Anda di halaman 1dari 16

Faktor-Faktor Determinan yang Berhubungan dengan Perilaku

Penggunaan Alat Pelindung Diri (Apd) pada Pekerja di Technical


Services Department PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Unit
Plant Site Cirebon Tahun 2013
Nur Faizah1, Hendra2
1)
2)

Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia


Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor determinan yang
berhubungan dengan perilaku penggunaan APD pada pekerja di Technical Services
Department PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Unit Plant Site Cirebon.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross
sectional dengan teknik total sampling. Penelitian dilakukan pada periode April
sampai Mei 2013 dengan jumlah responden 54 orang. Analisis data menggunakan
uji Chi-Square menunjukkan ada hubungan penggunaan APD dengan pengetahuan
mengenai APD (p=0.038), sikap penggunaan APD (p=0.046), dan penerapan
peraturan tentang APD (p=0.025). Sebaliknya, tidak ada hubungan yang signifikan
antara ketersediaan APD (p=0.571), kenyamanan penggunaan APD (p=0.237), dan
pengawasan penggunaan APD (p=0.310) dengan perilaku penggunaan APD pekerja
Technical Services Department.
Kata Kunci: Pengetahuan, Sikap, Ketersediaan, Kenyamanan, Pengawasan,
Peraturan, APD

Determinants Factors Related to Usage Behaviour of Personal


Protective Equipment (PPE) on Workers of Technical Services
Department PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Cirebon Unit
Plant Site in 2013
ABSTRACT
This purpose of this research is to find out the determinant factors related to
behaviour usage of PPE to workers of Technical Services Department in PT.
Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Cirebon Unit Plant Site. This research is a
descriptive analytic cross sectional approach with total sampling technique. The
study was conducted during the period April to May 2013 to the number of
respondents are 54 people. Data analysis using Chi-Square test showed association
with the use of PPE knowledge (p=0.046), attitude of using PPE (p=0.038), and
PPEs regulation application (p=0.025). Whereas, there are no significant
relationship between availability of PPE (p=0.571), comfort of using PPE (p=0.237),
and supervision (p=0.310) between usage behaviour of PPE to workers of Technical
Services Department.
Keywords: Knowledge, Attitude, Availability, Comfort, Supervision, Regulation, PPE

Faktor-faktor determinan, Nur Faizah, FKM UI, 2013

I.

PENDAHULUAN
Cara

terbaik

untuk

mengendalikan

bahaya

adalah

dengan

menghilangkan, mengganti, atau memperbaiki segala bentuk penyebab


bahaya. Ketika tidak ada cara lain untuk menghilangkan bahaya, perlindungan
pekerja dapat dilakukan dengan cara menggunakan APD. Jika APD yang
digunakan rusak atau tidak berfungsi dan tidak cocok untuk jenis pekerjaannya,
maka pekerja masih memiliki peluang untuk mengalami kecelakaan maupun
penyakit akibat kerja.
Hanshi (2001) mengungkapkan dalam penelitiaannya di Kenya yang
dimuat dalam African Newsletter on Occupational Health and Safety (Vol. 11,
No.3), ada sekitar 87% pekerja tidak menggunakan APD pada saat melakukan
penyemprotan pestisida. Penelitian yang dikemukakan dalam European
Journal of Scientific Research pada pekerja kontraktor industri semen, Tehran
Barat, menyatakan bahwa terdapat 36,8% pekerja yang tidak menggunakan
APD dan 52,6% yang masuk dalam kategori Simi Use, sisanya hanya sebagian
kecil yang menggunakan APD pada saat bekerja (Ghaen, et al., 2010).
Kongres

National

Safety

Council

(NSC)

dibulan

Oktober

2007

mengungkapkan bahwa dari hasil survey, 87% safety professional mengatakan


bahwa

pekerja

tidak

menggunakan

APD

ketika

harusnya

mereka

mengunakannya. 85% safety professional juga menjawab demikian untuk


pertanyaan yang sama pada survey yang serupa di Kongres NSC tahun 2006.
Berdasarkan survey tahun 2007 didapatkan alasan utama pekerja tidak
mengunakan APD adalah karena ketidaknyamanan (62% responden), alasan
selanjutnya adalah pekerja berpikir bahwa APD bukan kebutuhan dalam
melakukan pekerjaan (McPherson, 2008).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor manusia memegang
peranan penting timbulnya kecelakaan kerja. Berdasarkan hasil penelitian, 80
85 persen kecelakaan disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan faktor
manusia seperti, bekerja tidak tepat, ada sebagian pekerja yang masih segan
menggunakan alat pelindung atau mematuhi aturan yang sebenarnya, dan lainlain (Sumamur, 1996). Heinrich juga pernah menjelaskan dalam penelitiannya
bahwa 88% dari kecelakaan kerja disebabkan oleh unsafe act, yang mana
penjelasan tersebut juga senada dengan penelitian yang dilakukan oleh

Faktor-faktor determinan, Nur Faizah, FKM UI, 2013

National Safety Council (NSC) dalam risetnya yang menjelaskan bahwa 87%
kecelakaan kerja disebabkan oleh unsafe act, yang mana 78%-nya merupakan
bahaya mekanik. (United Steelworkers International Union, 2005).
Industri semen merupakan salah satu industri yang berperan membawa
akibat bagi keselamatan dan kesehatan kerja. Semen merupakan salah satu
substansi yang paling banyak digunakan di bumi dengan proses energi dan
intensif dalam sumber daya. Menurut Ketua Asosiasi Semen Indonesia,
Widodo Susanto, dalam Suara Leuser Antara (25 Maret 2013), konsumsi
semen diperkirakan akan terus meningkat hingga tahun 2015 dan produksinya
mencapai 198 juta ton. Pada tahun 2013 konsumsi semen diperkirakan naik
10-12 persen dari tahun 2012 yang hanya 55 juta. Seiring berkembangnya
industri semen, maka akan semakin banyak pula sumber daya manusia yang
dibutuhkan. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan sumber daya manusia yang
berkomitmen dan menjunjung tinggi nilai keselamatan dan kesehatan kerja
sehingga dapat terhindar dari risiko bahaya di tempat kerja.
PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. merupakan salah satu
perusahaan yang bergerak dibidang industri semen yang memproduksi
berbagai jenis semen. Dalam kegiatan produksinya banyak ditemukan potensi
bahaya yang bisa menyebabkan kecelakaan kerja maupun penyakit akibat
kerja. Upaya pencegahan terus dilakukan perusahaan dalam rangka
mengurangi risiko kecelakaan maupun penyakit akibat kerja. Salah satu upaya
pencegahan yang aktif dilakukan perusahaan adalah kewajiban penggunaan
alat pelindung diri bagi karyawan dan tamu yang berkunjung.
PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. masih mengalami kasus
kecelakaan walaupun upaya pencegahan kecelakaan sudah dilakukan
perusahaan. Berdasarkan data Evaluasi dan Analisa Performance di Plant Site
Cirebon, pada tahun 2010 terdapat 40 kasus kecelakaan, tahun 2011
mengalami penurunan dengan 12 kasus, dan meningkat lagi menjadi 37 kasus
di tahun 2012. Hasil analisis tindakan berbahaya penyebab kecelakaan
langsung tahun 2012 didapatkan sekitar 42% pekerja bekerja tidak sesuai
peraturan/SOP/standar K3. Salah satu dari tindakan yang tidak sesuai dengan
peraturan/SOP/standar K3 adalah tidak menggunakan Alat Pelindung Diri
(APD) pada saat bekerja. (ITP Safety Dept. Cirebon, 2013).

Faktor-faktor determinan, Nur Faizah, FKM UI, 2013

Banyak faktor yang mempengaruhi pekerja untuk tidak menggunakan


APD, yang mana hal tersebut berhubungan dengan perilaku. Adapun
terbentuknya

perilaku

tidak

terlepas

dari

beragam

faktor

yang

melatarbelakanginya. Oleh karena itu, kajian inilah yang menjadi dasar bagi
penulis untuk melakukan suatu penelitian mengenai faktor-faktor determinan
yang berhubungan dengan perilaku penggunaan APD pada pekerja di
Technical Services Department PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Unit
Plant Site Cirebon.
Technical Services Department (TSD) merupakan salah satu divisi
pendukung di PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Divisi tersebut bertugas
dalam kegiatan pembuatan spare part (suku cadang) dan segala hal yang
berkaitan dengan perbaikan mesin atau peralatan. Dari data yang dikumpulkan
oleh Safety Department PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Unit Plant Site
Cirebon melalui Indocement Safety Observation Program 2012, TSD masuk
dalam 3 departemen dengan temuan ISOP tertinggi, yaitu ditemukan 210
kasus tindakan tidak aman di TSD. Dari dafar pengamatan ISOP 2012 tindakan
tidak aman yang berkaitan dengan APD menyumbang 21% dari 6 kategori
pengamatan ISOP. Melalui pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk
melakukan

penelitian

yang

berkaitan

dengan

perilaku

pekerja

dalam

penggunaan APD di Technical Services Department PT. Indocement Tunggal


Prakarsa, Tbk.
II.

TINJAUAN TEORITIS
Green (1980) mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat
kesehatan seseorang atau masyarakat yang dipengaruhi oleh dua faktor
pokok, yakni faktor perilaku dan faktor di luar perilaku (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Green, tiap-tiap perilaku kesehatan dapat dilihat sebagai fungsi dari
pengaruh kolektif ketiga faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan
faktor penguat/pendorong. Gagasan penyebab kolektif ini penting karena
perilaku merupakan suatu fenomena bersegi-majemuk. Setiap rencana untuk
mengubah

perilaku

harus

memperhitungkan

sejumlah

faktor

yang

berpengaruh, artinya penyebaran informasi tanpa mengindahkan pengaruh


berbagai faktor pemungkin dan faktor penguat besar kemungkinannya akan
gagal mempengaruhi perilaku. Penggunaan utama model ini adalah karena ia

Faktor-faktor determinan, Nur Faizah, FKM UI, 2013

memungkinkan untuk memisahkan penentu perubahan perilaku yang paling


memberi

tanggapan

perencanaan.Lebih

dalam

lanjut

kategori

Green

yang

menjelaskan

menguntungkan
bahwa

kumpulan

untuk
faktor

predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat tidak dianggap sebagai


model penyebab inklusif menyeluruh dari perubahan perilaku (Green, et al.,
1980).
1. Faktor Predisposisi (predisposing factors)
Setiap karakteristik individu yang memotivasi perilaku, yang terwujud
dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan
sebagainya.
2. Faktor Pendukung (enabling factors)
Setiap karakteristik lingkungan yang memudahkan perilaku dan setiap
keterampilan atau sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan
perilaku, yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya
fasilitas atau sarana, misalnya untuk keselamatan dan kesehatan kerja,
tersedianya

alat

pelindung

diri

(APD),

pelatihan/training,

dan

sebagainya.
3. Faktor Pendorong (reinforcing factors)
Setiap ganjaran atau hukuman yang mengikuti atau diperkirakan
sebagai akibat dari suatu perilaku, yang terwujud dalam sikap dan
perilaku dari petugas yang merupakan kelompok referensi dari perilaku
suatu kelompok. Faktor-faktor ini meliputi undang-undang, peraturan,
kebijakan, pengawasan, dan sebagainya.
III.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan studi deskriptif analitik dengan pendekatan cross

sectional, dimana pengambilan data yang menyangkut variabel dependen dan


variabel independen dilakukan dalam waktu bersamaan (one point in time).
Penelitian ini dilakukan di PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Unit Plant Site
Cirebon Tahun 2013. Subjek penelitian adalah pekerja Technical Services
Department. Penelitian ini dilakukan pada 54 responden. Sampel tersebut dipilih
berdasarkan total sampling, yaitu teknik penentuan sampel apabila semua anggota
populasi digunakan sebagai sampel. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner.
Data diperoleh secara primer, adapun data sekunder hanya berupa pencatatan dan

Faktor-faktor determinan, Nur Faizah, FKM UI, 2013

pelaporan sebagai data pendukung penelitian. Data penelitian untuk variabel


pengetahuan dan sikap, diolah berdasarkan hasil scoring untuk kemudian diberi
batasan pada masing-masing nilai. Sedangkan data penelitian untuk variabel
ketersediaan APD, kenyamanan penggunaan APD, pengawasan penggunaan APD,
dan penerapan peraturan tentang APD, dilakukan penilaian dengan mengacu pada
definisi operasional. Analisis data dibagi menjadi dua, yaitu analisis univariat untuk
menjelaskan karakteristik masing-masing variabel penelitian dan analisis bivariat
untuk mengetahui kemaknaan hubungan dari masing-masing variabel independen
dengan variabel dependen. Uji dilakukan dengan menggunakan uji Chi Square untuk
tabel 2x2 dengan ketentuan menggunakan uji Fisher Exact jika terdapat sel yang
memiliki nilai E < 5 atau lebih dari 20% total sel.
IV.

HASIL PENELITIAN
Tabel 1. Gambaran Karakteristik Variabel
Variabel

Kategori

Persentase (%)

Pengetahuan

Baik

35

64,8

mengenai APD

Kurang Baik

19

35,2

Sikap

Baik

30

55,6

Penggunaan APD Kurang Baik

24

44,4

Ketersediaan

Memadai

50

92,6

APD

Kurang Memadai

7,4

Kenyamanan

Nyaman

42

77,8

Penggunaan APD Kurang Nyaman

12

22,2

Pengawasan

24

44,4

Penggunaan APD Kurang Baik

30

55,6

Penerapan

Baik

47

87,0

Peraturan APD

Kurang Baik

13,0

Perilaku

Baik

43

79,6

11

20,4

Baik

Penggunaan APD Kurang Baik

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan hasil bahwa Ketersediaan APD


merupakan variabel dengan nilai tertinggi, sehingga dapat dikatakan bahwa
ketersediaan APD merupakan faktor yang paling baik, dimana hampir semua
responden menyatakan bahwa ketersediaan APD sudah memadai. Sedangkan

Faktor-faktor determinan, Nur Faizah, FKM UI, 2013

untuk pengawasan penggunaan APD didapatkan lebih dari setengah


responden yang menyatakan bahwa pengawasan penggunaan APD masih
kurang baik.
Tabel 2. Analisis Hubungan Pengetahuan mengenai APD dengan Perilaku
Penggunaan APD
Pengetahuan

Perilaku Penggunaan APD

Total

mengenai APD

Baik

Kurang Baik

Baik

31

35

Kurang Baik

12

19

Total

43

11

54

Nilai p

0,038

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh nilai p=0,038
(p<, =0,05). Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan proporsi
pengetahuan mengenai APD dengan perilaku penggunaan APD.
Tabel 3. Analisis Hubungan Sikap Penggunaan APD dengan Perilaku
Penggunaan APD
Sikap

Perilaku Penggunaan APD

Total

Penggunaan APD

Baik

Kurang Baik

Baik

27

30

Kurang Baik

16

24

Total

43

11

54

Nilai p

0,046

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh nilai p=0,046
(p<, =0,05). Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan proporsi sikap
penggunaan APD dengan perilaku penggunaan APD.
Tabel 4. Analisis Hubungan Ketersediaan APD dengan Perilaku Penggunaan
APD
Ketersediaan

Perilaku Penggunaan APD

Total

APD

Baik

Kurang Baik

Baik

39

11

50

Kurang Baik

Total

43

11

54

Faktor-faktor determinan, Nur Faizah, FKM UI, 2013

Nilai p

0,571

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh nilai p=0,571
(p>, =0,05). Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan proporsi
ketersediaan APD dengan perilaku penggunaan APD. Hasil analisis tersebut
tidak menghasilkan nilai OR.
Tabel 5. Analisis Hubungan Kenyamanan Penggunaan APD dengan Perilaku
Penggunaan APD
Kenyamanan

Perilaku Penggunaan APD

Total

Penggunaan APD

Baik

Kurang Baik

Baik

35

42

Kurang Baik

12

Total

43

11

54

Nilai p

0,237

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh nilai p=0,237
(p>, =0,05). Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan
proporsi kenyamanan penggunaan APD dengan perilaku penggunaan APD.
Tabel 6. Analisis Hubungan Pengawasan Penggunaan APD dengan Perilaku
Penggunaan APD
Pengawasan

Perilaku Penggunaan APD

Total

Penggunaan APD

Baik

Kurang Baik

Baik

21

24

Kurang Baik

22

30

Total

43

11

54

Nilai p

0,310

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh nilai p=0,310
(p>, =0,05). Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan
proporsi pengawasan dengan perilaku penggunaan APD.
Tabel 7. Analisis Hubungan Penerapan Peraturan tentang APD dengan
Perilaku Penggunaan APD
Penerapan

Perilaku Penggunaan APD

Total

Peraturan APD

Baik

Kurang Baik

Baik

40

47

Kurang Baik

Faktor-faktor determinan, Nur Faizah, FKM UI, 2013

Nilai p

0,025

Total

43

11

54

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh nilai p=0,025
(p<, =0,05). Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan proporsi
penerapan peraturan dengan perilaku penggunaan APD.
V.

DISKUSI
1. Perilaku Penggunaan APD
Hasil penelitian melalui penyebaran kuesioner pada karyawan TSD
didapatkan bahwa terdapat 43 responden (79,6%) yang berperilaku baik,
sedangkan 11 responden (20,4%) berperilaku kurang baik. Sebagian besar
perilaku kurang baik ini disebabkan oleh pengetahuan dan sikap pekerja yang
kurang baik. Hal ini berdasarkan hasil penelitian yakni adanya 8 dari 11 pekerja
tersebut yang memiliki pengetahuan dan atau sikap yang kurang baik.
2. Analisis Pengetahuan mengenai APD terhadap Perilaku Penggunaan
APD
Hasil penelitian menjelaskan bahwa terdapat 12 responden yang
berperilaku baik dalam penggunaan APD, namun hal ini tidak didukung dengan
pengetahuan tentang APD yang mencukupi. Hal tersebut diduga karena
pekerja mengikuti pekerja lainnya yang berperilaku baik dalam menggunakan
APD dan atau pekerja berusaha mentaati peraturan yang diatur perusahaan
karena khawatir mendapat sanksi. Keadaan tersebut diperkuat dengan adanya
87% responden yang mengetahui adanya sanksi apabila tidak menjalankan
peraturan. Terdapat 4 responden yang berperilaku kurang baik dalam
penggunaan APD, namun sebenarnya memiliki pengetahuan yang baik
mengenai APD. Hal tersebut diduga karena pengalaman pekerja yang cukup
lama selama bekerja dan merasa bahwa dirinya aman meskipun dengan
perilaku penggunaan APD yang kurang baik. Berdasarkan data karakteristik
responden, lama kerja responden mendominasi untuk rentang waktu 14
sampai 20 tahun (44,44%), kemudian dilanjut pada 28 sampai 34 tahun lama
kerja (25,93%).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wibowo (2010) yang
menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan pekerja
tentang APD dengan perilaku penggunaan APD (p=0,000). Green (1980)

Faktor-faktor determinan, Nur Faizah, FKM UI, 2013

dalam Notoatmodjo (2007) berpendapat bahwa pengetahuan merupakan salah


satu

faktor

berpengaruh

(predisposing

factor)

yang

mendorong

atau

menghambat individu untuk berperilaku (dalam hal ini terhadap penggunaan


APD pada saat bekerja). Menurut Green, peningkatan pengetahuan tidak
selalu menyebabkan perubahan perilaku, namun hubungan positif antara
kedua variabel ini telah diperlihatkan dalam sejumlah penelitian yang dilakukan
sampai saat ini. Pengetahuan tertentu tentang penggunaan APD mungkin
penting sebelum suatu tindakan penggunaan APD terjadi, tetapi tindakan
penggunaan APD yang diharapkan mungkin tidak akan terjadi kecuali apabila
pekerja mendapat isyarat yang cukup kuat untuk memotivasinya bertindak atas
dasar pengetahuan yang dimilikinya (Green, et al, 1980).
3. Analisis Sikap Penggunaan APD terhadap Perilaku Penggunaan APD
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa terdapat 16 responden yang
berperilaku baik dalam penggunaan APD, namun tidak didukung dengan sikap
penggunaan APD yang baik. Hal ini diduga karena adanya peraturan dan
pengawasan yang mendorong pekerja untuk berperilaku baik. Sebaliknya,
terdapat 3 responden yang berperilaku kurang baik dalam penggunaan APD,
namun sebenarnya memiliki sikap yang baik terhadap penggunaan APD.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dimuat dalam Medical
Journal of Lampung University (Hamzah & Saftarina, 2013) yang menjelaskan
bahwa ada hubungan antara sikap dan perilaku penggunaan APD. Sikap
merupakan perasaan yang lebih tetap yang ditujukan terhadap suatu objek
(dalam hal ini penggunaan APD) dan evaluasi dimensi baik-buruk melekat
dalam struktur sikap (Green, et al, 1980). Lebih lanjut Green menjelaskan
bahwa hubungan antara perilaku dan sikap tidak sepenuhnya dimengerti,
namun bukti adanya hubungan tersebut cukup banyak. Analisis akan
memperlihatkan bahwa sikap, sampai pada tingkat tertentu, merupakan
penentu, komponen, dan akibat dari perilaku.
4. Analisis Ketersediaan APD terhadap Perilaku Penggunaan APD
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa terdapat 4 responden yang
berperilaku baik dalam penggunaan APD, namun menyatakan bahwa
ketersediaan APD kurang memadai. Hal tersebut diduga karena responden
melihat praktik di lapangan bahwa APD masih kurang memadai dengan melihat
keadaan yang terjadi pada rekan kerjanya, sehingga menyatakan bahwa

Faktor-faktor determinan, Nur Faizah, FKM UI, 2013

ketersediaan APD kurang memadai. Hal ini juga dikarenakan pertanyaan yang
diajukan pada kuesioner untuk persoalan ini tidak bersifat individu, tetapi
menilai keadaan di lapangan. Terdapat 11 responden yang berperilaku kurang
baik dalam penggunaan APD, namun menyatakan bahwa ketersediaan APD
memadai. Hal ini karena ada faktor lain yang melatarbelakangi perilaku yang
kurang baik dalam penggunaan APD dan bukan karena tersedia atau tidaknya
APD. Berdasarkan pengamatan peneliti, ketersediaan APD sudah memadai
dan hampir seluruh responden juga menyatakan demikian, yakni sekitar 92,6%
responden.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Hamzah & Satarina (2013) pada pekerja las dan Arifin (2012) pada pekerja
bagian coal yard, yang menyatakan bahwa ketersediaan APD memiliki
hubungan yang signifikan dengan perilaku penggunaan APD pada pekerja.
5. Analisis Kenyamanan APD terhadap Perilaku Penggunaan APD
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa APD yang tersedia cukup nyaman
untuk digunakan dalam bekerja karena hanya terdapat 4 responden yang
berperilaku kurang baik dan menyatakan penggunaan APD kurang nyaman.
Berdasarkan analisis hasil penelitian didapatkan keterangan bahwa semua
pekerja

meyakini

bahwa

perawatan

APD

menjadi

salah

satu

faktor

kenyamanan APD. Adapun menurut 46 responden (85,18%), pekerja itu


sendirilah yang bertanggung jawab dalam melakukan perawatan APD, sisanya
8 responden (16,67%) menyatakan bahwa perawatan APD adalah tanggung
jawab bersama antara perusahaan dan pekerja itu sendiri. Dapat disimpulkan
bahwa sebagian pekerja menyadari bahwa perawatan APD adalah tanggung
jawab pekerja itu sendiri.
Terdapat 8 responden yang berperilaku baik dalam penggunaan APD,
namun menyatakan kurang nyaman dalam penggunaan APD. Selain itu,
terdapat pula 7 responden yang berperilaku kurang baik dalam penggunaan
APD, namun menyatakan nyaman terhadap penggunaan APD. Diduga ada
faktor lain yang mempengaruhi perilaku penggunaan APD pada saat bekerja
dan bukan karena masalah nyaman atau kurang nyamannya APD tersebut
untuk digunakan.
Hasil penelitian tersebut berkebalikan dengan penelitian Arifin (2012) pada
pekerja bagian coal yard dan linggarsari (2008) pada Engineering Dept. yang

Faktor-faktor determinan, Nur Faizah, FKM UI, 2013

menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kenyamanan penggunaan APD


dengan perilaku pekerja dalam menggunakan APD.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden
menyatakan nyaman menggunakan APD, yaitu seitar 77,8%. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa nyaman atau tidaknya APD tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap perilaku mengingat kenyamanan yang cukup pada
penggunaan APD dan banyaknya faktor yang membentuk perilaku pekerja
dalam mengunakan APD.
6. Analisis

Pengawasan

Penggunaan

APD

terhadap

Perilaku

Penggunaan APD
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa terdapat 22 responden yang
berperilaku baik dalam penggunaan APD, namun menyatakan bahwa
pengawasan penggunaan APD pada pekerja adalah kurang baik. Hal ini
dimungkinkan karena pekerja memiliki pengetahuan dan sikap yang baik,
sehingga pekeja berperilaku baik meskipun pengawasan kurang berjalan
dengan baik. Terdapat 3 responden yang berperilaku kurang baik dalam
penggunaan APD, namun menyatakan bahwa pengawasan penggunaan APD
pada pekerja adalah baik. Hasil analisis kuesioner didapatkan bahwa ketiga
responden tersebut memiliki pengetahuan yang kurang baik dan 2 diantaranya
memiliki sikap yang kurang baik. Sehingga diduga adanya pengawasan tidak
membuat responden lantas berperilaku baik. Pengetahuan dan sikap yang
kurang baik membuat pekerja kurang mudah untuk dinasehati ataupun ditegur
untuk berperilaku baik dalam penggunaan APD.
Hasil penelitian tersebut tidak sejalan dengan penelitian Linggarsari (2008)
pada Engineering Dept. di salah satu perusahaan di Tangerang, Wibowo
(2010) pada pekerja di areal pertambangan, dan Arifin (2012) pada pekerja
bagian coal yard, yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pengawasan
penggunaan APD pada saat bekerja dengan perilaku penggunaan APD
pekerja.
Hal ini mungkin disebabkan karena jadwal pengawasan yang tidak tentu,
sehingga ada atau tidaknya pengawasan tidak berhubungan dengan perilaku
penggunaan APD pada pekerja. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian,
43,48% responden menyatakan bahwa tugas pengawasan dilakukan oleh
petugas safety, 32,61% responden menyatakan bahwa petugas safety maupun

Faktor-faktor determinan, Nur Faizah, FKM UI, 2013

supervisor bertanggung jawab terhadap pengawasan, 15,22% responden


menyatakan bahwa tugas pengawasan adalah tugas siapa saja (termasuk
pekerja itu sendiri), dan hanya 8,69% yang menyatakan bahwa tugas
pengawasan adalah tugas supervisor. Dapat disimpulkan juga bahwa persepsi
pekerja terhadap tugas pengawasan masih mendominasi tanggung jawab
petugas safety, sehingga pengawasan terhadap sesama pekerja dan atau
lainnya tidak berhubungan dengan perilaku penggunaan APD.
7. Analisis Penerapan Peraturan APD terhadap Perilaku Penggunaan
APD
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa terdapat 3 responden yang
berperilaku baik dalam penggunaan APD, namun menyatakan bahwa
penerapan peraturan tentang APD adalah kurang baik. Berdasarkan analisis
jawaban kuesioner, ketiga responden tersebut memiliki pengetahuan yang baik
mengenai APD, sehingga diduga meskipun penerapan peraturan dirasa kurang
baik, hal tersebut lantas tidak menjadikan ketiga responden tersebut untuk
berperilaku kurang baik dalam penggunaan APD. Terdapat 7 responden yang
berperilaku kurang baik dalam penggunaan APD, namun menyatakan bahwa
penerapan peraturan tentang APD adalah baik. Berdasarkan analisis jawaban
kuesioner, 4 dari 7 responden menyatakan bahwa pengawasan penggunaan
APD adalah kurang baik, sehingga dari hasil penelitian tersebut dapat
dimungkinkan meskipun ada sanksi atas penerapan peraturan tentang APD
namun praktik pengawasannya yang kurang baik membuat pekerja merasa
tidak diawasi selama melakukan pekerjaan.
Berdasarkan informasi yang didapat dari hasil penelitian, hanya ada 7
responden yang menyatakan tidak adanya sanksi atas peraturan tersebut,
artinya sebanyak 47 responden (87,04%) mengetahui adanya sanksi. Dapat
disimpulkan bahwa hampir sebagian besar responden mengetahui penerapan
peraturan yang diberlakukan di perusahaan.
Green, dkk. (1980) menjelaskan bahwa peraturan merupakan bagian dari
faktor penguat yang berperan dalam mempengaruhi perilaku. Penilaian faktor
penguat dilakukan dengan hati-hati guna menjamin seseorang mempunyai
kesempatan mendapatkan umpan balik yang mendukung dalam proses
perubahan perilaku tersebut. Adapun bentuk penguat itu bisa berupa positif
dan negatif dalam perilakunya nanti bergantung pada sikap dan perilaku orang

Faktor-faktor determinan, Nur Faizah, FKM UI, 2013

lain yang berkaitan. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian Wibowo
(2010) yang menyatakan terdapat hubungan antara kebijakan peraturan
dengan perilaku penggunaan APD pada responden (p=0,000).
VI.

KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa:
1. Sebagian besar responden berperilaku baik dalam penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) selama bekerja, namun dengan faktor yang berbeda
dalam melatarbelakangi perilaku penggunaan APD tersebut;
2. Faktor predisposisi merupakan faktor yang cukup signifikan dalam
mempengaruhi perilaku penggunaan APD pada saat bekerja. Sedangkan
faktor

pemungkin

merupakan

faktor

yang

kurang

signifikan

dalam

mempengaruhi perilaku penggunaan APD pada saat bekerja;


3. Faktor ketersediaan APD merupakan faktor yang paling baik, dimana hampir
semua responden menyatakan bahwa ketersediaan APD sudah memadai;
4. Faktor pengawasan merupakan faktor yang kurang baik, dimana lebih dari
setengah responden menyatakan bahwa pengawasan penggunaan APD
masih kurang baik;
5. Didapatkan adanya hubungan antara pengetahuan responden mengenai
APD, sikap penggunaan APD, dan penerapan peraturan APD dengan
perilaku responden dalam menggunakan APD pada saat bekerja;
6. Tidak

terdapat

hubungan

antara

ketersediaan

APD,

kenyamanan

penggunaan APD, dan pengawasan penggunaan APD, dengan perilaku


penggunaan APD pada saat bekerja.
VII. SARAN
Saran yang dapat penulis berikan setelah dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Pengetahuan APD pada pekerja terus ditingkatkan melalui pemberian
informasi bahaya dan risiko di tempat kerja, seperti melalui pelatihan atau
media, seperti bulletin, mading, dan lain sebagainya.
2. Melakukan pengecekan kondisi APD pekerja secara intensif sehingga
penggantian APD bisa segera ditangani sebelum APD tersebut benar-benar
sudah tidak layak pakai.

Faktor-faktor determinan, Nur Faizah, FKM UI, 2013

3. Sebagian besar pekerja menyadari tanggung jawab perawatan APD ada


pada pekerja masing-masing, oleh karena itu butuh dukungan perusahaan
dalam bentuk fasilitas perawatan APD yang memadai.
4. Dilakukan pengawasan secara rutin oleh petugas safety karena sebagian
besar pekerja merasa diawasi jika pengawasan dilakukan oleh petugas
safety.
5. Memasifkan sosialisasi peraturan mengenai APD melalui publikasi pada
papan informasi, pada saat sebelum bekerja, dan hal lainnya yang mungkin
dilakukan dalam rangka memublikasikan peraturan agar tidak ada yang
tertinggal persebaran informasi.
VIII. KEPUSTAKAAN
Arifin, Bustanul A., & Susanto, Arif. (2013). Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Kepatuhan Pekerja dalam Pemakaian Alat Pelindung Diri (Apd) di
Bagian Coal Yard PT. X Unit 3 & 4 Kabupaten Jepara Tahun 2012. Jurnal
Kesehatan Masyarakat FKM UNDIP, Vol. 2, No. 1.
Ghaen, MM., dkk. (2010). Health Belief Model Based Safety Education on
Supervisions of A Workshop Constructing Cement Factory. European
Journal of Scientific Research, Vol. 47 No. 4. Tersedia dalam:
http://www.ihepsa.ir/files/HBM_Motalebi.pdf (Diakses 10 Juli 2013, 11.40
WIB).
Green, Lawrence W., et al. (1980). Perencanaan Pendidikan Kesehatan:
Sebuah Pendekatan Diagnostik . (Zulazmy Mamdi, dkk., penerjemah.).
Jakarta: Proyek Pengembangan FKM UI, Depdikbud RI.
Hamzah, R.A.M., & Saftarina, Fitria. (Februari 2013). Faktor-Faktor Determinan
yang Mempengaruhi Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Pekerja
Las di Kecamatan Kemiling. Medical Journal of Lampung University, Vol. 2,
No.3.
Hanshi, J.A. (Desember 2001). Use of Pesticides and Personal Protective
Equipment by Applicators in a Kenyan Distric.

African Newsletter an

Occupational Health and Safety, Vol.11, No. 3. Tersedia dalam:


http://www.ttl.fi/en/publications/electronic_journals/african_newsletter/africa
n_archives/Documents/africannewsletter3_2001.pdf#page=22 (Diakses 10
Juli 2013, 11.00 WIB)

Faktor-faktor determinan, Nur Faizah, FKM UI, 2013

Linggarsari. (2008). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Terhadap


Penggunaan Alat Pelindung Diri di Departemen Engineering PT. Indah Kiat
Pulp & Paper Tbk. Tangerang Tahun 2008. Skripsi. FKMUI: Depok.
McPherson, Donna. (Februari 2008). PPE Compliance in The Workplace: A
Continuing Concern. Kimberly-Clark Professional: Kimberly-Clark Worlwide
Inc.

Tersedia

dalam:

http://www.kcprofessional.com/us/download/product%20literature/K1729_0
8_01_PPEComp.pdf (Diakses 10 Juli 2013, 12.05 WIB).
Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Penerbit
Rineka Cipta: Jakarta.
Putra, Benny Vitriansyah. (2012). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Perilaku Pekerja Pengelasan Industri Informal dalam Penggunaan APD di
Jalan Raya Bogor-Dermaga, Kota Bogor Tahun 2011.Skripsi. FKM UI:
Depok.
Safety Departement. (2013). Evaluasi dan Analisa Performance. Cirebon: PT.
Indocement Tunggal Prakarsa.
Suara Leuser Antara. (25 Maret 2013). Akumulasi Konsumsi Semen Hingga
2015

Mencapai

198

Juta

Ton.

Tersedia

dalam:

http://suaraleuserantara.com/2013/03/25/akumulasi-konsumsi-semenhingga-2015-mencapai-198-juta-ton/ (Diakses 4 Juni 2013, 13.10 WIB).


Sumamur, Dr.M.SC. (1996). Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan.
Jakarta; PT.Gunung Agung.
United Steelworkers International Union. (September 2005). Not Walking The
Talk:

DuPonts

Untold

Safety

Failures.

Tersedia

dalam:

http://assets.usw.org/resources/hse/resources/Walking-the-Talk-DupontsUntold-Safety-Failures.pdf (Diakses 4 Juni 2013, 10.54 WIB).


Wibowo, Arianto. (2010). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku
Penggunaan Alat Pelindung Diri di Areal Pertambangan PT. ANTAM, Tbk.
Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor Kabupaten Bogor Tahun 2010.
Skripsi. FKIK UIN Syarif Hidayatullah: Jakarta.

Faktor-faktor determinan, Nur Faizah, FKM UI, 2013

Anda mungkin juga menyukai