Tak banyak yang tahu, Ihya` Ulumiddin, kitab karya Al Ghazali yang banyak
dipuja orang di masa kini, sebenarnya mengandung sekian banyak
kemungkaran. Kajian berikut memang tidak memaparkannya secara
keseluruhan. Namun cukuplah menjadi peringatan bagi kita semua agar tidak
lagi menggeluti buku ini terlebih mengagungkannya.
Sebagai catatan Al Ghazali, seperti dinyatakan salah seorang muridnya, Ibnul
Araby, - lihat catatan kaki no.4 - diakhir hayatnya telah bertaubat dari cara
beragamanya sebelumnya dan kembali kepada sunnah-sunnah yang lurus, yaitu
manhaj salaf yang diajarkan para shahabat Nabi dan para tabiin. Namun bukubuku karya Al Ghazali sudah terlanjur beredar dimana-mana hingga hari ini.
Semoga Allah mengampuni dan menerima taubat kita semua.
Tentang akhir kehidupan Al-Ghazali, Ibnu Taimiyyah rahimahumullah
mengatakan: Oleh karena itu, menjadi jelas baginya (Al-Ghazali, ed) di akhir
hayatnya bahwa jalan tasawuf tidaklah menyampaikan kepada tujuannya.
Kemudian ia mencari petunjuk melalui hadits-hadits Nabi Shalallahu alaihi
wassalam. Mulailah ia menyibukkan diri dengan Shahih Al-Bukhari dan Shahih
Muslim. Dan ia meninggal di tengah kesibukannya itu, dalam keadaannya yang
paling baik. Beliau juga membenci apa yang terdapat dalam bukunya berupa
perkara-perkara semacam itu, yaitu perkara yang diingkari oleh orang-orang.
(Aqidah Asfahaniyyah, hal. 108, ed)
Al Ghazali (505 H) berkata di akhir hidupnya : Ketahuilah bahwa kebenaran
yang nyata yang tidak ada perdebatan di dalamnya menurut ahli ilmu yang
dalam ilmunya adalah manhaj salaf, yaitu manhaj para sahabat Nabi dan
tabiin (lihat kitab Al-Iman wal Islam karya Khalid Al Baghadi hal. 79)
Ketika beliau meninggal, kitab shahih Bukhari tengah berada di atas dada
beliau. Ini menunjukkan bahwa beliau cenderung kepada thariqah ahli hadits
( lihat kitab Daru Taarudhil Aql wan Naql karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
1/162).
Mengingat hal ini, akan kami paparkan secara ringkas tentang kitab Ihya`
Ulumiddin yang selalu dibanggakan segolongan orang. Bahkan dianggap
sebagai literatur yang sarat akan bimbingan aqidah dan akhlak!
Berikut beberapa kesalahan yang terdapat dalam kitab Ihya` Ulumiddin dan
bantahannya secara global.
1. Dalam pembahasan sifat-sifat Allah Subhanahu wataala, Al-Ghazali
terkadang melakukan penakwilan (memaknai, red)ayat-ayat yang berkenaan
dengan sifat-sifat Allah Subhanahu wataala.
Ahlus Sunnah Wal Jamaah selalu meyakini bahwa sifat-sifat Allah Subhanahu
wataala tidak boleh disamakan dengan sifat makhluk, tidak boleh ditanyakan
tentang bagaimana keadaannya, tidak boleh menakwilkan dengan sesuatu yang
keluar dari makna dhahir sebagaimana yang telah diyakini salafus shalih, dan
tidak boleh pula mengingkarinya. (lihat Fathur Rabbil Bariyyah bi Talkhisil
Hamawiyyah, hal. 27-28)
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdil Wahab Al-Wushabi hafizhahullah berkata:
Tauhid asma wash shifat adalah mengesakan Allah Subhanahu wataala pada
apa yang telah Dia namakan diri-Nya sendiri dengannya atau dengan apa yang
telah dinamakan Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam, dan mengesakan Allah
Subhanahu wataala pada apa yang Dia sifatkan terhadap diri-Nya atau yang
telah Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam sifatkan untuk-Nya, tanpa
mempertanyakan bagai-mananya (kaifiyah), atau menyerupakannya dengan
makhluk, memalingkan maknanya, dan mengingkarinya. (Al-Qaulul Mufid fi
Adillatit Tauhid, hal. 81)
Sebagai contoh, Al-Ghazali telah menakwilkan (memaknai, red) makna istiwa`
(artinya naik di atas Arsy) dengan istaula (menguasai). (lihat Ihya` Ulumiddin,
jilid 1 sub pemba-hasan Aqidah)
Hal ini telah menyelisihi Al-Qur`an, As-Sunnah, dan ijma para salafush shalih.
Ketika Allah menentukan ketentuan makhluk, maka Dia tulis dalam Kitab-Nya
yang ada di sisi-Nya, di atas Arsy (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Aqidah yang bersih akan selalu terbangun di atas pondasi yang benar
berlandaskan Al-Qur`an dan As-Sunnah dengan pemahaman salaful ummah.
Adapun ilmu kalam adalah belenggu yang menjadikan orang terlena dengan
akal, sehingga akan menjauh dari hakekat kemurnian aqidah.
Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu, bagi mereka yang mengharap Allah dan hari kiamat, dan dia banyak
mengingat Allah. (Al-Ahzab: 21)
Ibnu Rajab t berkata: Mengikuti ocehan ahli ilmu kalam dan filsafat merupakan
kerusakan yang nyata. Tak sedikit orang yang mencoba menyelami perkara itu
akhirnya berlumuran dengan berbagai kotorannya, sebagaimana ucapan AlImam Ahmad: Tidaklah orang yang melihat ilmu kalam kecuali akan
terpengaruh dengan Jahmiyyah. Beliau dan para ulama salaf lainnya selalu
memperingatkan dari ahli ilmu kalam walaupun (ahli ilmu kalam itu) berniat
membela As-Sunnah. (Fadhlu Ilmis Salaf alal Khalaf, hal. 43)
Sungguh malang nasib pengagum ilmu kalam. Naudzubillahi min dzalika (Kita
berlindung kepada Allah Subhanahu wataala dari hal itu).
Keyakinan bahwa ilmu kasyaf merupakan puncak ilmu merupakan hal yang
umum di kalangan para Shufi! Kasyaf menurut keyakinan Shufi adalah
tersingkapnya hijab di hadapan para wali Shufi, sehingga dia bisa melihat dan
mengetahui sesuatu yang ghaib tanpa melalui indera perasa. Namun ilmu
kasyaf adalah ilmu yang terilhamkan dalam hati. (Ash-Shufiyah wa Taatstsuruha bin Nashraniyyah wal Yahudiyyah, hal. 114)
Katakanlah tidak ada siapapun yang ada di langit dan di bumi yang
mengetahui suatu yang ghaib selain Allah. (An-Naml: 65)
Ibnu Katsir t berkata: Sesungguh-nya Dia mengetahui yang ghaib dan yang
nyata. Dan sungguh tidak ada makhluk-Nya yang bisa mengetahui ilmu-Nya
kecuali yang Allah Subhanahu wataala beritahukan kepadanya. (Tafsir Ibnu
Katsir, 4/462)
Ada lima perkara yang tidak diketahui kecuali oleh Allah. Kemudian beliau
membaca ayat: Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan
tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa
yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan
pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat
mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal. (Luqman: 34) [HR. Ahmad, 5/353. Dihasankan Asy-Syaikh
Muqbil t dalam Shahihul Jami, 6/361]
Ibnu Hajar t berkata: Ilmu ghaib merupakan sifat khusus bagi Allah Subhanahu
wataala. Dan segala perkara ghaib yang Nabi Shalallahu alaihi wassalam
kabarkan merupakan sesuatu yang dikabarkan Allah Subhanahu wataala
kepadanya. Dan tidaklah beliau mengeta-hui dari dirinya sendiri. (Fathul Bari,
9/203)
4. Penafsiran ayat secara ilmu batin dan keluar dari kaedah-kaedah salaf.
Al-Ghazali menyatakan bahwa yang dimaksud berhala adalah dua batu, yaitu
emas dan perak! (Ihya` Ulumiddin, 3/235)
Cara seperti ini merupakan tipudaya setan, karena hanya akan menjadikan
seseorang keluar dan menyeleweng dari pemahaman salafush shalih.
Katakanlah, jika kalian benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya
Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. (Ali Imran: 31)
Ilmu batin menurut Shufiyyah adalah rahasia-rahasia ilmu yang ganjil, dan
hanya diketahui oleh orang-orang Shufi yang berbicara dengan lisan yang
abadi. (Majmu Fatawa, 13/231)
Anggapan seperti ini sangatlah naif, dan hanya akan melumpuhkan serta
menelanjangi seseorang dari al-wala` wal-bara`. Allah Subhanahu wataala
berfirman:
Dan janganlah kalian seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah
menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang
yang fasik. (Al-Hasyr: 19)
Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat dari urusan itu,
maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang
tidak mengetahui. (Al-Jatsiyah: 18)
6. Menurut Al-Ghazali, martabat kenabian bisa diraih seorang Shufi dari sisi
turunnya ilham Ilahi di dalam hatinya. (Ihya`, 3/18-19)
Menurut para Shufi, ilham adalah pancaran ilmu kepada para syaikh dan wali
dari Allah Subhanahu wataala, yang tercurahkan dalam hati, yang bisa
didapatkan baik saat terjaga ataupun tidur, sehingga terbukalah rahasia ilmu
yang ada di Lauhul Mahfuzh. Hal ini terkadang mereka namakan ilmu laduni,
yang tidak akan berakhir seperti berhentinya wahyu kepada para nabi. (AshShufiyah wa Ta`atstsuruha bin Nashraniyyah wal Yahudiyyah, hal. 114-115)
Beliau juga berkata: Sesungguhnya ilmu-ilmu yang didapatkan para nabi dan
wali itu melalui pintu batin atau melalui hati, dan melalui pintu yang terbuka
dari alam malakut/ Lauhul Mahfuzh. (Ihya` Ulu-middin, 3/20)
Hari ini telah Aku sempurnakan agama kalian dan telah Aku sempurnakan
kepada kalian nikmat-Ku dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagi kalian.
(Al-Ma`idah: 3)
Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika
Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri
yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan jiwa mereka
dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. (Ali Imran: 164)
Bahkan terdapat keterikatan yang kuat antara Al-Ghazali dan Al-Hallaj yang
meyakini aqidah wihdatul wujud, bahkan sebagai puncak dari tauhid. (Ihya`
Ulumiddin, 4/247)
Ibnu Taimiyyah t berkata membantah keyakinan yang bejat ini: Para salaf
mengkafirkan Jahmiyah karena perkataan mereka bahwa Allah Subhanahu
wataala berada di semua tempat. Di antara bentuk pengingkaran para salaf
adalah: Bagaimana mungkin Allah Subhanahu wataala berada di perut, di
tempat-tempat kotor, di tempat-tempat sunyi? Maha Tinggi Allah dari perkara
tersebut! Lalu bagaimana-kah dengan mereka yang menjadikan perut, tempattempat kotor, tempat-tempat sunyi, barang-barang najis, dan kotoran-kotoran
sebagai bagian dari Dzat-Nya? (Majmu Fatawa, 2/126)
Sesungguhnya Rabb kalian telah menciptakan langit dan bumi dalam enam
hari kemudian ber-istiwa` di atas Arsy. (Yunus: 3)
Tidaklah Allah serupa dengan apapun dan Dia Maha Mendengar lagi Maha
Melihat. (Asy-Syura: 11)
Bahkan dengan khalwat akan tersingkap kehadiran Rabb dan nampak baginya
Al-Haq. (Ihya` Ulumiddin, 3/78)
Makna uzlah bukanlah khalwat ala Shufiyyah yang rancu. Maknanya adalah
menjauhi suatu fitnah agar tidak menimpa-nya, baik itu di dalam rumah
ataupun di suatu tempat, yang apabila telah hilang fitnah tersebut maka dia
kembali melakukan amar maruf nahi mungkar, berdakwah, dan berjihad di
jalan-Nya. (lihat Ash-Shufiyyah wa Ta`atstsuruha bin Nashraniyyah wal
Yahudiyyah, hal. 188)
Suatu fitnah harus dihadapi dengan ilmu dan bimbingan yang benar, bukan
dengan sikap emosional atau mengekor pola-pola orang kafir. (baca kitab AlQaulul Hasan fi Marifatil Fitan)
Keganjilan kaum Shufi ini merupakan sesuatu yang tidak pernah dilakukan para
shahabat. Ibnu Taimiyyah t berkata: Berkumpul untuk mendengarkan dendangan-dendangan rohani baik yang diiringi tepuk tangan, dawai, ataupun rebana,
merupakan sesuatu yang tidak pernah dilakukan para shahabat, baik Ahlush
Shuffah atau yang lainnya. Demikian pula para tabiin (tidak pernah
melakukannya). (Majmu Fatawa, 11/57)
Ketahuilah bahwa dengan mengingat Allah hati akan tenang. (Ar-Rad: 28)
Hendaknya kalian mengambil bekal, dan sebaik-baik bekal adalah takwa. (AlBaqarah: 197)
Asy-Syaikh Abdul Lathif bin Abdur-rahman Alusy Syaikh berkata: Di dalam kitab
Ihya`, beliau (yakni Al-Ghazali) menu-lis dengan metode filsafat dan ilmu kalam
dalam banyak pembahasan yang berkaitan dengan permasalahan ketuhanan
dan teologi, serta membingkai filsafat dengan syariat. Ibnu Taimiyyah berkata:
Namun Abu Hamid telah memasuki ruang lingkup ilmu filsafat dalam banyak
hal, yang Ibnu Aqil menyatakan ilmu filsafat sebagai bagian dari zindiq.
Ibnul Arabi, murid Al-Ghazali mengatakan: Guru kami Abu Hamid telah masuk
dalam cengkeraman ilmu filsafat, dan beliau ingin melepaskannya namun tidak
berhasil. (4 )
Abu Ali Ash-Shadafi berkata: Syaikh Abu Hamid terkenal dengan berbagai
berita buruk dan memiliki karya yang besar. Beliau sangat ekstrim dalam
tarekat Shufiyyah dan mencurahkan waktunya untuk membela madzhabnya,
bahkan menjadi penyeru dalam Shufiyyah. Beliau mengarang berba-gai tulisan
yang terkenal dalam hal ini dan membahasnya dalam berbagai tempat,
sehingga mengakibatkan umat berburuk sangka kepadanya. Sungguh Allah
Yang Maha Tahu rahasianya. Dan penguasa di tempat kami di negeri Maghrib
berdasarkan fatwa para ulama telah memerintahkan untuk membakar dan
menjauhi karyanya.
Abu Bakr Ath-Thurthusi berkata: Abu Hamid telah memenuhi kitab Ihya`
dengan berbagai kedustaan atas nama Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam.
Dan tidaklah ada di atas bumi yang lebih banyak kedustaan darinya, sangat
kuat keterikatannya dengan filsafat dan risalah Ikhwanush Shafa, yaitu
segolongan orang yang menganggap bahwa kenabian adalah sesuatu yang bisa
diraih manusia biasa dan mujizat hanyalah halusinasi dan khayalan.
Semoga Allah Subhanahu wataala selalu menjaga kita dari tipu daya, kesesatan
dan makar setan.
Wallahu alam.
2 Maksudnya dia telah bersatu dengan Allah, sehingga tidak lagi terpisah antara
dia dengan Allah.
3 Diambil dari kitab At-Tahdzirul Mubin min Kitab Ihya` Ulumiddin karya AsySyaikh Abdul Lathif bin Abdurrahman Alusy Syaikh
____________________________________________________
SUMBER : Mengurai Kesesatan Ihya Ulumuddin (Al-Ustadz Abu Utsman Ali,
Lc.), Majalah AsySyariah Edisi 021