Anda di halaman 1dari 5

9 Rasa Takut Anak Kecil dan

Cara Mengatasinya
Wajar jika batita memiliki rasa takut. Bentuknya juga macam-macam. Yang jelas,
bila ia tak dibantu mengatasi ketakutannya, bisa mengalami fobia.
Ketakutan, kata dr. Ika Widyawati, SpKJ dari Bagian Psikiatri FKUI- RSUPN
Cipto Mangunkusumo, Jakarta, merupakan suatu keadaan alamiah yang
membantu individu melindungi dirinya dari suatu bahaya sekaligus memberi
pengalaman baru. Pada sejumlah batita, rasa takutnya masih sebatas pada halhal spesifik seperti takut pada anjing, gelap, atau bertemu orang asing.
Yang kerap terjadi, jelas psikiater ini, ketakutan anak justru muncul karena
ditularkan orang tuanya. Karena takut pada sesuatu atau kondisi tertentu,
Tanpa sadar orang tua akan melarang anak dengan cara menakut-nakutinya.
Misalnya, Awas ada kucing, nanti kamu dicakar! Akibatnya, anak merasa
terancam alias tidak aman setiap kali melihat kucing. Padahal, umumnya kucing
hanya akan marah dan mencakar jika diganggu.
Bentuk ekspresi ketakutan itu sendiri bisa macam-macam. Biasanya lewat
tangisan, jeritan, bersembunyi atau tak mau lepas dari orang tuanya.
Untungnya, seperti dijelaskan Ika, rasa takut ini akan hilang dengan sendirinya
seiring dengan berjalannya waktu. Saat anak merasa aman dengan dirinya
sendiri maupun lingkungannya, hilanglah rasa takut tadi. Tentu saja perlu
dukungan orang tua.
Yang jadi masalah adalah bila rasa takut mengendap dan tak teratasi sehingga
berpengaruh pada aktivitas sehari-hari anak. Bahkan bisa mengarah jadi
ketakutan yang bersifat patologis. Malah bisa fobia alias ketakutan berlebih
karena pernah mengalami kejadian tertentu. Misalnya, gara-gara takut tikus,
tiap kali melihat hewan itu, ia akan menjerit ketakutan. Tapi umumnya jarang
muncul pada anak batita, kok, jelas Ika.
Berikut 9 jenis rasa takut yang kerap dialami batita dan tips mengatasi yang
diberikan Ika.
1. TAKUT BERPISAH (SEPARATION ANXIETY)
Anak cemas harus berpisah dengan orang terdekatnya. Terutama ibunya, yang
selama 3 tahun pertama menjadi figur paling dekat. Figur ibu, tak selalu harus
berarti ibu kandung, melainkan pengasuh, kakek-nenek, ayah, atau siapa saja
yang memang dekat dengan anak.
Kelekatan anak dengan sosok ibu yang semula terasa amat kental, biasanya
akan berkurang di tahun-tahun berikutnya. Bahkan di usia 2 tahunan, kala sudah
bereksplorasi, anak akan melepaskan diri dari keterikatan dengan ibunya. Justru
akan jadi masalah bila si ibu kelewat melindungi/overprotektif atau hobi
mengatur segala hal, hingga tak bisa mempercayakan anaknya pada orang lain.
Perlakuan semacam itu justru akan membuat kelekatan ibu-anak terus bertahan
dan akhirnya menimbulkan kelekatan patologis sampai si anak besar. Akibatnya,

anak tak mau sekolah, gampang nangis, dan sulit dibujuk saat ditinggal ibunya.
Bahkan si ibu beranjak ke dapur atau ke kamar mandi pun, diikuti si anak terus.
Repot, kan? Belum lagi ia jadi susah makan dan sulit tidur jika bukan dengan
ibunya.
Cara Mengatasi:
Jelaskan pada si kecil, mengapa ibu harus pergi/bekerja. Begitu juga penjelasan
tentang waktu meski anak usia ini belum sepenuhnya mengerti alias belum tahu
persis kapan pagi, siang, sore, dan malam serta pengertian mengenai berapa
lama masing-masing tenggang waktu tersebut. Akan sangat memudahkan bila
orang tua menggunakan bahasa yang mudah dimengerti. Semisal, Nanti, waktu
kamu makan sore, Ibu sudah pulang. Jika tak bisa pulang sesuai waktu yang
dijanjikan, beri tahu anak lewat telepon. Sebab, anak akan terus menunggu dan
ini justru bisa menambah rasa takut anak. Ia akan terus cemas bertanya-tanya,
kenapa sang ibu belum datang
2. TAKUT MASUK SEKOLAH
Bukan soal mudah melepas anak usia batita masuk playgroup. Sebab, ia harus
beradaptasi dengan lingkungan barunya. Padahal, tak semua anak bisa gampang
beradaptasi. Dari pihak orang tua, tidak sedikit pula yang justru tak rela melepas
anaknya sekolah karena khawatir anaknya terjatuh kala bermain atau didorong
temannya.
Cara Mengatasi:
Orang tua tetap perlu mengantar anak ke sekolah karena ini menyangkut soal
pembiasaan. Kalaupun di hari-hari berikutnya ada sekolah-sekolah yang bersikap
tegas hanya membolehkan orang tua menunggu di luar, sampaikan informasi ini
pada anak. Guru pun harus bisa menarik perhatian anak agar tidak terfokus pada
ketiadaan pendampingan orang tuanya dengan bermain. Di saat asyik bermain
dengan teman-temannya niscaya ia akan lupa.
3. TAKUT PADA ORANG ASING
Di usia-usia awal, anak memang mau digendong/dekat dengan siapa saja.
Namun di usia 8-9 bulan biasanya mulai muncul ketakutan atau sikap menjaga
jarak pada orang yang belum begitu dikenalnya. Ini normal karena anak sudah
mengerti/mengenali orang. Ia mulai sadar, mana orang tuanya dan mana orang
lain yang jarang dilihatnya.
Cara Mengatasi:
Di usia batita seharusnya rasa takut pada orang asing sudah mulai berangsur
hilang karena, toh, ia sudah bereksplorasi. Semestinya anak sudah memperoleh
cukup pengetahuan untuk menyadari bahwa tak semua orang asing/yang belum
begitu dikenalnya merupakan ancaman baginya.
Biasanya, justru karena orang tua kerap menakut-nakuti, sehingga anak
bersikap seperti itu. Awas, jangan deket-deket sama orang yang belum kamu
kenal. Nanti diculik, lo! Memang boleh-boleh saja orang tua menasehati anak

untuk berhati-hati/bersikap waspada pada orang asing, tapi sewajarnya saja dan
bukan dengan cara menakut-nakutinya.
4. TAKUT PADA DOKTER
Mungkin pernah mengalami hal tak mengenakkan seperti disuntik, anak jadi
takut pada sosok tertentu. Belum lagi kalau orang tua rajin mengancam setiap
kali anak dianggap nakal. Nanti disuntik Bu Dokter, lo, kalau makannya enggak
habis! atau Nanti Mama bilangin Pak Satpam, ya!
Cara Mengatasi:
Izinkan anak membawa benda atau mainan kesayangannya saat datang ke
dokter sehingga ia merasa aman dan nyaman. Di rumah, orang tua bisa
membantunya dengan menyediakan mainan berupa perangkat dokter-dokteran.
Biarkan anak menjalani peran dokter dengan boneka sebagai pasiennya. Secara
berkala ajak anak ke dokter gigi untuk menjaga kesehatan giginya. Tak ada
salahnya juga mengajak dia saat orang tua atau kakak/adiknya berobat gigi.
Dengan begitu anak memperoleh infomasi bagaimana dan ke mana ia harus
pergi untuk menjaga kesehatan giginya. Lambat laun ketakutannya pada sosok
dokter justru berganti menjadi kekaguman.
5. TAKUT HANTU
Hi, di situ ada hantunya. Ayo, jangan main di situ! Gara-gara sering diancam
dan ditakuti seperti itu, batita yang sebetulnya belum mengerti sama sekali
tentang hantu, jadi tahu dan takut. Bisa juga karena ia menonton film horor di
televisi.
Cara Mengatasi:
Jauhkan anak dari tontonan tentang hantu. Orang tua pun seyogyanya jangan
pernah menakut-nakuti anak hanya demi kepentingannya. Bisa pula dengan
membelikan buku-buku cerita atau tontonan anak mengenai karakter hantu atau
penyihir yang baik hati.
6. TAKUT GELAP
Biasanya juga gara-gara orang tua. Mama takut, ah. Lihat, deh, gelap, kan?
Takut pada gelap bisa juga karena anak pernah dihukum dengan dikurung di
ruang gelap. Bila pengalaman pahit itu begitu membekas, bukan tidak mungkin
rasa takutnya akan menetap sampai usia dewasa. Semisal keluar keringat dingin
atau malah jadi sesak napas setiap kali berada di ruang gelap atau menjerit-jerit
kala listrik mendadak padam.
Cara Mengatasi:
Saat tidur malam, jangan biarkan kamarnya dalam keadaan gelap gulita. Paling
tidak, biarkan lampu tidur yang redup tetap menyala. Cara lain, biarkan boneka
atau benda kesayangannya tetap menemaninya, seolah bertindak sebagai
penjaganya hingga anak tak perlu takut.
7. TAKUT BERENANG

Sangat jarang anak usia batita takut air. Kecuali kalau dia pernah mengalami hal
tak mengenakkan semisal tersedak atau malah nyaris tenggelam saat berenang
hingga hidungnya banyak kemasukan air.
Cara Mengatasi:
Lakukan pembiasaan secara bertahap. Semisal, awalnya biarkan anak sekadar
merendam kakinya atau menciprat-cipratkan air di kolam mainan sambil tetap
mengenakan pakaian renang. Bisa juga dengan memasukkan anak ke klub
renang yang ditangani ahlinya. Atau dengan sering mengajaknya berenang
bersama dengan saudara/teman-teman seusianya. Tentu saja sambil terus
didampingi dan dibangun keyakinan dirinya bahwa berenang sungguh
menyenangkan, hingga tak perlu takut. Kalaupun anak tetap takut, jangan
pernah memaksa apalagi memarahi atau melecehkan rasa takutnya. Semisal,
Payah, ah! Berenang, kok, takut!
8. TAKUT SERANGGA
Tak sedikit anak yang takut pada jangkrik, kecoa atau serangga terbang lainnya.
Sebetulnya ini wajar, hingga orang tua jangan tambah menakut-nakutinya,
Awas, nanti ada kecoa, lo. Hendaknya justru bisa memahami karena anak usia
ini mungkin saja menemukan banyak hal yang dapat membuatnya takut.
Cara Mengatasi:
Boleh saja orang tua memberi pengenalan tentang alam binatang pada anak. Tak
perlu kelewat detail seperti halnya profesor memberi kuliah. Tugas orang tua
sebatas memahami ketakutan anak sekaligus membantunya merasa aman.
Boleh saja katakan, Ayah tahu kamu takut jangkrik. Cukup segitu dan jangan
paksa anak berada terus-menerus dalam pembicaraan mengenai rasa takutnya.
Jangan pula memaksa anak bersikap sok berani menghadapi ketakutannya.
Belum saatnya mencobakan anak melihat atau malah menyentuhkan serangga
yang ditakutinya. Ini hanya akan membuat anak semakin takut. Bila dipaksakan
terus, anak malah bisa fobia pada serangga. Biarkan anak tertarik dengan
sendirinya dan biasanya ini terjadi setelah anak berusia 2 tahunan. Jika anak
memang takut kala ada serangga yang terbang di dekatnya, bantulah untuk
mengusirnya bersama
9. TAKUT ANJING
Wajar anak batita takut anjing mengingat penampilan binatang ini memang
terkesan galak dengan gonggongan dan tampang yang garang. Belum lagi
kebiasaannya suka melompat, menjilat atau malah mengejar. Tugas orang tualah
untuk memahami sekaligus membantu anak mengatasi ketakutannya.
Cara Mengatasi:
Tak harus memaksa anak memelihara anjing atau mendorong anak menghadapi
rasa takutnya dengan terus-menerus memberi ceramah, semisal Ngapain, sih,
takut sama anjing. Anjingnya, kan, baik. Menihilkan ketakutan anak justru akan
membuat anak semakin takut dan bukan tidak mungkin akhirnya malah
berkembang jadi fobia yang sulit diatasi.

Bila anak memang takut dan ketika berjalan bertemu anjing, pegangi tangannya
untuk meyakinkannya ia bisa aman melewati binatang yang ditakutinya bersama
orang tuanya. Jangan lupa untuk tetap menjaga jarak aman dari temperamen
binatang yang relatif sulit diduga. Bisa juga dengan menunjukkan keakraban
antara anjing sebagai hewan peliharaan dengan majikannya lewat
cerita/dongeng. Atau kenalkan pada anjing tetangga dan tak ada salahnya
meminta si pemilik memperlihatkan bagaimana menjalin keakraban dengan
anjingnya tanpa harus merasa takut.

Anda mungkin juga menyukai