf
Habibie pada tanggal 20 April 1999. Pada BAB I pasal 1 UU No.8 Tahun 1999
menjelaskan tentang Ketentuan Umum yang meliputi pengertian perlindungan
konsumen, konsumen, pelaku usaha, barang, jasa, promosi, impor barang, impor jasa,
lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, klausa baku, badan
penyelesaian sengketa konsumen, badan perlindungan konsumen nasional dan
menteri yang bertugas dan bertanggung jawab dibidang perdagangan.
Di dunia kesehatan terutama di bidang Keperawatan yang menjadi peran
utama adalah perawat sebagai pelaku usaha, klien sebagai konsumen, dan pelayanan
keperawatan merupakan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen. Dalam UU No. 8
Tahun 1999 dijelaskan Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau barang
atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum
yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum
Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Konsumen
adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,
baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan. Sedangkan jasa adalah setiap pelayanan yang
berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk
dimanfaatkan oleh konsumen.
Pada BAB II menjelaskan tentang asas perlindungan konsumen, tujuan
perlindungan konsumen. Perlindungan konsumen berasakan manfaat, keadilan,
keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen serta kepastian hukum.
Sedangkan perlindungan konsumen bertujuan untuk melindungi hak konsumen dalam
mendapatkan barang dan/jasa yang sesuai dengan kebutuhan. Pada BAB III
menjelaskan tentang Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha.
BAB IV menjelaskan tentang perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha dan
dijelaskan lebih rinci pada pasal 8, 9, 10,11, 12, 13, 14, 15, 16, 17. BAB V
menjelaskan tentang Ketentuan Pencantuman Klausal Baku. Klausal baku adalah
setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan
terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu
dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
BAB VI menjelaskan tentang Tanggung Jawab Pelaku usaha. Pelaku usaha
bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan atau
kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa, pengembalian dapat
berupa uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis dan setara nilainya,
atau perawatan kesehatan dan/atau memberikan santunan yang sesuai dengan UU
yang berlaku dan pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 hari
setelah transaksi.
BAB VII menjelaskan Pembinaan dan Pengawasan. Pembinaan dilakukan
oleh pemerintah dan menteri perdagangan yang menjamin diperolehnya hak
konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku
usaha. Pegawasan terhadap penyelenggaran perlindungan konsumen diselenggarakan
oleh pemerintah, masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat. BAB VIII menjelaskan tentang nama, kedudukan, fungsi, dan tugas
Badan Perlindungan Konsumen Nasional. Dalam rangka mengembangkan upaya
perlindungan konsumen dibentuk Badan Perlindungan Konsumen Nasional yang
berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia dan bertanggung jawab kepada
Presiden. Badan perlindungan Konsumen Nasional mempunyai fungsi memberikan
saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengambangkan
perlindungan konsumen di Indonesia. Badan Perlindungan Konsumen Nasional
terdiri minimal 15 orang dan maksimal 25 orang yang terdiri dari unsur pemerintah,
pelaku usaha, lembaga perlindungan swadaya masyarakat, akademis dan tenaga ahli.
Masa jabatan anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional selama 3 tahun dan
dapat dipilih lagi dalam 1 kali masa jabatan berikutnya.
BAB IX menjelaskan tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
Mayarakat. Pemerintah mengakui lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat yang memeuhi syarat. Diharapkan lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen.
Tugas
lembaga
perlindungan
konsumen
swadaya
masyarakat
antara
lain
menyebarkan informasi dalam rangka meningktkan kesadaran atas hak dan kewajiban
serta kehati-hatian dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Memberikan nasihat
kepada konsumen yang memerlukannya, bekerjasama dengan instansi terkait dalam
upaya
mewujudkan
perlindungan
konsumen,
membantu
konsumen
dalam
Pasien rumah sakit adalah konsumen, sehingga secara umum pasien dilindungi
dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU No.
8/1999). Menurut pasal 4 UU No. 8/1999, hak-hak konsumen adalah:
a)
b)
c)
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
d)
e)
digunakan;
hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
f)
g)
h)
diskriminatif;
hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya;
Hak perawat yang harus dipenuhi berdasarkan UU no 8 tahun 1999 (pentingnya
kerugian konsumen.
e. Kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau
f. Pencabutan izin usaha.
Malpraktek yang merupakan bentuk pelanggaran terhadap kaidahkaidah profesi, dimasa yang akan datang merupakan masalah yang cukup
satu rumah sakit swasta bertaraf internasional. Prita dalam kasus ini
merupakan konsumen sebagaimana dijelaskan dalam UU No 8/1999
(Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.). Kemudian
pihak Rumah Sakit OMNI Internasional adalah pelaku usaha dalam UU No
8/1999 (Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha,
baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang
didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum
negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama- sama melalui
perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang
ekonomi). Kasus Prita berawal ketika Prita yang dirawat di rumah sakit OMNI
International merasa tidak puas dengan pelayanan yang diberikan oleh pihak
rumah sakit. Prita tidakmendapat informasi yang benar atas hasil diagnosa
dokter terhadap pemeriksaan kondisi tubuhnya (sakitnya), oleh karena pihak
OMNI tidak memberikan respon positif saat Prita menanyakan perihal
penyakit Prita yang sebenarnya. Prita yang mendapat berbagai infus dan
berbagai suntikan tanpa penjelasan dan izin dari Prita (pasien) atau keluarga
Prita (keluarga pasien) untuk apa hal itu dilakukan, bahkan ketika Prita
meminta keterangan perihal tujuan berbagai suntikan dan infus dimaksud,
tidak ada keterangan, penjelasan dan jawaban apapun, hal demikian jelas
merupakan sebuah pelanggaran terhadap Pasal 4 (c) dan (g) UU No 1999
tentang Perlindungan Konsumen. Akibat hal tersebut, Prita kemudian curhat
ke teman- temannya melalui email terhadap pelayanan Rumah Sakit OMNI
Internasional yang didapatkan selama ia dirawat di rumah sakit tersebut. Pihak
Rumah Sakit yang tidak terima dengan sikap Prita kemudian justru
melaporkan Prita ke pihak berwajib dengan tuduhan pencemaran nama baik
terhadap Rumah Sakit OMNI International. Prita kemudian dijatuhi hukuman
6 tahun penjara dengan denda 1 Milyar Rupiah karena kasus tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Guwandi, J. (1994). Kelalaian Medik (Medical Negligence)Edisi 2. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI
UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terhadap Profesi Keperawatan