Ske2blok20 Jeje
Ske2blok20 Jeje
Penatalaksanaan
I.1. Non Medika Mentosa
a) Tirah baring
Seperti kebanyakan penyakit sistemik, istirahat sangat membantu. Pasien harus
diedukasi untuk tinggal di rumah dan tidak bekerja sampai pemulihan.
b) Nutrisi
Pemberian makanan tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP) rendah serat adalah
yang paling membantu dalam memenuhi nutrisi penderita namun tidak
memperburuk kondisi usus. Sebaiknya rendah selulosa (rendah serat) untuk
mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk penderita demam tifoid, basanya
diklasifikasikan atas diet cair, bubur lunak, tim, dan nasi biasa.
c) Cairan
Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun
parenteral. Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada
komplikasi, penurunan kesadaran serta yang sulit makan. Cairan harus
mengandung elektrolit dan kalori yang optimal. Kebutuhan kalori anak pada
infus setara dengan kebutuhan cairan rumatannya.
d) Kompres air hangat
Mekanisme tubuh terhadap kompres hangat dalam upaya menurunkan suhu
tubuh yaitu dengan pemberian kompres hangat pada daerah tubuh akan
memberikan sinyal ke hipotalamus melalui sumsum tulang belakang. Ketika
reseptor yang peka terhadap panas di hipotalamus dirangsang, sistem efektor
mengeluarkan sinyal yang memulai berkeringat dan vasodilatasi perifer.
Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat vasomotor pada medulla
oblongata dari tangkai otak, dibawah pengaruh hipotalamik bagian anterior
sehingga terjadi vasodilatasi. Terjadinya vasodilatasi ini menyebabkan
pembuangan/ kehilangan energi/ panas melalui kulit meningkat (berkeringat),
diharapkan akan terjadi penurunan suhu tubuh sehingga mencapai keadaan
normal kembali. Hal ini sependapat dengan teori yang dikemukakan oleh Aden
(2010) bahwa tubuh memiliki pusat pengaturan suhu (thermoregulator) di
hipotalamus. Jika suhu tubuh meningkat, maka pusat pengaturan suhu berusaha
menurunkannya begitu juga sebaliknya.
I.2. Medika Mentosa
a) Simptomatik
Panas yang merupakan gejala utama pada tifoid dapat diberi antipiretik. Bila
mungkin peroral sebaiknya diberikan yang paling aman dalam hal ini adalah
Paracetamol dengan dosis 10 mg/kg/kali minum, sedapat mungkin untuk
menghindari aspirin dan turunannya karena mempunyai efek mengiritasi saluran
cerna dengan keadaan saluran cerna yang masih rentan kemungkinan untuk
diperberat keadaannya sangatlah mungkin. Bila tidak mampu intake peroral
dapat diberikan via parenteral, obat yang masih dianjurkan adalah yang
mengandung Methamizole Na yaitu antrain atau Novalgin.
b) Antibiotik
Antibiotik yang sering diberikan adalah :
secara syrup dosis yang diberikan untuk anak 4-5 mg/kg/kali minum sehari
diberi 2 kali selama 2 minggu. Efek samping dari pemberian antibiotika
golongan ini adalah terjadinya gangguan sistem hematologi seperti Anemia
megaloblastik, Leukopenia, dan granulositopenia. Dan pada beberapa Negara
antibiotika golongan ini sudah dilaporkan resisten.
dan
Cotrimoxazole
serta
lebih
sensitive
terhadap
II.
Komplikasi
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi 2 bagian :
1. Komplikasi pada usus halus
a) Perdarahan usus
Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan
benzidin. Jika perdarahan banyak terjadi melena dapat disertai nyeri perut
dengan tanda tanda renjatan.
b) Perforasi usus
Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setengahnya dan terjadi pada
bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat
ditemukan bila terdapat udara dirongga peritoneum yaitu pekak hati
menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma pada foto
rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
c) Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.
Ditemukan gejala akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen
tegang, dan nyeri tekan.
2. Komplikasi diluar usus halus
a) Bronkitis dan bronkopneumonia
Pada sebagian besar kasus didapatkan batuk, bersifat ringan dan disebabkan
oleh bronkitis, pneumonia bisa merupakan infeksi sekunder
dan dapat
timbul pada awal sakit atau fase akut lanjut. Komplikasi lain yang terjadi
adalah abses paru, efusi, dan empiema.
b) Kolesistitis
Pada anak jarang terjadi, bila terjadi umumnya pada akhi minggu kedua
dengan gejala dan tanda klinis yang tidak khas, bila terjadi kolesistitis maka
penderita cenderung untuk menjadi seorang karier.
c) Typhoid ensefalopati
Merupakan komplikasi tifoid dengan gejala dan tanda klinis
berupa
Komplikasi ini pada anak masih kurang dilaporkan serta gambaran klinis
tidak khas. Insidensnya terutama pada anak berumur 7 tahun keatas serta
sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga. Gambaran EKG dapat
bervariasi antara lain : sinus takikardi, depresi segmen ST, perubahan
gelombangan I, AV blok tingkat I, aritmia, supraventrikular takikardi.
f) Infeksi saluran kemih
Sebagian kasus demam tifoid mengeluarkan bakteri Salmonella typhi
melalui urin pada saat sakit maupun setelah sembuh. Sistitis maupun
pilonefritis dapat juga merupakan penyulit demam
tifoid.
Proteinuria
III.
Pencegahan
Berikut beberapa petunjuk untuk mencegah penyebaran demam tifoid:
Cuci tangan.
Cuci tangan dengan teratur meruapakan cara terbaik untuk mengendalikan
demam tifoid atau penyakit infeksi lainnya. Cuci tangan anda dengan air
(diutamakan air mengalir) dan sabun terutama sebelum makan atau
Jika anda adalah pasien demam tifoid atau baru saja sembuh dari demam tifoid,
berikut beberapa tips agar anda tidak menginfeksi orang lain:
Ini adalah cara penting yang dapat anda lakukan untuk menghindari
penyebaran infeksi ke orang lain. Gunakan air (diutamakan air mengalir) dan
sabun, kemudian gosoklah tangan selama minimal 30 detik, terutama sebelum
makan dan setelah menggunakan toilet.
minum antibiotik, dan anak kecil 6 tahun. Vaksin Ty-21a diberikan pada anak
berumur diatas 2 tahun. Lama proteksi dilaporkan 6 tahun.
Vaksin polisakarida
Vaksin yang mengandung polisakarida Vi dari bakteri Salmonella. Mempunyai
daya proteksi 60-70 persen pada orang dewasa dan anak di atas 5 tahun selama 3
tahun. Vaksin ini tersedia dalam alat suntik 0,5 mL yang berisi 25 mikrogram
antigen Vi dalam buffer fenol isotonik. Vaksin diberikan secara intramuskular dan
diperlukan pengulangan (booster) setiap 3 tahun. Vaksin ini dikontraindikasikan
pada keadaan hipersensitif, hamil, menyusui, sedang demam, dan anak kecil 2
tahun.
IV.
Prognosis
Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan
kesehatan sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi
antibiotik yang adekuat, angka mortalitas <1%. Di negara berkembang, angka
mortalitasnya >10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan
pengobatan. Munculnya komplikasi, seperti perforasi gastrointestinal atau
perdarahan hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia, mengakibatkan
morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan S.ser. Typhi
3 bulan setelah infeksi umumnya menjadi karier kronis. Resiko menjadi karier
pada anak anak rendah dan meningkat sesuai usia. Karier kronik terjadi pada 15% dari seluruh pasien demam tifoid.
Dapus:
1. Soedarmo, Sumarmo S., dkk. Demam tifoid. Dalam : Buku ajar infeksi & pediatri
tropis. Ed. 2. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h. 338-45.
2. Pawitro UE, Noorvitry M, Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam : Soegijanto S,
Ed. Ilmu Penyakit Anak : Diagnosa dan Penatalaksanaan, edisi 1. Jakarta : Salemba
Medika, 2002:1-43.
3. Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin; edisi bahasa Indonesia: A
Samik Wahab; Ilmu Kesehatan Anak Nelson, ed.15. Jakarta: EGC ; 2000.
4. Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam Pediatrics
Update. Cetakan pertama; Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta : 2003. h. 2-20.
5. Prasetyo, Risky V. dan Ismoedijanto. Metode diagnostik demam tifoid pada anak.