Anda di halaman 1dari 16

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Estuaria
Estuaria adalah suatu perairan semi tertutup yang berada di bagian hilir
sungai dan masih berhubungan dengan laut, sehingga memungkinkan terjadinya
percampuran antara air tawar dan air laut. Bentuk estuaria bervariasi dan sangat
bergantung pada besar kecilnya aliran sungai, kisaran pasang surut dan bentuk
garis pantai. Estuaria dari sungai yang besar dapat memodifikasi garis pantai dan
topografi sublitoral melalui pengendapan dan erosi sedimen, sehingga garis pantai
bergerak menjorok beberapa kilometer ke arah laut (Meadows dan Campbell,
1988 diacu oleh Dahuri, 2003).
Estuari merupakan daerah yang mempunyai sejumlah besar bahan
organik, sejumlah besar organisme, dan produktivitas yang tinggi. Produktivitas
primer di sekitar estuari bukan sumber bahan organik satu-satunya. Estuari
berperan sebagai tempat penimbunan bahan-bahan organik yang di bawa oleh
sungai atau dibawa masuk dari laut. Peranan produktivitas primer dalam sistem
estuari sulit untuk diperhitungkan sumbangannya terhadap produksi organik total
karena beberapa alasan. Alasan utama karena hanya sedikit herbivora yang
langsung makan tumbuhan. Oleh karena itu, kebanyakan bahan tumbuhan harus
dihancurkan dulu menjadi detritus sebelum memasuki berbagai jaringan makanan.
Proses penguraian ini melibatkan kerja bakteri (Nybakken, 1992).
Muara sungai, teluk-teluk di daerah pesisir, rawa pasang-surut dan badan
air yang terpisah dari laut oleh pantai penghalang (barrier beach), merupakan
contoh dari sistem perairan estuari. Estuari dapat dianggap sebagai zona transisi

Universitas sumatera utara

(ekoton) antara habitat laut dan perairan tawar, namun beberapa sifat fisik dan
biologinya tidak memperlihatkan karakteristik zona peralihan, tetapi lebih
cenderung terlihat sebagai suatu karakteristik perairan yang khas (unik)
(Rositasari dan Rahayu, 1994).
Tipe Estuaria
Perbedaan salinitas di wilayah estuaria mengakibatkan terjadinya proses
pergerakan massa air. Air asin yang memiliki massa jenis lebih besar daripada air
tawar, menyebabkan air asin di muara yang berada di lapisan dasar dan
mendorong air tawar menuju laut. Sistem sirkulasi dalam estuaria yang demikian
inilah, yang menyebabkan terjadinya upwelling. Proses pergerakan antara massa
air laut dan air tawar ini menyebabkan terjadinya stratifikasi yang kemudian
mendasari tipe-tipe estuaria (Supriadi, 2001).
Berdasarkan sirkulasi air dan stratifikasi airnya estuaria terbagi 3 tipe yaitu:
1. Estuaria berstratifikasi sempurna/nyata atau estuaria baji garam, terdapat
batasan yang jelas antara air tawar dan air laut/asin. Air tawar dari sungai
merupakan lapisan atas dan air laut menjadi lapisan bawah. Perubahan
salinitas terjadi dengan cepat dari arah permukaan ke dasar. Estuaria ini
ditemukan didaerah-daerah dimana aliran air tawar dan sebagian besar lebih
dominan daripada intrusi air laut yang dipengaruhi oleh pasang surut.
2. Estuaria berstratifikasi sebagian/parsial. Aliran air tawar dari sungai yang
seimbang dengan air laut yang masuk melalui air pasang. Percampuran air di
estuari ini dapat terjadi karena adanya turbulensi yang berlangsung secara
berkala oleh pasang surut.

Universitas sumatera utara

3. Estuaria campuran sempurna atau estuaria homogen vertikal, dijumpai di


lokasi-lokasi dimana arus pasang surut sangat dominan dan kuat, sehingga air
estuaria tercampur dan tidak terdapat stratifikasi.
Adanya mekanisme pasang surut (pasut) dan aliran sungai menyebabkan
pencampuran kedua massa air tawar dan air laut secara intensif di estuaria. Selain
itu adanya hutan mangrove yang memiliki produksi primer tinggi di sungai besar
menyebabkan kandungan detritus organik yang tinggi sehingga produktivitas
sekunder di estuaria menjadi tinggi pula. Oleh karena itu, habitat estuaria menjadi
sangat produktif hingga dapat berfungsi sebagai daerah pertumbuhan (nursery
ground) bagi larva, post-larva dan juvenil dari berbagai jenis ikan, udang dan
kerang-kerangan dan daerah penangkapan (fishing ground) (Dahuri, 2003).
Sifat Fisik Estuaria
Menurut Simanjuntak (2010) beberapa sifat fisik penting estuaria antara
lain:
1. Salinitas
Estuaria memiliki peralihan (gradien) salinitas yang bervariasi, terutama
tergantung pada permukaan air tawar dari sungai dan air laut melalui pasang
surut. Variasi ini menciptakan kondisi yang menekan bagi organisme, tetapi
mendukung kehidupan biota yang padat dan juga menyangkal predator dari laut
yang pada umumnya tidak menyukai perairan dengan salinitas yang rendah.
2. Substrat
Sebagian besar estuaria didominasi oleh substrat berlumpur yang berasal
dari sedimen yang dibawa melalui air tawar (sungai) dan air laut (asin). Partikel

Universitas sumatera utara

lumpur tersebut sebagian besar bersifat organik yang menjadi cadangan makanan
yang penting bagi organisme estuaria.
3. Suhu
Suhu air di estuaria lebih bervariasi daripada diperairan pantai didekatnya.
Hal ini terjadi karena di estuaria volume air lebih kecil, sedangkan luas
permukaan lebih besar. Dengan demikian pada kondisi atmosfer yang ada, air
estuaria lebih cepat panas dan lebih cepat dingin. Penyebab lain terjadinya variasi
ini ialah masuknya air tawar dari sungai. Air tawar di sungai lebih dipengaruhi
oleh perubahan suhu musiman daripada air laut. Suhu estuaria lebih rendah pada
musim dingin dan lebih tinggi pada musim panas daripada perairan pantai
sekitarnya (Thoha, 2003 diacu oleh Simanjuntak, 2010).
4. Pasang surut
Arus pasang-surut berperan penting sebagai pengangkut zat hara dan
plankton. Disamping itu arus pasang-surut juga berperan untuk mengencerkan dan
menggelontorkan limbah yang sampai ke estuaria.
5. Sirkulasi air
Selang waktu mengalirnya air dari sungai kedalam estuaria dan masuknya
air laut melalui arus pasang-surut menciptakan suatu gerakan dan bermanfaat bagi
biota estuaria, khususnya plankton yang hidup tersuspensi dalam air.
6. Kekeruhan air
Banyaknya partikel tersuspensi dalam perairan estuaria membuat air
menjadi sangat keruh. Kekeruhan tertinggi terjadi pada saat aliran sungai
maksimum. Kekeruhan terendah terjadi di dekat mulut estuaria dan makin sedikit
di arah pedalaman atau hulu. Kekeruhan akan mempengaruhi penurunan penetrasi

Universitas sumatera utara

cahaya. Hal ini akan menghambat fotosintesis dan tumbuhan bentik yang
mengakibatkan turunnya produktivitas.
7. Oksigen (O )
2

Air tawar dan air laut yang masuk secara teratur kedalam estuaria bersama
dengan pendangkalan, pengadukan, dan pencampuran air dingin biasanya akan
mencukupi persediaan oksigen di dalam estuaria. Kelarutan oksigen dalam air
berkurang dengan naiknya suhu dan salinitas, maka jumlah oksigen dalam air
akan bervariasi sesuai dengan variasi parameter tersebut di atas.
8. Penyimpanan Zat Hara
Estuaria berperan sangat besar sebagai penyimpan zat hara. Pohon
mangrove dan lamun serta ganggang lainya dapat mengkonversi zat hara dan
menyimpannya sebagai bahan organik yang akan digunakan kemudian oleh
organisme hewani.
Biota Estuaria
Komponen fauna yang terbesar didominasi oleh fauna lautan, yaitu terdiri
dari hewan stenohalin, yang terbatas kemampuannya dalam mentolerir perubahan
salinitas sampai 30 dan hewan eurihalin, yakni hewan khas laut yang mampu
mentolerir penurunan salinitas hingga dibawah 30 . Selanjutnya, komponen
organisme air payau atau estuaria terdiri dari spesies yang hidup di pertengahan
daerah estuaria pada salinitas 5 dan 30 . Spesies ini tidak ditemukan hidup di
perairan laut maupun tawar. Komponen organisme air tawar biasanya terdiri dari
hewan yang tidak mampu mentolerir perubahan salinitas di atas 5 dan
penyebarannya hanya terbatas pada bagian hulu estuaria (Nybakken, 1992).
Jumlah spesies organisme yang menghuni estuaria jauh lebih sedikit jika
dibandingkan dengan organisme yang hidup di perairan tawar maupun laut.

Universitas sumatera utara

Jumlah spesies yang sedikit itu disebabkan oleh terjadinya fluktuasi besar kondisi
lingkungan, terutama salinitas dan suhu pada saat terjadi pasang dan surut.
Dengan demikian, beberapa spesies organisme yang dijumpai di estuari
merupakan spesies yang telah mampu beradaptasi terhadap kondisi lingkungan.
Selain miskin dalam jumlah jenis organisme, estuaria juga miskin akan flora
akuatik. Perairan estuaria sangat keruh, sehingga flora yang dominan umumnya
tergolong jenis tumbuhan yang mencuat (Dahuri, 2003).

Produktivitas Primer
Menurut Sitanggang (2011) adanya kehidupan di bumi berpangkal pada
kemampuan tumbuhan hijau dalam menggunakan energi cahaya matahari untuk
mensintesis molekul-molekul organik yang kaya energi dari senyawa-senyawa
anorganik. Proses ini adalah fotosintesis yang mempunyai persamaan umum:
cahaya matahari

6 CO2 + 6 H2O

klorofil

C2H12o6 + 6 O2

Menurut Michael (1994), diacu oleh Barus (2004), hasil dari proses
fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan berklorofil disebut sebagai
produktivitas primer. Fotosintesis yang memainkan peranan sangat penting dalam
pengaturan metabolisme komunitas, sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya
matahari, konsentrasi karbondioksida terlarut dan faktor temperatur. Laju
fotosintesis bertambah 23 kali lipat untuk setiap kenaikan temperatur sebesar
10oC. Meskipun demikian, intensitas sinar dan temperatur yang ekstrim
cenderung memiliki pengaruh yang menghambat laju fotosintesis. Secara
sederhana dapat diuraikan bahwa dalam fotosintesis terjadi proses penyerapan
energi cahaya dan karbondioksida serta pelepasan oksigen yang berupa salah satu

Universitas sumatera utara

produk dari fotosintesis tersebut. Proses kebalikan dari fotosintesis dikenal proses
respirasi yang meliputi pengambilan oksigen serta pelepasan karbondioksida dan
energi. Apabila cahaya tidak ada maka proses fotosintesis akan terhambat,
sementara aktivitas respirasi terus berlangsung.
Produktivitas primer merupakan mata rantai makanan yang memegang
peranan penting bagi sumber daya perairan. Melalui produktivitas primer, energi
akan mengalir dalam ekosistem perairan dimulai dengan fiksasi oleh tumbuhan
hijau melalui proses fotosintesis. Peningkatan suplai zat hara dan tersedianya zat
hara khususnya nitrogen dan fosfor merupakan faktor kimia perairan yang dapat
mempengaruhi produktivitas primer disamping faktor fisik cahaya matahari dan
temperatur (Wetzel, 2001 diacu oleh Asriyana dan Yuliana, 2012).
Cuaca dapat mempengaruhi produktivitas primer melalui tutupan awan,
dan secara tidak langsung melalui suhu. Awan dapat mengurangi penembusan
cahaya ke permukaan laut dan mengurangi kecepatan proses produktivitas primer.
Pada umumnya produktivitas primer di laut bebas relatif rendah karena jauh dari
daratan yang menyediakan zat hara. Hal ini disebabkan volume air yang besar
yang mampu mengencerkan kadar zat hara tersebut. Lingkungan eutrofik adalah
lingkungan dengan sejumlah besar zat hara, contohnya danau dangkal, kolam dan
rawa-rawa untuk lingkungan air tawar, dan estuaria untuk lingkungan laut.
Kombinasi antara kandungan zat hara tinggi dari aliran sungai dan perairan
dangkal yang teraduk baik, merupakan keadaan ideal untuk produktivitas tinggi.
Lingkungan oligotrofik adalah lingkungan dengan produktivitas rendah, seperti
laut lepas, danau besar yang dalam dan goba pantai dimana sirkulasi air terbatas
(Romimohtarto dan Juwana, 2001).

Universitas sumatera utara

Dari hasil penelitian Galingging (2010) yang dilakukan di muara Sungai


Asahan diperoleh nilai produktivitas primer berkisar antara 150,144 hingga
375,360 mg C/m3/hari dengan rata-rata tertinggi diperoleh pada stasiun 3 yang
merupakan muara dan terendah pada stasiun 2 yang merupakan daerah
pemukiman penduduk dan pelabuhan. Berdasarkan hasil uji statistik tidak
ditemukan perbedaan yang signifikan dari nilai produktivitas primer antar stasiun
dan antar kedalaman. Dari hasil analisis ditemukan bahwa oksigen terlarut, fosfat,
klorofil-a dan kelimpahan fitoplankton berkorelasi sangat kuat dan positif dengan
produktivitas primer.

Klorofil-a
Istilah klorofil berasal dari bahasa Yunani yaitu chloros artinya hijau dan
phyllos artinya daun. Istilah ini diperkenalkan pada tahun 1818, dan pigmen
tersebut diekstrak dari tanaman dengan menggunakan pelarut organik. Klorofil
adalah pigmen pemberi warna hijau pada tumbuhan, alga dan bakteri fotosintetik.
Pigmen ini berperan dalam proses fotosintesis tumbuhan dengan menyerap dan
mengubah energi cahaya menjadi energi kimia. Klorofil mempunyai rantai fitil
(C20H39O) yang akan berubah menjadi fitol (C20H39OH) jika terkena air dengan
katalisator klorofilase. Fitol adalah alkohol primer jenuh yang mempunyai daya
afinitas yang kuat terhadap O2 dalam proses reduksi klorofil (Muthalib, 2009
diacu oleh Banyo dan Ai, 2012).
Pada tanaman tingkat tinggi ada 2 macam klorofil yaitu klorofil-a
(C55H72O5N4Mg) yang berwarna hijau tua dan klorofil-b (C55H70O6N4Mg) yang
berwarna hijau muda. Klorofil-a dan klorofil-b paling kuat menyerap cahaya di

Universitas sumatera utara

bagian merah (600-700 nm), sedangkan yang paling sedikit cahaya hijau (500-600
nm). Sedangkan cahaya berwarna biru dari spektrum tersebut diserap oleh
karotenoid (Hasibuan, 2011).
Klorofil adalah pigmen pemberi warna hijau pada tumbuhan, alga dan
bakteri fotosintetik. Senyawa ini yang berperan dalam proses fotosintesis
tumbuhan dengan menyerap dan mengubah energi cahaya menjadi energi kimia.
Klorofil-a berkaitan erat dengan produktifitas yang ditunjukkan dengan besarnya
biomassa fitoplankton yang menjadi rantai pertama makanan ikan pelagis.
Produktifitas primer perairan pantai melebihi 60% dari produktifitas yang ada di
laut (Inaku, 2011).
Klorofil menyebabkan cahaya berubah menjadi radiasi elektromagnetik
pada spektrum kasat mata (visible). Misalnya, cahaya matahari mengandung
semua warna spektrum kasat mata dari merah sampai violet, tetapi seluruh
panjang gelombang unsurnya tidak diserap dengan baik secara merata oleh
klorofil. Klorofil dapat menampung energi cahaya yang diserap oleh pigmen
cahaya atau pigmen lainnya melalui fotosintesis, sehingga fotosintesis disebut
sebagai pigmen pusat reaksi fotosintesis. Proses fotosintesis tumbuhan hanya
dapat memanfaatkan sinar matahari dengan bentuk panjang gelombang antara
400700 m (Hasibuan, 2011).
Tiga fungsi utama klorofil dalam proses fotosintesis adalah memanfaatkan
energi matahari, memicu fiksasi CO2 untuk

menghasilkan karbohidrat dan

menyediakan energi bagi ekosistem secara keseluruhan. Karbohidrat yang


dihasilkan dalam fotosintesis diubah menjadi protein, lemak, asam nukleat dan
molekul organik lainnya. Klorofil menyerap cahaya yang berupa radiasi

Universitas sumatera utara

elektromagnetik pada spektrum kasat mata (visible). Cahaya matahari


mengandung semua warna spektrum kasat mata dari merah sampai violet, tetapi
tidak semua panjang gelombang diserap dengan baik oleh klorofil. Klorofil dapat
menampung cahaya yang diserap oleh pigmen lainnya melalui fotosintesis,
sehingga klorofil disebut sebagai pigmen pusat reaksi fotosintesis (Bahri, 2010
diacu oleh Banyo dan Ai, 2012).
Klorofil-a merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan
produktivitas primer di perairan. Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi
klorofil-a sangat terkait dengan kondisi fisik-kimia perairan. Dari hasil penelitian
yang dilakukan oleh Sitorus (2009) di Danau Toba Kecamatan Balige Kabupaten
Tobasa Sumatera Utara, nilai rata-rata klorofil-a tertinggi ada pada stasiun 4 yang
merupakan daerah kontrol yaitu 225,42 mg/m3. Tingginya konsentrasi klorofil-a
di stasiun 4 merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan terhadap
tingginya nilai Produktivitas Primer di stasiun 4.

Fitoplankton
Fitoplankton merupakan tumbuhan planktonik yang bebas melayang dan
hanyut dalam laut serta mampu berfotosintesis. Fitoplankton memiliki klorofil
untuk dapat berfotosintesis, menghasilkan senyawa organik seperti karbohidrat
dan oksigen. Zooplankton adalah hewan-hewan laut yang bersifat planktonik.
Plankton dapat dikelompokkan menjadi lima golongan berdasarkan ukurannya,
yaitu megaplankton (>2 mm), makroplankton (0.2 mm2 mm), mikroplankton
(20 m-0.2 mm), nanoplankton (2 m-20 m), dan ultraplankton (<2
m). Berdasarkan daur hidupnya dibagi menjadi dua, yaitu holoplankton (seluruh

Universitas sumatera utara

daur hidupnya bersifat planktonik) dan meroplankton (sebagian dari daur


hidupnya bersifat planktonik) (Nybakken, 1992).
Menurut Wulandari (2009) fitoplankon dapat digunakan sebagai indikator
terhadap kategori kesuburan perairan maupun sebagai indikator perairan yang
tercemar atau tidak tercemar. Fitoplankton dengan kelimpahan yang tinggi
umumnya terdapat di perairan sekitar muara sungai atau di perairan lepas pantai
dimana terjadi air naik (up welling). Di kedua lokasi ini terjadi proses penyuburan
karena masuknya zat-zat hara ke dalam lingkungan tersebut. Plankton di estuari
umumnya mempunyai jumlah spesies yang sedikit tetapi jumlah individunya
cukup banyak. Jumlah spesies yang sedikit itu disebabkan oleh terjadinya
fluktuasi besar kondisi lingkungan, terutama salinitas`dan suhu pada saat terjadi
pasang dan surut.
Fitoplankton merupakan sumber makanan utama bagi hampir semua
hewan yang ada di laut. Konsentrasi dari pigmen hijau fotosintesis (klorofil-a) di
perairan estuari, pantai dan laut merupakan indikator kelimpahan dan biomassa
dari tumbuhan mikroskopis (fitoplankton) sebagai algae uniselular. Di samping
itu, klorofil-a biasanya juga digunakan sebagai ukuran kualitas perairan yaitu
sebagai petunjuk ketersediaan nutrient di perairan (Afdal dan Riyono, 2007).
Plankton merupakan organisme perairan yang keberadaannya dapat
menjadi indikator perubahan kualitas biologi perairan sungai. Plankton
memegang peran penting dalam mempengaruhi produktivitas primer perairan.
Beberapa organisme plankton bersifat toleran dan mempunyai respon yang
berbeda terhadap perubahan kualitas perairan (Hutabarat, dkk., 2013).

Universitas sumatera utara

Dari hasil penelitian Simanjuntak (2010) yang dilakukan di Muara Sungai


Asahan, total kelimpahan fitoplankton tertinggi terdapat pada stasiun 3 yaitu
mulut muara yang merupakan jalur lalulintas keluar masuknya kapal kecil
maupun besar dengan nilai 93142,857 individu/l. Hal ini didukung oleh nilai
kandungan fosfat yang didapat pada stasiun penelitian termasuk kategori baik yaitu
rata-rata sebesar 0,139 mg/l, sedangkan kandungan fosfat yang optimum untuk
pertumbuhan plankton berkisar 0,27-5,51 mg/l.

Faktor Fisika-Kimia Perairan


Suhu
Dalam setiap penelitian dalam ekosistem akuatik, pengukuran suhu air
merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan
berbagai gas di dalam air serta semua aktivitas biologis-fisiologis di dalam
ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh temperatur. Menurut Hukum Vant
Hoffs kenaikan suhu sebesar 10oC (hanya pada kisaran suhu yang masih ditolerir)
akan meningkatkan aktivitas fisiologis (misalnya respirasi) dari organisme sebesar
2-3 kali lipat. Pola suhu ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara
sekelilingnya dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari
pepohonan yang tumbuh ditepi (Brehm dan Maijering 1990 diacu oleh Barus,
2004).
Penetrasi cahaya
Penetrasi cahaya merupakan besaran untuk mengetahui sampai kedalaman
berapa cahaya matahari dapat menembus lapisan suatu ekosistem perairan. Nilai

Universitas sumatera utara

ini sangat penting kaitannya dengan laju fotosintesis. Besar nilai penetrasi cahaya
ini dapat diidentikkan dengan kedalaman air yang memungkinkan masih
berlangsungnya proses fotosintesis. Nilai fotosintesis ini sangat dipengaruhi oleh
intensitas cahaya matahari, kekeruhan air serta kepadatan plankton di suatu
perairan (Suin, 2002).
Menurut Barus (2004) faktor cahaya matahari yang masuk kedalam air
akan mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut
akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan keluar dari permukaan air.
Dengan bertambahnya lapisan air intensitas cahaya tersebut akan mengalami
perubahan yang signifikan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif.
Cahaya gelombang pendek merupakan yang paling kuat mengalami pembiasan
yang mengakibatkan kolam air yang jernih akan terlihat berwarna biru dari
permukaan.
Kedalaman penetrasi cahaya di dalam laut, yang merupakan kedalaman
dimana produksi fitoplankton masih dapat berlangsung, bergantung pada
beberapa faktor, antara lain absorbsi cahaya oleh air, panjang gelombang cahaya,
kecerahan air, pemantulan cahaya oleh permukaan laut, lintang geografik, dan
musim (Nybakken, 1992).
Salinitas
Menurut Effendi (2003) salinitas perairan estuari biasanya lebih rendah
daripada salinitas perairan sekelilingnya. Di mulut sungai, salinitas bervariasi
sangat besar pada saat pergantian musim yaitu musim hujan dan musim kemarau.
Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air, setelah semua karbonat
dikonversi menjadi oksida, semua bromide dan iodide digantikan oleh klorida,

Universitas sumatera utara

dan semua bahan organik telah dioksidasi. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi
oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran
sungai. Nilai salinitas perairan laut 30 - 40 , pada perairan hipersaline, nilai
salinitas dapat mencapai kisaran 40 - 80 .
Derajat Keasaman (pH)
Organisma akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai
nilai pH yang netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa
lemah. pH yang ideal bagi kehidupan organisma akuatik pada umumnya berkisar
antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat
basa membahayakan kelangsungan hidup organisma karena menyebabkan
terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Di samping itu pH yang sangat
rendah menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat
toksik semakin tinggi yang tentunya mengancam kelangsungan organisma
akuatik. Sementara pH yang tinggi menyebabkan keseimbangan antara amonium
dan amoniak dalam air akan terganggu. Kenaikan pH di atas netral meningkatkan
konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme
(Barus, 2004).
Oksigen Terlarut (DO)
Disolved Oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam
suatu perairan. Oksigen terlarut merupakan faktor yang sangat penting di dalam
ekosistem perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi
sebagian besar organisme-organisme air. Kelarutan oksigen di dalam air sangat
dipengaruhi terutama oleh faktor suhu. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air
terdapat di dalam air terdapat pada suhu 0oC, yaitu sebesar 14,16 mg/l O2.

Universitas sumatera utara

Terjadinya peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi oksigen akan


menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan meningkatkan
konsentrasi oksigen terlarut (Barus, 2004).
Biochemical Oxygen Demand (BOD5)
Nilai

BOD menyatakan

jumlah

oksigen

yang dibutuhkan

oleh

mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik, yang diukur


pada temperatur 20oC. BOD (kebutuhan oksigen biologis) adalah jumlah
kebutuhan oksigen yang dibutuhkan oleh organisme dalam lingkungan air,
pengukuran BOD didasarkan kepada kemampuan mikroorganisme untuk
menguraikan senyawa organik, artinya hanya terhadap senyawa yang terdapat
yang mudah diuraikan secara biologis seperti senyawa yang terdapat dalam rumah
tangga. Untuk produk-produk kimiawi, seperti senyawa minyak dan buangan
kimia lainnya akan sangat sulit dan bahkan tidak bisa diuraikan oleh
mikroorganisme (Barus, 2004).
Total Suspended Solid (TSS)
Total Suspended Solid merupakan zat-zat tersuspensi yang ada di dalam
air. Secara teoritis muatan padatan tersuspensi adalah semua bahan yang masih
0

tetap tertinggal sebagai sisa penguapan dan pemanasan pada suhu 103105 C.
Semakin besar kandungan muatan tersuspensi di dalam air akan mengakibatkan
terhalangnya berbagai proses fisika kimia di dalam perairan (Dahuri dan Damar,
1994 diacu oleh Banjarnahor, 2010). Menurut Effendi (2003) padatan tersuspensi
total (total suspended solid) adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter > 1 cm).
TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad jasad renik, yang terutama
disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air.

Universitas sumatera utara

Kandungan Nitrat (NO3) dan Posfat (PO4)


Nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk dapat
tumbuh dan berkembang, sementara nitrit merupakan senyawa toksik yang dapat
mematikan organisme air. Keberadaan nitrat diperairan sangat dipengaruhi oleh
buangan yang dapat berasal dari industri, bahan peledak, pirotehnik dan
pemupukan. Secara alamiah, kadar nitrat biasanya rendah namun kadar nitrat
dapat menjadi tinggi sekali dalam air tanah didaerah yang diberi pupuk
nitrat/nitrogen (Alaerts, 1987 diacu oleh Sitorus 2009).
Fosfat merupakan unsur yang sangat esensial sebagai nutrien bagi
berbagai organisma akuatik. Fosfat merupakan unsur yang penting dalam aktivitas
pertukaran energi dari organisme yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit, sehingga
fosfat berperan sebagai faktor pembatas bagi pertumbuhan organisma.
Peningkatan

konsentrasi

fosfat

dalam

suatu

ekosistem

perairan

akan

meningkatkan pertumbuhan algae dan tumbuhan air lainnya secara cepat.


Peningkatan fosfat akan menyebabkan timbulnya proses eutrofikasi di suatu
ekosistem perairan yang menyebabkan terjadinya penurunan kadar oksigen
terlarut, diikuti dengan timbulnya kondisi anaerob yang menghasilkan berbagai
senyawa toksik misalnya methan, nitrit dan belerang (Barus, 2004).
Karbon, oksigen dan hidrogen dibutuhkan dalam jumlah paling besar
karena nutrien ini merupakan komponen penting dalam senyawa organik seperti
karbohidrat, lemak dan protein, tetapi untuk elemen-elemen ini dapat diperoleh
dengan mudah dari H2O (untuk hidrogen) dan CO2 (untuk karbon dan oksigen).
Zat anorganik utama yang diperlukan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang
biak adalah nitrogen dan fosfor (Nybakken, 1992).

Universitas sumatera utara

Anda mungkin juga menyukai