Anda di halaman 1dari 17

Gangguan Temporomandibular Joint

A. Latar Belakang
Nyeri pada disfungsi TMJ dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang
mempengaruhinya antara lain: adanya hiperfungsi atau disfungsi dari system musculoskeletal
(otot, ligamen) yang berkaitan dengan TMJ, hiperfungsi ini dapat diakibatkan dari kebiasaankebiasaan buruk yang dilakukan seseorang seperti mengerat gigi, sering menguap,
mengunyah pada satu sisi, faktor degenerasi pada TMJ dapat menimbulkan gangguan fungsi
TMJ disebabkan adanya pembebanan yang terus menerus, faktor maloklusi gigi terutama
pertumbuhan gigi geraham belakang yang tidak normal dapat menyebabkan desakan yang
terus menerus serta adanya kelainan anatomi rahang dapat berakibat menimbulkan rasa nyeri
pada TMJ.
Pada diskus artikularis dapat terjadi aktifitas pergeseran yang meningkat sehingga
diskus mengalami over use menyebabkan fleksibilitas diskus menurun , bila hal ini berlanjut
dapat menyebabkan terjadinya ruptur atau inflamasi discus yang menyebabkan timbulnya
nyeri.
Pada otot terjadi hipertonus sebagai reaksi dari hiperfungsi system musculoskeletal
tersebut yang dapat menyebabkan hipertonus / spasme otot atau hipotonus yang dapat
menyebabkan terjadinya kelemahan otot dan inflamasi yang dapat menyebabkan timbulnya
nyeri.
Ligamen-ligamen yang berhubungan dengan TMJ juga akan mengalami kekakuan
sebagai akibat penekanan-penekanan dari kontraksi otot yang menyebabkan fleksibilitas dari
ligamen-ligamen tersebut akan berkurang atau menurun dapat menimbulkan kekakuan
hipomobile yang berakibat terjadi kontraktur serta menimbulkan laxity hipermobile yang
berakibat terjadi ruptur dan dapat menimbulkan rasa nyeri.
Pada saraf sensasi nyeri ditimbulkan karena adanya iskhemia lokal sebagai akibat dari
adanya hiperfungsi kontraksi otot yang kuat dan terus menerus atau mikrosirkulasi yang tidak
adekuat sebagai akibat dari disregulasi sistem simpatik dimana dengan adanya aktifasi
berlebihan pada sistem saraf simpatis akan menimbulkan mikrosirkulasi yang berakibat
nutrisi pada jaringan berkurang sehingga menyebabkan iskhemik pada jaringan tersebut maka
akan terjadi nyeri.

B. Struktur Anatomis yang Bekerja Saat Membuka Mulut

Dalam proses membuka dan menutup mulut, terdapat beberapa struktur anatomi yang
berperan

yaitu

otot

membuka

dan

menutup

mulut,

sendi

temporomandibula

(temporomandibula joint/TMJ). Otot membuka mulut terdiri dari otot pterygoideus lateralis,
dan otot suprahioid. Sedangkan otot yang berfungsi menutup mulut adalah otot master, otot
temporalis, ototpterigoideus medialis. Seperti yang terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur anatomi saat membuka mulut


Temporomandibular joint ( TMJ ) adalah persendiaan dari kondilus mandibula dengan
fossa gleinodalis dari tulang temporal. Temporomandibula merupakan sendi yang
bertanggung jawab terhadap pergerakan membuka dan menutup rahang mengunyah dan
berbicara yang letaknya dibawah depan telinga (Gambar 2).

Gambar 2. Temporomandibular Joint


Membuka dan menutup mulut merupakan gerakan disadari. Sebagaimana diketahui
bersama bahwa terjadinya gerakan merupakan kerja motorik dari otot. Dalam hal ini, yang
berfungsi untuk mengatur pergerakan TMJ dan musculus sekitar TMJ ialah sistem saraf.
Inervasi pada daerah temporomandibula ialah N.Trigeminus (N.V)

C. Gangguan TMJ
Sendi temporomandibula merupakan satu-satunya sendi di kepala, sehingga bila
terjadi sesuatu pada salah satu sendi ini, maka seseorang mengalami masalah yang serius.
Masalah tersebut berupa nyeri saat membuka, menutup mulut, makan, mengunyah, berbicara,
bahkan dapat menyebabkan mulut terkunci. Kelainan sendi temporomandibula disebut
dengan disfungsi temporomandibular. Salah satu gejala kelainan ini munculnya bunyi saat
rahang membuka dan menutup. Bunyi ini disebut dengan clicking yang seringkali, tidak
disertai nyeri sehingga pasien tidak menyadari adanya kelainan sendi temporomandibular.
Gangguan temporomandibular (temporomandibular disorder; TMD) adalah istilah
yang luas, dengan dibagi menjadi penyakit sendi yang sesungguhnya (true joint disease;
TMJ) dan sindroma nyeri / disfungsi miofasial (myofascial pain/ dysfunction syndrome;
MPD).
Istilah gangguan sendi temporomandibular (temporomandibular joint; TMJ) secara
salah untuk menggambarkan keadaan sendi sendiri bukan merupakan sumber utama
disfungsi. Gangguan musculoskeletal, dibandingkan dengan penyakit sendi, lebih sering
merupakan sumber gejala dan keluhan di rahang atau daerah pembiasan di kepala dan leher.

Keluhan ini dapat berupa nyeri di wajah, leher, bahu, dan punggung; nyeri kepala;
ketidakmampuan menemukan posisi istirahat bagi rahang; kesulitan membuka mulut; dan
nyeri pada pengunyahan.
Etiologi disfungsi temporomandibula sampai saat ini masih banyak diperdebatkan dan
multifaktorial, beberapa penulis menyatakan sebagai berikut.
Stress emosional merupakan penyebab utama disfungsi temporomandibula. Factor
factor etiologi disfungsi sendi dibagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu :
1; Faktor predisposisi

Merupakan factor yang meningkatkan resiko terjadinya dsifungsi sendi. Terdiri dari :
a.

Keadaan sistemik. Penyakit sistemik yang sering menimbulkan gangguan sendi

temporomandibula adalah rematik


b.

Keadaan structural. Keadaan structural yang mempengaruhi sendi temporomandibular

adalah oklusi dan anatomi sendi, meliputi :


1) Hilangnya gigi posterior openbite anterior
2) Impaksi molar 3
3) Overbite yang lebih dari 6-7 mm, dll
2. Faktor inisiasi (presipitasi)
Merupakan

factor

yang

memicu

terjadinya

gejala-gejala

disfungsi

sendi

temporomandibula misalnya kebiasaan parafungsi oral dan trauma yang diterima sendi
temporomandibula. Trauma pada dagu dapat menimbulkan traumatic atritis sendi
temporomandibula.
Beberapa tipe parafungsi oral seperti kebiasaan menggigit pipi, bibir, dan kuku dapat
menimbulkan kelelahan otot, nyeri wajah, dan keausan pada gigi-gigi.
Kebiasaan menerima telepon dengan gagang telepon disimpan antara telinga dan bahu,
posisi duduk atau berdiri/berjalan dengan kepala lebih ke depan dapat mengakibatkan
kelainan fungsi fascia otot, karena seluruh fascia dalam tubuh saling memiliki keterkaitan
maka adanya kelainan pada salah satu organ tubuh mengakibatkan kelainan pada organ
lainnya
3. Factor Perpetuasi
Merupakan

factor

etiologi

dalam

gangguan

sendi

temporomandibula

yang

menyebabkan terhambatnya proses penyembuhan sehingga gangguan ini bersifat menetap,


meliputi tingkah laku sosial, kondisi emosional, dan pengaruh lingkungan sekitar.

Adapun tanda dan gejala dari gangguan TMJ adalah sebagai berikut :
1.

Sakit atau gangguan yang terasa di rahang

2. Rasa sakit di sekitar telinga


3. Kesulitan menelan atau perasaan tidak nyaman ketika menelan
4. Rasa sakit di sekitar wajah
5. Suara clicking atau perasaan tidak mulus ketika mengunyah atau membuka mulut
6. Rahang terkunci, sehingga mulut sulit dibuka atau ditutup.
7. Sakit kepala
8. Gigitan yang tidak pas
9.

Gigi-gigi tidak mengalami perlekatan yang sama karena ada sebagian gigi yang

mengalami kontak prematur (lebih awal dari yang lain)

D. Pemeriksaan Klinis dan Diagnosis Gangguan TMJ


Pemeriksaan klinis untuk pasien dengan kemungkinan gangguan fungsi/penyakit TMJ
sebagian besar didasarkan atas pengamatan/ pemanfaatan, palpasi dan auskultasi.
1; Oklusi

Gangguan oklusi secara umum bisa langsung diperiksa, yaitu misalnya gigitan silang
(crossbite), gigitan dalam (deep overbite), gigi supra erupsi dan daerah tak bergigi yang tidak
direstorasi, adanya bruxism.
2; Pembukaan antar insisal

Pembukaan antar insisal bervariasi lebarnnya, tetapi biasanya pada orang dewasa
sekitar 40 hingga 50 mm.
3. Pergerakan lain
Pergeseran lateral juga diukur, biasanya pada titik atau garis tengah, dan dibandingkan
kesimetrisannya (angka yang didapat biasanya 8 hingga 10 mm). gangguan internal misalnya
dislokasi discus, akan membatasi pergeseran ke sisi yang berlawanan.
4. Palpasi
Palpasi otot pengunyahan secara bimanual, terutama otot maseter dan temporalis serta
otot leher dan bahu.

Dalam mendiagnosis pasien diperlukan riwayat yang menyeluruh. Keluhan utama


yang paling sering dirasakan pada penyakit/gangguan fungsi sendi temporomandibula adalah
rasa nyeri dan rasa tidak enak, yang disertai dengan kliking atau keluhan sendi lainnya.
1.

Rasa sakit/nyeri. Bila pasien merasakan adanya rasa nyeri, maka yang paling penting

untuk diketahui adalah lokasi, sifat, dan lama terjadinya rasa nyeri/sakit tersebut.
2. Bunyi sendi. Jika pasien mengeluh adanya bunyi sendi atau kliking (suara berkeretak),
maka saat timbulnya dan perubahan pada suara sendi tersebut merupakan informasi yang
perlu diketahui.
3.

Perubahan luas pergerakan. Penyembuhan kliking seringkali diikuti oleh keluhan baru,

yaitu nyeri akut dan berkurangnya luas pergerakan yang nyata, khususnya pada jarak antar
insisal, dimana penemuan inimerupakan petunjuk utama terjadinya closed lock.
4. Perubahan oklusi. Beberapa penderita mengeluhkan perubahan gigitan. Keluhan ini dapat
merupakan tanda terjadinya perubahan degenerative tingkat lanjut atau spasme otot akut.
5.

Informasi keadaan kolateral. Setelah riwayat utama diperiksa secara menyeluruh,

selanjutnya dapat dikumpulkan informasi keadaan kolateral. Kondisi-kondisi lain yang


mengenai kepala dan leher, seperti sinusitis akut atau kronis, sakit pada telinga, dll.
6. Perawatan sebelumnya. Kronologi perawatan sebelumnya baik pemberian obat, mekanis,
maupun secara bedah juga dicatat.
7. Stress. Untuk menentukan dengan tepat keadaan emosional pasien biasanya dibutuhkan
beberapa kunjungan dengan kemungkinan pengiriman/rujukan untuk evaluasi psikologis, dan
terapi control stress selanjutnya.

E. Dampak Gangguan TMJ


1. Permasalahan dalam proses makan
Berkurangnya kemampuan membuka mulut menyebabkan berkurangnya asupan
nutrisi penderita trismus. Penderita tidak sanggup memakan makanan dalam porsi yang biasa.
Penderita biasanya akan mengalami penurunan berat badan dan mengalami kekurangan gizi.
Hal ini perlu diperhatikan bila penderita tersebut membutuhkan suatu proses penyembuhan
setelah menjalani proses pembedahan, khemoterapi, atau radiasi. Kehilangan berat badan
sebesar 10 % dari berat badan awal memiliki indikasi terjadi intake gizi dan kalori yang
kurang pada penderita.

Masalah di atas juga timbul akibat gangguan menelan pada penderita trismus, hal
tersebut berhubungan dengan pembentukan bolus makanan yang terganggu akibat proses
salivasi dan pergerakan lidah yang tidak sempurna. Selain itu akan banyak ditemukan sisa
makanan yang tidak seluruhnya ditelan. Kombinasi dari gangguan pada otot mastikasi,
pembentukan bolus yang tidak sempurna dan peningkatan dari sisa makanan akan
menyebabkan aspirasi dari sisa makanan tersebut.
2. Permasalahan dalam kesehatan gigi dan mulut
Gangguan dalam membuka mulut akan dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan
gigi dan mulut. Kesehatan gigi dan mulut yang jelek akan dapat menimbulkan karies yang
dapat menyebabkan terjadinya infeksi. Infeksi yang lebih lanjut terutama pada mandibula
akan menyebabkan terjadinya osteoradionekrosis. Osteoradionekrosis ini terdapat pada
penderita kanker yang menjalani terapi pada mandibula. Meskipun jarang terjadi, gangguan
ini dapat mengganggu fungsi rahang dan menjadi fatal. Hal ini terjadi akibat matinya jaringan
tulang mandibula oleh radiasi. Pada keadaan ini terapi yang dibutuhkan adalah oksigen
hiperbarik.
3. Permasalahan dalam proses menelan dan berbicara.
Kebanyakan dari penderita trismus akan mengalami gangguan menelan dan berbicara.
Berbicara akan terganggu jika mulut tidak dapat terbuka secara normal sehingga bunyi yang
dihasilkan tidak akan sempurna. Proses menelan akan terganggu jika otot mengalami
kerusakan, laring tidak akan sanggup dielevasikan secara sempurna saat bolus makanan
melaluinya.
4.

Permasalahan akibat immobilasi sambungan rahang


Meskipun gejala utama trismus adalah ketidakmampuan dalam membuka mulut, hal

lain yang sangat perlu mendapat perhatian adalah permasalahan pada temporomadibular
joint. Saat temporomadibular joint mengalami immobilisasi, proses degeneratif akan timbul
pada sambungan tersebut, perubahan ini hampir mirip dengan perubahan yang terjadi pada
proses artritis, dan biasanya akan diikuti oleh nyeri dan proses inflamasi. Jika tidak ditangani
segera proses ini akan terus berlanjut dan kerusakan akan menjadi permanen. Dan juga akan
dapat timbul proses degenarasi pada otot-otot pengunyah sehingga jika terus berlanjut akan
menimbulkan atropi pada otot tersebut.

F. Respon Imunitas Rongga Mulut


Saat terjadi trismus yang salah satunya disebabkan oleh inflamasi bakteri, tubuh akan
merespon dengan respon inflamasi salah satunya edema yang ditunjukkan oleh adanya
bengkak. Dimana, edema ini kemungkinan berada pada M.Pterygoideus medialis sehingga
menyebabkan trismus.
G. Pencegahan dan Penanganan Gangguan TMJ
Dalam melakukan perawatan terhadap gangguan TMJ sangatlah rumit. Namun
perawatan

tersebut

dapat

dilakukan

dengan

beberapa

cara.

Perawatan

sendiri/fisioterapi/terapi fisik:Pasien dapat melakukan sendiri kompres dengan lap panas.


Caranya : di atas lap diletakkan botol berisi air panas, lama terapi 10-15 menit dilakukan
terus-menerus sekurang-kurangnya 3 minggu. Pemijatan sekitar sendi, sebelumnya dengan
krim mengandung metal salisilat. Latihan membuka dan menutup mulut secara perlahan
tenpa terjadi deviasi, dilakukan di depan cermin. Caranya: garis median pasien ditandai, lalu
pasien disuruh membuka-menutup mulut di depan cermin tanpa terjadi penyimpangan garis
median. Fisioterapi dengan alat seperti Infrared yang berguna untuk menghilangkan nyeri,
relaksasi otot superficial, menaikan aliran dara superficial, dll.
Perawatan dengan Obat Analgetik seperti Aspirin, Asetaminophen, Ibuprofen ; Anti
inflamasi seperti Naproxen dan Ibuprofen ; dll.
Memakai alat di dalam mulut Splin oklusal atau Michigan splin. Fungsi splin oklusal
adalah menghilangkan gangguan oklusi, mensatbilkan hubungan gigi dan sendi, merlaksasi
otot, menghilangkan kebiasaan parafungsi, melindungi abrasi terhadap gigi, mengurangi
beban sendi temporomandibula, menghilangkan rasa nyeri akibat disfungsi sendi
temporomandibula berikut otot-ototnya, sebagai alat diagnostic untuk memastikan bahwa
oklusi lah yang menyebabkan rasa nyeri dan gejala-gejala yang sulit diketahui sumbernya.
Bila gejala-gejala gangguan sendi temporomandibula sudah hilang pada pasien dan
posisi kondilus sudah stabil pada tempatnya, otot-otot pengunyahan sudah normal, kondisi
psikologik pasien sudah stabil, postur tubuh sudah normal maka dapat dilakukan perawatan
berikutnya yaitu perawatan ortodontik, pembuatan gigi tiruan cekat, pembuatan gigi tiruan
lepasan (jika memang dibutuhkan).

DAFTAR PUSTAKA

1; Jubhari, Eri.H (2002) Proses Menua Sendi Temporomandibula pada Pemakai


2;
3;
4;
5;

Gigitiruan Lengkap. Cermin Dunia Kedokteran 137, 42-45.


Shulman DH, Shipman B, Willis FB (2009) Treating trismus with dynamic splinting:
a case report. Journal of Oral Science 51, 141-144.
Dhanrajani PJ, Jonaidel O (2002) Trismus: Aetiology, Differential Diagnosis and
Treatment. Dental Update 29, 88-94.
Pedersen, Gordon W. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta: EGC. 1996. p. 306309.
Kurnikasari, Erna, Perawatan Disfungsi Sendi Temporomandibula Secara Paripurna.
FKG Unpad.

6; Louhenapessy J, Kaelani Y. Analisa Kelelahan Material Condylar Prosthesis dari

Groningen
7; Temporomandibular Joint Prosthesis Menggunakan Metode Elemen Hingga. ITS
Surabaya.
8; Schwartz, MW. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC.2004.

TEMPOROMANDIBULAR JOINT DISORDER


BAB I

PENDAHULUAN
Gangguan artikulasi adalah suatu gangguan yang sering ditemukan dalam praktek dokter gigi.
Pada hasil studi epidemiologi, lebih dari 75 % orang dewasa memperlihatkan gejala
Gangguan artikulasi seperti kliking dan bentuk yang abnormal dari mandibula pada saat
dilakukan pemeriksaan secara klinis.
Kelainan pada sendi temporomandibula ini diantaranya adalah ankilosis, dislokasi mandibula,
hiperplasia kondiloideus, hipoplasia kondiloideus dan fraktur mandibula. Tanda-tanda yang
ditimbulkan pada setiap kelainan berbeda, misalnya pada ankilosis penderita tidak dapat
menggerakkan mandibulanya, dislokasi mandibula penderita akan merasa giginya tidak dapat
beroklusi sempurna, pada hyperplasia dan hipoplasia kondiloideus penderita akan mengalami
wajah yang asimetri, sedangkan fraktur mandibula biasanya penderita akan mengalami
pembengkakan disekitar wajah jika faktor penyebabnya adalah trauma. Kondisi ini dapat
langsung kita ketahui melalui pemeriksaan secara klinis, akan tetapi untuk mengetahui secara
pasti harus dilakukan pemeriksaan radiografi.
Gangguan artikulasi merupakan penyakit yang menimbulkan banyak gajala, namun
diperkirakan jumlah penderitanya akan bertambah parah jika perawatan yang dilakukan tidak
tepat. Apabila kelainan artikulasi dapat diketahui lebih awal maka perawatan akan lebih
mudah sedangkan jika terlambat harus dilakukan tindakan yang lebih lanjut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1; DEFINISI
Sendi Rahang atau temporomandibular joint (TMJ) adalah daerah langsung didepan kuping
pada kedua sisi kepala dimana rahang atas (maxilla) dan rahang bawah (mandible) bertemu.
Didalam sendi rahang terdapat bagian-bagian yang bergerak yang memungkinkan rahang atas
menutup pada rahang bawah. Sendi rahang ini adalah suatu sliding ball dan socket khas
yang mempunyai satu piringan (disc) terjepit diantaranya. Sendi rahang (TMJ) digunakan
beratus kali dalam sehari untuk menggerakan rahang,menggigit dan mengunyah, berbicara
dan menguap. Sendi ini merupakan salah satu sendi dari seluruh sendi ditubuh yang paling
sering digunakan.
Sendi rahang (TMJ) adalah rumit dan terdiri dari otot-otot, urat-urat dan tulang-tulang. Setiap
komponen berkontribusi pada kelancaran kerja dari sendi rahang. Ketika otot-otot bersantai
dan berimbang dan kedua rahang membuka dan menutup dengan nyaman, kita dapat
berbicara, mengunyah dan menguap tanpa sakit.
Jadi pengertian dari temporomandibular joint disorder (TMD) adalah merupakan suatu
kelainan pada sendi temporomandibular (sendi yang berfungsi menggerakan rahang bawah)
yang di akibatkan oleh hiperfungi, malfungsi dari musculoskeletal (otot-otot pada tulang
tengkorak) ataupun proses degeneratif pada sendi itu sendiri.
TMD adalah kejadian yang kompleks dan disebabkan oleh banyak faktor. Perawatan TMD
dapat mencapai keberhasilan bila faktor-faktor penyebab tersebut dapat dikenali dan
dikendalikan. Untuk itu seorang dokter gigi harus melakukan anamnesa yang seksama untuk
mencari penyebab utama terjadinya TMD, sebelum melakukan perawatan.
1; B.

ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULAR

Lokasi sendi temporomandibular (TMJ) berada tepat dibawah telinga yang menghubungkan
rahang bawah (mandibula) dengan maksila (pada tulang temporal). Sendi temporomandibular

ini unik karena bilateral dan merupakan sendi yang paling banyak digunakan serta paling
kompleks.
Kondilus tidak berkontak langsung dengan permukaan tulang temporal, tetapi dipisahkan
oleh diskus yang halus, disebut meniskus atau diskus artikulare. Diskus ini tidak hanya
perperan sebagai pembatas tulang keras tetapi juga sebagai bantalan yang menyerap getaran
dan tekanan yang ditransmisikan melalui sendi.
Gambar 1. Struktur Sendi Temporomandibula Lateral view
Permukaan artikular tulang temporal terdiri dari fossa articulare dan eminensia artikulare.
Seperti yang lain, sendi temporomandibular juga dikontrol oleh otot, terutama otot
penguyahan, yang terletak disekitar rahang dan sendi temporomandibular. Otot-otot ini
termasuk otot pterygoid interna, pterygoid externa, mylomyoid, geniohyoid dan otot
digastrikus. Otot-otot lain dapat juga memberikan pengaruh terhadap fungsi sendi
temporomandibular, seperti otot leher, bahu, dan otot punggung.
Ligamen dan tendon berfungsi sebagai pelekat tulang dengan otot dan dengan tulang lain.
Kerusakan pada ligamen dan tendon dapat mengubah kerja sendi temporomandibular, yaitu
mempengaruhi gerak membuka dan menutup mulut.
1; C. ETIOLOGI
1. Kondisi oklusi.
Dulu oklusi selalu dianggap sebagai penyebab utama terjadinya TMD, namun akhir-akhir ini
banyak diperdebatkan
2. Trauma
Trauma dapat dibagi menjadi dua :
1; Macrotrauma : Trauma besar yang tiba-tiba dan mengakibatkan perubahan struktural, seperti
pukulan pada wajah atau kecelakaan.

2; Microtrauma : Trauma ringan tapi berulang dalam jangka waktu yang lama, seperti bruxism
dan clenching. Kedua hal tersebut dapat menyebabkan microtrauma pada jaringan yang
terlibat seperti gigi, sendi rahang, atau otot.

3. Stress emosional
Keadaan sistemik yang dapat mempengaruhi fungsi pengunyahan adalah peningkatan stres
emosional. Pusat emosi dari otak mempengaruhi fungsi otot. Hipotalamus, sistem retikula,
dan sistem limbic adalah yang paling bertanggung jawab terhadap tingkat emosional
individu. Stres sering memiliki peran yang sangat penting pada TMD.
Stres adalah suatu tipe energi. Bila terjadi stres, energi yang timbul akan disalurkan ke
seluruh tubuh. Pelepasan secara internal dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
psikotropik seperti hipertensi, asma, sakit jantung, dan/atau peningkatan tonus otot kepala
dan leher. Dapat juga terjadi peningkatan aktivitas otot nonfungsional seperti bruxism atau
clenching yang merupakan salah satu etiologi TMD
4. Deep pain input (Aktivitas parafungsional)
Aktivitas parafungsional adalah semua aktivitas di luar fungsi normal (seperti mengunyah,
bicara, dan menelan), dan tidak mempunyai tujuan fungsional. Contohnya adalah bruxism,
dan kebiasaankebiasaan lain seperti menggigit-gigit kuku, pensil, bibir, mengunyah satu sisi,
tongue thrust, dan bertopang dagu. Aktivitas yang paling berat dan sering menimbulkan
masalah adalah bruxism, termasuk clenching dan grinding. Beberapa literatur membedakan

antara bruxism dan clenching. Bruxism adalah mengerat gigi atau grinding terutama pada
malam hari, sedangkan clenching adalah mempertemukan gigi atas dan bawah dengan keras
yang dapat dilakukan pada siang ataupun malam hari.
1; D. KLASIFIKASI
1; Kelainan otot :

Spasme

Inflamasi

Hipertrofi

Atrofi

Kontraktur

Fibrosis

1; Kelaianan sendi Temporo Mandibular :

Internal Deangengment

TMJ arthritis

Capsulitis

Retrodistis

Neoplasia

5; DIAGNOSA
Diagnosis dapat ditegakkan secara berurutan berdasarkan:
1; Anamnesis
Meliputi personal data, keluhan utama, riwayat penyakit, riwayat kesehatan dan riwayat
kesehatan gigi dan mulutnya. Tidak menutup kemungkinan bahwa gejala dari kelainan
temporomandibular dapat berasal dari gigi dan jaringan periodontal, maka harus dilakukan
pemeriksaan secara seksama pada gigi dan jaringan periodontal. Selain itu, perlu
ditanyakantentang perawatan gigi yang pernah didapatkan, riwayat penggunaan gigi palsu
dan gigi kawat.
Keluhan utama pada pasien dengan, diantaranya :

Pasien akan merasakan nyeri pada darah TMJ, rahang atau wajah

Nyeri dirasakan pada saat membuka mulut

Keluhan adanya clicking sounds pada saat menggerakan rahang

Kesulitan untuk membuka mulut secara sempurna

Sakit kepala

Nyeri pada daerah leher dan pungggung

2; Pemeriksaan klinis

1; Inspeksi :
Untuk melihat adanya kelainan sendi temporomandibular perlu diperhatikan gigi,
sendi rahang dan otot pada wajah serta kepala dan wajah. Apakah pasien menggerakan
mulutnya dengan nyaman selama berbicara atau pasien seperti menjaga gerakan dari rahang
bawahnya. Terkadang pasien memperlihatkan kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik selama
interview seperti bruxism.
2; Palpasi :

Masticatory muscle examination: Pemeriksaan dengan cara palpasi sisi kanan dan kiri pada
dilakukan pada sendi dan otot pada wajah dan daerah kepala.

Temporalis muscle, yang terbagi atas 3 segmen yaitu anterior, media, dan posterior.

Zygomatic arch (arkus zigomatikus).

Masseter muscle

Digastric muscle

Sternocleidomastoid muscle

Cervical spine

Trapezeus muscle, merupakan Muscular trigger point serta menjalarkan nyeri ke dasar
tengkorang dan bagian temporal

Lateral pterygoid muscle

Medial pterygoid muscle

Coronoid process

Muscular Resistance Testing: Tes ini penting dalam membantu mencari lokasi nyeri dan tes
terbagi atas 5, yaitu :

Resistive opening (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada ruang inferior
m.pterigoideus lateral)

Resistive closing (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada m. temporalis, m.


masseter, dan m. pterigoideus medial)

Resistive lateral movement (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada m. pterigoideus
lateral dan medial yang kontralateral)

Resistive protrusion (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada m. pterigoideus


lateral)

Resistive retrusion (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada bagian posterior m.
temporalis)

Pemeriksaan tulang belakang dan cervical : Dornan dkk memperkirakan bahwa pasien

dengan masalah TMJ juga memperlihatkan gejala pada cervikal. Pada kecelakaan kendaraan
bermotor kenyataannya menunjukkan kelainan pada cervikal maupun TMJ.
Evaluasi pada cervikal dilakukan dengan cara :

Menyuruh pasien berdiri pada posisi yang relaks, kemudian dokter menilai apakah
terdapat asimetris kedua bahu atau deviasi leher


Menyuruh pasien untuk menghadap kesamping untuk melihat postur leher yang terlalu
ke depan

Menyuruh pasien untuk memutar (rotasi) kepalanya ke setiap sisi, dimana pasien
seharusnya mampu untuk memutar kepala sekitar 80 derajat ke setiap sisi.

Menyuruh pasien mengangkat kepala ke atas (ekstensi) dan ke bawah (fleksi),


normalnya pergerakan ini sekitar 60 derajat

Menyuruh pasien menekuk kepala kesamping kiri dan kanan, normalnya pergerakan ini
45 derajat
3; Auskultasi : Joint sounds
Bunyi sendi TMJ terdiri dari clicking dan krepitus. Clicking adalah bunyi singkat yang
terjadi pada saat membuka atau menutup mulut, bahkan keduanya. Krepitus adalah bersifat
difus, yang biasanya berupa suara yang dirasakan menyeluruh pada saat membuka atau
menutup mulut bahkan keduanya. Krepitus menandakan perubahan dari kontur tulang
seperti pada osteoartrosis. Clicking dapat terjadi pada awal, pertengahan, dan akhir
membuka dan menutup mulut. Bunyi click yang terjadi pada akhir membuka mulut
menandakan adanya suatu pergeseran yang berat. TMJ clicking sulit didengar karena
bunyinya halus, maka dapat didengar dengan menggunakan stetoskop.

4; Range of motion:
Pemeriksaan pergerakan Range of Motion dilakukan dengan pembukaan mulut secara
maksimal, pergerakan dari TMJ normalnya lembut tanpa bunyi atau nyeri. Mandibular range
of motion diukur dengan :

Maximal interticisal opening (active and passive range of motion)

Lateral movement

Protrusio movement

5; Pemeriksaan lain (penunjang)

Transcranial radiografi :

Menggunakan sinar X, untuk dapat menilai kelainan, yang harus diperhatikan antara lain:

Condyle pada TMJ dan bagian pinggir kortex harus diperhatikan

Garis kortex dari fossa glenoid dan sendi harus dilihat.

Struktur condyle mulus, rata, dan bulat, pinggiran kortex rata.

Persendian tidak terlihat karena bersifat radiolusen.

Perubahan patologis yang dapat terlihat pada condyle diantaranya flattening, lipping.

Panoramik Radiografi :

Menggunakan sinar X, dapat digunakan untuk melihat hampir seluruh regio


maxilomandibular dan TMJ. Kelemahan dari pemeriksaan ini antara lain :

Terdapatnya bayangan atau struktur lain pada foto X ray.


Fenomena distorsi, dimana terjadi penyimpangan bentuk yang sebenarnya yang terjadi
akibat goyang saat pengambilan gambar.

Gambar yang kurang tajam.

Kelainan yang dapat dilihat antara lain fraktur, dislokasi, osteoatritis, neoplasma, kelainan
pertumbuhan pada TMJ.

CT Scan :

Menggunakan sinar X, merupakan pemeriksaan yang akurat untuk melihat kelainan tulang
pada TMJ.

6; PENATALAKSANAAN
Dalam penatalaksaan TMD di lakukan secara bedah dan non bedah, sesuai dengan
indikasi.
1. Jaw Rest (Istirahat Rahang): Sangat menguntungkan jika membiarkan gigi-gigi terpisah
sebanyak mungkin. Adalah juga sangat penting mengenali jika kertak gigi (grinding) terjadi
dan menggunakan metode-metode untuk mengakhiri aktivitas-aktivitas ini. Pasien dianjurkan
untuk menghindari mengunyah permen karet atau makan makanan yang keras, kenyal
(chewy) dan garing (crunchy), seperti sayuran mentah, permen-permen atau kacangkacangan. Makanan-makanan yang memerlukan pembukaan mulut yang lebar, seperti
hamburger, tidak dianjurkan.
2. Terapi Panas dan Dingin: Terapi ini membantu mengurangi tegangan dan spasme otototot. Bagaimanapun, segera setelah suatu luka pada sendi rahang, perawatan dengan
penggunaan dingin adalah yang terbaik. Bungkusan dingin (cold packs) dapat membantu
meringankan sakit.
3. Obat-obatan: Obat-obatan anti peradangan seperti aspirin, ibuprofen (Advil dan lainnya),
naproxen (Aleve dan lainnya), atau steroids dapat membantu mengontrol peradangan.
Perelaksasi otot seperti diazepam (Valium), membantu dalam mengurangi spasme-spasme
otot.
4. Terapi Fisik: Pembukaan dan penutupan rahang secara pasiv, urut (massage) dan stimulasi
listrik membantu mengurangi sakit dan meningkatkan batasan pergerakan dan kekuatan dari
rahang.
5. Managemen stres: Kelompok-kelompok penunjang stres, konsultasi psikologi, dan obatobatan juga dapat membantu mengurangi tegangan otot. Umpanbalikbio (biofeedback)
membantu pasien mengenali waktu-waktu dari aktivitas otot yang meningkat dan spasme dan
menyediakan metode-metode untuk membantu mengontrol mereka.
6. Terapi Occlusal: Pada umumnya suatu alat acrylic yang dibuat sesuai pesanan dipasang
pada gigi-gigi, ditetapkan untuk malam hari namun mungkin diperlukan sepanjang hari. Ia
bertindak untuk mengimbangi gigitan dan mengurangi atau mengeliminasi kertakan gigi
(grinding) atau bruxism.
7. Koreksi Kelainan Gigitan: Terapi koreksi gigi, seperti orthodontics, mungkin diperlukan
untuk mengkoreksi gigitan yang abnormal. Restorasi gigi membantu menciptakan suatu
gigitan yang lebih stabil. Penyesuaian dari bridges atau crowns bertindak untuk memastikan
kesejajaran yang tepat dari gigi-gigi.

8. Operasi: Operasi diindikasikan pada kasus-kasus dimana terapi medis gagal. Ini dilakukan
sebagai jalan terakhir. TMJ arthroscopy, ligament tightening, restrukturisasi rahang (joint
restructuring), dan penggantian rahang (joint replacement) dipertimbangkan pada kebanyakan
kasus yang berat dari kerusakan rahang atau perburukan rahang.
BAB III
KESIMPULAN
Dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa Kelainan pada sendi temporomandibula ini
diantaranya adalah ankilosis, dislokasi mandibula, hiperplasia kondiloideus, hipoplasia
kondiloideus dan fraktur mandibula. Tanda-tanda yang ditimbulkan pada setiap kelainan
berbeda, misalnya pada ankilosis penderita tidak dapat menggerakkan mandibulanya,
dislokasi mandibula penderita akan merasa giginya tidak dapat beroklusi sempurna, pada
hyperplasia dan hipoplasia kondiloideus penderita akan mengalami wajah yang asimetri,
sedangkan fraktur mandibula biasanya penderita akan mengalami pembengkakan disekitar
wajah jika faktor penyebabnya adalah trauma. Kondisi ini dapat langsung kita ketahui
melalui pemeriksaan secara klinis, akan tetapi untuk mengetahui secara pasti harus dilakukan
pemeriksaan radiografi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Wong ME, Butler D, Ried R, Gateno J. Advance oral and maxillofacial surgery. Houston :
The University of Dental Branch at Houston, 2007 : 6-9.
2. Nayak PK, Nair SC, Krishnan DG, Perciaccante VJ. Ankylosis of the temporomandibular
joint. In : Booth PW, Schendel SA, Jarg_Erich H. Maxillofacial surgery. 2nd Ed.St. Louis :
Churchill Livingstone, 2007 : 1522-36.
3. Ramezanian M, Yavary T. Comparion of gap arthroplasty and interpositional gap
arthroplasty on the temporomandibular joint ankylosis. Acta Medica Iranica 2006:44(6):3914.
4. Suryonegoro H. Pencitraan temporomandibular discorder: clicking. <http://www.pdgionline.com&gt; ( 1 Oktober 2009).
5. Das UM, Keerthi R, Ashwin DP, Venkata RS, Reddy D, Shiggaon N. Ankylosis of
temporomandibular joint in children. J Indian Soc Pedod Prevent Dent 2009:27(2):116-20.
6. Malik NA. Textbook of oral and maxillofacial surgery.2nd Ed. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publisher (P) Ltd, 2008 : 226,229-33,237-39.
7. Vasconcelos BCE, Porto GG, Bessa-nogueira RV. Temporomandibular joint ankylosis. Rev
Bras Otorrinolsringol 2008:74(1):34-8.
8. Vasconcelos BCE, Bessa-nogueira RV,Cyproano RV. Treatment of temporomandibular
joint ankylosis by gap arthroplasty. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2006:11:66-9.

Anda mungkin juga menyukai