Anda di halaman 1dari 3

Cara Pengolahan Tanaman Penghasil Tanin

Pemilihan Proses Pembuatan Tanin


a. Ekstraksi Dengan Pelarut Air
Senyawa tanin dapat dipisahkan dari senyawa senyawa kimia yang terdapat
dalam tumbuhan melalui proses ekstraksi. Proses ekstraksi dapat dilakukan dengan
menggunakan pelarut air dengan kondisi suhu 70 sampai 80 oC. Untuk pelarut air tanin
yang dihasilkan relative mudah berjamur karena adanya kandungan air yang cukup tinggi
dalam produk.
b. Ekstraksi Dengan Pelarut Etanol
Senyawa tanin dapat dipisahkan dari senyawa senyawa kimia yang terdapat
dalam tumbuhan melalui proses ekstraksi. Proses ekstraksi dapat dilakukan dengan
menggunakan pelarut etanol 96% dengan kondisi suhu 70 sampai 80 oC. Sedangkan untuk
pelarut air tanin yang dihasilkan relative mudah berjamur karena adanya kandungan air
yang cukup tinggi dalam produk. Ukuran bahan dari tanaman yang akan diolah
mempengaruhi kadar tanin, makin besar bagian tumbuhan yang diproses tersebut makin
tinggi kadar ekstrak dan tanin. Hasil penelitian mengungkapkan cara ekstraksi tanin
menggunakan etanol menghasilkan kadar tanin yang lebih tinggi dari cara ekstraksi
menggunakan air (Hagerman, 2002).
Hidrolisa Tanin :
Tanin apabila dihidrolisa akan menghasilkan fenol polihidroksi yang sederhana.
Senyawa tanin dibagi menjadi dua yaitu tanin yang terhidrolisis dan tanin yang terkondensasi.
1. Tanin Terhidrolisis (hydrolysable tannins)
Tanin ini biasanya berikatan dengan karbohidrat dengan membentuk jembatan oksigen,
maka dari itu tanin ini dapat dihidrolisis dengan menggunakan asam sulfat atau asam klorida.
Salah satu contoh jenis tanin ini adalah gallotanin yang merupakan senyawa gabungan dari
karbohidrat dengan asam galat. Selain membentuk gallotanin, dua asam galat akan
membentuk tanin terhidrolisis yang bisa disebut Ellagitanins. Ellagitanin sederhana disebut
juga ester asam hexahydroxydiphenic (HHDP). Senyawa ini dapat terpecah menjadi asam
galic jika dilarutkan dalam air. Asam elagat merupakan hasil sekunder yang terbentuk pada
hidrolisis beberapa tanin yang sesungguhnya merupakan ester asam heksaoksidifenat.
2. Tanin terkondensasi (condensed tannins).

Tanin jenis ini biasanya tidak dapat dihidrolisis, tetapi dapat terkondensasi meghasilkan
asam klorida. Tanin jenis ini kebanyakan terdiri dari polimer flavonoid yang merupakan
senyawa fenol. Oleh karena adanya gugus fenol, maka tannin akan dapat berkondensasi
dengan formaldehida. Tanin terkondensasi sangat reaktif terhadap formaldehida dan mampu
membentuk produk kondensasi Tanin terkondensasi merupakan senyawa tidak berwarna
yang terdapat pada seluruh dunia tumbuhan tetapi terutama pada tumbuhan berkayu. Tanin
terkondensasi telah banyak ditemukan dalam tumbuhan paku-pakuan. Nama lain dari tanin
ini adalah Proanthocyanidin. Proanthocyanidin merupakan polimer dari flavonoid yang
dihubungan dengan melalui C8dengan C4. Salah satu contohnya adalah Sorghum
procyanidin, senyawa ini merupakan trimer yang tersusun dari epiccatechin dan catechin.
Pengertian Zat warna
Zat warna adalah zat yang dapat mengubah cahaya tampak sebagai akibat proses absorpsi
selektif terhadap panjang gelombang pada kisaran tertentu. Zat pewarna secara sederhana dapat
didefinisikan sebagai suatu benda berwarna yang memiliki afinitas kimia terhadap benda yang
diwarnainya. Bahan pewarna pada umumnya memiliki bentuk cair dan larut di air. Pada berbagai
situasi, proses pewarnaan menggunakan mordant untuk meningkatkan kemampuan menempel
bahan pewarna (Isminingsih, 1978).
Berdasarkan sumbernya zat pewarna dibagi dalam dua kategori yaitu pewarna alami dan
pewarna buatan.
1. Pewarna Alami
Pada pewarna alami zat warna yang diperoleh berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan
seperti: caramel, coklat, daun suji, daun pandan, dan kunyit. Jenis-jenis pewarna alami
tersebut antara lain :
a. Klorofil, yaitu zat warna alami hijau yang umumnya terdapat pada daun, sehingga sering
disebut zat warna hijau daun.
b. Mioglobulin dan hemoglobin, yaitu zat warna merah pada daging.
c. Karotenoid, yaitu kelompok pigmen yang berwarna kuning, orange, merah orange, yang
terlarut dalam lipid, berasal dari hewan maupun tanaman antara lain, tomat, cabe merah,
wortel.
d. Anthosiamin dan anthoxanthim. Warna pigmen anthosianin merah, biru violet biasanya
terdapat pada bunga, buah-buahan dan sayur-sayuran.
2. Pewarna Buatan

Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk akhir, harus melalui
suatu senyawa dulu yang kadang-kadang berbahaya dan seringkali tertinggal dalam hal akhir,
atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya. Namun sering sekali terjadi
penyalahgunaan pemakaian pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna
tekstil dan kulit untuk mewarnai bahan pangan. Bahan tambahan pangan yang ditemukan
adalah pewarna yang berbahaya terhadap kesehatan seperti Amaran, Auramin, Methanyl
Yellow, dan Rhodamin B. Jenis-jenis makanan jajanan yang ditemukan mengandung bahanbahan berbahaya ini antara lain sirup, saus, bakpau, kue basah, pisang goring, tahu, kerupuk,
es cendol, mie dan manisan (Azizahwati, 2007)
Van Croft menggolongkan zat warna berdasarkan pemakaiannya, misalnya zat warna
yang langsung dapat mewarnai serat disebutnya sebagai zat warna substantif dan zat warna yang
memerlukan zat-zat pembantu supaya dapat mewarnai serat disebut zat reaktif. Kemudian
Henneck membagi zat warna menjadi dua bagian menurut warna yang ditimbulkannya, yakni zat
warna monogenetik apabila memberikan hanya satu warna dan zat warna poligenatik apabila
dapat memberikan beberapa warna. Penggolongan zat warna yang lebih umum dikenal adalah
berdasarkan konstitusi dan berdasarkan aplikasi pada bahan, misalnya didalam pencelupan dan
pencapan bahan tekstil, kulit, kertas dan bahan-bahan lain.
Daftar Pustaka:
Azizahwati,. Maryati,. Heidi. 2007. Analisis Zat Warna Sintetik Terlarang Untuk Makanan Yang
Beredar Di Pasaran. [ Jurnal Ilmu Kefarmasian. Vol. IV, No. 1, 7 25 ] Departemen
Farmasi FMIPA. Universitas Indonesia. Depok.
Isminingsih .1978. Pengantar Kimia Zat Warna, STTT, bandung.
Amelia, F. R. 2015. Penentuan Jenis Tanin dan Penetapan Jenis Tanin dari Buah Anggur Muda
Secara Spektofotometri dan Permanganometri. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Vol.4 No.2.
Fakultas Farmasi Universitas Surabaya.
Hagerman, A. E. 2002. Tannin Handbook. Oxford: Departement of Chemistry and Biochemistry.
USA: Miami University.

Anda mungkin juga menyukai