pertolongan darurat.
I.EFEK DAN MANIPULASI RETENSI PLASENTA (RETENSIO
SECUNDINAE)
Retensio secundinae terjadi pada 69 % sapi dari suatu
kelompok ternak tersebut yang diberikan makanan dengan
kadar karotin yang. Avitaminose-A menyebabkan
hiperkeratosis, metritis abortus dan retensio secundinae.
Kemungkinan besar vitamin A perlu untuk mempertahankan
kesehatan dan resistensi epitel uterus dan plasenta. Kadar
vitamin A yang rendah memudahkan terjadinya infeksi.
Kelemahan dan atoni uterus karena berbagai penyakit dapat
menyebabkan retensio secundinae. Penyakit-penyakit tersebut
adalah penimbunan cairan di dalam selaput foetus, torsio uteri,
kembar, monstrositosis, distokia dan kondisi patologik lainnya.
Retensio secundinae jarang terjadi pada sapi potong
dibandingkan dengan sapi perah yang dipelihara di kandang
untuk waktu lama. Kejadian retensio secundinae berbeda-beda
antara satu kelompok ternak dengan kelompok lainnya pada
waktu yang berbeda. Sekali terjadi retensio pada seekor sapi,
terdapt 20 persen kemungkinan bahwa sapi tersebut menderita
lagi retensio pada partus berikut.
Gejala retensio secundinae cukup jelas, yaitu sebagian selaput
foetus menggantung keluar dari vulva 12 jam atau lebih
sesudah kelahiran normal, abortus atau distokia. Kadangkadang selaput foetus tidak keluar melewati vulva tetapi
menetap di dalam uterus dan vagina.
Pemeriksaan terhadap selaput foetus sebaiknya dilakukan
sesudah partus untuk mengetahui apakah terjadi retensio atau
tidak. Pemeriksaan melalui uterus harus dilakukan dalam waktu
24 sampai 36 jam postpartum. Sesudah 48 jam biasanya sulit
atau tidak ada selaput foetus di dalam cervix. Adanya selaput
foetus di dalam cervix cenderung menghambat kontraksi
cervix.
Pada kasus yang berat, retensio secundinae dapat disertai
dengan mastitis, metritis septik, perimetritis, peritonitis,
vaginitis nekrotik, paresis pueruralis dan acetonameia. Pada