Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KONSEP AREA RURAL


Disusun untuk memenuhi tugas mata ajar Keperawatan Komunitas
Koordinator Mata Ajar: Ns. Artika Nurahima, S.Kep.,M.Kep

Oleh :
Eva Afriyani Hanif

22020111130080

Herningtyas K

22020111130081

Intan Hapsari Putri

22020111130082

Rena Widyasari

22020111130083

Nauvila Fitrotul Aini

22020111130084

Ika Juita Giyaningtyas

22020111130087

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2014

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... 1
DAFTAR ISI ................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................

B. Tujuan .................................................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Area Rural .............................................................................. 6
B. Masalah Kesehatan di Area Rural ....................................................... 10
C. Tingkat Pencegahan Masalah Kesehatan di Area Rural ...................... 12
A. BAB III PENUTUP ............................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 15

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan komunitas merupakan salah satu bidang keperawatan
yang merupakan perpaduan dari keperawatan dan kesehatan masyarakat yang
membutuhkan peran aktif masyarakat. Inti dari keperawatan komunitas
adalah pelayanan promotif dan preventif secara yang berkesinambungan yang
ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok serta masyarakat sebagai
kesatuan yang utuh (Mubarak, 2006).
Proses keperawatan komunitas merupakan suatu metode pemberian
asuhan keperawatan yang bersifat alamiah, sistematis, dinamis, kontinue dan
berkesinambungan dalam rangka memecahkan masalah kesehatan klien,
keluarga, kelompok serta masyarakat melalui langkah-langkah seperti
pengkajian, perencanaan, implkementasi dan evaluasi keperawatan (Wahyudi,
2010).
Area rural atau pedesaan merupakan suatu masyarakat yang tinggal di
suatu daerah yang penduduknya masih terbilang jarang dan terletak pada
daerah yang sulit di jangkau jauh dari area kota besar (Anderson, 2006).
Masyarakat rural di artikan sebagai sekumpulan masyarakat yang tingal di
area rural. Komunitas rural merupakan sekumpulan individu yang saling
berinteraksi satu sama lain dan tinggal disuatu wilayah diluar perkotaan
dimana wilayah tersebut biasanya memiliki keterbatasan dalam intensitas
pembangunan yang menyebabkan pelayanan (sarana dan prasarana) tidak
selalu memadai.
Pembagian wilayah administratif Indonesia menurut Permendagri No
66 Tahun 2011, Indonesia terdiri dari 399 Kabupaten, 98 Kota, 6694
Kecamatan, 8216 Kelurahan dan 69.249 desa. Pembagian wilayah di
Indonesia dari pusat kota ke daerah pedesaan di urutkan mulai dari Pusat
kota, sub urban, sub urban fringe, urban fringe, rural urban, rural. Jumlah
pedesaan di Indonesia menurut hasil survey badan pusat statistik Indonesia
pada tahun 2012 mencapai 79.702. Melihat perkembangan data statistik

tersebut, area rural atau pedesaan di Indonesia masih menunjukan angka yang
tinggi yaitu mencapai angka 6-7 ribu desa.
Masalah kesehatan yang sering muncul di area rural atau pedesaan
berhubungan dengan sedikitnya pengetahuan dan kurangnya kesadaran diri
dari masyarakat pedesaan. Contoh nyatanya adalah masyarakat pedesaan
yang menggunakan hasil alam sekitar seperti hasil perkebunan dan air dari
sungai atau sumur secara bersama. Sedikitnya pengetahuan dan kurangnya
kesadaran diri dari masyarakat pedesaan membuat masyarakat menggunakan
air untuk pemenuhan konsumsi sehari-hari seperti memasak, mencuci, mandi,
makan dan minum. Kebiasaan tersbut dapat berpotensi untuk menimbulkan
penyakit menular seperti disentri (diare), pneumonia, tuberculosis, bronchitis
influenza, penyakit campak.
Hasil dari suatu penelitian menunjukan prevalensi masalah kesehatan
yang muncul di area rural meliputi ISPA, Diare, Kulit dan mata untuk
kelompok umur 0 - 4 tahun. ISPA mempunyai prevalensi tertinggi untuk
kelompok umur 0-4 tahun, 5-14 tahun, 15-44tahun, 45-54 tahun. Penyebab
utamanya adalah faktor rumah yang tidak memenuhi syarat rumah sehat
terutama pada ventilasi dan pencahayaan serta pengetahuan yang kurang akan
pengetahuan faktor gizi yang berperan dalam ISPA. Prevalensi diare atau
disentri tertinggi adalah area rural pegunungan, karena meskipun kuantitas air
yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan mencukupi tapi kualitas airnya
tidak baik karena berhubungan dengan mikroorganisme air yang terkandung
di dalam air alam. Penyakit mata terkonsentrasi di rural pegunungan untuk
semua golongan usia karena terkait dengan kualitas udara (debu) dan faktor
usia, gizi, dan musim (kemarau atau hujan).
Status kesehatan suatu masyarakat dapat ditunjukan dengan angka
morbiditas (angka tigkat kesakitan atau kematian). Pengetahuan mengenai
distribusi maslah kesehatan menurut tempat adalah penting karena tempat
tinggal/tempat kerja seseorang dapat menunujukan sebagian dari jenis
masalah kesehatan dan penyakit yang diderita.
Dari uraian diatas menunjukan bahwa banyaknya potensi masalah
kesehatan yang dapat terjadi di area rural disebabkan karena kurangnya

pengetahuan dan kesadaran diri dari masyarakat rural. Keperawatan


komunitas sangat di butuhkan untuk menyelesaikan masalah kesehatan yang
mungkin terjadi di area rural. Untuk itu penulis menysusun makalah ini untuk
mengetahui konsep area rural dan masalah-kmasalah kesehatan yang muncul
serta cara pencegahan yang dapat dilakukan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui konsep area rural
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui konsep dan pengertian area rural
b. Mengetahui masalah kesehatan yang terjadi di area rural
c. Mengetahui pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya masalah kesehatan di area rural

BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Area Rural
1. Pengertian
Komunitas rural yaitu sekumpulan individu yang berinteraksi
satu sama lain dan tinggal disuatu wilayah diluar perkotaan dimana
wilayah tersebut biasanya memiliki keterbatasan dalam intensitas
pembangunan yang menyebabkan pelayanan (sarana dan prasarana)
tidak selalu memadai.
Salah satu hal yang dapat mempengaruhi tingkat potensial
kejadian penyakit dalam suatu daerah yaitu pada daerah rural
(pedesaan) dan urban (perkotaan). Menurut Anderson (2006), rural atau
pedesaan adalah masyarakat yang tinggal di daerah yang penduduknya
jarang dan biasanya terletak pada daerah yang agak jauh dari kota besar.
Kondisi area rural atau pedesaan dapat dilihat dari sangat
banyaknya keluarga yang berpenghasilan rendah dan tidak memiliki
asuransi.Faktor penghalang yang lazim terhadap akses pelayanan
kesehatan adalah jarak geografik yang jauh dan transportasi yang tidak
adekuat (Anderson, 2006).
Faktor penyebab terjadinya perbedaan tingkat potensial kejadian
penyakit dan kematian akibat penyakit antara daerah rural dengan
daerah urban antara lain perbedaan kepadatan penduduk dan komposisi
unsur penduduk, perbedaan pekerjaan dan kebiasaan hidup, konsep
sehat dan sakit, perbedaan lingkungan hidup, dan keadaan sanitasi
penduduk serta berbagai perbedaan lainnya (Noor, 2008).
Menurut Long dan Weinert (1989), ada lima teori keperawatan
pedesaan yang mengidentifikasi karakteristik kunci dari masyarakat
pedesaan yang memengaruhi pelayanan keperawatan, yaitu:
a. Kesehatan dan etos kerja
Penduduk

pedesaan

mengartikan

kesehatan

sebagai

kemampuan untuk bekerja (Anderson, 2006). Orientasi pelayanan

kesehatan dari penduduk desa sebagai orientasi terhadap kondisi


kesehatan saat ini dan orientasi krisis.
Seseorang akan merasa sehat jika ia masih mampu bekerja
seperti biasanya, meskipun secara biologis maupun psikologis,
seseorang sebenarnya berada dalam kondisi yang tidak sehat.
Penduduk di daerah ini tidak aktif dalam usaha peningkatan
kesehatan, jarangnya partisipasi penduduk terhadap penghentian
program aktivitas pemeliharaan kesehatan ini adalah hal yang biasa
terjadi pada daerah rural. Apabila mereka sakit, mereka cenderung
mencari pengobatan alternatif atau tradisional.
b. Jarak dan isolasi
Jarak merupakan hal yang terintegrasi dalam hidup
keseharian di daerah rural. Di daerah rural, jarak tetap menjadi
faktor penghalang seseorang menempuh perjalanan untuk mencari
pelayanan kesehatan, kecuali jika orang tersebut benar-benar sakit.
Penduduk menerima kondisi ini sebagai suatu kewajaran dan tidak
mempersoalkannya lebih jauh selama sakit itu tidak mengganggu
pekerjaannya. Waktu penyembuhan dan rehabilitasi optimal akan
terganggu oleh terapi yang tidak adekuat dan tidak tepat waktu.
c. Kepercayaan diri
Demi kelangsungan hidup, jarak dan isolasi menuntut
individu untuk menumbuhkan motivasi yang kuat dan penuh
percaya diri (Anderson, 2006). Seseorang yang berada jauh dari
pusat pelayanan kesehatan, akan memilih untuk melakukan
perawatan secara mandiri di rumah apabila dirinya atau anggota
keluarganya yang lain sakit atau mengalami luka sampai seseorang
tersebut tidak menyadari dampak

pada dirinya sendiri dari

tindakan yang dilakukannya tersebut. Untuk melakukan perawatan


luka secara mandiri misalnya, dibutuhkan rasa percaya diri bahwa
ia mampu melakukannya dengan perawatan terbaik.
d. Kurangnya anonimitas

Anonimitas yaitu tindakan merahasiakan nama seseorang


terkait dengan partisipasinya dalam sebuah kegiatan (Brockopp,
1999). Seorang pemberi pelayanan kesehatan akan dikenal oleh
seluruh penduduk di daerah rural, sehingga privasinya menjadi
terbatas. Hal ini disebabkan karena orang-orang dengan pendidikan
tinggi dan kemampuan untuk memimpin sebuah komunitas tidak
ada atau memilih pindah ke daerah urban (perkotaan). Kredibilitas,
kepercayaan, dan efektivitas seorang perawat komunitas pedesaan
sebagai agens perubahan (change agent) dalam upaya membangun
kemitraan, bergantung pada penilaian komunitas terhadap perawat
komunitas tersebut secara keseluruhan.
e. Identifikasi orang dalam/orang luar dan penduduk lama/pendatang
baru
Kategori pendatang lama adalah mereka yang sudah
menetap selama 15-20 tahun di suatu daerah (Anderson,
2006).Orang dalam maupun penduduk lama, mereka cenderung
lebih berhari-hati dalam menjalin interaksi dengan orang luar
maupun pendatang baru. Penerimaan terhadap perawat komunitas
di daerah rural dan peranannya dipengaruhi oleh pemikiran
mengenai orang dalam/orang luar dan penduduk lama/pendatang
baru (Anderson, 2006).
2. Ciri-ciri masyarakat pedesaan atau rural:
a. Mempunyai perilaku homogeny
b. Mempunyai perilaku yang dilandasi oleh konsep kekeluargaan dan
kebersamaan
c. Mempunyai perilaku yang berorientasi pada tradisi dan status .
d. Isolasi sosial, sehingga static
e. Kesatuan dan keutuhan cultural
f. Masih banyak ritual dan nilai-nilai sakral
g. Kolektivisme

3.

Kehidupan Sosial Masyarakat Rural


Kehidupan masyarakat perdesaan dicirikan oleh kegiatan yang
pada umumnya bercorak agraris. Aktivitas kesehariannya masih
didominasi oleh pengaruh lingkungan alam. Dengan kata lain pengaruh
lingkungan atau kondisi alam setempat masih sangat erat mewarnai
tatanan dan pola hidup penduduk desa. Hubungan antarwarga
masyarakat masih sangat erat, saling mengenal, dan gotong royong.
Penderitaan seseorang di perdesaan pada umumnya menjadi derita
semua pihak. Menurut para ahli sosiologi, hubungan semacam ini
dikenal dengan istilah gemeinschaft (paguyuban). (Bambang,2007)
Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang
lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan
warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya
berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan. Ciri-ciri relasi sosial yang
ada di desa itu, adalah pertama-tama, hubungan kekerabatan. Sistem
kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih memegang peranan
penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari
pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan
bata, tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah
pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan
pekerjaan sambilan saja. Golongan orang-orang tua pada masyarakat
pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang akan selalu
meminta nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang
dihadapi. Daerah pedesaan kekuasaan-kekuasaan pada umumnya
terpusat pada individu seorang kiyai, ajengan, lurah dan sebagainya.
Pedesaan merupakan sebuah komunitas kecil, sehingga para warganya
saling mengenal dan bergaul secara intensif, karena kecil, maka setiap
bagian dan kelompok khusus yang ada di dalamnya tidak terlalu
berbeda antara satu dan lainnya, para warganya dapat menghayati
lapangan kehidupan mereka dengan baik. Selain itu masyarakat
pedesaan memiliki sifat solidaritas yang tinggi, kebersamaan dan
gotong royong yang muncul dari prinsip timbal balik. Artinya sikap

tolong menolong yang muncul pada masyarakat desa lebih dikarenakan


hutang jasa atau kebaikan. (Koentjaraningrat ,2005)
B. Masalah Kesehatan di Area Rural
1

Jenis masalah kesehatan


Masalah kesehatan di pedesaan dapat ditinjau dari dua segi, antara lain:
a

Substantial (hal kesehatan sendiri)


Masalah kesehatan substantial dapat berupa berbagai jenis
penyakit. Dari hasil penelitian masalah kesehatan yang paling
sering muncul adalah penyakit-penyakit infeksi (pernafasan,
perut, kulit, dll). Penyakit-penyakit infeksi mempunyai hubungan
erat dengan lingkungan hidup yang kurang sehat dan daya tahan
tubuh rendah. Daya tahan tubuh yang rendah dapat terjadi karena
ketidakseimbangan pemenuhan kebutuhan gizi. Sedangkan
kemajuan ekonomi dapat mendorong perbaikan gizi. Kemajuan
ekonomi juga akan mendorong perbaikan lingkungan hidup yang
mengurangi wabah penyakit. Dengan rendahnya wabah penyakit
dan tingginya daya tahan tubuh, taraf kesehatan masyarakat akan
meningkat.

b Management (hal penyelenggaraan kesehatan)


Masalah penyelenggaraan kesehatan meliputi masalah
peningkatan, perlindungan, penemuan masalah, pengobatan dan
pemulihan kesehatan pada perseorangan maupun pada kesehatan
masyarakat. Masalah kesehatan yang menonjol adalah tingginya
angka

kejadian

penyakit

menular,

kurangnya

pengertian

masyarakat tentang hidup sehat, gizi yang buruk dan keadaan


hygiene dan sanitasi yang kurang memuaskan.
Fasilitas pelayanan kesehatan yang kurang di daerah
pedesaan

menyebabkan

sebagian

besar

masyarakat

sulit

mendapatkan atau memperoleh pengobatan. Selain itu hal penting


yang mempersulit usaha pertolongan terhadap masalah kesehatan
pada masyarakat desa adalah penderita atau keluarga tidak dengan

segera mencari pertolongan pengobatan karena terbatasnya


fasilitas yang ada atau bahkan pengetahuan mereka. Perilaku yang
menunda untuk memperoleh pengobatan dari praktisi kesehatan
ini disebut dengan treatment delay. Perilaku menunda ini
dikarenakan tingkat pendidikan di daerah pedesaan rendah dan
kondisi ekonomi yang kurang (Sarafino, 2006).
2

Pola Makan dan Penyakit yang Berpotensi timbul


Pola makan masyarakat pedesaan memiliki akses terbatas untuk
berbelanja di toko. Orang pedesaan masih tetap mematuhi pola diet
rendah lemak dan mempunyai prevalensi hiperkolesterolemia yang
rendah. Bagi masyarakat pedesaan, pedoman diet berbasis pangan
tentang konsumsi susu rendah lemak (Michael, 2008).
Air untuk minum dan mencuci harus cukup bebas kuman, akan
tetapi penelitian-penelitian lapangan secara konsisten menunjukan
bahwa begitu air memenuhi suatu standart minimum, jumlah air yang
bisa sampai ke rumah-rumah lebih mempengaruhi kesehatan mereka
daripada kebersihan air itu sendiri. Hal itu merupakan cerminan dari
pentingnya air bersih.
Dengan sedikitnya pengetahuan dan kurangnya kesadaran diri
dari masyarakat pedesaan membuat mereka menggunakan air tersebut
untuk di konsumsi maupun mencuci makanan-makanan yang mereka
makan. Hal tersebut perpengaruh dengan pola makan masyarakat
pedesaan. Dengan demikian, berpotensi untuk menimbulkan penyakit
menular, seperti disentri (diare), pneumonia, tuberculosis, bronchitis,
influenza, penyakit campak, dll.
Kondisi masyarakat pedesaan yang didominasi oleh banyaknya
lahan, dapat menimbulkan penyakit parasiter seperti schistosomiasis
dan filariasis. Schistosomiasis dan filiriasis tumbuh secara tepat akibat
kesembronoan dan kelalaian manusia. Parasit schistosomiasis berpindah
dari orang ke orang lain melalui kotoran manusia dan siput air (inang

perantara), dan juga saluran irigasi maupun selokan yang system


pengairannya tidak baik.
Masyarakat pedesaan senang mengonsumsi siput air yang
mereka cari sendiri, karena penghasilan yang sangat cukup untuk
memenuhi

kebutuhannya.

Dengan

begitu

bisa

saja

mereka

mengonsumsi siput air yang mengandung Shistosomiasis dan filariasis.


Penyakit yang di derita oleh masyarakat pedesaan biasanya yaitu,
tuberkulosis (TB), stroke dan hipertensi.
C. Tingkat Pencegahan Masalah Kesehatan di Area Rural
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer bertujuan untuk mencegah terjadinya suatu
penyakit selama prapatogenesis (sebelum proses suatu penyakit
dimulai). Pencegahan primer yang dapat dilakukan di area rural seperti
pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan yang diberikan oleh
petugas kesehatan, perbaikan status gizi dan kesehatan, pemberian
imunisasi, pengembangan personalitas dan pembentukan karakter
seperti peningkatan kebiasaan cuci tangan sebelum makan, karena
kebanyakan masyarakat di pedesaan bekerja sebagai petani sehingga
perlu diberi tahu tentang cara hidup bersih dan sehat.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk mengendalikan atau
membatasi penyebaran suatu penyakit atau diagnosis dini dan
pengobatan segera/adekuat. Pencegahan sekunder yang dapat dilakukan
di area rural adalah pencarian penderita, skrining kesehatan tujuannya
untuk mendeteksi keberadaan penyakit selama masa pathogenesis awal.
Untuk penyakit menular terkadang pengendalian sekunder dapat
mengakibatkan isolasi atau karantina. Upaya lebih lanjut adalah
desinfeksi, pengobatan masal dengan antibiotik, menjaga kontak
langsung dengan penderita penyakit menular.

3. Pencegahan Tersier
Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat di desa
tentang kesehatan dan penyakit, maka sering masyarakat tidak
melanjutkan pengobatan sampai tuntas. Pengobatan yang tidak lengkap
dapat

mengakibatkan

kecacatan

atau

ketidakmampuan

bagi

penderitanya, maka diperlukan rehabilitasi untuk pemulihan dari


penyakit yang diderita, dan pendidikan kesehatan masih diperlukan
dalam pencegahan tersier agar keluarga pasien yang sudah direhabilitasi
karena kecacatan dari penyakit yang dideritanya dapat menerima pasien
tersebut kembali ke keluarga, perbaikan fasilitas kesehatan.

BAB III
PENUTUP
A Kesimpulan
Kelompok rural merupakan sekelompok individu yang

saling

berinteraksi dan hidup di luar daerah perkotaan dimana wilayah tersebut


biasanya memiliki keterbatasan dalam intensitas pembangunan yang
menyebabkan pelayanan (sarana dan prasarana) tidak selalu memadai.
Kondisi area rural atau pedesaan dapat dilihat dari sangat banyaknya
keluarga yang berpenghasilan rendah sehingga perbedaan tingkat potensial
kejadian penyakit dan kematian akibat penyakit antara daerah rural lebih
tinggi dibanding daerah urban (perkotaan).
Tingkat pendidikan yang kurang menjadi salah satu faktor yang
dapat menyebabkan timbulnya penyakit misalnya dalam pola makan,
masyarakat rural sebagian besar adalah petani sehingga mereka seringkali
lupa untuk mencuci tangan sebelum makan yang dapat menyebabkan
timbulnya penyakit seperti diare, ditambah lagi dengan kurangnya
pelayanan kesehatan yang tersedia di area rural sehingga masyarakat sulit
untuk mendapat pelayanan kesehatan maupun pengobatan.
Tingkat pencegahan penyakit yang dapat dilakukan di area rural
dapat berupa pencegahan primer, sekunder dan tersier. Tingkat pencegahan
primer yang dilakukan adalah dengan penyuluhan kesehatan dan promosi
kesehatan agar tidak ada angka kejadian penyakit di daerah tersebut. Tingkat
pencegahan sekunder merupakan pencegahan yang dilakukan setelah ada
kejadian penyakit di daerah tersebut, sehingga yang perlu dilakukan adalah
skrining kesehatan yang bertujuan untuk deteksi dini adanya penyakit di
dalam tubuh. Selanjutnya agar penyakit tersebut tidak bertambah parah,
perlu diadakan pencegahan tersier yaitu rehabilitasi untuk pemulihan dari
penyakit.

DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Elizabeth T. 2006. Buku Ajar Keperawatan Komunitas: Teori dan
Praktik Ed.3. Jakarta: EGC.
Brockopp, Dorothy Young. 1999. Dasar-dasar Riset Keperawatan Ed. 2. Jakarta:
EGC.
Noor, Nur Nasry. 2008. Epidemioogi. Jakarta: Rineka Cipta.
Gibney,Michael J et al. 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC.
Rukmana, Rahmat. 2004 . Usaha Tani Kapri : Kanisius.
Utoyo, Bambang. 2007. Geografi: Membuka Cakrawala Dunia. Bandung: PT
Setia Purna Inves.
Wahyu, Genis Ginanjar. 2009. Obesitas pada anak. B First.

Anda mungkin juga menyukai