Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Karies gigi adalah penyakit kronis yang umum terjadi disebagian
besar negara di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh
bakteri spesifik terutama Streptococci Mutans yang memetabolisme gula
untuk menghasilkan asam, dan seiring waktu, mendemineralisasi struktur
gigi. Karies gigi berdampak negative pada hamper semua kelompok umur.
Data survei menunjukan bahwa remaja berusia 12 tahun hingga 19 tahun
memeiliki jumlah karies gigi tertinggi diikuti anak-anak dan orang dewasa
(Rosa Amalia, 2021)
Indonesia menunjukkan menunjukkan tingkat prevalensi karies gigi
tinggi dengan pertumbuhan cenderung meningkat. Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) tahun 2018 menunjukkan index def-t pada anak
Indonesia usia 6-9 tahun sebesar 92,794. Pemahaman peran genetic dalam
etiologi resiko karies pada anak-anak mengembangkan strategi baru dalam
diagnosis, tata laksana, penetuan resiko, dan pencegahan karies di masa
yang akan datang. Pencegahan karies gigi memerlukan alat deteksi resiko
karies yang dirancang melalui evaluasi lokus HLA-DRBI pada kelompok
sIgA tinggi dan kelompok sIgA rendah melalui pemahaman imunogenetik
(Riskesdas, 2018)
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 memperlihatkan
prevalensi gigi berlubang pada anak usia dini masih sangat tinggi yaitu
sekitar 93%. Artinya hanya 7% anak Indonesia yang bebas dari karies gigi.
Federation Dental International (FDI) dan WHO menargetkan usia 5
sampai 6 tahun setidaknya 50% harus bebas dari karies gigi di setiap
negara. Banyak kebijakan pemerintah yang dilakukan untuk mencapai
target tersebut seperti program internship, Nusantara Sehat yang mana
penempatan tenaga kesehatan berbasis kepada tim yang disebar ke seluruh
Indonesia, termasuk tenaga kesehatan gigi maupun tenaga kesehatan
lainnya.
Khusus di Indonesia pihaknya melakukan survey kepada 1.000
responden berusia 18 tahun ke atas. Hasil survey menunjukkan sikap dan
perilaku di masa pandemi ternyata 7 dari 10 orang mengatakan selama
pandemi mereka lebih fokus pada kesehatan dan kesejahteraan
menyeluruh.
Kesehatan gigi di penggaruhi oleh gizi makanan, macam-macam
makanan, kebersihan gigi dan kepekaan air ludah. Salah satu masalah
kesehatan gigi dan mulut yang sering kita jumpai dimasyarakat saat ini
adalah karies gigi atau sering disebut gigi berlubang. Penyakit ini dapat
terjadi pada semua usia baik balita, anak-anak, remaja, maupun orang
dewasa. Tibmulnya lubang pada gigi anak tidak terjadi dalam satu atau dua
bulan, tetapi lewat proses yang lama. Lubang ini muncul diakibatkan oleh
kerusakan yang terjadi pada struktur gigi, baik pada bagian luar maupun
pada bagian dalam. Factor utama penyebabkaries gigi, baik pada bagian
dalam. Faktor utama penyebab karies antara lain makanan/minuman manis
dan bisa menyebabkan terjadinya fementasi karbohidrat, misalnya coklat,
permen, susu formula, jus dan kurang memperhatikan kesehatan gigi dan
mulut atau dengan kata lain kurang menggosok gigi (Susilawati, 2020)
Berdasarkan hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2018,
proporsi pola pemberian makanan pada bayi umur 0-6 bulan di Indonesia
sebanyak 37,3% ASI eksekutif, 9,3% ASI parsial, dan 3,3% ASI
predominan. Kementrian Kesehatan menargetkan peningkatan target ASI
eksklusif hingga 80%. Namun angka ASI ekslusif di Indonesia baru
mencapai 74,5% (Kemenkes RI, 2018). Berdasarkan data profil Kesehatan
Indonesia, cakupan bayi mendapat ASI ekslusif tahun 2018 yaitu sebesar
68,74% sedangkan propinsi Sulawesi Tenggara belum mencapai 35,01%
(Kemenkes Republik Indonesia, 2020).
Rendahnya ASI ekslusif berbanding terbalik dengan peningkatan
pemberian susu formula. Hasil penelitian Firdawati and Lubis (2020)
menunjukkan pemberian susu formula kepada bayi usia 0-6 bulan dilatar
belakangi oleh pengatahuan ibu yang kurang tentang ASI Ekslusif,
pekerjaan ibu, dan pengalaman menyusui ibu sebelumnya yang kurang
memuaskan, susu formula dapat dengan mudah dibeli orangtua bayi serta
ibu kurang mendapatkan dukungan dari suami d an keluarganya sedangkan
menurut Siregar et al (2020) variable paling dominan yang memengaruhi
ibu untuk memberikan susu formula adalah promosi susu formula.
Pemberian susu formula dianggap sebagai pengganti air susu ibu
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak. Kandungan yang ada dalam susu formula sering
diabaikan terutama kadnungan sukrosa atau gula pada masing-masing
merk. Tingginya kadar gula akan menurunkan pH plak dengan cepat
sampai pada level yang dapat menyebabkan demineralisasi email sehingga
terjadi kerusakan pada gigi. Selain itu defisiensi beberapa vitamin dan
mineral juga mendorong terjadinya karies pada gigi seperti defisiensi
vitamin A, B, C, dan D, kalsium, fosfor fluor dan zinc. Anak-anak di
bawah 12 tahun merupakan kelompok rentan terjadinya masalah pada gigi
berupa gigi berlubang (Imroatul Azizah, 2020)
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Desty Kartika
Rahma Maulida (2022) tentang “Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian
Susu Formula Dengan Kejadian Karies Gigi Sulung” hasilnya bahwa
Sebagian besar siswa memilikiu kariesngigi dengan persentase sebsar
92,5% sebanyak 37 siswa dan tidak memiliki karies gigi sebesar 7,5%
sebanyak 3 siswa. Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dari
pemeriksaan gigi pada siswa TK A Raudatul Athfal Perwanida 1
Lamongan, didapatkan hasil semua siswa mengalami karies gigi.
Menurut Yosa & Simbolon (2018), gigi susu lebih mudah terserang
karies daripada gigi tetap, disebabkan karena enamel gigi susu lebih
banyak mengandung bahan organic dam air, seadangkan jumlah mineral
lebih sedikit dibandingkan gigi tetap. Bakteri menggunakan gula sebagai
makanan utamanya, kemudian memproduksi asam yang akan merusak
gigi, asam menyerang gigi sekitar 20 menit atau lebih. Meminum susu /
minuman mengandung gula menggunakan botol Ketika tertidur sangat
tidak baik, cairan akan menggenangi rongga mulut (gigi) untuk beberapa
waktu (jam). (Yosa & Simbolon, 2018)
Berdasarkan uraian yang diatas, karies gigi sulung siswa pada
penelitian ini termasuk tinggi karena sebagian besar siswa memiliki karies
gigi di dalam rongga mulutnya. Karies gigi pada anak prasekolah dapat
terjadi karena cara mengkonsumsi susu formula yang tidak tepat, selain itu
anak-anak suka mengkonsumsi makanan kariogenik atau makanan yang
mengandung gula tinggi seperti coklat, permen, dan makanan, ,manis lain.
Maka dari itu, peneliti tertarik untuk meneliti tentang “ Hubungan
Kebiasaan Mengkonsumsi Susu Formula dan Pola Makan Dengan Karies
Gigi Pada Anak Prasekolah”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan


masalah penelitian sebagai berikut : Apakah Ada Hubungan Kebiasaan
Mengkonsumsi Susu Formula Dengan Terjadinya Karies Gigi Pada Anak
Usia Dini Di TK Kanzul Khairat Banjarbaru?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Di ketahuinya Hubungan Kebiasaan Mengkonsumsi Susu Formula
Dengan Terjadinya Karies Gigi Pada Anak Usia Dini Di TK Kanzul
Khairat Banjarbaru
2. Tujuan Khusus
a) Diketahuinya tingkat lama kebiasaan pemberian susu formula anak
usia dini di TK Kanzul Khairat Banjarbaru
b) Diketahuinya anak yang mengalami karies gigi pada anak usia dini
di TK Kanzul Khairat Banjarbaru
c) Diketahuinya hubungan kebiasaan mengkonsumsi susu formula
dengan terjadinya karies pada anak usia dini di TK Kanzul Khairat
Banjarbaru
D. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan
dapat meningkatkan pengetahuan tentang cara mengkonsumsi susu
formula dengan terjadinya karies pada anak dengan baik dan benar.
b. Manfaat Praktis
1. Bagi Tempat Umum
Diharapkan dapat memberikan informasi yang bersifat objektif
tentang hubungan kebiasaan mengkonsumsi susu formula dengan
terjadinya karies pada anak usia dini di TK Kanzul Khairat
Banjarbaru
2. Bagi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai dokumentasi
pada perpustakaan Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes
3. Bagi Peneliti
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi
penelitian ini terutama untuk menambah wawasan dalam hal
mengetahui sebab-sebab terjadi hubungan kebiasaan
mengkonsumsi susu formula dengan terjadinya karies gigi pada
anak usia dini di TK Kanzul Khairat Banjarbaru, serta dapat
menjadi suatu kesempatan yang berharga bagi peneliti untuk dapat
mengaplikasikan ilmu-ilmu yang diperoleh selama berkuliah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori
1. Susu Formula
a. Pengertian Susu Formula
Susu formula adalah suatu produk pangan yang penggunaannya
menggantikan air susu ibu (ASI) yang di buat dan di rancang khusus
untuk memberi nutrisi pada bayi usia di bawah 12 bulan. Susu formula
adalah susu sapi atau susu buatan yang komposisinya diubah sehingga
layak di pakai untuk menjadi pengganti air susu ibu (ASI). Susu
formula sendiri adalah cairan atau bubuk dengan formula tertentu yang
mana dapat di berikan kepada bayi hingga anak-anak.
Susu formula merupakan makanan bayi yang secara manfaat dan
fungsinya dapat memenuhi kebutuhan gizi dan perkembangan bayi
hingga anak-anak. Susu formula sendiri adalah cairan yang berisi zat
yang sudah mati di dalamnya tidak ada sel yang hidup di dalamny
seperti sel darah putih, zat pembunuh bakteri, antibodi, serta juga tidak
mengandung enzim maupun hormon yang mengandung faktor
pertumbuhan. .
b. Kandungan Susu Formula
a. Lemak
Kadar lemak yang disarankan dalam susu formula adalah antara 2,7-
4,1 gr tiap 100 ml. Komposisi asam lemaknya harus sedemikian rupa
sehingga bayi umur 1 bulan dapat menyerap sedikitnya 85% lemak
yang terdapat dalam susu formula.
b. Protein
Kadar protein dalam susu formula harus berkisar antara 1,2-1,9 gr tiap
100 ml. Pemberian protein yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
tingginya kadar ureum, amoniak, serta asam amino tertentu dalam
darah.
c. Karbohidrat
Kandungan karbohidrat yang disarankan untuk susu formula, yaitu
antara 5,4-8,2 gr tiap 100 ml. Dianjurkan supaya sebagian karbohidrat
hanya atau hampir seluruhnya memakai laktosa, selebihnya glukosa
atau maltose.
d. Mineral
Kandungan sebagian besar mineral dalam susu sapi lebih tinggi 3-4
kali dibandingkan dengan yang terdapat dalam ASI
e. Vitamin
Biasanya, berbagai vitamin ditambahkan pada pembuatan formula
hingga dapat mencukupi kebutuhan sehari-harinya.
c. Kelemahan Susu Formula
a. Kandungan Susu Formula Tidak Selengkap ASI
Susu formula (susu sapi) tidak mengandung DHA seperti halnya ASI
sehingga tidak bisa membantu meningkatkan kecerdasan bayi.
Terdapat lebih dari 100 jenis zat gizi yang terdapat dalam ASI antara
lain DHA, tauri, dan spingomyelin yang tidak terdapat dalam susu sapi
(Khasanah, 2013)
b. Mudah Tercemar
Pembuatan susu formula sering mudah tercemar oleh bakteri, terlebih
bila ibu menggunakan botol, dan tidak merebusnya setiap selesai
memberi susu. Hal ini karena bakteri tumbuh sangat cepat pada susu
formula sehingga berbahaya bagi bayi sebelum susu tercium basi.
c. Diare dan sering muntah
Pengenceran susu formula yang kurang tepat dapat mengganggu
pencernaan bayi, sedangkan susu yang terlalu kental dapat membuat
usus bayi sulit mencerna, sehingga sebelum dicerna, susu akan
dikeluarkan kembali lewat anus yang mengakibatkan bayi mengalami
diare. Meskipun tidak membahayakan, diare bisa menyebabkan
dehidrasi atau kekurangan cairan.
d. Infeksi
Susu sapi tidak mengandung sel darah putih hidup dan antibody untuk
melindungi tubuh terhadap infeksi. Selain itu, proses penyiapan susu
formula yang kurang streril juga bisa menyebabkan bakteri mudah
masuk. Bayi yang diberi susu formula lebih sering sakit diare dan
infeksi saluran pernapasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bayi
yang mendapat susu botol empat kali lebih banyak menderita diare
dibandingkan bayi yang mendapat ASI.
e. Obesitas
Suatu penelitian pernah membandingkan pola pertumbuhan normal
antara bayi yang diberi ASI dengan susu formula. Hasil yang
didapatkan pada beberapa bulan pertama didapatkan bukti sebagai
berikut :
- bayi yang diberi ASI dan yang diberi susu formula memiliki pola
pertumbuhan yang sama pada beberapa bulan pertama
- pada usia 4-6 bulan, bayi yang bayi yang diberi susu formula
mengalami kenaikan berat badan yang cenderung lebih cepat
dibanding bayi yang diberi ASI
- setelah 6 bulan pertama, bayi yang mendapat ASI cenderung lebih
ramping dibanding dengan bayi yang diberi susu formula
Kelebihan berat badan pada bayi yang mendapatkan susu formula
diperkirakan karena kelebihan air dan komposisi lemak tubuh yang
berbeda dibanding bayi yang mendapat ASI.
f. Pemborosan
Pemberian susu formula secara tidak langsung juga menambah
anggaran untuk membeli susu formula tersebut. Hal ini tidak akan jadi
masalah ketika ibu berasal dari keluarga menengah ke atas. Akan
tetapi, ia yang berasal dari keluarga ekonomi menengah kebawah
mungkin tidak mampu membeli cukup susu untuk bayinya.
Dampaknya, ia mungkin memberikan susu formula dalam jumlah
sedikit atau menaruh susu formula dalam jumlah yang sedikit ke dalam
botol. Sebagai akibatnya, bayi yang diberi susu formula sering
kelaparan dan kekurangan gizi.
g. Kekurangan vitamin dan zat besi
Susu sapi tidak mengandung vitamin yang cukup untuk bayi. Zat besi
dari susu sapi juga tidak diserap sempurna seperti zat besi dari ASI.
Bayi yang diberi susu formula bisa terkena anemia karena kekurangan
zat besi.
h. Terlalu banyak garam
Susu sapi mengandung garam terlalu banyak yang kadang-kadang
menyebabkan hypernatremia (terlalu banyak garam dalam tubuh) dan
kejang, terutama bila bayi terkena diare. Selain itu, kadar garam yang
tinggi akan memperberat kerja ginjalnya.
i. Lemak yang tidak cocok
Susu sapi lebih banyak mengandung asam lemak jenuh dibanding
ASI.Untuk pertumbuhan bayi yang sehat asam lemak tak jenuh sangat
diperlukan.Susu sapi tidak mengandung asam lemak esensial dan asam
linoleat yang cukup sehingga kemungkinan juga tidak mengandung
kolesterol yang cukup bagi pertumbuhan otaknya.
j. Protein yang tidak cocok
Susu sapi mengandung terlalu banyak protein kasein karena kasein
mengandung campuran asam amino yang tidak cocok dan sulit
dikeluarkan oleh ginjal bayi yang belum sempurna.
k. Sulit dicerna
Susu sapi lebih sulit dicerna karena tidak mengandung enzim untuk
membantu pencernaan zat gizi karena susu sapi lambat dicerna
sehingga lebih lama mengisi lambung bayi ketimbang ASI.
l. Alergi
Bayi yang diberi susu sapi terlalu dini mungkin menderita lebih
banyak masalah alergi, misalnya asma dan eksim. Sistem kekebalan
tubuh bayi akan melawan protein yang terdapat dalam susu sapi
sehingga gejala-gejala reaksi alergi pun akan muncul.
d. Manfaat Susu Formula Bagi Anak
Susu formula merupakan salah satu yang di dalamnya terdapat
sumber karbohidrat dan lemak yang dapat membuat anak merasa
kenyang. Selain itu juga, susu formula mengandung salah satu energi
yang baik bagi anak yang sedang aktif. Jika ibu rutin memberikannya,
anak dapat melakukan aktivitas fisik dan otak.
e. Formulasi Mengkonsumsi Susu Formula Pada Anak
1) Pemberian Susu Formula
Susu botol atau susu formula untuk bayi kurang dari 6
bulan boleh diberikan jika ibu tidak memungkinkan untuk menyusui
bayi, misalnya terjadi produksi ASI yang sangat sedikit. Hal ini terjadi
karena adanya ketidakmampuan kelenjar mammae (kelenjar
pembentuk ASI) untuk memproduksi ASI dalam jumlah yang cukup.
Indikasi medis pemberian susu formula dapat disebabkan oleh
kondisi bayi atau kondisi ibu. Kondisi bayi adalah bayi yang menderita
inborn errors of metabolisme (kelainan metabolisme bawaan) dimana
bayi tidak dapat mengkonsumsi ASI dan harus mengkonsumsi susu
formula khusus. Sedangkan pada kondisi ibu yang tidak dianjurkan
untuk pemberian ASI adalah ibu yang terinfeksi HIV. Hal ini
dilakukan agar bayi tidak terlular melalui ASI. Beberapa kondisi ibu
yang mengharuskan penghentian pemberian ASI sementara adalah ibu
dengan sepsis, terinfeksi virus herpes simpleks I dengan lesi di
payudara, ibu yang menggunakan obat psikoterapi sedatif, antiepilepsi,
serta kemoterapi. Kondisi-kondisi seperti itu lah yang menjadikan bayi
dapat diberikan susu formula sebagai pengganti ASI.
2) Tahapan Pemberian Susu Formula
Beberapa tahapan yang perlu dilakukan untuk membuat susu formula
yaitu:
a) Takaran susu harus sesuai seperti yang tertera di kemasan
susu.
b) Memperhatikan kebersihan susu dan memeriksa tanggal
kadaluwarsa.
c) Menyeduh susu menggunakan air panas, namun sebaiknya
jangan terlalu panas karena dapat mengurangi nilai gizi.
d) Menggunakan botol susu yang disterilkan dengan cara direbus atau
dikukus.
e) Mencuci tangan dengan sabun hingga bersih sebelum membuat susu
untuk bayi.
3) PersiapanBotolSusu15
a) Higienitas
Higienitas atau kebersihan merupakan hal penting yang harus
diperhatikan saat mempersiapkan botol susu. Cara mencuci dan
mensterilkan botol perlu diperhatikan dengan seksama. Tujuannya
untuk menghindari adanya infeksi kuman pada botol susu.
b) Takaran susu
Takaran susu yang tepat biasanya tertera pada
kemasan susu. Dalam kemasan susu juga terdapat sendok takar untuk
membuat susu. Setiap satu sendok takar biasanya untuk 30-40 ml air.
Takaran susu harus tepat, tidak boleh kurang atau lebih karena akan
mengganggu sistem pencernaan bayi. Takaran susu yang berlebih akan
membuat bayi sembelit atau sukar buang air besar. Sedangkan takaran
susu kurang akan membuat bayi diare.
c) Air untuk menyeduh
Untuk membuat susu formula, menggunakan air
matang dan panas seukuran takaran susu. Setelah itu diamkan sampai
hangat. Sebelum diberikan kepada bayi, teteskan dulu susu ke telapak
tangan. Bila suhu sudah dirasakan hangat, susu sudah aman untuk
diberikan kepada bayi.
d) Menyimpan Susu
Bila susu tidak langsung diberikan kepada bayi,
simpan susu di dalam botol tertutup rapat didalam ruang utama kulkas.
Susu formula yang disimpan dalam kulkas dapat bertahan selama 24
jam. Dalam suhu ruangan, susu formula dapat bertahan selama tiga
jam.
e) Memanaskan Susu
Susu yang disimpan di kulkas, sebaiknya
dipanaskan dulu. Cara pemanasan dapat dilakukan dengan berbagai
cara, seperti memanaskan botol susu di alat pemanas susu, merendam
susu di wadah stainless steel yang sudah ditaruh air panas, atau
menjerang botol susu di dalam panci. Memanaskan susu sebaiknya
jangan di microwave karena suhu susu bisa sangat panas dan bila
terlalu lama botol dapat meledak.
4) Langkah-langkah Mengalihkan Pemberian Susu Melalui Botol15
a) Kondisikan bayi senyaman mungkin dan ciptakan suasana yang
tenang untuk mengalihkan pemberian susu melalui botol.
b) Posisi bayi sebaiknya digendong dalam kondisi setengah tegak agar
bayi tidak tersedak.
c) Menempelkan dot ke mulut bayi. Jika bayi terlihat mau menerima
dot, masukkan dot secara perlahan. Jika bayi menolak, biasanya akan
menjulurkan lidah dan jangan dipaksa, tetapi lakukan beberapa saat
lagi hingga bayi mau menerima dot.
d) Jika bayi benar-benar menolak dapat dilakukan keesokan harinya.
e) Terkadang bayi mencium aroma puting ibu sehingga menolak di
berikan dot.
5) Cara Mencuci Botol
a) Menggunakan sabun cuci yang aman untuk bayi
b) Menggunakan sikat khusus untuk membersihkan botol susu
c) Menyikat dengan bersih bagian dasar botol dan bagian
leher botol karena di bagian ini sisa susu formula mengendap
d) Bilas botol hingga benar-benar bersih menggunakan air mengalir
e) Langkah selanjutnya adalah menyeterilkan botol
6) CaraMenyeterilkanBotolSusu
a) Sterilisasi bisa dilakukan secara manual atau dengan alat steril.
Dipasaran dijual sterilizer botol susu atau alat steril botol susu secara
elektronik.
b) Sterilisasi botol susu manual dapat dilakukan dengan merebus air di
panci stainless steel. Rebus air selama 5-10 menit, rebus botol hingga
terendam air selama 7 menit.
c) Angkat botol susu, keringkan dengan membalik botol susu agar air
menetes dan bagian dalam botol kering.
d) Simpan botol susu di dalam wadah tertutup rapat dan letakkan di
tempat yang bersih, kering, dan sejuk.

2. Karies Gigi
a. Pengertian Karies Gigi
Karies gigi merupakan salah satu masalah kesehatan gigi yang
sering terjadi pada anak-anak. Menurut Mc Donald (2004, dalam Widodo,
et al., 2020) bahwa karies lebih tinggi 5 kali diderita anak anak
dibandingkan penyakit asma dan 7 kali lebih banyak diderita anak-anak
dibandingkan dengan penyakit demam (Widodo, Y., & Hamid, 2020).
Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan
kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi mulai dari email, dentin
dan meluas ke arah pulpa. Karies dikarenakan berbagai sebab, diantaranya
adalah karbohidrat, mikroorganisme dan air ludah, permukaan dan bentuk
gigi, serta dua bakteri yang paling umum bertanggung jawab untuk gigi
berlubang adalah Streptococcus mutans dan Lactobacillus. Jika dibiarkan
tidak diobati, penyakit dapat menyebabkan rasa sakit, kehilangan gigi dan
infeksi (Sukarsih, dkk, et al., 2019)
Berdasarkan hasil survei Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
Nasional tahun 2018, prevalensi karies gigi di Indonesia cukup tinggi
(88,8%). Di Propinsi Papua masalah gigi dan mulut serta mendapatkan
pelayanan dari tenaga medis gigi 45 kasus, 0,82 mendapat pelayanan,
sedangkan proporsi perilaku menyikat gigi setiap hari pada penduduk
umur > 3 tahun 54,4%, penduduk yang melakukan gosok gigi pada waktu
yang tepat adalah 5,8%. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku masyarakat
Papua dalam menjaga kebersihan gigi dan mulut kurang baik.
Karies gigi adalah proses penghancuran atau pelunakan dari email
ataupun dentin. Proses penghancuran tersebut lebih cepat pada bagian
dentin daripada email. Proses tersebut berlangsung terus sampai jaringan
dibawahnya, dan ini adalah awal pembentukan.
Karies usia dini (Early Chilhood Caries) adalah adanya satu atau
lebih kerusakan pada gigi dengan kavitas atau tanpa kavitas, kehilangan
gigi akibat karies atau penambalan permukaan gigi susu pada usia
prasekolah (0-71 bulan) (J Berdasarkan hasil survei Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) Nasional tahun 2018, prevalensi karies gigi di Indonesia
cukup tinggi (88,8%). Di Propinsi Papua masalah gigi dan mulut serta
mendapatkan pelayanan dari tenaga medis gigi 45 kasus, 0,82 mendapat
pelayanan, sedangkan proporsi perilaku menyikat gigi setiap hari pada
penduduk umur > 3 tahun 54,4%, penduduk ingga et al.,2019).
Karies usia dini merupakan penyakit yang sering dialami pada
bayi, balita dan anak prasekolah yang perkembangannya sangat pesat.
Karies usia dini bisanya terjadi beberapa bulan setelah gigi sulung erupsi.
Ditemukan prevalensi anak TK Dharma Wanita Persatuan Tambakrejo 1
Krembung Sidoarjo yang bebas karies hanya 20% termasuk belum
memenuhi target prevalensi bebas karies menurut WHO. Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2018 melaporkan prevalensi ECC untuk anak usia
5 tahun di Indonesia 90,2% (Susi et al., 2020)

b. Klasifikasi Karies Gigi


Klasifikasi karies menurut G.V. Black ( 1924) dibagi menjadi 5 kelas
yang diuraikan dibawah ini :
1) Kelas I
a. karies yang terdapat pada bidang oklusal pada gigi premolar dan
molar.
b. karies pada ceruk dan fisura bukal molar bawah.
c. karies pada ceruk dan fisura palatinal molar atas.
d. karies pada bagian palatal atau lingual gigi depan.
2) kelas II
Karies yang terjadi pada bagian aproksimal baik bagian mesial atau distal
dari gigi posterior.
3) Kelas III
Karies pada bagian aproksimal gigi anterior ( insisif dan kaninus ),
bagian mesial maupun distal yang tidak mengenai (tepi insial ).
4) Kelas VI
Karies pada bidang aproksimal insisif dan kaninus baik bagian mesial
maupun distal yang sampai mengenai tepi insisal.
5) Kelas V
Karies yang terdapat pada sepertiga servikal semua gigi. Gigi terdiri dari
tiga bagian sepertiga insisal ,sepertiga tengah, sepertiga servikal.
6) Kelas VI
Karies pada bagian puncak tonjol semua gigi.

c. Gambaran Klinis ECC


Karies awal pada gigi sulung akan tampak sebagai white spot
lesion, sering terjadi pada insisif atas di sepanjang perbatasan gingival.
Bercak putih yang tampak merupakan suatu proses demineralisasi oleh
asam, yang terbentuk dari fermentasi karbohidrat oleh bakteri dan plak.
Secara garis besar, terdapat tiga tingkat keparahan dari ECC.
Tahap awal/insisal, terjadi pada anak usia antara 10-20 bulan atau
lebih muda, karies diawali dengan garis berwarna putih seperti kapur,
opak (white spots) pada insisivus maksila, gigi ini yang pertama erupsi
pada rahang atas dan paling sedikit dilindungi oleh saliva atau mild ECC.
Tahap dua, kerusakan/karies terjadi ketika anak berusia 16-24 bulan. Lesi
putih pada insisivus berkembang dengan cepat dan menyebabkan
demineralisasi enamel sehingga mengenai dan terbukanya dentin.
Secara klinis tampak kavitas yang berwarna kecoklatan, disebut tingkat
sedang atau moderate ECC. Tahap tiga (lesi yang dalam), terjadi ketika
anak berusia 20-36 bulan, lesi sudah meluas pada insisivus sulung
maksila, hingga terjadi iritasi pulpa. Tahap empat (traumatik), terjadi
ketika anak berusia antara 30-48 bulan, lesi meluas dengan cepat ke
seluruh permukaan enamel dan dentin, mengelilingi permukaan servikal,
dalam waktu singkat, terjadi kerusakan yang parah di seluruh mahkota
gigi hingga terjadi fraktur dan hanya akar yang tersisa. Tingkat
keparahan ECC yang paling tinggi disebut dengan severe ECC, karena
sudah terjadi kerusakan mahkota gigi.
d. Faktor-Faktor Penyebab Karies Gigi
Faktor internal Penyebab terjadinya karies sampai saat ini masih
dipercayai bahwa ada empat penyebab karies yaitu host atau gigi,
mikroorganisme, plak, dan waktu.
a. Host
Ada beberapa faktor yang dihubungkan degan gigi sebagai
tuan rumah terhadap karies gigi salah satunya faktor morfologi gigi
ukuran dan bentuk gigi). Pit dan fissure pada gigi sangat rentan
terhadap karies terutama pit dan fissure yang dalam. Gigi yang
berjejal dan struktur permukaan gigi yang abnormal. Kepadatan
email, semakin banyak email mengandung mineral maka kristal
email akan semakin padat dan email akan semakin resisten. Gigi
susu lebih mudah terserang karies dibanding gigi tetap.
b. Mikroorganisme
Streptococus mutans dan Lactobacillus merupakan
mikroorganisme kariogenik karena mampu segera membuat asam
dari karbohidrat yang dapat diragikan. Kuman-kuman tersebut
dapat tumbuh subur dalam suasana asam dan dapat menempel pada
permukaan gigi karena kemampuan membuat polisakarida
ekstraseluler yang sangat lengket dari kerbohidrat makanan.
Akibatnya, bakteribakteri terbantu untuk melekat pada gigi serta
saling melekat satu sama lain sehingga plak makin tebal dan
menghambat fungsi saliva dalam menetralkan plak tersebut.
Jumlah Streptococus mutans lebih banyak terdapat pada seseorang
yang mengalami karies aktif.
c. Substrat
Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan
plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi
mikroorganisme yang ada pada permukaan email. Selain itu dapat
memengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan
menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi
asam serta bahan lain yang aktif yang menyebabkan timbulnya
karies.
d. Waktu
Adanya kemampuan saliva untuk mengembalikan mineral
selama berlangsungnya karies, menandakan bahwa proses karies
mengalami demineralisasi dan remineralisasi yang silih berganti.
Oleh karena itu apabila ada saliva di dalam lingkungan gigi, maka
kerusakan tidak dapat terjadi secara cepat melainkan dalam
hitungan bulan atau tahun.

Faktor Ekternal Penyebab Terjadinya Karies Gigi :


1. Jenis Kelamin
Dari pengamatan yang dilakukan oleh Milhahn-Turkeheim yang
dikutip dari Tarigan pada gigi M1, didapat hasil bahwa persentase
karies gigi pada wanita lebih tinggi dibanding denga
pria.Dibanding dengan molar kanan, persentase karies molar kiri
lebih tinggi karena faktor penguyahan dan pembersihan dari
masing- masing bagian gigi.
2. Usia
Sepanjang hidup dikenal 3 fase umur dilihat dari gigi-geligi
1). Periode gigi campuran, disini molar 1 paling sering terkena
kariesAnak usia 6-12 tahun masih kurang mengetahui dan mengerti
bagaimana cara memelihara kebersihan gigi dan mulut. Anak-anak
usia sekolah perlu mendapat perhatian khusus sebab pada usia ini
anak sedang menjalani proses tumbuh kembang.
3. Pengetahuan

4. Perilaku

e. Tanda dan Gejala Karies Gigi

Gejala karies yang terjadi meliputi:


1. Sakit gigi yang muncul secara tiba-tiba tanpa sebab jelas.
2. Nyeri ringan hingga parah saat mengonsumsi makanan atau minuman
manis, panas, atau dingin.
3. Gigi jadi lebih sensitif.
4. Muncul lubang yang terlihat sangat jelas di gigi.
5. Ada noda coklat, hitam, atau putih pada permukaan gigi.
6. Bau mulut.
7. Rasa tidak enak di mulut.

f. Pencegahan Karies Gigi

a. Menyikat Gigi Secara Rutin

Sikat gigi dengan pasta gigi minimal dua kali sehari, pada pagi hari
setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur.

e.  Kurangi konsumsi camilan dan minuman manis

Kebiasaan mengobrol sambil menikmati makanan ringan memang


mengasyikkan. Namun di balik itu, ada bahaya yang mengancam gigi.
Camilan yang mengandung karbohidrat atau tinggi gula akan
menciptakan kondisi asam di mulut, yang dapat merusak gigi. Dampak
yang sama juga berasal dari kebiasaan mengonsumsi minuman selain
air putih, misalnya minuman manis dalam kemasan.

f.  Konsumsi makanan yang menyehatkan gigi

Disarankan untuk menghindari makanan manis, seperti permen dan


keripik, yang mudah melekat dan terselip di sela-sela gigi dalam waktu
lama. Sebagai pengganti makanan gurih dan manis, bisa mencoba
sayur-sayuran dan buah-buahan. Kedua kelompok makanan ini baik
untuk gigi karena dapat meningkatkan produksi air liur yang turut
berfungsi membantu membersihkan gigi secara alami. Anda juga bisa
memilih camilan lain yang bisa membantu membersihkan gigi, yaitu
permen karet yang tidak mengandung gula.

g. Periksa Gigi Secara Teratur

Memeriksakan gigi secara teratur dapat menjaga gigi tetap sehat.


Keberadaan karies gigi juga dapat terdeteksi sejak dini dan bisa segera
ditangani. Jadi, jangan tunda lagi, periksa gigi secara teratur.

B. Kerangka Konsep
Faktor penyebab karies gigi pada anak :
Faktor Internal

1. Saliva.

2. Substrat

3. Mikroorganisme
4. Waktu
Pemberian Susu
Karies Gigi
Formula
Faktor Eksternal

1. Jenis Kelamin
2. Usia
3. Pengetahuan
4. Perilaku
Keterangan :
Variabel yang tidak diteliti :
Variabel yang diteliti :

C. Hipotesis

H0 : Tidak ada hubungan pemberian pemberian susu formula dengan karies


gigi pada anak prasekolah di TK Kanzul Khairat Banjarbaru.
Ha : Ada hubungan pemberian susu formula dengan karies gigi pada anak
prasekolah di TK Kanzul Khairat Banjarbaru.

Anda mungkin juga menyukai