Membongkar
Problematika
dalam Pemilukada
Ikhsan Darmawan
ISBN: 978-602-19800-0-2
Diterbitkan oleh: Program Studi Ilmu Politik,
Departemen Ilmu Politik FISIP UI
Gedung B Lt.2, FISIP UI,
Depok 16424
ii
Kata Pengantar
Cecep Hidayat
iv
Pengantar Penulis
Ucapan syukur kepada Allah SWT kiranya
adalah kalimat yang paling tepat untuk penulis
sampaikan karena akhirnya buku pertama penulis bisa
terbit dan berada di hadapan sidang pembaca. Setelah
melalui proses yang cukup panjang, buku ini dapat
diterbitkan.
Hadirnya buku ini tak dapat dilepaskan dari
konteks perubahan sistem pemilihan kepala daerah dari
tidak langsung menjadi langsung (yang sekarang disebut
dengan Pemilu Kepala Daerah atau Pemilukada).
Pemilukada dilaksanakan sejak tahun 2005-sampai
dengan buku ini diterbitkan-untuk tingkat Provinsi,
Kabupaten dan Kota. Selama bergulirnya Pemilukada,
banyak hal yang terjadi dan perlu disoroti. Dan hal-hal
itu berwujud masalah-masalah dalam Pemilukada. Oleh
karena itulah, terbitnya buku ini tentu menemui
relevansinya bagi seluruh komponen masyarakat, baik
akademisi, politisi, civil society, dan sebagainya.
Keseluruhan isi buku ini adalah artikel-artikel
tentang Pemilukada yang ditulis dan pernah diterbitkan
di sejumlah media massa nasional maupun lokal. Buku
ini secara garis besar berisi beragam problematika yang
selama ini menghinggapi Pemilukada sekaligus di
sebagian besar artikel disertai solusi di bagian akhir
artikel. Adapun masalah-masalah yang penulis angkat
dalam buku ini dapat dikelompokkan menjadi empat
tema besar: (1) Eksistensi dan Penyelenggaraan
Pemilukada; (2) Pencalonan dalam Pemilukada; (3)
Ikhsan Darmawan
vi
Daftar Isi
Kata Pengantar......................................................
Pengantar Penulis..................................................
Daftar Isi................................................................
iii
v
vii
1
3
7
11
15
19
25
29
31
35
39
43
47
51
53
57
61
65
69
vii
73
75
79
85
89
93
Sumber Tulisan.. 97
Daftar Referensi. 99
Tentang Penulis.. 103
viii
Bagian I
Eksistensi dan
Penyelenggaraan
Pemilukada
-1-
-2-
1
Mempertahankan Hak Rakyat
untuk Memilih
Belum lama ini, bergulir wacana pengembalian
sistem pemilihan kepala daerah (Pilkada) dari langsung
menjadi tidak langsung. Praktek penentuan Kepala
Daerah langsung oleh rakyat dinilai oleh beberapa
kalangan perlu ditinjau ulang karena ditengarai
menimbulkan konflik dan pemborosan uang rakyat.
Kedua alasan yang melengkapi usulan di atas
tidak dapat dibenarkan sepenuhnya. Pertama, meminjam
pendapat Austin Ranney (1987), bahwa konflik itu
sendiri menjadi bagian tak terpisahkan dari politik.
Artinya, keseluruhan aspek dalam politik memang
mengandung potensi konflik. Hal tersebut dapat terjadi
karena politik memiliki unsur-unsur yang dapat memicu
hadirnya konflik, seperti persaingan, kepentingan dan
keterbatasan sumber daya (baca: kekuasaan).
Bahwa
kontestasi
politik
harus
diimplementasikan secara damai sebagai prasyarat
penting bagi demokrasi, seperti disampaikan oleh Juan
Linz dan Alfred Stepan (1996), tentu kita akan sepakat.
Namun, bukan lantas mengesampingkan adagium
tentang konflik, yaitu konflik tidak dapat dimusnahkan,
tetapi dapat diminimalisir (atau dikelola).
Oleh sebab itu, perselisihan yang merupakan
dampak dari gesekan kepentingan dalam persaingan
-3-
-6-
2
Belajar dari Pilpres
KPUD Depok bisa sedikit bernafas lega setelah
berhasil menyelesaikan penghitungan hasil Pemilu
Presiden (Pilpres) di tingkat kota 14 Juli lalu.
Pascapilpres KPUD harus memulai aktivitasnya karena
agenda Pilkada langsung kedua sudah menanti. Masa
jabatan Walikota Depok akan berakhir pada bulan
Januari 2011. Berdasarkan Pasal 70 ayat (1) PP No.6
Tahun 2005, KPUD harus melaksanakan pemungutan
suara Pilkada paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum
masa jabatan Walikota berakhir atau bulan Desember
2011. Penulis memperkirakan hari-H Pilkada Depok
berada pada rentang antara bulan Agustus-November
2010. Demi meningkatkan kualitas Pilkada, penting
kiranya mengevalusi implementasi Pilpres untuk diambil
pelajarannya oleh seluruh stakeholders di Kota Depok.
Prestasi Pilpres
Kita mengakui bahwa Pilpres menelurkan
beberapa prestasi. Pertama, diikuti oleh beberapa calon.
Sebuah pemilihan umum adalah kompetisi. Artinya,
wajib mengikutkan lebih dari satu peserta. Jauh hari
sebelum gegap gempita Pilpres, sempat beredar wacana
bahwa Pilpres hanya akan diikuti oleh incumbent.
Indikasinya karena parpol besar, seperti Golkar dan PDIP, setahun menjelang Pilpres belum memastikan calon
mereka.
-7-
-8-
Kekurangan Pilpres
Selain prestasi, Pilpres 8 Juli 2009 juga disertai
oleh kekurangan. Pertama, Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Kesalahan terbesar KPU Pusat menyangkut DPT adalah
KPU baru mengumumkan DPT ketika didesak oleh tim
sukses Mega-Prabowo dan JK-Wiranto pada H-2 Pilpres.
Setelah ditelusuri hasilnya ternyata DPT versi KPU
memuat DPT ganda dan DPT fiktif. Jumlah data ganda
yang berhasil diidentifikasi sekitar 11,21 juta pemilih.
Kedua, logistik. Persoalan kekurangan logistik
dalam Pilpres kembali terulang. Menurut Ketua
Bawaslu, ada 7 (tujuh) kota dari 6 (enam) provinsi, yaitu
Lampung, Bengkulu, Kaltim, Jateng, Sulteng, dan Bali,
yang kekurangan surat suara antara 50-200 lembar.
Selain itu, di Bali juga terjadi kasus kekurangan tinta.
Ketiga, netralitas penyelenggara. Selama Pilpres
ada beberapa kasus yang membuat KPU Pusat terkesan
tidak netral. Dua di antaranya adalah kasus spanduk
sosialisasi Pilpres yang tercontreng di foto calon nomor
2 dan pelibatan lembaga asing (IFES) dalam hitung cepat
melalui pesan singkat.
Ketiga, pelanggaran oleh tim sukses. Hasil
rekapitulasi Bawaslu menyebutkan bahwa selama Pilpres
terdapat 539 laporan pelanggaran, di mana 401 kasus di
antaranya merupakan pelanggaran administrasi, 67 kasus
termasuk pelanggaran pidana, dan sisanya adalah
pelanggaran lain.
Keempat, politik uang. Salah satu temuannya
yakni Panwas Rembang melaporkan temuan di mana
seorang warga mencegat 10 orang yang akan berangkat
ke TPS sembari memengaruhi mereka agar memilih
pasangan tertentu.
-9-
Songsong Pilkada
Bagaimana mengartikan evaluasi di atas?
Torehan prestasi bisa dianggap sebagai best example
untuk kemudian KPUD menirunya. Begitu juga, segala
kekurangan dalam Pilpres harus diterjemahkan dengan
sikap mengantisipasi poin-poin kekurangan Pilpres agar
tidak terjadi pada Pilkada.
Titik awal Pilkada adalah masa persiapan yang
ditandai pemberitahuan tertulis DPRD tentang
berakhirnya masa jabatan Walikota kepada Walikota dan
KPUD. Pemberitahuan itu, baru akan dilakukan 5 (lima)
bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Walikota atau
pada bulan Agustus 2010. Lantas, apakah artinya saat ini
KPUD tidak dapat melakukan apapun berkaitan dengan
Pilkada? Tentu tidak. Justru saat ini adalah waktu yang
harus dimanfaatkan oleh KPUD untuk memulai
sosialisasi Pilkada kepada masyarakat sembari
menyusun
rancangan
tahapan
Pilkada
secara
komprehensif. Harapannya dengan waktu sosialisasi
yang lebih panjang semakin terbuka kemungkinan makin
banyak rakyat Depok yang akan melek Pilkada.
- 10 -
3
Seputar Biaya Pemilukada
Dalam sebuah kegiatan Focus Group Discussion
(FGD) yang bertema Menata Kembali Pengaturan
Pemilukada yang mengundang sejumlah anggota DPRRI dari Komisi II dan perwakilan dari Kementerian
Dalam Negeri yang digagas oleh Perkumpulan untuk
Pemilu dan Demokrasi (Perludem) pada akhir September
2010 lalu, terdapat sebuah perhatian khusus dari para
peserta diskusi, yakni perihal mahalnya biaya Pemilu
Kepala Daerah (Pemilukada). Beranjak dari mahalnya
biaya Pemilukada (langsung) itulah acapkali terdapat
usulan dari sejumlah kalangan, seperti anggota DPR dan
akademisi, agar tata cara pemilihan kepala daerah secara
langsung dikembalikan menjadi dipilih kembali oleh
anggota DPRD.
Rancu
Penulis menilai bahwa yang dimaksud dengan
biaya Pemilukada itu sendiri harus diklarifikasi terlebih
dahulu definisinya. Ada tiga kategori biaya yang sering
dianggap sebagai biaya Pemilukada. Pertama, biaya
penyelenggaraan Pemilukada. Kedua, biaya yang
dikeluarkan untuk partai politik (dalam praktiknya ialah
biaya yang dikeluarkan untuk dapat dicalonkan oleh
partai politik). Ketiga, biaya yang dikeluarkan untuk
keperluan kampanye Pemilukada.
- 11 -
- 14 -
4
Jabatan Kepala Daerah dan
Pemilukada
Beberapa waktu yang lalu, sebuah Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) di Kota Depok mengajukan
laporan kepada Panwaslu Kota Depok terkait dengan
adanya seorang calon walikota yang juga masih
menjabat
sebagai
walikota
(incumbent)
yang
menggunakan mobil dinas untuk acara halal bi halal dan
Apel Siaga DPD PKS di Gedung Balai Rakyat. Sebagai
reaksi atas laporan itu, Panwaslu Kota Depok kemudian
memanggil tim sukses dan calon walikota yang
dimaksud untuk dimintai keterangan. Prihandoko, selaku
Ketua Tim Sukses dari kandidat itu, mengklarifikasi
bahwa calon walikota tersebut hadir dalam kapasitasnya
sebagai walikota.
Ilustrasi di atas hanya satu cerita kecil tentang
bagaimana seorang kepala daerah incumbent dapat
menggunakan fasilitas yang bertautan dengan
jabatannya. Karena posisinya itu pula, seorang calon
kepala daerah incumbent memiliki priviledge atau
keistimewaan bila dibandingkan dengan kandidat
lainnya dengan mengatasnamakan tugasnya sebagai
kepala daerah. Sebagai contohnya, memberikan bantuanbantuan
sosial
dan
melakukan pembangunan
infrastruktur (jalan, jembatan, rumah ibadah). Tindak
tanduk kepala daerah itu tentu saja bukan menggunakan
- 15 -
- 18 -
5
Sintesis Demokrasi dan Teknologi
Dalam E-voting
Perkembangan teknologi boleh jadi berjalan
beriringan dengan bergulirnya proses demokrasi di
sebuah negara. Salah satu contoh nyatanya adalah
pelaksanaan kampanye yang dilakukan oleh Barack
Obama pada Pemilu Presiden di Amerika Serikat yang
memanfaatkan Facebook sebagai media untuk
menjangkau calon pemilih.
Dengan didukung kemajuan teknologi juga,
terdapat alternatif cara menggunakan hak pilih dalam
pemilihan umum, yakni electronic voting (e-voting).
Bertautan dengan contoh yang disebutkan
terakhir, di Kabupaten Jembrana pada tahun 2009 lalu,
perhelatan pemilihan kepala desa (Pilkades) di sejumlah
desa berjalan relatif sukses dengan menggunakan metode
e-voting tersebut. Fenomena Pilkades dengan e-voting di
Jembrana lantas menarik minat dan keingintahuan
banyak kalangan (anggota DPR, Mendagri, dan beberapa
kepala daerah).
Ketertarikan itu bahkan sampai mendorong
mereka untuk mengunjungi salah satu kabupaten di Bali
tersebut, dengan maksud untuk melihat langsung proses
dan mekanisme e-voting. Meskipun masih dalam ruang
lingkup yang kecil (tingkat desa), apa yang telah diuji
- 19 -
- 20 -
- 23 -
- 24 -
6
Berduyun-duyun Melanggar
Pemilukada
Tahun 2010 meninggalkan sejumlah catatan
dalam bidang politik lokal. Salah satu di antaranya yang
bertautan dengan Pemilu Kepala Daerah (Pemilukada)
adalah tingginya jumlah pelanggaran dalam Pemilukada
tahun lalu.
Catatan penulis menyitir laporan Badan
Pengawas
Pemilu
(Bawaslu),
untuk
tingkat
kabupaten/kota, terjadi pelanggaran di 154 dari 237
kabupaten/kota yang menggelar Pemilukada (64,9%).
Sedangkan, untuk tingkat provinsi, terjadi pelanggaran di
7 provinsi atau seluruh provinsi yang menghajat
Pemilukada.
Dari segi jumlah, total laporan pelanggaran yang
diterima Bawaslu adalah 1767 pelanggaran. Dari jumlah
tersebut, bila diklasifikasi, pelanggaran terbesar
menyangkut laporan pelanggaran administrasi dengan
jumlah total sebesar 1179 pelanggaran, diikuti laporan
pelanggaran pidana jumlah total sebesar 572
pelanggaran, dan kemudian laporan pelanggaran kode
etik oleh Penyelenggara Pemilu jumlah total sebesar 16
pelanggaran.
Eksistensi banyaknya pelanggaran penting
disoroti karena berpengaruh terhadap kualitas
Pemilukada itu sendiri. Menyitir Gamze Cavdar (dalam
- 25 -
Langkah lanjutan
Langkah lanjutan untuk meminimalisir jumlah
pelanggaran tak lain bertaut dengan perubahan aturan
main. Perubahan aturan main paling tidak mencakup tiga
hal. Pertama, pengurangan ruang kosong dalam aturan
main Pemilukada. Kedua, perbaikan atas aturan
Pemilukada yang mengandung penafsiran ganda. Ketiga,
sinkronisasi aturan Pemilukada dengan aturan lain yang
berkaitan. Selain perubahan regulasi menyoal pengaturan
pelaksanaan Pemilukada, revisi aturan main juga harus
berlaku untuk penguatan wewenang Panwaslu. Langkah
berikutnya ialah penguatan penegakan hukum. KPU
Pusat harus bisa menekankan kepada seluruh KPUD
agar menindaklanjuti setiap temuan pelanggaran
administrasi yang diperoleh Panwaslu. Begitu juga
dengan pihak Kepolisian terhadap pelanggaran pidana.
Langkah lain yang penting untuk ditempuh yakni dengan
menggandeng institusi lain, seperti LSM, untuk
memperkuat fungsi pengawasan.
- 28 -
Bagian II
Pencalonan dalam
Pemilukada
- 29 -
- 30 -
7
Menjaring Kepala Daerah Lewat Survei
Setiap partai politik maupun bakal calon tentu
berkeinginan untuk menang dalam Pilkada. Kemenangan
dalam Pilkada harus dapat diraih dengan persiapan yang
matang, termasuk pemilihan strategi pemenangan. Untuk
menjadi pemenang dalam Pilkada sebuah tim sukses
pasangan calon harus memiliki 1000 alternatif strategi.
Pasalnya, tidak ada satu strategi khusus yang ampuh
dipakai untuk semua Pilkada.
Meskipun harus memiliki banyak pilihan strategi
dan juga adaptif dengan perkembangan waktu dan
kehidupan masyarakat, bukan berarti strategi itu tidak
dapat ditarik garis besar pola umumnya. Dalam buku
How to Win An Election: Lessons from The Experts,
(Chay Florentino Hofilena (Ed.), 2006), Miriam Grace
dan Booma Cruz menyebut dua langkah besar yang
berkaitan dengan cara memenangkan pemilihan. Salah
satu langkah yang penting adalah mempersiapkan untuk
menang.
Dalam kaitannya dengan langkah mempersiapkan
untuk menang, setiap partai politik semestinya
memberikan penilaian terhadap orang yang akan
didukung (baik diri sendiri maupun orang lain bagi
anggota tim sukses) sebagai kandidat. Menurut Grace
dan Cruz, sebelum memutuskan untuk naik ke dalam
arena Pilkada, 9 (sembilan) hal dari dalam diri yang
harus dipertimbangkan antara lain : (1) tujuan, (2)
- 31 -
- 32 -
- 34 -
8
Kandidasi, Klaim, dan
Keputusan Politik
Dalam hitungan beberapa bulan ke depan, Kota
Depok akan menggelar Pemilu Kepala Daerah
(Pemilukada) untuk memilih pemimpin kota ini untuk
periode 2011-2016. Jika tidak terjadi perubahan, maka
pada tanggal 16 Oktober 2010 akan menjadi hari-H
pemungutan suara.
Hal yang menjadi bahan pembicaraan sejumlah
pihak, seperti politisi dan akademisi, di Kota Depok
adalah menonjolnya persoalan kandidasi (pencalonan)
untuk posisi walikota dan atau wakil walikota yang
banyak berbuntut pada ketidakpuasan baik di kalangan
internal pengurus partai politik (parpol) maupun di
kalangan grassroot (akar rumput). Sekedar menunjukkan
contoh, di tubuh Partai Golkar timbul kekecewaan dari
Naming Bothin dan pendukungnya dikarenakan DPP
Partai Golkar memutuskan akan mendukung Badrul
Kamal sebagai calon walikota. Tidak terlampau jauh
berbeda, di Partai Demokrat juga terdapat perbedaan
pandangan dari bakal calon Agung Witjaksono mengenai
perbedaan antara rekomendasi dan keputusan. Dukungan
yang diberikan kepada pasangan Badrul KamalSupriyanto dalam kacamata Agung Witjaksono tidak
lebih hanyalah rekomendasi dan belum berwujud
keputusan (akhir) Partai Demokrat. Begitu juga, gejala
- 35 -
riak-riak politik tidak terkecuali juga menghinggapi PDIPerjuangan. Pertanyaannya kemudian adalah mengapa
hal ini bisa terjadi dan apa saja konsekuensinya?
Klaim dan Keputusan Politik
Klaim (pengakuan) politik adalah berbeda
dengan keputusan politik. Klaim politik adalah
pengakuan sepihak dari satu atau lebih bakal calon
bahwa dia atau mereka adalah bakal calon walikota atau
wakil walikota. Klaim politik dapat dicirikan: pertama,
tidak memerlukan legitimasi dari parpol dan dapat pula
dilakukan oleh calon independen. Kedua, klaim politik
bisa berjumlah lebih dari satu.
Di banyak jalan di Kota Depok belakangan ini
kita lumayan sering melihat banyak bakal calon
Walikota Depok maupun calon Wakil Walikota Depok
memasang baliho klaim politik sebagai bakal calon.
Klaim politik sebetulnya dapat dinilai sebagai salah satu
hal yang sah-sah saja apabila dilakukan oleh banyak
orang sepanjang klaim politik itu hanyalah untuk
meramaikan pesta demokrasi lokal Kota Depok.
Sedangkan, yang berikutnya, yakni keputusan
politik adalah dukungan resmi parpol terhadap salah satu
pasangan calon walikota dan wakil walikota. Bedanya
dengan klaim politik adalah pada sisi legitimasi dan
jumlah. Keputusan politik pada umumnya dan
seharusnya berjumlah satu. Jika terdapat keputusan
politik yang lebih dari satu, boleh jadi hal itu disebabkan
oleh adanya perpecahan di dalam parpol.
Yang terjadi di beberapa parpol Kota Depok
dalam kaitannya dengan kandidasi walikota dan wakil
walikota bermuara pada maraknya klaim politik di
- 36 -
- 38 -
9
Episode Baru Pesta Demokrasi Depok
Awal Juli 2010 lalu, seorang wartawan surat
kabar nasional berbahasa Inggris mewawancarai penulis
dan bertanya perihal perkiraan jumlah pasangan calon
yang akan maju pada Pemilu Kepala Daerah
(Pemilukada) tahun 2010. Penulis menjawab, Minimal
tiga pasang, maksimal 4 pasang.
Ternyata, dugaan penulis benar adanya.
Perkembangan sementara menunjukkan bahwa bakal
calon yang pada akhirnya mendaftar ke KPUD Kota
Depok adalah empat pasangan, yaitu Yuyun
Wirasaputra-Pradi Supriatna (memakai istilah Yudistira)
didukung oleh Partai Gerindra dan 14 parpol nonparlemen; Gagah Sunu Sumantri-Derry Drajat (bakal
calon independen); Badrul Kamal-Agus Supriyanto
(disingkat BK-Pri) didukung oleh Partai Demokrat,
Partai Golkar, PDI-Perjuangan, Partai Persatuan
Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Damai
Sejahtera, Partai Hanura, dan Partai Demokrasi
Pembaruan; serta Nur Mahmudi Ismail-Idris Abdul
Shomad (menggunakan singkatan Nur-Berkhidmat)
didukung oleh Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat
Nasional, Partai Patriot, PNBK, dan Partai RepubliKAN.
Pra-kondisi
Meskipun penulis mengakui bahwa sampai hariH batas akhir pendaftaran calon, semua klaim politik
- 39 -
- 42 -
10
Satu Lawan Satu
Masih ingat dengan istilah Change We Can
Believe In? Ya. Bagi yang mengikuti proses pemilihan
umum (pemilu) Presiden Amerika Serikat (AS) tahun
2008 silam, kalimat itu tentu tak asing lagi.
Barack Obama, kandidat dari Partai Demokrat
yang menggunakan kalimat di atas kala itu, tidak
sembarangan memilih tagline untuk kepentingan
kampanyenya. Bersama tim suksesnya, Obama paham
betul bahwa rakyat AS sedang diterpa oleh krisis
ekonomi yang relatif pelik dan haus akan perubahan,
terutama di bidang ekonomi. Berkat pemilihan isu yang
cerdas itulah, salah satu faktor di antara banyak faktor
lain, lantas Obama memperoleh simpati sekaligus
dukungan dari rakyat AS, sehingga ia terpilih menjadi
Presiden. Sederhana namun seperti yang diinginkan
masyarakat. Itulah kata kunci pemilihan isu dalam
sebuah pemilu, di tingkatan manapun.
Pentingnya sebuah isu dalam sebuah pemilu tak
dapat dimungkiri lagi. Bone dan Ranney dalam Politics
and Voters (1981: 6-10) menyebutkan bahwa orientasi
terhadap isu adalah salah satu bahan pertimbangan
seseorang memilih calon tertentu dalam sebuah pemilu
selain dua faktor lain, yakni identifikasi terhadap partai
politik dan orientasi terhadap calon (baca: figur).
Berkaitan dengan hal itu, seminggu terakhir ini
Pemilukada Depok diwarnai oleh kencangnya
- 43 -
- 46 -
11
Koalisi Besar Tidak Mudah
Koalisi besar (big coalition) untuk Pemilu
Kepala Daerah (Pemilukada) Kota Depok menjadi bahan
perbincangan yang sering digelontorkan di sejumlah
media massa lokal Kota Depok. Pertanyaan
mendasarnya, apakah koalisi yang terdiri dari banyak
partai politik dan mendukung satu paket pasangan calon
itu mungkin diwujudkan?
Pra-kondisi
Ada beberapa pra-kondisi yang sebelumnya
mesti terpenuhi untuk dapat membentuk sebuah koalisi
besar. Pertama, semua partai politik yang masuk dalam
gerbong koalisi tambun itu sudah memiliki kesadaran
dan keyakinan bahwa pasangan calon yang diusung
memiliki potensi kemenangan yang tinggi dan tidak ada
pasangan kandidat lain yang dapat menyaingi pasangan
yang mereka jagokan.
Berdasarkan hasil riset penulis, di Kabupaten
Jepara pada Pemilukada tahun 2007, terdapat
kecenderungan bahwa partai politik-partai politik di
kabupaten yang terkenal dengan meubeul-nya itu
bermufakat mendukung Hendro Martojo (Bupati
incumbent pada saat itu) karena partai politik di sana
meyakini elektabilitas dan potensi kemenangan Hendro
Martojo, serta di masa itu belum ada kandidat yang
dinilai sanggup menjadi pesaing berat Hendro. Oleh
- 47 -
- 48 -
- 50 -
Bagian III
Kampanye dan
Pemilihan dalam
Pemilukada
- 51 -
- 52 -
12
Hura-hura Politik
Buat saya, semua calon walikota dan wakil walikota
sama saja
(komentar salah seorang kawan di sebuah situs jejaring
sosial)
- 53 -
- 55 -
- 56 -
13
Nir-Netralitas Birokrasi
dalam Pemilukada
Sebuah ajang pemilihan yang demokratis, baik
Pemilihan Umum (Pemilu) maupun Pemilu Kepala
Daerah (Pemilukada). umumnya ditandai oleh terjaganya
kriteria-kriteria demokrasi dalam 3 (tiga) aspek, yakni
aturan (electoral laws), proses (electoral processes), dan
hasil (electoral results). Satu dari deretan aspek di atas
yang penting untuk disoroti adalah proses.
Dalam proses penyelenggara Pemilukada, baik
dari sudut pandang pemilu yang ideal maupun dari sudut
pandang birokrasi yang ideal, kita tentu bersepakat
kepada satu kesimpulan, yakni bahwa birokrasi harus
netral dalam politik (termasuk dalam Pemilukada)
Kesimpulan itu dapat diterjemahkan ke dalam 2
(dua) penjelasan. Pertama, tindakan memberi arahan
politik kepada birokrasi tidak boleh dilakukan karena
bisa
dikategorikan
berpotensi
menggugurkan
terpenuhinya salah satu kriteria pemilu yang demokratis,
yakni jaminan akan kebebasan menentukan pilihan
(Ranney, 1987). Kedua, birokrasi tidak boleh sampai
mengalami kondisi yang disebut sebagai nir-netralitas
(atau tidak netral) dalam Pemilukada karena nirnetralitas birokrasi akan membuat birokrasi melanggar
prinsip birokrasi ideal lainnya, yaitu profesional.
- 57 -
Pengaturan
Apa yang sebaiknya dilakukan agar kondisi ideal
(birokrasi apolitis) dalam kerangka Pemilukada dapat
diejawantahkan? Pertama, perangkat hukum yang
mengatur mengenai netralitas birokrasi wajib dibenahi
agar lebih komprehensif.
Pembetulan aturan main mengenal birokrasi agar
tidak memihak dalam politik menemukan momentumnya
- 59 -
- 60 -
14
Memilih dengan Cerdas
Ketika mimpimu yang begitu indah, tak pernah
terwujud..Ya sudahlahSaat kau berlari mengejar
anganmu dan tak pernah sampai, Ya sudahlah
Kalimat di atas adalah penggalan lirik dari lagu
yang dinyanyikan oleh Bondan Prakoso feat. Fade to
Black yang berjudul Ya Sudahlah yang sedang naik
daun belakangan ini. Frasa Ya Sudahlah yang identik
dengan jiwa nrimo barangkali bagi sebagian orang
adalah falsafah sekaligus pandangan hidup yang telah
lama melekat dan dijalankan sehari-hari karena segala
sesuatu yang terjadi dipandang sebagai cukup.
Permasalahan-permasalahan yang terus menerus
membuntuti, seperti misalnya kenaikan harga barang,
kemacetan di sana-sini, boleh jadi diterima sebagai
sesuatu yang given.
Padahal, jika dipikirkan secara serius, pada
hakikatnya, kekuasaan itu terletak pada masyarakat itu
sendiri. Legitimasi untuk memerintah yang dipegang
oleh pemimpin di suatu daerah hanyalah pemberian
kepercayaan oleh mayoritas masyarakat di daerah
tersebut, bukan penyerahan kekuasaan sepenuhnya tanpa
boleh diganggu gugat oleh masyarakat itu sendiri.
Artinya, menyitir Fiorina (1978), masyarakat bisa
menggunakan kekuasaannya untuk: mengapresiasi
pemerintahan
yang
sukses
memerintah
atau
- 61 -
- 64 -
15
Pesan Menuju Bilik Suara
Akhirnya pentas Pemilu Kepala Daerah
(Pemilukada) menemui klimaksnya. Hari ini, 16 Oktober
2010, akan menjadi salah satu momen penting tidak
hanya bagi para kandidat yang telah memamerkan jati
diri dan program-program pada masa kampanye, tetapi
juga bagi seluruh rakyat Kota Depok. Penulis menduga
akan ada rakyat Depok yang antusias dan berbondong
menuju bilik suara tetapi juga tidak sedikit yang
mungkin akan acuh tak acuh dan tak peduli dengan riuh
rendah proses pencoblosan dan penghitungan suara
untuk menentukan siapa yang berhak duduk di kursi
Depok-1 lima tahu ke depan.
Pentingnya Memilih
Apakah pentingnya menggunakan hak pilih atau
memilih? Pertama, memilih adalah salah satu bentuk
partisipasi politik. Samuel Huntington dan Joan Nelson
(1976) mendefinisikan partisipasi politik sebagai
kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadipribadi dengan maksud mempengaruhi pembuatan
keputusan oleh pemerintah. Berangkat dari definisi
tersebut, dengan memilih maka setiap suara yang
digunakan oleh pemilih ditujukan untuk menentukan
siapa yang menjadi pemimpin untuk periode
pemerintahan berikutnya sekaligus keputusan-keputusan
- 65 -
- 67 -
- 68 -
16
Survei dan Bandwagon Effect
Ada hal yang tidak biasa terjadi pada 15 Oktober
2010 atau h-1 Pemilukada Depok lalu. Pada hari itu,
hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) dimuat di
sebuah harian lokal di Depok. Dengan margin of error
4,8%, lembaga itu menyebutkan bahwa pasangan NMIIdris meraih 37,3 persen, disusul oleh pasangan BadrulAgus dengan 29,1 persen, Yuyun-Pradi 8,9 persen, dan
Gagah-Dery 4,8 persen. Relatif masuk akal bila
kemudian muncul pertanyaan apakah wajar dan
dibolehkan memuat hasil survei pada h-1 Pemilukada?
Efek Bandwagon
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, berkaitan
dengan efek terpaan survei, terdapat satu teori klasik
yang dikenal dengan bandwagon effect. Apakah yang
dimaksud dengan bandwagon effect? Traugott dan
Lavrakas (1996: 172) mendefinisikan bandwagon effect
sebagai efek yang menyebabkan sejumlah pemilih, yang
diharapkan memilih satu kandidat, untuk mendukung
kandidat lain yang diprediksikan oleh lembaga survei
akan memenangkan pemilu. Kata kuncinya adalah
perubahan pilihan kandidat mengacu pada terpaan
terhadap hasil survei pra-pemilu.
Cara bekerjanya efek bandwagon menurut
Ansolabehere and Iyengar (1994: 145) dapat dijelaskan
dalam dua hal. Pertama, seorang calon pemilih
- 69 -
- 72 -
Bagian IV
- 73 -
- 74 -
17
Titik Rawan Pilkada Depok
Pemilu lokal adalah elemen utama dari sebuah
pemerintah demokratis yang paling dekat dengan rakyat.
Pada pemilu lokal, warga masyarakat dapat secara
pribadi mengenal para kandidat, mendapatkan informasi
dan pengetahuan yang berkaitan dengan proses pemilu
serta berpeluang lebih besar untuk dapat sesering
mungkin berkomunikasi dengan para pejabat terpilih.
Berkaitan dengan hal itu, tidak lama lagi
masyarakat Kota Depok akan mendapatkan giliran
menggelar perhelatan pemilu lokal, atau biasa disebut
dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung.
Diperkirakan pada bulan November 2010, rakyat kota
Depok diberi kesempatan untuk menentukan Walikota
Depok untuk periode masa jabatan 2011-2016.
Titik Rawan
Demokrasi
dan
sistem-sistem
yang
mendukungnya sayangnya tidak sepenuhnya sempurna.
Bahkan S.N. Eisenstadt dalam Paradoxes of Democracy
(1999: 8) mensinyalir bahwa demokrasi mengandung ciri
khas-ciri khas yang melekat pada dirinya yang saling
bertentangan karena harus diimplementasikan pada saat
yang bersamaan atau biasa disebut dengan paradoks.
Salah satu di antaranya adalah antara
mengedepankan dinamika dan pentingnya stabilitas.
- 75 -
Dalam
tataran
praktis,
usaha
untuk
mengimplementasikan
dinamika
dalam
politik
bersamaan dengan berjalannya stabilitas politik adalah
tidak mudah. Sebaliknya, ketika dinamika dalam politik
berjalan, yang cenderung terjadi adalah bertambahnya
konflik. Hal itu disebabkan tidak lain karena kata politik
itu sendiri adalah konflik (Ranney, 1987: 5).
Oleh karenanya, pemilu tidak terbebas dari
kerawanan (untuk menyebut istilah yang lebih luas dari
konflik), termasuk juga Pilkada. Berkaca pada
pengalaman Pilkada Depok tahun 2005 dan pelaksanaan
Pilkada di daerah-daerah lain di Indonesia, maka penulis
bermaksud mengidentifikasi titik-titik rawan dalam
Pilkada yang tidak menutup kemungkin dapat terjadi
pula di Kota Depok.
Pertama, kepastian hukum. Masalah mengenai
kepastian hukum yang pernah menjadi persoalan pada
Pilkada Depok tahun 2005 adalah mengenai lembaga
yang berwenang menerima dan memutuskan sengketa
hasil Pilkada. Beruntungnya, persoalan tersebut hampir
dipastikan tidak akan terulang karena saat ini satusatunya lembaga yang memiliki wewenang tersebut
sudah jelas, yaitu Mahkamah Konstitusi (MK).
Kedua, keakuratan Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Hampir seluruh Pilkada yang telah dilaksanakan tidak
ada yang terbebas dari problem ini. Bahkan isu ini sering
digunakan untuk senjata politik, terutama oleh kandidat
yang kalah.
Kekisruhan DPT sering disebabkan oleh
lemahnya koordinasi antara Dinas Kependudukan dan
Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD), terlambatnya
- 76 -
- 78 -
18
Pembelot Politik
Pemberitaan di media massa lokal Depok akhirakhir ini dihiasi oleh sejumlah isu yang bermuara pada
isu utama, yaitu Pemilu Kepala Daerah (Pemilukada).
Salah satu wacana yang menarik diperhatikan adalah
terjadinya pembelotan politik yang dilakukan oleh
sejumlah pengurus partai politik (parpol) terhadap
kebijakan pimpinan parpol dalam menghadapi
Pemilukada.
Di Harian Radar Depok, misalnya, diberitakan
bahwa tiga Pengurus Kecamatan (PK) Partai Golkar
Kota Depok mengarahkan dukungannya kepada
pasangan calon Nur Mahmudi Ismail dan Idris Abdul
Somad (Nur Berkhidmat). Padahal, Partai Golkar telah
memutuskan akan mendukung pasangan calon Badrul
Kamal-Agus Supriyanto (BK-Pri).
Selain itu, masih cukup segar dalam ingatan,
Agung Witjaksono selaku Ketua DPD Partai Demokrat
Depok harus merelakan dirinya tidak jadi mencalonkan
diri sebagai calon walikota atau calon wakil walikota
karena akhirnya Partai Demokrat memutuskan
mendukung BK-Pri. Akibatnya, banyak tersiar kabar
bahwa pendukung Agung Witjaksono mengalihkan
dukungannya kepada pasangan calon lain. Selain contohcontoh spesifik yang penulis paparkan itu, masih banyak
contoh-contoh kecil di mana suara dukungan kalangan
grass root (akar rumput) parpol-parpol lain berbeda
- 79 -
- 81 -
- 83 -
- 84 -
19
Wacana Persiapan Pemilukada
Tanggal 16 Oktober 2010 tinggal hitungan hari.
Semua mata sedang tertuju kepada tahapan yang sedang
berjalan, yakni tahapan kampanye. Lantas bagaimana
dengan tahapan berikutnya, yaitu hari-H pencoblosan,
yang justru paling penting di antara keseluruhan tahapan
Pemilukada? Bagaimana persiapan KPUD Kota Depok?
Tiga Persoalan
Pada dasarnya, cukup disayangkan bila kita
membuka lembaran-lembaran berita dalam harian lokal
Kota Depok bahwa KPUD Kota Depok seperti keteteran
memanfaatkan waktu persiapan yang tersedia. Hal
pertama yang sebelumnya menjadi sorotan media,
akademisi, dan anggota DPRD Kota Depok adalah
sempat terbuka kemungkinan tidak diakomodirnya
sejumlah narapidana asal Depok yang mendekam di
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Pondok Rajeg,
Cibinong, Kabupaten Bogor. Data yang disampaikan
oleh pihak Lapas adalah terdapat 215 tahanan dan
narapidana yang berasal dari Depok.
Jika saja KPUD Kota Depok tidak segera
menindaklanjuti masalah tersebut, maka KPUD Kota
Depok amat rawan digugat dengan menggunakan pasal
115 ayat (2) dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Di dalam pasal itu disebutkan
bahwa Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan
- 85 -
- 86 -
- 87 -
- 88 -
20
Panwaslu Yang Tak Bergigi
Rasanya tidak terlampau berlebihan jika
Indonesia disebut sebagai negeri tanpa kemustahilan.
Dalam bahasa lain, tak ada yang tak mungkin untuk
Indonesia. Salah satu di antaranya, dalam konteks
Pemilu Kepala Daerah (Pemilukada), misalnya, caloncalon kepala daerah yang berstatus tersangka dapat
menang dalam sejumlah Pemilukada.
Untuk kasus Depok, sama halnya. Hal ini diawali
dari keadaan di mana sampai dengan awal-awal masa
kampanye, sekitar akhir September 2010, secara umum,
terjadi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh tim
sukses-tim sukses pasangan calon. Jenis pelanggaran
yang dimaksud di antaranya adalah penggunaan fasilitas
pejabat publik untuk kegiatan pertemuan dengan massa
pendukung dan pemasangan alat peraga seperti spanduk
dan baliho yang tidak sesuai dengan tempatnya dan
mendahului jadwal kampanye yang telah ditetapkan.
Yang menarik adalah diberitakan oleh sejumlah
media massa lokal Depok bahwa tim sukses-tim sukses
pasangan calon menolak rencana Panitia Pengawas
Pemilu (Panwaslu) Kota Depok untuk mengumumkan
pelanggaran yang dilakukan oleh para tim sukses. Tak
hanya itu, tim sukses-tim sukses tersebut malahan
menuding Panwaslu seperti tidak ada kerjaan. Tak ayal,
ketika pertama kali membaca berita tersebut, yang
terlintas di benak penulis hanya satu kesan, Kok mirip
- 89 -
- 92 -
21
Bara Pasca 16 Oktober
Pemilu Kepala Daerah (Pemilukada) Kota Depok
baru saja usai. Beberapa hari lalu, 16 Oktober 2010,
merupakan hari yang diliburkan demi terwujudnya
pelaksanaan pemilihan pemimpin Kota Depok untuk
periode lima tahun ke depan yang dapat diikuti oleh
semua masyarakat yang berhak memilih tanpa kecuali.
Tidak lama setelah proses pencoblosan berakhir,
terdapat lembaga-lembaga survei yang melakukan hitung
cepat (quick count). Dua di antaranya adalah Puskaptis
dan Indopolling. Hasil quick count versi Puskaptis
menyebutkan bahwa pasangan Nur Mahmudi-Idris
meraih suara 38,38 persen, kemudian disusul Badrul
Kamal-Supriyanto dengan 27 persen, Yuyun-Pradi
dengan 22 persen dan Gagah-Derry dengan 10,91
persen. Sementara, sedikit berbeda, versi Indopolling
memprediksi pasangan Nur Mahmudi-Idris akan meraih
38,8 persen suara, dibayangi oleh pasangan Badrul
Kamal-Agus Supriyanto 25,9 persen, pasangan YuyunPradi 24.5 persen dan pasangan Gagah-Derry dengan
10.8 persen. Sedangkan, sampai tulisan ini selesai
dibuat, KPUD Kota Depok sedang melakukan
perhitungan manual di 11 kecamatan.
Anarkis
Bahwasanya ada pihak yang puas dan tidak puas
dengan proses dan hasil Pemilukada, adalah hal yang
- 93 -
- 96 -
SUMBER TULISAN
I. Eksistensi dan Penyelenggaraan Pemilukada
Mempertahankan Hak Rakyat untuk
Memilih, Suara Pembaruan, 8 September 2009.
Belajar dari Pilpres, Monitor Depok, 31 Juli 2009.
Seputar Biaya Pemilukada, Monitor Depok, 7
Oktober 2010.
Jabatan Kepala Daerah dan Pemilukada, Monitor
Depok, 11 Oktober 2010.
Sintesis Demokrasi dan Teknologi
dalam E-Voting, Sinar Harapan, 27 Maret 2010.
Berduyun-duyun Melanggar Pemilukada, Monitor
Depok, 17 Januari 2011.
II. Pencalonan dalam Pemilukada
Menjaring Calon Kepala Daerah Lewat Survei,
Suara Karya, 2 Februari 2010.
Kandidasi, Klaim, dan Keputusan Politik, Monitor
Depok, 6 Juli 2010.
Episode Baru Pesta Demokrasi Depok, Monitor
Depok, 2 Agustus 2010.
Satu Lawan Satu, Monitor Depok, 18 Agustus
2010.
Koalisi Besar Tidak Mudah, Monitor Depok, 3
Februari 2010.
III. Kampanye dan Pemilihan dalam Pemilukada
Hura-Hura Politik, Monitor Depok, 1 Oktober
2010.
Nir-netralitas Birokrasi dalam Pemilukada, Pelita,
- 97 -
6 Mei 2010.
Memilih Dengan Cerdas, Monitor Depok, 28 Juli
2010.
Pesan Menuju Bilik Suara, Monitor Depok, 16
Oktober 2010.
Survei dan Bandwagon Effect, Monitor Depok, 1
November 2010.
IV. Perihal Konflik dan Penyelenggara Pemilukada
Titik Rawan Pilkada Depok, Monitor Depok, 11
September 2009.
Pembelot Politik, Radar Depok, 2 Oktober 2010.
Wacana Persiapan Pemilukada, Radar Depok, 13
Oktober 2010.
Panwaslu Yang "Tak Bergigi, Monitor Depok, 5
Oktober 2010.
Bara Pasca 16 Oktober, Monitor Depok, 21
Oktober 2010.
- 98 -
Daftar Referensi
Buku
Agustino, Leo, 2009, Pilkada dan Dinamika Politik
Lokal, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bonne, Hughe A. dan Austin Ranney, 1981, Politics and
Voters, New York: McCraw-Hill.
Cavdar, Gamze Beyond Election Fraud: Manipulation,
Violence, and Foreign Power Intervention,
dalam Michael Alvarez, Thad Hall, dan Susan
Hyde, Election Fraud: Detecting and Preventing
Electoral Manipulation, 2008, Washington, D.C.:
Brookings Institution Press.
Eisenstadt, S.N., 1999, Paradoxes of Democracy,
Maryland: The John Hopkins University Press.
Hickman, H., 1991, Public Polls and Election
Participants, dalam P.J. Lavrakas & J.K. Holley
(Eds.), Polling and Presidential Election
Coverage, Newbury Park, CA: Sage.
Hofilena (Ed.), Chay Florentino, 2006, How to Win An
Election: Lessons from The Experts, Manila:
ASG Ateneo University dan KAS.
Huntington, Samuel P. dan Joan M. Nelson, 1976, No
Easy Choice: Political Participation in
- 99 -
Jurnal
Ansolabehere, S. & Iyengar S., 1994, Of Horseshoes and
Horseraces: Experimental Studies of the Impact
of Poll Results on Electoral Behavior. Political
Communication, 11, 413-430.
Fiorina, Morris, Economic Retrospective Voting in
American National Elections: A Micro-Analysis,
dalam American Journal of Political Science,
Volume 22 No.2 , Midwest Political Science
Association,
1978,
di-download
dari
www.jstor.org.
Moynihan, Donald P., Building Secure Elections: EVoting, Security, and Systems Theory, Source:
Public Administration Review, Vol. 64, No. 5
(Sep. - Oct., 2004), pp. 515-528, Blackwell
Publishing on behalf of the American Society for
Public Administration.
- 101 -
Koran
Media Indonesia, 24 Januari 2010.
Radar Depok, 8 Oktober 2010.
Harian Pelita, 26 Juni 2010.
Monitor Depok, 30 September 2010.
- 102 -
Tentang Penulis
- 103 -
- 104 -