Anda di halaman 1dari 4

Bahaya Sukrosa Berlebih Pada Bayi

Posted On Friday, November 11, 2011 By Admin. Under Buah Hati

Kehebatan ASI memang tidak digarukan lagi bagi bayi. ASI merupakan sumber nutrisi terbaik untuknya,
dan anak terutama pada 6 bulan pertama kehidupannya dan sangat diharapkan dapat diberikan hingga
anak usia 2 tahun.
Kandungan nutrisi di dalam ASI tidak dapat tergantikan nilainya oleh makanan lain, sehingga pemberian
ASI bagi awal kehidupan bayi menjadi kewajiban seorang ibu.
ASI sangat bermanfaat untuk perkembangan otak dan daya tahan tubuh, serta dapat mempererat
hubungan kasih sayang antara ibu dan bayi. Oleh karena itu kandungan ASI merupakan acuan yang
paling ideal bagi asupan gizi bayi, sehingga disebut juga sebagai golden standard.
Satu hal penting bahwa ASI tidak mengandung sukrosa (gula meja). Sumber karbohidrat yang ada di
dalam ASI adalah laktosa atau yang dikenal sebagai gula susu.
Laktosa tidak hanya menyediakan 40% energi, namun juga mendukung pertumbuhan flora usus yang
sehat dan meningkatkan imunitas bayi melawan bakteri patogen.
Abrams dan Ziegler dalam suatu jurnal yang diterbitkan pada 1983 dan 2002, menjelaskan bahwa
dominasi bakteri baik di dalam usus, dapat melindungi pencernaan dari bakteri jahat penyebab penyakit.
Laktosa turut berperan dalam penyerapan berbagai mineral termasuk kalsium. Sementara itu Koletzko
dalam jurnal yang dikeluarkan pada 2005 menerangkan bahwa, bakteri baik dapat mempengaruhi
konsistensi atau kepadatan tinja.
Oleh karena pentingnya laktosa, Regulasi Internasional dan Asosiasi Pediatrik Internasional,
merekomendasikan laktosa sebagai sumber karbohidrat dalam formula bayi dan formula lanjutan.
Rekomendasi dan regulasi pediatrik terbaru juga banyak yang tidak mengizinkan penambahan sukrosa

ke dalam seluruh formula bayi dan hanya pada kondisi tertentu.


Konsumsi Sukrosa Dalam Jumlah Tertentu
Seperti pada kasus formula protein hidrolisat parsial, penambahan sukrosa diperbolehkan dalam jumlah
tertentu. Bagi ibu yang oleh petugas kesehatan dinyatakan mengalami indikasi medis sehingga tidak
dapat memberikan ASI atau harus mencampurnya dengan susu formula, maka perlu memperhatikan
kandungan susu formula.
Penting diketahui orangtua, untuk menghindari sukrosa selama 6 bulan pertama, ujar Dr. Ahmad
Suryawan SpA (K), Ketua Divisi Tumbuh Kembang Anak dan Remaja, Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Dr. Soetomo FK Unair, Surabaya, dalam konferensi pers yang diadakan oleh Departemen Ilmu
Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia di restoran KOI Kemang Jakarta dalam rangka Hari
Kesehatan Nasional 2011.
Sukrosa yang dikenalkan sejak awal pada bayi akan mempengaruhi preferensi makanan, yang dapat
menyebabkan risiko gangguan kesehatan, baik jangka panjang seperti peningkatan risiko obesitas
maupun dampak jangka pendek seperti karies gigi tambah Dr. Inge Permadhi, MS, SpGK, Koordinator
Pelayanan Masyarakat Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Karena itulah seorang ibu harus mengerti cara memilih susu formula dengan memahami cara membaca
komposisi bahan baku yang tercantum dalam label kemasan, lanjut Dr. Inge.
Studi oleh Manella pada 2004 menunjukkan bahwa, ada periode sensitif pada masa bayi dan anak
dimana suka dan ketidaksukaan yang terbentuk pada masa tersebut akan mempengaruhi pola makan
saat dewasa. Hal ini menjadi pertimbangan penting pada penanganan atau pencegahan kelebihan berat
badan dan obesitas yang meningkat secara dramatis di masa kanak-kanak dan remaja di banyak negara
(AAP, 2003; Agostini, 2008).
Meningkatkan Resiko Karies Gigi
Sebuah studi oleh Beauchamp pada 1982 menunjukkan bahwa, paparan terhadap air gula atau rasa
manis pada 6 bulan pertama kehidupan akan meningkatkan kecenderungan untuk menyukai air gula atau
rasa manis.
Asupan sukrosa dan kesukaan akan rasa manis tidak hanya meningkatkan risiko obesitas, asupan
makanan yang mengandung gula total yang tinggi juga akan mempengaruhi kecukupan asupan
mikronutrien. Bukti yang berkembang memperlihatkan bahwa makanan yang ditambahkan dan tinggi

kandungan gula totalnya berhubungan nyata dengan asupan mikronutrien yang lebih rendah dan
mungkin mempengaruhi pertumbuhan anak, jelas Dr. Ahmad Suryawan.
Konsumsi sukrosa lebih awal (pada bayi) untuk jangka waktu lama akan meningkatkan risiko karies.
Temuan ini diperkuat oleh jurnal yang dipublikasi oleh Institute of Medicine pada 2005 dan The American
Academy of Pediatric Dentistry pada 2008.
Karies dapat dicegah dengan menghindari pemberian sukrosa pada makanan bayi, termasuk pada susu
formula bayi, dan menjaga kebersihan gigi dan mulut setiap kali anak usai makan dan minum susu, tutup
kedua pakar tersebut. Dewi

AIR TAJIN UNTUK MENGOBATI DIARE PADA BALITA

Dewi Yulia Arif asks


Posted on Kamis, 24 Desember 2009
Penyebab diare umumnya adalah makanan. Bisa karena keracunan makanan atau
karena kuman dalam makanan. Kalau makanannya beracun, gejala utamanya
muntah, baru diikuti diare. Kalau karena kuman pada makanan, biasanya diare dulu
baru kemudian muntah.
Diare harus segera ditanggulangi sebelum kondisi dehidrasi terjadi, yaitu pertamatama dengan memberikan banyak minum. Pemberian susu formula dan jus buah
dihentikan sementara. Namun, ASI tetap dilanjutkan.
Bila diare terjadi berulang kali, anak akan kehilangan banyak cairan, bahkan
sejumlah mineral penting, seperti sodium, potasium, dan klorida ikut terbuang. Bila
berkelanjutan, bisa terjadi ketidakseimbangan cairan tubuh sehingga timbul
dehidrasi. Kondisi dehdarasi inilah yang paling dikhawatirkan meski diare pada
dasarnya akan sembuh sendiri.

Tanda-tanda dehidrasi antara lain anak menangis tanpa air mata, mulut dan bibir
kering, selalu merasa haus. Air seni keluar sedikit dan berwarna gelap, ada kalanya
tidak keluar sama sekali. Juga, mata cekung atau terbenam. Pada bayi tanda
dehidrasi bisa dilihat lewat ubun-ubun yang menjadi cekung. Juga anak mengantuk,
kulit pucat atau kekenyalan tubuh berkurang, dan bekas cubitan tidak cepat
kembali normal.

Untuk mengatasinya, anak perlu diberi cairan sebanyak mungkin. Tidak harus
larutan oralit. Bisa berupa teh manis, air tajin, air gula garam, sup. Air tajin justru
cukup efektif bagi bayi untuk mengatasi diare. Juga jauh lebih baik dibandingkan
dengan oralit karena tajin mengandung glukosa polimer yang mudah diserap.
Air tajin selain cepat dicerna, juga mengandung kadar glukosa cukup tinggi, yang
akan mempermudah penyerapan elektrolit. Selain itu dua macam poliglukosa dalam
tepung tajin dapat menyebabkan feses lebih padat. Keuntungan lain air tajin adalah
adanya kandungan proteinnya, yaitu 7 - 10 %. Sedangkan garam oralit tidak
mengandung protein. Penggunaan air tajin sebagai "obat diare", tidak berbahaya
untuk bayi sekalipun.

Anda mungkin juga menyukai