Anda di halaman 1dari 11

Mekanisme dan Komponen Perencanaan Tingkat Puskesmas

Konsep Puskesmas dilahirkan tahun 1968 ketika dilaksanakannya Rapat Kerja Kesehatan
Nasional (Rakerkesnas) I di Jakarta. Puskesmas adalah unit pelaksana fungsional yang
berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan peran serta masyarakat
dalam bidang kesehatan serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang
menyelenggarakan kegiatan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan pada
masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah tertentu. Peranan dan kedudukan Puskesmas
sebagai sarana kesehatan terdepan kecuali bertanggungjawab penyelenggaraan pelayanan
kesehatan masyarakat juga bertanggungjawab dalam penyelenggaraan pelayanan kedokteran.
Puskesmas dalam menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan melaksanakan semua
kegiatan yang tercakup dalam 18 upaya kesehatan pokok melalui pengembangan peran serta
masyarakat. Untuk mencapai tujuan organisasi Puskesmas menjalankan fungsi manajemen,
yang meliputi :

P1 : perencanaan, melalui kegiatan Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP)


P2 : penggerakan dan pelaksanaan, melalui mini loka karya Puskesmas

P3 : pengawasan, penilaian dan pengendalian, melalui kegiatan stratifikasi Puskesmas


(Departemen Kesehatan, 2006).

Selama ini masih banyak Puskesmas yang belum melaksanakan perencanaan yang
merupakan fungsi utama dan dasar manajemen (Departemen Kesehatan, 2006) Departemen
Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat pada tahun 2006
telah menerbitkan buku Pedoman Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP) sebagai pengganti
buku pedoman Mikro Planning Puskesmas. Adanya buku pedoman PTP tersebut
mengantisipasi diberlakukannya DIP terpadu dan otonomi daerah yang memerlukan
peningkatan kemampuan perencanaan dari bawah.
Perencanaan pada tingkat Puskesmas adalah suatu proses kegiatan yang sistematis untuk
menyusun atau mempersiapkan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Puskesmas pada tahun
berikutnya. Pada tingkat Puskesmas, pendanaan diterima langsung oleh Puskesmas dalam
bentuk block grant, yaitu paket dana yang hanya berisi rambu-rambu program tanpa
rinciannya dan diserahkan pada Puskesmas untuk direncanakan operasionalnya. Konsekuensi
dari kebijakan tersebut maka Puskesmas dituntut mampu melakukan perencanaan kesehatan
yang baik, secara terencana, menyeluruh, terpadu, terarah, dan berkesinambungan.
Puskesmas merupakan pusat kesehatan masyarakat yang memberikan pelayanan kesehatan
secara langsung kepada masyarakat. Dalam menghadapi otonomi daerah dan era globalisasi
peran Puskesmas perlu di tingkatkan dalam hal pelayanan dan manajemen sehingga dapat
menggambarkan secara akurat lingkungan baru yang dihadapi sekarang dan masa yang akan
datang. Puskesmas sebagai ujung tombak pemerintah di bidang pelayanan kesehatan dalam
perkembangannya menghadapi kendala serius dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan.
Apabila Puskesmas tidak mampu mengantisipasi, dikuatirkan Puskesmas akan ditinggalkan
dan hanya dimanfaatkan apabila dalam kondisi kesulitan ekonomi atau hanya dimanfaatkan
oleh segmen masyarakat kurang mampu (Trisnantoro, 1996,c).
Perencanaan merupakan langkah pertama yang diambil dalam usaha mencapai tujuan artinya
perencanaan merupakan usaha kongkritisasi langkah-langkah yang harus ditempuh dimana
dasar dasarnya telah diletakkan dalam strategi organisasi (LAN, 1993). Secara umum

disebutkan apabila pelaksanaan upaya kesehatan tidak didukung oleh perencanaan yang baik,
maka akan sulit diharapkan tercapainya tujuan dari upaya kesehatan tersebut (Azwar, 1996).
Perencanaan pada dasarnya adalah salah satu fungsi manajemen dalam rangka memecahkan
masalah, dalam perencanaan terkandung proses sistematis yang mempunyai urutan logis
(Logical Sequence) artinya satu langkah dalam proses perencanaan adalah konsekuensi logis
dari langkah sebelumnya (Departemen Kesehatan, 2006).
Perencanaan dimaksudkan untuk mengkonsep keadaan yang lebih cocok dengan apa yang
diinginkan serta menemukan langkahlangkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Prakondisi perencanaan ialah :
1. Rencana untuk merencanakan
2. Informasi mutlak yang diperlukan untuk menyusun dan realisasi rencana-rencana
3. Mengetahui pemikiran-pemikiran yang ada pada manajemen puncak dan bagaimana
sistem yang hendak diciptakan akan bekerja secara profesional.
Perencanaan dilakukan pada dasarnya adalah untuk meminimalkan atau menghadapi
ketidakpastian dimasa yang akan datang. Perencanaan perlu dilakukan karena adanya
kebutuhan manusia yang tidak tebatas, sedangkan ketersediaan sumber-sumber daya sangat
terbatas (Mulyadi dan Setiawan, 1999), sehingga terjadi suatu kelangkaan dalam konteks
ekonomi sehingga ada 2 cara dalam melihat masalah yang ada, yaitu :
1. Melihat pemandangan atau masalah seluas atau sejauh mungkin
2. Melakukan pemilihan objek atau daerah yang menjadi prioritas kita, sehingga cara
pandang dipersempit agar kita bisa memperoleh suatu detailet close up examination.
Kekuatan kekuatan utama yang menentukan sistem perencanaan ialah : 1. Ukuran
organisasi, 2. Kompleksitas lingkungan, 3. Kompleksitas dari proses produksi, 4. Sifat dari
masalah, 5. Tujuan dari sistem perencanaan. Goal adalah keinginan akhir dan merupakan
impian yang akan dicapai oleh program. Objective adalah merupakan kondisi dan situasi
masyarakat atau lingkungan yang ingin dicapai melalui kegiatan program.
Ruang Lingkup Perencanaan Kesehatan
Manajemen kesehatan merupakan salah satu bagian dari 3 bagian pembangunan kesehatan,
yaitu pelaksanaan, pembinaan/manajemen dan pengembangan upaya kesehatan pokok yaitu :
1. Perencanaan
2. Penggerakan Pelaksanaan
3. Pengendalian Pengawasan dan Penilaian Upaya Kesehatan
Perencanan kesehatan dititik beratkan pada upaya peningkatan hasil kerja sistem kesehatan.
Perencanaan merupakan fungsi pertama dalam fungsi manajemen, yang mendahului fungsi
pengorganisasian, ketenagaan, kepemimpinan dan pengendalian.
Perencanaan dimaksudkan untuk membantu tercapainya tujuan organisasi. Dengan
mengasumsikan kondisi tertentu dimasa mendatang dan menganaisis konsekuensi dari setiap

tindakan ketidakpastian dapat dikurangi dan keberhasilan yang akan datang mempunyai
probabilitas yang lebih besar (Reinke, 1994).
Kegunaan dari suatu perencanaan organisasi adalah :
1. Membantu manajer untuk melihat masa depan
2. Koordinasi yang semakin baik, koordinasi dapat terjadi antar bagian dalam organisasi
dan antara kepuasaan saat ini dengan masa mendatang
3. Penekanan pada tujuan organisasi
Dengan perencanaan tujuan organisasi dapat difokuskan sebab tujuan organisasi merupakan
titik awal perencanaan, manajer akan selalu diingatkan pada tujuan tersebut (Wijono, 1997).
Bagian penting dari perencanaan adalah menganalisis cara pencapaian sasaran yang dibuat
dan diurutkan berdasarkan prioritas. Kedua faktor inilah yang merupakan bagian inti proses
praktis perencanaan. Dalam menganalisis sasaran harus dibedakan dengan misi dan visi,
target dan standar (Reinke, 1994).
Defenisi perencanaan adalah proses menganalisis dan memahami sistem yang dianut,
merumuskan tujuan umum dan khusus yang ingin dicapai, memperkirakan segala
kemampuan yang dimulai menguraikan segala kemampuan yang dapat dilakukan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan, menganalisis efektifitas dari berbagai kemungkinan
tersebut, menyusun perincian secepatnya dari kemungkinan yang terpilih, serta mengikatnya
dalam suatu sistem pengawasan yang terus menerus sehingga dicapai hubungan optimal
antara rencana yang dihasilkan dengan sistem yang dianut (Levey dan Lomba Cit dalam
Azwar, 1996).
Perencanaan dan Penganggaran Kesehatan Terpadu Permasalahan tradisonal di sistem
layanan kesehatan Indonesia adalah rendahnya efesiensi dan efektifitas dalam hal alokasi,
pemanfaatan, pendayagunaan dan manajemen sumber daya, baik bidang keuangan maupun
teknis, sebagaimana ditunjukkan oleh :
1. Kurangnya atau tidak memadainya administrasi perencanaan dan penganggaran
kesehatan terpadu pada tingkat propinsi dan kabupaten/kota dan antara proses di pusat
dan daerah.
2. Prioritas kesehatan yang tidak memadai dan konsisiten.
3. Kurangnya kemampuan manajemen pada semua tingkatan dalam hal proses
perencanaan dan penganggaran.
4. Mobilisasi dana yang tidak memadai dan sumber-sumber daya masyarakat pemakai
yang mengakibatkan pengembalian biaya yang tidak memadai di semua sektor.
5. Kurangnya perundang-undangan dari garis-garis besar petunjuk untuk mendukung
perencanaan penganggaran kesehatan terpadu
6. Tidak adanya orientasi untuk mengumpulkan pendapat atau realokasi sumber daya
operasional dan perawatan fasilitas kesehatan
Langkah-langkah perancaraan dan penganggaran kesehatan terpadu untuk tingkat kecamatan,
adalah :

1. Tingkat desa, LKMD di ketuai oleh Kepala desa, mengidentifikasi dan


mengembangkan proses dan usulan untuk diserahkan kepada tingkat kecamatan,
proses perencanaan pada tingkat pedesaan dilakukan pada bulan Maret/April.
2. Tingkat Kecamatan, pada rapat-rapat yang di ketuai oleh Camat, semua usulan
program/proyek yang diserahkan desa-desa dibahas dan dipadukan. Perencanaan,
pendanaan termasuk pendanaan dari masyarakat, APBD I dan II, Inpres, APBN,
kemudian digabungkan. Proposal juga dilakukan untuk kecamatan dan dengan
pengecualian pada program-program yang di danai oleh masyarakat, semua proposal
didiskusikan pada rapat-rapat koordinasi (Rakerbang Tingkat II) di Kecamatan pada
bulan Mei/ Juni. Tujuan dari rapat ini adalah untuk memperjelas kebutuhan daerah di
sektor kesehatan dan mengidentifikasi awal program-program atau proyek-proyek
yang akan dibiayai oleh APBD I dan II, APBN, Inpres, Bantuan asing/BLN dan lain
lain. Proposal-proposal ini kemudian diserahkan pada tingkat Kabupaten/Kota.
FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Proses Perencanaan Keberhasilan
perencanaan terutama tergantung dari pengetahuan, sikap dan motivasi (Mills, dkk, 1991).
Faktor terpenting dalam perencanaan adalah adanya keterpaduan antara unsur-unsur
manajemen yang berupa sumber daya manusia dan non manusia atau faktor internal. Manusia
merupakan faktor terpenting dalam manajemen yang dapat menetukan keberhasilan ataupun
kegagalan dalam mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Faktor internal dalam suatu
organisasi tidak bisa dipisahkan dari faktor lingkungannya atau faktor eksternal harus
diperhatikan dan diperhitungkan dengan cermat, sebab faktor lingkungan bisa mendukung
tetapi bisa juga menghambat (Soedjadi, 1995).
Lingkungan mengalami perubahan terus-menerus sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi seperti adanya kebijaksanaan baru dan berubahnya pola
permintaan jasa pelayanan pemerintah akan kesehatan, sedangkan dana dari pemerintah akan
tetap terbatas dan pemberian pelayanan yang bermutu akan tetap menjadi tujuan. Sehingga
fakta utama dalam proses perencanaan adalah bagaimana sikap dan kemampuan seorang
pimpinan bisa mengelola perubahan lingkungan dengan baik dalam rangka mempersiapkan
pelayanan kesehatan yang mengacu pada kebutuhan masyarakat. Faktor pendidikan yang
diperoleh, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada, peraturan
perundangundangan/kebijaksanaan yang berlaku, lokasi fisik tempat ia berada, akan
mempengaruhi sikap dan tingkah laku dan prilaku ini dapat melekat pada individu ataupun
organisasinya, sedangkan sikap dan tingkah laku hanya melekat pada diri manusia sebagai
individu (Thoha, 1993). Dengan demikian kebutuhan pelatihan untuk meningkatkan
kompetensi SDM kesehatan tentang keterampilan managerial, kepemimpinan dan
kewirausahaan perlu dilakukan (Sopacua dan Budijanto, 2007).
Faktor lain tidak kalah penting yang mempengaruhi sikap seseorang adalah motivasi,
Robbins (1996) mendefinisikan sebagai kemauan untuk berjuang/berusaha ke tingkat yang
lebih tinggi menuju tercapainya tujuan organisasi dengan syarat tidak mengabaikan
kemampuannya untuk memperoleh kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
pribadi. Jadi ada tiga kunci pengertian motivasi yaitu usaha, tujuan organisasi dan kebutuhan
pribadi (Muchlas, 1997).
Motivasi adalah hasrat atau lebih kuat lagi sebagai dorongan yang secara wajar senantiasa
timbul dari dalam diri dan hati sanubari manusia. Disamping itu motivasi juga timbul karena
adanya usaha yang secara sadar dari manusia dan dilakukan untuk menimbulkan
daya/kekuatan dorongan melakukan perbuatan-perbuatan tertentu bagi tercapainya tujuan

organisasi tempat ia bekerja. Secara umum motivasi adalah keadaan pribadi seseorang yang
mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai
tujuan (Reksohadiprodjo dalam Handoko, 1993). Menurut Wexley dan Yulk (1988) motivasi
adalah suatu usaha sadar untuk mempengaruhi perilaku seseorang agar mengarah pada
tercapainya tujuan organisasi.
Stoner (1984) mengemukakan bahwa prestasi individu sangat dipengaruhi oleh motivasi,
kemampuan dan persepsi individu, yang menyebabkan orang berbuat sesuatu. Faktor
motivator merupakan kelanjutan dari faktor hygiene. Komponen yang masuk dalam faktor
motivasi adalah prestasi, penghargaan, tantangan dalam pekerjaan, tanggung jawab,
kemajuan dan peningkatan. Komponen motivator merupakan penggerak yang efektif agar
petugas berprestasi lebih baik. Dari uraian tersebut maka batasan motivasi adalah proses
pemberian motivasi bekerja kepada pegawai sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja
untuk mencapai tujuan organisasi. Pengetahuan, sikap dan motivasi berkaitan erat dengan
tingkat loyalitas dan identifikasi terhadap tujuan organisasi. Tujuan organisasi akan
memperoleh dukungan apabila tujuan tersebut konsisten dengan tujuan pribadi. Konsistensi
antara tujuan organisasi dan tujuan pribadi akan berdampak pada suasana yang saling
mendukung, membantu dan saling menghargai (Azwar, 1996).
5. Koordinasi Perencanaan
Koordinasi perencanaan adalah hal yang penting dalam proses perencanaan. Perencanaan
akan efisien jika terdapat koordinasi yang berintikan pada proses komunikasi antara lembaga
perencanaan dan pelaku yang berkepentingan baik secara horisontal maupun vertikal.
Kegiatan tersebut dilakukan melalui forum koordinasi perencanaan dengan instansi terkait
termasuk masyarakat. Koordinasi dalam birokrasi pemerintahan pada hakekatnya merupakan
upaya memadukan (mengintegrasikan) berbagai kepentingan dan kegiatannya yang saling
berkaitan dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran bersama (LAN RI, 1996). Dalam
kaitannya dengan pembangunan, koordinasi perlu diterapkan melalui dari antar bagian
proyek-proyek, program, sektor, subsektor sampai antar bidang. Lebih lanjut dijelaskan untuk
memantapkan koordinasi pada kegiatan yang dilakukan bersifat kompleks, multi sektor, multi
fungsi, maka koordinasi dapat berupa Tim, Panitia, Kelompok Kerja, atau Gugus Tugas.
Koordinasi adalah salah satu fungsi organik dari pengelolaan dan manajemen pemerintah.
Melalui koordinasi yang efektif tujuan dan sasaran akan dapat dicapai secara optimal. Selain
itu, koordinasi juga ditujukan untuk mensinkronkan antara kebijakan dan tindak pelaksanaan
yang dilakukan oleh masing-masing lembaga atau organisasi sesuai dengan kewenangan yang
dimiliki. Koordinasi perencanaan dapat dilakukan dengan melalui empat tahapan: (1)
koordinasi proses perencanaan; (2) koordinasi metode perencanaan; (3) koordinasi antar
tingkat perencanaan; dan (4) koordinasi usaha-usaha masyarakat. Pimpinan organisasi dalam
menjalankan tugas dan fungsi memerlukan koordinasi pengaturan tata kerja dan tata
hubungan yang lainnya, oleh karenanya diperlukan kesamaan pengertian masing-masing
anggota dalam organisasi agar terjadi hubungan yang harmonis di antara satuan-satuan
organisasi dalam usaha bersama mencapai tujuan organisasi. Koordinasi dilaksanakan sejak
proses perumusan kebijaksaan, perencanaan program, pelaksanaan kegiatan dan dalam
pengawasan dan pengendalian (Wijono, 1997).
Perencaaan Tingkat Puskesmas (PTP)

Perencanaan tingkat Puskesmas dikenal istilah perencanaan mikro (micro planning),


merupakan salah satu fungsi manajemen Puskesmas. Bersama dengan minilokakarya dan
stratifikasi Puskesmas, ketiganya merupakan satu kesatuan sebagai alat melaksanakan fungsi
pengelolaan (manajemen Puskesmas). Pengertian perencanaan Puskesmas ialah sebagai
usaha untuk merinci kegiatan-kegiatan upaya kesehatan dalam rangka mencapai status
kesehatan masyarakat yang dikehendaki dalam periode tertentu pada masa yang akan datang,
sehingga perencanaan tingkat Puskesmas merupakan suatu proses kegiatan yang sistematis
untuk menyusun dan mempersiapkan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Puskesmas pada
tahun berikutnya untuk meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan kesehatan kepada
masyarakat dalam upaya mengatasi masalah-masalah kesehatan setempat (Departemen
Kesehatan, 2006).
Ada 2 macam rencana yang disusun dalam perencanaan tingkat Puskesmas (PTP) yaitu :
1. Rencana Usulan Kegiatan (RUK), berisi usulan kegiatan tahun fiskal mendatang untuk
mengajukan program kegiatan beserta biayanya.
2. Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK), berisi rencana pelaksanaan kegiatan tahun anggaran
bersangkutan sesuai alokasi anggaran yang diterima oleh Puskesmas.
Buku pedoman P.T.P (Departemen Kesehatan, 2006) menurut petunjuk penyusunan usulan
rencana kegiatan tahunan Puskesmas dengan merencanakan semua kegiatan yang tercakup
dalam 18 upaya kegiatan pokok, dengan tahapannya diawali dari :
1. Tahap persiapan, yaitu: mempersiapkan pihak-pihak/petugas dengan pembentukan Tim
Perencana Tingkat Puskesmas (PTP) yang akan terlibat, agar memperoleh kesamaan
pandangan dan pengetahuan dalam proses perencanaan, juga mempersiapkan informasi
situasi program (kegiatan, hasil, bahan lain) serta informasi kebijakan kesehatan serta
petunjuk-petunjuk perencanaan kesehatan dari unit organisasi diatasnya dan dokumen yang
berkaitan dengan kegiatan perencanaan.
2. Tahap Analisis situasi, yaitu diperlukan data dan informasi untuk mengetahui dan
memahami keadaan dan permasalahan operasional Puskesmas yang perlu ditanggulangi
berupa identifikasi masalah, penamaan dan penetapan prioritas masalah. Dengan melihat data
situasi umum dan data khusus serta data pencapaian target program, kemudian dilakukan
analisis.
3. Tahap penyusunan Rencana Usulan Kegiatan (RUK) pada dasarnya melalui kegiatan
perumusan masalah pencapaian kegiatan program, perumusan penyebab terjadinya masalah
dan akhirnya menyusun R.U.K. R.U.K adalah tersusunnya rencana dan prioritas rencana
penyelesaian masalah dengan analisis sumber daya yang dimiliki Puskesmas dan menyusun
prioritas penyelesaian. R.U.K ini kemudian diajukan ke Dinas Kabupaten/Kota, yang
penyebarannya sudah dirumuskan kedalam format RUK, yang mengandung jenis kegiatan
lengkap dengan rincian anggarannya/biaya yang diperlukan. Biasanya karena keterbatasan
dana, tidak semua usulan kegiatan Puskesmas bisa terpenuhi. Juga sampai saat ini belum
banyak Puskesmas yang mencantumkan jumlah yang diperlukan, karena selama ini
Puskesmas lebih banyak menunggu jumlah angaran yang ditentukan oleh pemerintah daerah.
4. Tahap rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) yang disebut pula Plan Of Action (POA).
Penyusunan R.P.K dilaksanakan melalui suatu pembahasan dalam mini lokakarya pada tahun

yang sedang berjalan setelah Rakerkesda Dati II. RPK disusun setelah diterimanya alokasi
dana yang diberikan oleh pemerintah daerah ke Puskesmas. Setelah ada informasi tentang
besarnya biaya yang bisa disediakan oleh dinas kesehatan kabupate/kota, Puskesmas bisa
menelaah ulang tentang usulan kegiatannya dalam rangka memantapkan pengecekan,
pelaksanaan kegiatan dalam tahun yang sedang berjalan. Bila dana mencukupi, usulan
kegiatan tidak mengalami perubahan. Namun bila hanya sebagian dana yang diberikan, maka
Puskesmas harus memperbaiki usulan kegiatannya.
Bila pemerintah daerah hanya memberikan anggaran sebanyak 70%, maka Puskesmas perlu
menurunkan target dan memodifikasi kegiatan agar 70% dana itu dapat digunakan secara
efektf dan efisien, dengan menyusun perencanaan (RPK) berupa jadwal kegiatan yang
mencakup waktu, jenis kegiatan, sasaran, tempat, pelaksana dan penanggung jawab.
Ruang lingkup perencanaan tingkat Puskesmas ialah kegiatan yang direncanakan adalah
semua kegiatan yang tercakup dalam 18 upaya kesehatan pokok Puskesmas yang
dilaksanakan Puskesmas sebagai pusat pengembangan, pembinaan dan pelaksanaan upaya
kesehatan dalam rangka menunjang pencapaian tujuan dan sasaran program pembangunan di
wilayahnya. Kegiatan yang direncanakan adalah baik kegiatan yang pelaksanaannya di dalam
gedung Puskesmas maupun di luar gedung Puskesmas/di masyarakat.
Dasar dari penyusunan Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP) adalah sistem informasi
manajemen Puskesmas yang sumber informasi utamanya adalah SP2TP, sedangkan informasi
lain yang ada berperan sebagai pelengkap, tetapi data yang berasal dari SP2TP harus
mempunyai reliability yang tinggi, representatif, up to date dan selalu siap bila dibutuhkan,
sehingga data yang diperoleh sangat mempengaruhi terhadap mutu dan lamanya proses
perencanaan, sehingga informasi tersebut dan informasi lainnya dapat menunjang proses
manajemen ditingkat Puskesmas, sebagai bahan penyusunan rencana-rencana tahunan
Puskesmas, penyusunan rencana kerja operasional Puskesmas dan bahan pemantauan
evaluasi dan pembinaan. Jadi informasi dari SP2TP akan membantu kelancaran perencanaan
(P1), penggerakan pelaksanaan (P2), dan pengawasan, pengendalian dan penilaian (P3).
Perencanaan Stratejik
Perencanaan stratejik merupakan suatu kegiatan yang menunjang menajemen stratejik yang
berarti bahwa organisasi dapat memberikan pelayanan pelayanan terbaik bila mempunyai
perencanaan secara menyeluruh dalam mengembangkan dan mengelola suatu organisasi.
Perencanaan stratejik merupakan suatu proses yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai
selama kurun waktu 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tahun dengan memperhitungkan potensi,
peluang dan kendala yang ada atau yang mungkin timbul. Rencana stratejik mengandung visi,
misi, tujuan, sasaran, kebijakan, program dan kegiatan yang realistis dengan mengantisipasi
perkembangan masa depan (Lembaga Administrasi Negara, 1993). Urutan perencanaan
stratejik menurut Hanger dan Wheelen (2003), adalah penetapan visi, misi, tujuan, strategi,
kebijakan, program, pembiayaan, prosedur dan penilaian kinerja. Perencanaan stratejik
berkaitan dengan keputusan-keputusan saat ini yang berkaitan dan menjangkau masa depan.
Perencanaan stratejik merupakan suatu proses, falsafah, dan kumpulan perencanaan yang
sedang berkaitan. Perencanaan stratejik mutlak diperlukan oleh organisasi, karena dapat
merangsang pengembangan tujuan yang tepat dari organisasi dan merupakan motivator kuat
bagi pelaksananya, selain diperlukan untuk menunjang pelaksanaan fungsi manajerial lain
dengan lebih baik (Mulyadi, 1998).

Perencanaan stratejik sangat menekankan pada pentingnya pembahasan mengenai visi dan
analisis faktor eksternal dan internal yang dapat mempengaruhi keberhasilan program. Faktor
eksternal dapat menggambarkan hambatan dan dorongan dari luar program. Analisis terhadap
faktor eksternal dan internal maka perencanan kegiatan di masa depan akan lebih rasional dan
tepat (Trisnantoro, 2001).
Menurut Burhan (1994) ada 4 alasan memilih perencanaan stratejik, yaitu: 1) Perencanaan
menyangkut masa depan dari keputusan yang dibuat sekarang; 2) Proses rencana yang berisi
unsur-unsur proses secara terus-menerus karena perubahan lingkungan; 3) Falsafah artinya
adanya kebulatan tekad untuk selalu merencanakan secara teratur dan sistematis; 4) Struktur
artinya perencana stratejik mengkaitkan 3 (tiga) jenis rencana yaitu: rencana strategi, rencana
jangka menengah, dan anggaran dalam jangka pendek.
Keuntungan-keuntungan dalam pemikiran stratejik dan kesadaran akan manajemen stratejik
sebagai lawan dari improvisasi yang alasanalasan dan menyimpang (Trisnantoro, 2001),
adalah :
1. Memberikan pengarahan yang lebih baik pada keseluruhan organisasi tentang apakah
yang dicoba untuk dikerjakan dan di raih ?,
2. Membuat manajer lebih waspada terhadap angin perubahan kesempatan kesempatan
baru, dan tantangan perkembangan,
3. Mengarahkan manajer selalu rasional mengevaluasi alokasi sumber daya,
4. Membantu mempersatukan berbagai macam strategi yang dikembangkan oleh
manajer-manajer di keseluruhan bidang yang ada didalam organisasi,
5. Menciptakan sikap manajemen yang lebih proaktif dan melawan kecenderungan
untuk mengambil keputusan yang reaktif dan defensif. Guna mencapai tujuan sebagai
strategi langkah yang dilakukan adalah dengan pengkajian lingkungan internal dan
lingkungan eksternal melalui anaisis SWOT (Strenght, Weaknesses, Oppoturnityies,
and Threats). Pemahaman faktor internal untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan
sedangkan pemahaman faktor eksternal diharapkan dapat diperoleh pemahaman yang
jelas tentang tantangan dan peluang, dengan memperhitungkan faktor-faktor eksternal
dan internal pengembangan kegiatan organisasi pelayanan kesehatan dapat dilakukan
secara lebih sistematis dan mempunyai dimensi waktu.

Analisis didasarkan pada memaksimalkan strenghes (kekuatan) dan Oppoturnities (peluang)


meminimalkan weaknesses (kelemahan) dan threats (ancaman). Analisis yang dilakukan pada
saat ini disebut dengan analisis situasi. Kaitan antara perencanaan stratejik dan perencanaan
Puskesmas ialah Puskesmas dalam memberikan pelayanan kesehatan selain berorientasi
kepada kebutuhan masyarakat juga bisa menjadi suatu organisasi yang berorientasi kepada
bisnis yang tetap mempertahankan nilai-nilai etis. Dengan demikian perlu ada perubahan
pandangan dalam perencanaan Puskesmas yaitu dari perencanaan pelayanan kesehatan
menjadi perencanaan strategis. Misalnya orientasi kesehatan masyarakat berubah menjadi
bisnis, kebutuhan masyarakat beruba menjadi demand, trend penyakit/kematian menjadi
sekmen pasar, pengembangan program menjadi manajemen produksi dan kelompok
masyarakat menjadi konsumen (constumer).
Menurut Studin (1995) dalam Trisnantoro (1995) dalam perencanaan organisasi pelayanan
kesehatan terjadi suatu tradisi pandangan yaitu dari perencanaan pelayanan kesehatan
menjadi suatu perencanaan strategik yang menyerupai perencanaan perusahaan.
Evaluasi Program
Di bidang kesehatan, evaluasi adalah mutu suatu kegiatan yang penting untuk menilai
kualitas, rasional, efektifitas, efisiensi dan equity pada pelayanan kesehatan (Trisnantoro,
1996 b). Selanjutnya dikemukakan pula bahwa evaluasi program kesehatan yang
komprehensif adalah evaluasi yang dilakukan terhadap tiga komponen yaitu Input- prosesoutput. Definisi evaluasi menurut WHO (1990) adalah cara yang sistematis untuk belajar dari
pengalaman-pengalaman dan menggunakan pelajaran pelajaran yang diperoleh untuk
memperbaiki kegiatan-kegiatan yang sedang dilakukan dan untuk meningkatkan perencanaan
yang lebih baik dengan melakukan seleksi secara teliti dengan berbagai alternatif tindakan
yang akan diambil. Jadi evaluasi berarti menentukan pendapat berdasarkan penafsiran secara
seksama dan penilaian secara krisis mengenai keadaan tertentu, yang harus mengarah kepada
penarikan kesimpulan yang masuk akal serta pengajuan usulan-usulan untuk tindakan lebih
lanjut yang bermanfaat. Tujuan evaluasi program kesehatan bukan hanya membandingkan
keadaan kesehatan sebelum dan sesudah kegiatan, tetapi yang lebih penting adalah untuk
memperbaiki program-program kesehatan agar pelaksanaan suatu program menjadi lebih
relevan, efisien dan efektif.
Sementara itu Hidayat (1990) mengatakan evaluasi program adalah kegiatan yang dilakukan
secara sistematis dan berkelanjutan untuk menilai apakah suatu program telah atau dapat
dilaksanakan sesuai rencana serta mengidentifikasi masalah-masalah yang mempengaruhi
keberhasilan program tersebut. Melakukan evaluasi terhadap suatu program kesehatan tidak
hanya cukup dilakukan dengan metode kuantitatif saja tetapi juga diperlukan metode
kualitatif yaitu: wawancara formal, wawancara mendalam, observasi terstruktur dan diskusi
kelompok terarah (Prawitasari, 1998). Fungsi penelitian evaluasi adalah sebagai berikut :
1. Efaluasi formatif, difungsikan sebagai kegiatan evaluasi pada saat aktifitas program
sedang berlangsung.
2. Evaluasi sumatif, dilangsungkan bila kegiatan program sudah benar- benar selesai
dilaksanakan.
Dengan demikian Evaluasi adalah cara yang sistematis untuk belajar dari pengalaman dan
menggunakan pelajaran-pelajaran yang diperoleh untuk memperbaiki kegiatan-kegiatan yang
sedang dilakukan/berjalan dan untuk meningkatkan perencanaan yang lebih baik dengan

menyeleksi secara cermat alternatif-alternatif tindakan yang akan diambil. Tujuan evaluasi
ialah untuk memperbaiki program-program kesehatan dan infrastruktur pelaksanaannya serta
untuk mengarahkan alokasi sumber-sumbernya untuk program-program yang sedang berjalan
dan yang akan datang. Dengan demikian evaluasi merupakan proses yang berlanjut dengan
tujuan agar kegiatan-kegiatan kesehatan menjadi lebih relevan, lebih effisien dan lebih
effektif (Prawitasari, 1998).
Evaluasi juga adalah suatu bagian yang demikian penting dari proses dinamis yang total,
yang mana banyak pemberdayaan unit-unit yang disebut unit planning dan evaluasi, pada
suatu saat ada suatu masalah yang terkonseptual tumbuh keluar dari pendapat yang mana kita
berhubungan dengan tiga aktifitas yang terpisah yaitu; Aktifitas planning, Implementasi dan
Evaluasi ( Hidayat, 1990).
Evaluasi perlu dilakukan untuk mengetahui apakah tujuan dicapai atau tidak, evaluasi
diadakan secara berkala setahun sekali oleh pimpinan atau pihak lain. Evaluasi dapat
dilakukan melalui beberapa tahap antara lain penetapan pertanyaan evaluasi, penyusunan
kriteria, penyusunan instrumen, penetapan sasaran evaluasi, proses evaluasi, pengumpulan
data.( Hidayat, 1990).
Adapun dasar-dasar evaluasi adalah sebagai berikut:
1. Sebagai suatu kunci untuk meningkatkan pembuatan keputusan, evaluasi adalah
melihat kedepan dan berorientasi pada tindakan.
2. Evaluasi bersifat komprehensif dan dinamis, ia berkepentingan terhadap pemeriksaan
dari kebijakan dan alternatif rencana, monitoring dari kemajuan dalam proses dari
implementasi dan pencapaian sumative dari hasil akhir.
3. Evaluasi ditemukan pada prinsip-prinsip manajemen by objectives dan mulai dengan
jelas, pembicaraan terbatas dari pengaruh apa yang dapat dicapai dalam populasi apa,
dalam periode waktu apa.
4. Strategy untuk pertemuan tujuan awal haruslah diperksa untuk kepasan dan
keakuratan.
5. Prinsip-prinsip umum dari manajemen by exception, evaluasi rencana- rencana
haruslah memberi suatu rentang yang luas dari informasi yang didisain ketanda yang
tepat dari masalah-masalah yang muncul.
6. Waktu dan lokasi dari evaluasi laporan harus sesuai dengan kebutuhan untuk
keputusan-keputusan suatu waktu tertentu.
7. Frekwensi dari laporan secara garis besar tergantung pada langkah perubahan dalam
persyaratan kebutuhan tindakan.
8. Bila evaluasi adalah suatu perbandingan, ini tergantung pada indikator- indikator yang
mengekspresikan tingkat dan ratio yang cocok, dari pada tingkat yang absolut dari
suatu perlengkapan/proses melengkapi.
9. Pencapaian haruslah dibedakan antara subyek outcome terhadap kontrol keputusan
dan yang mana terjadi sebagai suatu hasil dari ketidaktentuan dan kesempatan.

10. Effisiensi, Keefektifan dan pemerataan haruslah jelas didifinisikan dan dijauhkan
secara jelas.
Evaluasi dapat dimaksudkan untuk mengetahui apakah pelaksanaan seluruh kegiatan
pembangunan masih relevan dengan tujuan dan sasaran pembangunan yang telah ditetapkan
(evaluasi pada saat program berjalan). Evaluasi purna pelaksanaan adalah untuk mengkaji
sejauh mana sasaran dan tujuan fungsional proyek tersebut telah dicapai. Di sini tujuan
evaluasi adalah untuk membandingkan input serta output fasilitas pelayanan kesehatan di
berbagai tingkat.

Anda mungkin juga menyukai