Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH FILSAFAT IPA

KESESUAIAN

DAN PERBEDAAN

Disusun oleh:
1. Siti Tabahyati
2. Laurnza Laraswati
3. Dzurotun Nafisyah

(14030184010)
(14030184020)
(14030184027)

Pendidikan Fisika A 2014

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


2016

BAB I
PENDAHULUAN

Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran. Beberapa cara ditempuh untuk


memperoleh kebenaran, antara lain dengan menggunakan rasio seperti para rasionalis dan
melalui pengalaman atau empiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia
membuahkan prinsip-prinsip yang lewat penalaran rasional, kejadian-kejadian yang berlaku
di alam itu dapat dimengerti. Ilmu pengetahuan harus dibedakan dari fenomena alam.
Fenomena alam adalah fakta, kenyataan yang tunduk pada hukum-hukum yang menyebabkan
fenomena itu muncul. Ilmu pengetahuan adalah formulasi hasil aproksimasi atas fenomena
alam atau simplifikasi atas fenomena tersebut.
Pendidikan pada umumnya dan ilmu pengetahuan pada khususnya mengemban tugas
utama untuk menemukan, pengembangan, menjelaskan, menyampaikan nilai-nilai kebenaran.
Semua orang yang berhasrat untuk mencintai kebenaran, bertindak sesuai dengan kebenaran.
Kebenaran adalah satu nilai utama didalam kehidupan manusia. Sebagai nilai-nilai yang
menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human
dignity) selalu berusaha memeluk suatu kebenaran. Kebenaran sebagai ruang lingkup dan
obyek pikir manusia sudah lama menjadi penyelidikan manusia. Manusia sepanjang sejarah
kebudayaannya menyelidiki secara terus menerus apakah hakekat kebenaran itu.
Jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk
melaksanakan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenaran,
tanpa melaksanakan kebenaran tersebut manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik
spikologis. Kebenaran yang satu dibawah kebenaran yang lain tingkatan kualitasnya ada
kebenaran relatif, ada kebenaran mutlak (absolut). Ada kebenaran alami dan ada kebenaran
illahi, ada kebenaran khusus individual, da nada kebenaran umum universal. Struktur
pengetahuan manusia menunjukkan tingkatan-tingkatan dalam hal menangkap kebenaran.
Setiap tingkat pengetahuan dalam struktur tersebut menunjukkan tingkat kebenaran yang
berbeda. Pengetahuan inderawi merupakan struktur terendah. Tingkat pengetahuan yang lebih
tinggi adalah pengetahuan rasional dan intuitif. Tingkat pengetahuan indrawi menangkap
kebenaran secara tidak lengkap, tidak terstruktur, dan pada umumnya kabur. Pada tingkat
pengetahuan rasional-ilmiah, manusia melakukan penataan pengetahuannya agar terstruktur
dengan jelas.
Ilmu dicirikan dengan pemakaian sistem dan metode ilmiah yang dapat diberikan
dalam berbagai bentuk. Metode ilmu dapat bersifat sangat teoritis dan apriori dengan
membuat unsur-unsur bangunannya sendiri. Metode ilmu dapat bersifat empiris dengan
unsur-unsur bangunan yang seakan-akan diolah dari lingkungan. Metode ilmiah yang dipakai
dalam suatu ilmu tergantung dari objek ilmu yang bersangkutan. Filsafat ilmu memiliki tiga
cabang kajian yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ontologi membahas tentang apa itu
realitas. Dalam hubungannya dengan ilmu pengetahuan, filsafat ini membahas tentang apa

yang bisa dikategorikan sebagai objek ilmu pengetahuan. Epistemologis membahas masalah
metodologi ilmu pengetahuan. Dalam ilmu pengetahuan modern, jalan bagi diperolehnya
ilmu pengetahuan adalah metode ilmiah dengan pilar utamanya rasionalisme dan empirisme.
Aksiologi menyangkut tujuan diciptakannya ilmu pengetahuan, mempertimbangkan aspek
pragmatis-materialistis.
Dari semua pengetahuan, maka ilmu merupakan pengetahuan yang aspek ontologi,
epistemologi, dan aksiologinya telah jauh lebih berkembang dibandingkan dengan
pengetahuan-pengetahuan lain, dilaksanakan secara konsekuen dan penuh disiplin (Jujun
S.Suriasumantri, 1998).

BAB II
PEMBAHASAN

ARTI KEBENARAN
Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan manusia. Sebagai nilai-nilai yang
menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human
dignity) selalu berusaha memeluk suatu kebenaran.
A. Pengertian Kebenaran dan Tingkatannya
Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi :
1. Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhanan dan pertama
yang dialami manusia
2. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui
indara, diolah pula dengan rasio
3. Tingkat filosofis, rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah
kebenaran itu semakin tinggi nilainya
4. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa
dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan.
Keempat tingkat kebenarna ini berbeda-beda wujud, sifat dan kualitasnya bahkan
juga proses dan cara terjadinya, disamping potensi subyek yang menyadarinya. Potensi

subyek yang dimaksud disini ialah aspek kepribadian yang menangkap kebenarna itu.
Misalnya pada tingkat kebenaran indera, potensi subyek yang menangkapnya ialah
panca indra.
a. Ukuran kebenarannya
a) Berfikir merupakan suatu aktifitas manusia untuk menemukan kebenaran;
b) Apa yang disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain;
c) Diperlukan suatu ukuran atau kriteria kebenaran.
b. Jenis-jenis Kebenaran
Kebenaran dapat dibagi dalam tiga jenis menurut telaah dalam filsafat ilmu, yaitu:
a) Kebenaran Epistemologi, adalah kebenaran dalam hubungannya dengan
pengetahuan manusia,
b) Kebenaran Ontologis, adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat
kepada segala sesuatu yang ada maupun diadakan.
c) Kebenaran Semantis, adalah kebenaran yang terdapat serta melekat di dalam
tutur kata dan bahasa.
B. Sifat Kebenaran Ilmiah
Karena kebenaran tidak dapat begitu saja terlepas dari kualitas, sifat, hubungan, dan
nilai itu sendiri, maka setiap subjek yang memiliki pengetahuan akan memiliki persepsi
dan pengertian yang amat berbeda satu dengan yang lainnya, dan disitu terlihat sifatsifat dari kebenaran.
Sifat kebenaran dapat dibedakan menjadi tiga hal, yaitu:
1. Kebenaran berkaitan dengan kualitas pengetahuan, dimana setiap pengetahuan yang
dimiliki ditilik dari jenis pengetahuan yang dibangun. Pengetahuan itu berupa:
a) Pengetahuan biasa atau disebut ordinary knowledge atau common sense
knowledge. Pengetahuan seperti ini memiliki inti kebenaran yang sifatnya
subjektif, artinya amat terikat pada subjek yang mengenal.
b) Pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah menetapkan objek yang khas
atau spesifik dengan menerapkan metodologi yang telah mendapatkan
kesepakatan para ahli sejenis. Kebenaran dalam pengetahuan ilmiah selalu

mengalami pembaharuan sesuai dengan hasil penelitian yang penemuan


mutakhir.
c) Pengetahuan filsafat, yaitu jenis pengetahuan yang pendekatannya melalui
metodologi pemikiran filsafat, bersifat mendasar dan menyeluruh dengan model
pemikiran analitis, kritis, dan spekulatif. Sifat kebenaran yang terkandung
adalah absolute-intersubjektif.
d) Kebenaran pengetahuan yang terkandung dalam pengetahuan agama.
Pengetahuan agama bersifat dogmatis yang selalu dihampiri oleh keyakinan
yang telah tertentu sehingga pernyataan dalam kitab suci agama memiliki nilai
kebenaran sesuai dengan keyakinan yang digunakan untuk memahaminya.
2. Kebenaran dikaitkan dengan sifat atau karakteristik dari bagaimana cara atau dengan
alat apakah seseorang membangun pengetahuannya. Implikasi dari penggunaan alat
untuk memperoleh pengetahuan akan mengakibatkan karakteristik kebenaran yang
dikandung oleh pengetahuan akan memiliki cara tertentu untuk membuktikannya.
Jadi jika membangun pengetahuan melalui indera atau sense experience, maka
pembuktiannya harus melalui indera pula.
3. Kebenaran
dikaitkan
atas
ketergantungan
terjadinya
pengetahuan.
Membangun pengetahuan tergantung dari hubungan antara subjek dan objek, mana
yang dominan. Jika subjek yang berperan, maka jenis pengetahuan ini mengandung
nilai kebenaran yang bersifat subjektif. Sebaliknya, jika objek yang berperan, maka
jenis pengetahuannya mengandung nilai kebenaran yang sifatnya objektif.
Kebenaran dapat digunakan sebagai suatu kata benda yang konkret maupun abstrak.
Adapun kebenaran dapat berkaitan dengan :
1. Kualitas pengetahuan Artinya bahwa setiap pengetahuan dimiliki seseorang yang
mengetahui suatu obyek ditinjau dari pengetahuan yang dibangun. Pengetahuan
tersebut berupa :
a. Pengetahuan biasa yang sifatnya subyektif ; b. Pengetahuan ilmiah yang bersifat
relative; c. Pengetahuan filasafati yang sifatnya absolut-intersubyektif ; d.
Pengetahuan agama yang bersifat absolut
2. Karakteristik cara membangun pengetahuan:
a. Penginderaan/ sense experience ; b. Akal pikir/ ratio/ intuisi ; c. Keyakinan
3. Jenis pengetahuan menurut kriteria karakteristik:
a. Pengetahuan indrawi; b. Pengetahuan akal budi; c. Pengetahuan intuitif ;
d.Pengetahuan kepercayaan/ pengetahuan otoritatif ; e. Pengetahuan lain-lain

4. Ketergantungan terjadinya pengetahuan, yang artinya bagaimana hubungan subjek


dan objek. Bila yang dominan subjek maka sifatnya subjektif, sebaliknya bila
yang dominan objek maka sifatnya objektif.

TEORI TEORI KEBENARAN


Ilmu pengetahuan terkait erat dengan pencarian kebenaran, yakni kebenaran ilmiah.
Ada banyak yang termasuk pengetahuan manusia, namun tidk semua hal itu langsung kit
golongkan sebagai ilmu pengetahuan. Hanya pengetahuan tertentu, yang diperoleh dari
kegiatan ilmiah, dengan metode yang sistematis, melalui penelitian, analisis dan pengujian
data secara ilmiah, yang dapat kit sebut sebagai ilmu pengetahuan. Dalam sejarah filsafat,
terdapat beberapa teori tentang kebenaran, diantaranya tiga yang utama, yakni: Pertama, teori
kebenaran ebagai persesuaian (the correspondence theory of truth), disebut juga teori
korespondensi; teori kebenaran sebagai peneguhan (the coherence theory of truth), atau
disebut juga sebagai teori koherensi; dan ketiga, teori pragmatis (the pragmatis theory of
truth).
1. Teori Koresondensi / Teori Persesuaian (The Correspondence theory of truth)
Masalah kebenaran menurut teori ini hanyalah perbandingan antara realita oyek
(informasi, fakta, peristiwa, pendapat) dengan apa yang ditangkap oleh subjek (ide,
kesan). Jika ide atau kesan yang dihayati subjek (pribadi) sesuai dengan kenyataan,
realita, objek, maka sesuatu itu benar.
Teori korispodensi (corespondence theory of truth) menerangkan bahwa kebenaran
atau sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang
dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh
pernyataan atau pendapat tersebut.Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan
fakta, yang berselaran dengan realitas yang serasi dengan sitasi aktual. Dengan
demikian ada lima unsur yang perlu yaitu :
1. Statemaent (pernyataan)
2. Persesuaian (agreemant)
3. Situasi (situation)
4.

Kenyataan (realitas)

5.

Putusan (judgements)

Kebenaran adalah fidelity to objektive reality (kesesuaian pikiran dengan


kenyataan). Teori ini dianut oleh aliran realis. Pelopornya plato, aristotels dan moore

dikembangkan lebih lanjut oleh Ibnu Sina, Thomas Aquinas di abad skolatik, serta oleh
Berrand Russel pada abad moderen. Cara berfikir ilmiah yaitu logika induktif
menggunakan teori korespodensi ini. Teori kebenaran menuru corespondensi ini sudah
ada di dalam masyarakat sehingga pendidikan moral bagi anak-anak ialah pemahaman
atas pengertian-pengertian moral yang telah merupakan kebenaran itu. Apa yang
diajarkan oleh nilai-nilai moral ini harus diartikan sebagai dasar bagi tindakan-tindakan
anak di dalam tingkah lakunya.
Artinya anak harus mewujudkan di dalam kenyataan hidup, sesuai dengan nilai-nilai
moral itu. Bahkan anak harus mampu mengerti hubungan antara peristiwa-peristiwa di
dalam kenyataan dengan nilai-nilai moral itu dan menilai adakah kesesuaian atau tidak
sehingga kebenaran berwujud sebagai nilai standard atau asas normatif bagi tingkah
laku. Apa yang ada di dalam subyek (ide, kesan) termasuk tingkah laku harus
dicocokkan dengan apa yang ada di luar subyek (realita, obyek, nilai-nilai) bila sesuai
maka itu benar.
2. Teori Konsistensi atau Teori Koherensi (The Coherence Theory of Truth)
Teori ini merupakan suatu usaha pengujian (test) atas arti kebenaran. Hasil test dan
eksperimen dianggap relible jika kesan-kesanyang berturut-turut dari satu penyelidik
bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam
waktu dan tempat yang lain. Menurut teori consistency untuk menetapkan suatu
kebenarnan bukanlah didasarkan atas hubungan subyek dengan realitas obyek. Sebab
apabila didasarkan atas hubungan subyek (ide, kesannya dan comprehensionnya)
dengan obyek, pastilah ada subyektivitasnya. Oleh karena itu pemahaman subyek yang
satu tentang sesuatu realitas akan mungkin sekali berbeda dengan apa yang ada di
dalam pemahaman subyek lain.
Teori ini dipandang sebagai teori ilmiah yaitu sebagai usaha yang sering dilakukan
di dalam penelitian pendidikan khsusunya di dalam bidang pengukuran pendidikan.
Teori konsisten ini tidaklah bertentangan dengan teori korespondensi. Kedua teori ini
lebih bersifat melengkapi. Teori konsistensi adalah pendalaman dankelanjutan yang
teliti dan teori korespondensi. Teori korespondensi merupakan pernyataan dari arti
kebenaran. Sedah teori konsistensi merupakan usaha pengujian (test) atas arti kebenaran
tadi.
Teori koherensi (the coherence theory of trut) menganggap suatu pernyataan benar
bila di dalamnya tidak ada perntentangan, bersifat koheren dan konsisten dengna
pernyataan sebelumnya yang telah dianggap benar. Dengan demikian suatu pernyataan
dianggap benar, jika pernyataan itu dilaksanakan atas pertimbangan yang konsisten dan
pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya. Rumusan kebenaran adalah turth
is a sistematis coherence dan trut is consistency. Jika A = B dan B = C maka A = C
Logika matematik yang deduktif memakai teori kebenaran koherensi ini. Logika ini

menjelaskan bahwa kesimpulan akan benar, jika premis-premis yang digunakan juga
benar. Teori ini digunakan oleh aliran metafisikus rasional dan idealis.
Teori ini sudah ada sejak Pra Socrates, kemudian dikembangan oleh Benedictus
Spinoza dan George Hegel. Suatu teori dianggapbenar apabila telah dibuktikan
(klasifikasi) benar dan tahan uji. Kalau teori ini bertentangan dengan data terbaru yagn
benar atau dengan teori lama yang benar, maka teori itu akan gugur atau batal dengan
sendirinya.
3. Teori Pragmatisme (The Pragmatic Theory of Truth)
Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal apra pendidik sebagai
metode project atau medoe problem olving dai dalam pengajaran. Mereka akan benarbenar hanya jika mereka berguna mampu memecahkan problem yang ada. Artinya
sesuatu itu benar, jika mengmbalikan pribadi manusia di dalamkeseimbangan dalam
keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya
manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu melakukan
penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan lingkungan. Dalam dunia pendidikan, suatu teori
akan benar jika ia membuat segala sesutu menjadi lebih jelas dan mampu
mengembalikan kontinuitas pengajaran, jika tidak, teori ini salah. Jika teori itu praktis,
mampu memecahkan problem secara tepat barulah teori itu benar. Yang dapat secara
efektif memecahkan masalah itulah teori yang benar (kebenaran).
Teori pragmatisme (the pragmatic theory of truth) menganggap suatu pernyataan,
teori atau dalil itu memliki kebanran bila memiliki kegunaan dan manfaat bagi
kehidupan manusia. Kaum pragmatis menggunakan kriteria kebenarannya dengan
kegunaan (utility) dapat dikerjakan (workobility) dan akibat yagn memuaskan
(satisfaktor consequence). Oleh karena itu tidak ada kebenaran yang mutak/ tetap,
kebenarannya tergantung pada manfaat dan akibatnya. Akibat/ hasil yang memuaskan
bagi kaum pragmatis adalah :
1. Sesuai dengan keinginan dan tujuan
2. Sesuai dengan teruji dengan suatu eksperimen
3. Ikut membantu dan mendorong perjuangan untuk tetap eksis (ada)
Teori ini merupakan sumbangan paling nyata dari pada filsup Amerika tokohnya
adalha Charles S. Pierce (1914-1939) dan diikuti oleh Wiliam James dan John Dewey
(1852-1859). Wiliam James misalnya menekankan bahwa suatu ide itu benar terletak
pada konsikuensi, pada hasil tindakan yang dilakukan. Bagi Dewey konsikasi tidaklah
terletak di dalam ide itu sendiri, malainkan dalam hubungan ide dengan konsekuensinya
setelah dilakukan. Teory Dewey bukanlah mengerti obyek secara langsung (teori
korepondensi) atau cara tak langsung melalui kesan-kesan dari pada realita (teori

konsistensi). Melainkan mengerti segala sesuai melalui praktek di dalam program


solving.
4. Kebenaran Religius atau teori kebenaran performatif (The Performative Theory of
Thruth)
Kebenaran adalah kesan subjek tentang suatu realita, dan perbandingan antara kesan
dengan realita objek. Jika keduanya ada persesuaian, persamaan maka itu benar.
Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga rasion dan kemauan individu. Kebenaran
bersifat objective, universal,berlaku bagi seluruh umat manusia, karena kebenaran ini
secara antalogis dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.
Nilai kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan itu adalah objektif namun
bersifat superrasional dan superindividual. Bahkan bagi kaum religius kebenaran illahi
ini adalah kebenarna tertinggi, dimna semua kebanaran (kebenaran inderan, kebenaran
ilmiah, kebenaran filosofis) taraf dan nilainya berada di bawah kebanaran ini
Agama sebagai teori kebenaran
Ketiga teori kebenaran sebelumnya menggunakan alat, budi,fakta, realitas dan
kegunaan sebagai landasannya. Dalam teori kebanran agama digunakan wahyu yang
bersumber dari Tuhan. Sebagai makluk pencari kebeanaran, manusia dan mencari dan
menemukan kebenaran melalui agama. Dengan demikian, sesuatu dianggap benar bila
sesuai dan koheren dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu
kebenaran mutlak.agama dengan kitab suci dan haditsnya dapat memberikan jawaban
atas segala persoalan manusia, termasuk kebenaran.
5. Teori Kebenaran Konsensus
Suatu teori dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada paradigma atau
perspektif tertentu dan ada komunitas ilmuwan yang mengakui atau mendukung
paradigma tersebut. Banyak sejarawan dan filosof sains masa kini menekankan bahwa
serangkaian fenomena atau realitas yang dipilih untuk dipelajari oleh kelompok ilmiah
tertentu ditentukan oleh pandangan tertentu tentang realitas yang telah diterima secara
apriori oleh kelompok tersebut. Pandangan apriori ini disebut paradigma oleh Kuhn dan
world view oleh Sardar. Paradigma ialah apa yang dimiliki bersama oleh anggotaanggota suatu masyarakat sains atau dengan kata lain masyarakat sains adalah orangorang yang memiliki suatu paradigma bersama.
Masyarakat sains bisa mencapai konsensus yang kokoh karena adanya paradigma.
Sebagai konstelasi komitmen kelompok, paradigma merupakan nilai-nilai bersama yang
bisa menjadi determinan penting dari perilaku kelompok meskipun tidak semua anggota
kelompok menerapkannya dengan cara yang sama. Paradigma juga menunjukkan
keanekaragaman individual dalam penerapan nilai-nilai bersama yang bisa melayani
fungsi-fungsi esensial ilmu pengetahuan. Paradigma berfungsi sebagai keputusan

yuridiktif yang diterima dalam hukum tak tertulis. Pengujian suatu paradigma terjadi
setelah adanya kegagalan berlarut-larut dalam memecahkan masalah yang
menimbulkan krisis. Pengujian ini adalah bagian dari kompetisi di antara dua
paradigma yang bersaingan dalam memperebutkan kesetiaan masyarakat sains.
Falsifikasi terhadap suatu paradigma akan menyebabkan suatu teori yang telah mapan
ditolak karena hasilnya negatif. Teori baru yang memenangkan kompetisi akan
mengalami verifikasi . Proses verifikasi-falsifikasi memiliki kebaikan yang sangat mirip
dengan kebenaran dan memungkinkan adanya penjelasan tentang kesesuaian atau
ketidaksesuaian antara fakta dan teori.

PERBEDAAN
1. Obyek material [lapangan] filsafat itu bersifat universal [umum], yaitu segala sesuatu

yang ada [realita] sedangkan obyek material ilmu [pengetahuan ilmiah] itu bersifat
khusus dan empiris. Artinya, ilmu hanya terfokus pada disiplin bidang masing-masing
secra kaku dan terkotak-kotak, sedangkan kajian filsafat tidak terkotak-kotak dalam
disiplin tertentu Obyek formal [sudut pandangan] filsafat itu bersifat non fragmentaris,
karena mencari pengertian dari segala sesuatu yang ada itu secara luas, mendalam dan
mendasar. Sedangkan ilmu bersifat fragmentaris, spesifik, dan intensif. Di samping itu,
obyek formal itu bersifat teknik, yang berarti bahwa cara ide-ide manusia itu
mengadakan penyatuan diri dengan realita
2. Filsafat dilaksanakan dalam suasana pengetahuan yang menonjolkan daya spekulasi,
kritis, dan pengawasan, sedangkan ilmu haruslah diadakan riset lewat pendekatan trial
and error. Oleh karena itu, nilai ilmu terletak pada kegunaan pragmatis, sedangkan
kegunaan filsafat timbul dari nilainnya
3. Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada
pengalaman realitas sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat diskursif, yaitu menguraikan
secara logis, yang dimulai dari tidak tahu menjadi tahu.
4. Filsafat memberikan penjelasan yang terakhri, yang mutlak, dan mendalam sampai
mendasar [primary cause] sedangkan ilmu menunjukkan sebab-sebab yang tidak begitu
mendalam, yang lebih dekat, yang sekunder [secondary cause]

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Kebenaran sangat ditentukan oleh potensi subyek kemudian pula tingkatan validitas.
Kebenaran ditentukan oleh potensi subyek yang berperanan di dalam penghayatan atas
sesuatu itu. Bahwa kebenaran itu adalah perwujudan dari pemahaman (comprehension)
subjek tentang sesuatu terutama yang bersumber dari sesuatu yang diluar subyek itu realita,
perisitwa, nilai-nilai (norma dan hukum) yang bersifat umum. Kebenaran ada yang relatif
terbatas, ada pula yang umum. Bahkan ada pula yang mutlak, abadi dan universal. Wujud
kebenaran itu ada yang berupa penghayatan lahiriah, jasmaniah, indera, ada yang berupa ideide yang merupkan pemahaman potensi subjek (mental, rasio, intelektual). Bahwa substansi
kebenaran adalah di dalam antaraksi kepribadian manusia dengan alam semesta. Tingkat
wujud kebenaran ditentukan oleh potensi subjek yang menjangkaunya. Semua teori
kebenaran itu ada dan dipraktekkan manusia di dalam kehidupan nyata. Yang mana masingmasing mempunyai nilai di dalam kehidupan manusia

DAFTAR PUSTAKA

https://coretantintadwi.wordpress.com/2011/03/11/teori-kebenaran-pengetahuandan-teori-kebenaran-ilmiah-tugas-makul-filsafat-ilmu/

Anda mungkin juga menyukai