Anda di halaman 1dari 6

TINJAUAN PUSTAKA

Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan


kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion), Kompleksometri merupakan
jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa
kompleks. Reaksireaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks
banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu
perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama
akan diterapkan pada titrasi. Contoh reaksi titrasi kompleksometri :
Ag+ + 2 CN Ag(CN)2
Hg2+ + 2Cl HgCl2
(Khopkar, 2002).
Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik
melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun
sedikit terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang dibentuk
melalui reaksi ion logam, sebuah kation, dengan sebuah anion atau molekul netral
(Basset, 1994).
Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi
pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi
dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat
kelarutan tinggi. Selain titrasi komplek biasa seperti di atas, dikenal pula
kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut
penggunaan EDTA. Gugus-yang terikat pada ion pusat, disebut ligan, dan dalam
larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan :
M(H2O)n + L = M(H2O)(n-1) L + H2O
(Khopkar, 2002).
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan
salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat
yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat
gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua
atom koordinasi per molekul, misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat
(asametilenadiamina tetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen
penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam molekul (Rival, 1995).
Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah
besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan
yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna
kompleks logam, yang menghasilkan spesies seperti CuHY . Ternyata bila beberapa ion
logam yang ada dalam larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan menunjukkan
jumlah semua ion logam yang ada dalam larutan tersebut (Harjadi, 1993).
Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal Mg, Ca, Cr,
dan Ba dapat dititrasi pada pH = 11 EDTA. Sebagian besar titrasi kompleksometri
mempergunakan indikator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja
kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri.
Indikator demikian disebut indikator metalokromat. Indikator jenis ini contohnya adalah

Eriochrome black T; pyrocatechol violet; xylenol orange; calmagit; 1-(2-piridilazonaftol), PAN, zincon, asam salisilat, metafalein dan calcein blue (Khopkar, 2002).
Satu-satunya ligan yang lazim dipakai pada masa lalu dalam pemeriksaan kimia
adala ion sianida, CN, karena sifatnya yang dapat membentuk kompleks yang mantap
dengan ion perak dan ion nikel. Dengan ion perak, ion sianida membentuk senyawa
kompleks perak-sianida, sedagkan dengan ion nilkel membentuk nikel-sianida. Kendala
yang membatasi pemakaian-pemakaian ion sianoida dalam titrimetri adalah bahwa ion
ini membentuk kompleks secara bertahap dengan ion logam lantaran ion ini
merupakan ligan bergigi satu (Rival, 1995).
Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna
sebagai tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam
dapat digunakan pada pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu reaksi warna harus
sedemikian sehingga sebelum titik akhir, bila hampir semua ion logam telah
berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu
haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif. Ketiga, kompleks-indikator logam
itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak, karena disosiasi, tak akan
diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun, kompleks-indikator logam itu harus
kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA untuk menjamin agar pada titik akhir,
EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke kompleks logamEDTA harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas dan
kompleks-indikator logam harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus
sangat peka terhadap ion logam (yaitu, terhadap pM) sehingga perubahan warna
terjadi sedikit mungkin dengan titik ekuivalen. Terakhir, penentuan Ca dan Mg dapat
dilakukan dengan titrasi EDTA, pH untuk titrasi adalah 10 dengan indikator eriochrome
black T. Pada pH tinggi, 12, Mg(OH) 2 akan mengendap, sehingga EDTA dapat
dikonsumsi hanya oleh Ca2+ dengan indikator murexide (Basset, 1994).
Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan
penggunaan bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang mengandung baik
oksigen maupun nitrogen secara umum efektif dalam membentuk kompleks-kompleks
yang stabil dengan berbagai macam logam. Keunggulan EDTA adalah mudah larut
dalam air, dapat diperoleh dalam keadaan murni, sehingga EDTA banyak dipakai dalam
melakukan percobaan kompleksometri. Namun, karena adanya sejumlah tidak tertentu
air, sebaiknya EDTA distandarisasikan dahulu misalnya dengan menggunakan larutan
kadmium (Harjadi, 1993).
III. ALAT DAN BAHAN

A. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah buret, statif, erlenmeyer,
pipet volum 10 mL, gelas ukur 10 mL, gelas ukur 100 mL, gelas arloji, neraca
analitik, kertas saring, pipet volum 50 mL, pembakar bunsen.
B. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah larutan ZnCl 0,01
M, larutan buffer pH 10, aquades, indikator EBT-NaCl, larutan EDTA 0,01 M, cuplikan
air sumur.
IV. PROSEDUR KERJA
A. Pembentukan Larutan EDTA
1. Dimasukkan 10 ml larutan ZnCl2 ke dalam labu Erlenmeyer 250ml

2. Ditambahkan 2 ml larutan buffer pH = 10 dan 40 ml akuades


3. Ditambahkan 0,05 gram indikator EBT NaCl
4. Dititrasi dengan larutan EDTA 0,01 M sampai larutan berubah warna dari merah ke
biru dengan sangat jelas
5. Dilakukan duplo
B. Penentuan Kesadahan Total
1. Dipipet 50,0 ml cuplikan air (air sumur)
2. Ditambahkan 1 ml larutan buffer pH = 10
3. Ditambahkan 0,05 gram indikator EBT NaCl
4. Dititrasi dengan larutan EDTA 0,01 M sampai warna larutan berubah dari merah
menjadi biru
5. Dilakukan duplo
C. Penentuan Kesadahan Tetap
1. Diambil 250 ml cuplikan air (air sumur) dan memasukkan dalam gelas beker
2. Dididihkan selama 30 menit
3. Didinginkan, menyaring dengan kertas saring
4. Ditampung filtrat kedalam labu Erlenmeyer 250 ml tanpa pembilasan kertas saring
5. Diambil 50 ml filtrat dan ditambahkan 1 ml larutan buffer pH =10
6. Ditambahkan 0,05 gram EBT NaCl
7. Dititrasi dengan larutan EDTA 0,01 M hingga larutan berwarna biru jelas
8. Dilakukan duplo
D. Penentuan Kesadahan Sementara
1. Kesadahan sementara diperoleh dari kesadahan total dikurangi kesadahan tetap.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil dan Perhitungan
1. Hasil
Langkah Percobaan
No.
1.
2.

Hasil Percobaan
* Penentuan Kesadahan Total
25,0 ml cuplikan air sumur di
pipet+ 1 ml buffer pH 10 + 50 mg
campuran EBT-NaCl. Dikocok dengan
baik.
Menitrasi dengan larutan baku
EDTA.
Dititrasi secara duplo
* Penentuan Kesadahan Tetap
125 ml cuplikan air diambil ke
dalam gelas kimia dan mendidihkan
selama 30 menit. Mendinginkan
larutan ini.
Disaring g filtrat ke dalam labu
takar 250 ml tanpa pembilasan

Titrasi 1 :
Volume EDTA = 0,3 ml
Titrasi 2
Volume EDTA = 04 ml
Vrata-rata = 0,35 ml
Perubahan warna = Ungu Biru
muda
Titrasi 1 :
Volume EDTA = 0,3 ml
Titrasi 2
Volume EDTA = 0,3 ml
Vrata-rata = 0,3 ml
Perubahan warna = Ungu Biru
muda

kertas saring.
Dititrasi secara duplo
2. Perhitungan
a. Pembakuan larutan ZnCl2
Diketahui : massa ZnCl2 = 0,6814 gram
Volume larutan = 500 ml = 0,5 L
BM ZnCl2 = 136,38 gr/mol
Ditanya : Molaritas ZnCl2
Jawab : Molaritas ZnCl2 =

= 0,0099 M
b. Pembakuan EDTA
c. Penentuan Kesadahan Total
Diketahui : VEDTA = 0,35mL = 0,00035 L
M EDTA = 0,01 M
Vsampel = 10 mL = 0,01 L
BM CaO = 56,08 g/mol
Ditanya : Kesadahan total sebagai CaO = ?
Jawab : Berat CaO = M EDTA x V EDTA x BM CaO
= 0,01 x 0,00035 x 56,08
= 1,9628 x 10-4 g
= 0,19628 mg
Berat CaO
ppm CaO

Vsampel
0,19628
0,01

==
=

d. Penentuan Kesadahan Tetap


Diketahui : Vsampel = 10 mL = 0,01 L
Molaritas EDTA = 0,01 M
VEDTA = 0,3 mL = 0,00003 L

19,628 ppm

BM CaO = 56,08 g/mol


Ditanya : Kesadahan Tetap sebagai CaO = ?
Jawab : Berat CaO = M EDTA x VEDTA x BM CaO
= 0,01 x 0,0003 x 56,08
= 1,6824x 10-4g
= 0,16824 mg
Berat CaO
=

Vsampel

ppm CaO
0,16824
0,01
==
=

16,824 ppm

e. Penentuan Kesadahan Sementara


Diketahui : Kesadahan Total = 19,628 ppm
Kesadahan Tetap = 16,824 ppm
Ditanya : Kesadahan Sementara = ?
Jawab :
Kesadahan Sementara = Kesadahan Total Kesadahan Tetap
= 19,628 16,824
= 2,804 ppm
B. Pembahasan

Pada percobaan ini mencoba menentukan tingkat kesadahn suatu


sampel air dengan menggunakan reaksi pembentukkan ion kompleks. Mulamula melakukan standarisasi titran dalam hal ini adalah EDTA. Titran ini
distandarisasi menggunakan larutan ZnCl2yang volume dan molaritasnya
telah diketahui. Dari hasil titrasi ternyata molaritas EDTA yang terukukur
adalah 6,986.10 -3 M.Langkah selanjutnya adalah penentuan kesadahan
cuplikan air yaitu pada kesadahan tetap, kesadahan sementara, dan
kesadahan totaldari air sumur yang diamati. Pada penentuan kesadahan
tetap didapatkan nilai CaO sebesar 1,2145 mg dengan nilai ppm
sebesar24,29. Sedangkan kesadahan total didapatkan massa CaO
sebesar3,761 mg dan nilai ppm CaO sebesar 75,22, dan yang terahkir
kesadahan sementara dalam air sumur sebagai CaO didaptkan nilia ppm
yang didapatkan dari kesadahan tetap dengan kesdahan total sebesar 50,93
ppm. Dalam air sumur selalu terlarut sejumlah garam kalsium dan atau
magnesium baik dalam bentuk garam klorida maupun garam sulfat. Adanya
garam-garam ini menyebabkan air menjadi sadah yaitu tidak dapat
menghasilkan busa jika dicampur dengan sabun. Ukuran kesadahan air
dinyatakan dalam ppm (satu per sejuta bagian). Bila ion kalsium dititrasi
dengan EDTA, terbentuk suatu kompleks kalsium yang relatif stabil.

Ca2+ + H2Y2- CaY2- + 2H+


Pada percobaan ini seharusnya larutan sampel jika dititrasi akan mengalmi
perubahan warna dari merah menuju biru. Hal itulah yang menjadi bukti
bahwa terdapat kesadahan di dalm sampel air yang digunkana. Namun
ternyata pda percobaan ini, air sampel yang digunakan langsung berubah
menjadi biru setelah ditambahkan indikator EBT-NaCl. Titrasi in sendiri
seharusnya dilakukan pada pH 10 dan konstan sepanjang titrasi. Sedangkan
EBT-NaCl itu sendiri dapat menjadi indikator logam dapat juga mnejadi
indiktor pH. Oleh karena itu, pH larutan perlu dijaga dengan menambahkan
larutan buffer pada larutan yang akan dititrasi. Seperti kita ketahui air ayang
sadah berarti mengandung ion Ca 2+ dan Mg2+. Ion Ca2+ akan lebih dahulu
bereaksi dan kemudian disusul dengan ion Mg2+ sehingga menimbulkan
perubahan warna darimerah menjai biru. Reaksi pada ion Mg 2+ yang akan
terjadi sandainya dialakukan penitrasian adalah :
MgD (merah) + H2Y2- MgY2- + HD2- (biru) + H+
Adanya perubahan warna dari merah menjadi biru pada tanpa penitrasian pada percobaan
ini mungkin disebabkan oleh adanya pengompleks yang lebih kuat di alam (dalam sampel
air sumur), atau mungkin juga memang di dalam sampel tersebut tidak memiliki atau
mengandung ion Ca2+ dan Mg2+.
VI. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah :
1. Kesadahan merupakan besar konsentrasi Ca dan Mg dalam air ataupun dapat
diartikan sebagai daya serap air untuk mengendapkan sabun.
2. Kesadahan total dari sampel air sumur pada percobaan ini sebesar 75,22 ppm.
3. Kesadahan tetap dari sampel air sungai sumur sebesar 24,29 ppm.
4. Kesadahan sementara diperoleh dari selisih besarnya kesadahan total dengan
kesadahan tetap yaitu sebesar 50,93 ppm.
DAFTAR PUSTAKA
Basset, J. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel:Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.Terjemahan A.
Hadyana Pudjaatmaka dan L. Setiono. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT Gramedia. Jakarta.
Khopkar. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta.

Rival, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia . UI Press. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai