Anda di halaman 1dari 17

KEPERAWATAN DEWASA

Systemic Lupus Erythematosus (SLE)


Dosen Pengampu : Ns. Henni Kusuma, S.Kep.,M.Kep.,Sp.Kep.MB
Kelompok 3 :
Isnaini Nur Faizah

(22020114120020)

Citra Hayuning Kinasih

(22020114120025)

Ervin Widhiantyas

(22020114120035)

Deni Rifais

(22020114120052)

Ratih Nur Ainin

(22020114120061)

Dina Ayu Mentari

(22020114120066)

Uvi Zahra Rachmadian

(22020114130083)

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya, makalah ini dapat
tersusun dan berjalan dengan baik.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman kelompok yang dengan sabar
mau saling membantu dan tetap semangat sampai makalah ini telah selesai dengan lancar.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua orang. karena makalah
ini masih jauh dari sempurna, maka diharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya dalam pengembangan ilmu
pengetahuan.

Semarang 7 Oktober 2015

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................... 3
BAB I............................................................................................ 4
PENDAHULUAN.................................................................................................... 4
A. LATAR BELAKANG............................................................................................................. 4
C. RUMUSAN MASALAH......................................................................................................... 5

BAB II........................................................................................... 6
PEMBAHASAN...................................................................................................... 6
A. Definisi.............................................................................................................................. 6
B. Etiologi.............................................................................................................................. 6
C. Patogenesis......................................................................................................................... 7
D. Manifestasi SLE................................................................................................................... 8
E. Diagnosis............................................................................................................................ 9
F. Pengobatan Lupus Eritematosus Sistemik...................................................................................12

BAB III........................................................................................16
PENUTUP.......................................................................................................... 16
KESIMPULAN...................................................................................................................... 16
SARAN................................................................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................17

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit lupus adalah penyakit baru yang mematikan setara dengan kanker. Tidak
sedikit pengindap penyakit ini tidak tertolong lagi, di dunia terdeteksi penyandang penyakit
lupus mencapai 5 juta orang, dan lebih dari 100 ribu kasus baru terjadi setiap tahunnya.
Tubuh memiliki kekebalan untuk menyerang penyakit dan menjaga tetap sehat. Namun, apa
jadinya jika kekebalan tubuh justru menyerang organ tubuh yang sehat. Penyakit lupus
diduga berkaitan dengan sistem imunologi yang berlebih. Penyakit ini tergolong misterius.
Penyakit lupus masih sangat awam bagi masyarakat. Penyakit Lupus biasanya
menyerang wanita produktif. Meski kulit wajah penderita Lupus dan sebagian tubuh lainnya
muncul bercak-bercak merah, tetapi penyakit ini tidak menular. Terkadang kita meremehkan
rasa nyeri pada persendian, seluruh organ tubuh terasa sakit atau terjadi kelainan pada kulit,
atau tubuh merasa kelelahan berkepanjangan serta sensitif terhadap sinar matahari. Semua itu
merupakan sebagian dari gejala penyakit Lupus.
Faktor yang diduga sangat berperan terserang penyakit lupus adalah faktor
lingkungan, seperti paparan sinar matahari, stres, beberapa jenis obat, dan virus. Oleh karena
itu, bagi para penderita lupus dianjurkan keluar rumah sebelum pukul 09.00 atau sesudah
pukul 16.00. Saat bepergian, penderita memakai sun block atau sun screen (pelindung kulit
dari sengatan sinar matahari) pada bagian kulit yang akan terpapar.

B. TUJUAN
1. Mendeskripsikan pengertian penyakit lupus.
2. Mendiskripsikan gejala-gejala yang timbul akibat penyakit lupus.
3. Mendiskripsikan penyebab timbulnya penyakit lupus.
4. Mendiskripsikan cara pencegahan penyakit lupus.
5. Mendiskripsikan cara pengobatan penyakit lupus.

C. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah pengertian dari penyakit lupus?
2. Bagaimanakah gejala gejala yang ada akibat penyakit lupus?
3. Bagaimanakah penyebab yang dapat menimbulkan penyakit lupus?
4. Bagaimanakah cara mencegah penyakit Lupus?
5. Bagaimanakah cara mengobati penyakit lupus?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Lupus disebut sebagai autoimmune disease atau penyakit dengan kekebalan tubuh
berlebihan.6 Eritematosus artinya kemerahan, dan sistemik artinya tersebar luas di
berbagai organ tubuh. Lupus Eritematosus Sistemik (LSE) adalah salah satu dari
golongan penyakit reumatik otoimun yang bersifat non organ spesifik, biasanya penyakit
berjalan kronik, sistemik dan terjadi peradangan pada jaringan ikat. Kronik karena
penyakit berjalan pelan-pelan dari beberapa bulan sampai tahunan. Lupus Eritematosus
Sistemik merupakan penyakit inflamasi autoimun sistemik yang ditandai dengan temuan
autoantibodi pada jaringan dan kompleks imun sehingga mengakibatkan manifestasi
klinis di berbagai sistem organ. Penyakit autoimun, sistem kekebalan tubuh manusia
menjadi berlebihan sehingga antibodi tidak lagi berfungsi untuk menyerang virus, kuman
atau bakteri yang ada di tubuh, tetapi menyerang sistem kekebalan sel dan jaringan
tubuhnya sendiri. (Price&Lorraine, 1995, h.67).5 Penyakit ini dikenal dengan Penyakit
Seribu Wajah. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja tanpa pandang bulu,dari bayi
sampai orang tua, baik laki-laki atau perempuan, pada penderita penyakit ini yang paling
sering terkena adalah wanita dibandingkan pria.

B. Etiologi
Etiologi dari penyakit ini belum seluruhnya diketahui namun diduga :16&17
1. Faktor genetik
Keluarga
dari
penderita
penyakit
SLE
mempunyai
insidens

yang

tinggi untuk penyakit pada jaringan ikat.


2. Faktor Hormon
Konsumsi hormone juga akan berdampak buruk bagi kesehatan kita. Estrogen
menambahrisiko SLE.
3. Faktor obat
Obat tertentu dalam prosentase kecil sekali pada pasien tertentu dan diminum dalam
jangka waktu tertentu dapat mencetuskan lupus obat (Drug Induced Lupus
Erythematosusatau DILE). Hydrallazine yang digunakan secara luas untuk terapi
pada hipertensi.1,3,4 Sindrom ini terjadi pada 6-7% penderita hipertensi, setelah
6

terapi selama 3 tahun dengan hydrallazine,dengan dosis 100 mg/hari (5,4%) dan 200
mg/hari (10,4%). Tetapi tidak terjadi pada pemberian dengan dosis 50 mg/hari.
4. Jenis kelamin
Penyakit SLE menyerang hampir pada 90% wanita yang terjadi pada rentang usia
reproduksi antara usia 15-40 tahun dengan rasio wanita dan laki-laki adalah 5 : 1
(Kusuma, 2007). Resiko terkena penyakit lupus eritematosus sismetik lebih tinggi
pada wanita dibanding pria.
5. Radiasi sinar ultraviolet
Dapat
juga
sebagai

faktor

pencetus

pada

onset

SLE

atau

penyebab kekambuhan pada perjalanan penyakit ini di mana dapat ditemukan


antibodi terhadap radiasi ultraviolet. Sinar ultraviolet mengurangi supresiimun
sehingga terapi menjadi kurang efektif, sehingga lupus kambuh atau bertambah berat.
Ini disebabkan sel kulit mengeluarkan sitokin dan prostaglandin sehingga terjadi
inflamasi di tempat tersebut maupun secara sistemik melalui peredaran di pembuluh
darah.
6. Faktor Imunitas
Padapasien lupus terdapat hiperakti vitassel B atau intoleransi terhada psel T.
7. Faktor Infeksi
Pasien SLE cenderung mudah mendapat infeksi dan kadang-kadang penyakit ini
8.

kambuh setelah infeksi.


Faktor Stres
Stres berat dapat mencetuskan SLE pada pasien yang sudah memiliki kecenderungan
akan penyakit ini.

C. Patogenesis
Patogenesis SLE diawali dari interaksi antara faktor gen predisposisi dan lingkungan
yang akan menghasilkan respon imun yang abnormal. Respon ini termasuk :
1. Aktivasi dari imunitas oleh CpG DNA, DNA pada kompleks imun, dan RNA
dalam RNA/protein self-antigen
2. Ambang aktivasi sel imun adaptif yang menurun (Limfosit antigen-specific T dan
Limfosit B)
3. Regularitas dan inhibisi Sel T CD4+ dan CD8+
4. Berkurangnya klirens sel apoptotic dan kompleks imun.
Pada individu dengan redisposisi genetik terhadap SLE, timbul gangguan toleransi sel
T terhadap self-antigen. Akibatnya, terbentuk suatu sel T yang autoreaktif dan
menginduksi sel B untuk memproduksi autoantibodi. Autoantibodi yang terbentuk akan
menyerang nukleus, sitoplasma, permukaan sel, IgG, maupun faktor koagulasi (self
molecules). Antibodi yang spesifik ditemukan pada penderita LES adalah ANA (anti
nuklear antibodi), anti ds-DNA (anti double stranded DNA) dan anti-Sm antibodi. Ikatan
7

autoantibodi ini dengan antigennya akan membentuk kompleks imun yang beredar ke
seluruh tubuh dan diluar kemampuan fagosit mononuklear. Adanya deposit kompleks
imun akan memicu aktifasi sistem komplemen yang kemudian mengaktifkan respon
inflamasi dan gangguan organ terkait.1
Self-antigen (protein/DNA nukleosomal, RNA/protein, fosfolipid) dapat ditemukan
oleh sistem imun pada gelembung permukaan sel apoptotik, sehingga antigen
autoantibody, dan kompleks imun tersebut dapat bertahan untuk beberapa jangka waktu
yang panjang, menyebabkan inflamasi dan penyakit berkembang.17
Aktivasi dari komplemen dan sel imun mengakibatkan pelepasan kemotaksin,
sitokin, chemokin, peptide vasoaktif, dan enzim perusak. Pada keadaan inflamasi kronis,
akumulasi growth factors dan sel imun akan memicu pelepasan keomtaxin, sitokin,
chemokin, peptide vasoaktif, dan enzim perusak. Pada peradangan yang kronis,
akumulasi dari growth factor dan produk oksidase kronis berperan terhadap kerusakan
jaringan ireversibel pada glomerulus, arteri, paru-paru, dan jaringan lainnya. 17

D. Manifestasi SLE
Manifestasi klinis dari penyakit SLE dapat mengganggu aktivitas sehari-hari sehingga
dapat mengurangi produktivitas untuk penderita SLE. Manifestasi penyakit Lupus pada
tiap orang berbeda-beda, berubah dari waktu ke waktu, dan terkadang berlangsung cepat.
Manifestasinya mengenai seluruh organ tubuh seperti kulit, hematologi, sendi, sistem
saraf pusat, jantung, paru dan ginjal. Penderita systemic lupus erythematosus (SLE) 90%
adalah pada wanita periode usia muda-dewasa muda, dan ras negroid lebih cenderung
tiga kali lipat menderita SLE dibanding dengan ras lain. Gejala yang umum pada SLE,
antara lain :17
1.
2.
3.
4.

Konstitusional : kelelahan, demam, malaise, kehilangan berat badan


Kulit : rash (terutama butterfly rush), fotosensitif, vaskulitis, alofesia, ulkus oral
Sendi : peradangan
Hematologis : anemia (biasanya hemolitik), neutropenia, trombositopenia,

5.
6.
7.
8.

linfadenopati, spenomegali, trombosis arteri atau vena.


Kardio-pulmonal : pleuritis, pericarditis, myocarditis, endokarditis
Ginjal : nephritis, gagal ginjal
Gastrointestinal : peritonitis, vaskulitis
Mata : keratokonjungtivitis sicca, retinopati, episkleritis dan skleritis, uveitis, dan

Koroidopati.
9. Saraf : kejang, psikosis, serebritis

E. Diagnosis
Batasan

operasional

diagnosis

SLE

yang

dipakai

diartikan

sebagai terpenuhinya minimum kriteria (deinitif) atau banyak kriteria terpenuhi


(klasik) yang mengacu pada kriteria dari the AmericanCollegeof Rheumbatology
(ACR) revisi tahun 1997. Namun, mengingat dinamisnya keluhan dan tanda SLE dan
pada kondisi tertentu seperti lupus nefritis, neuropskiatrik lupus (NPSLE), maka dapat
saja kriteria tersebut belum terpenuhi.
Terkait dengan dinamisnya perjalanan penyakit SLE, maka diagnosis dini
tidaklah mudah ditegakkan. SLE pada tahap awal, seringkali bermanifestasi sebagai
penyakit lain misalnya artritis reumatoid, gelomerulonefritis, anemia, dermatitis dan
sebagainya. Ketepatan diagnosis dan pengenalan dini penyakit SLE menjadi penting.3
Kriteria yang ditetapkan oleh American College Rheumatology (ACR) revisi
tahun 1997, diantaranya:1
a. Ruam malar
b. Ruam diskoid
c. Fotosensitivitas (ruam yang timbul akibat sinar matahari, baik dari anamnesis
d.
e.
f.
g.
h.
i.

pasien atau pemeriksaan fisis)


Ulkus di mulut atau nasofaring
Artritis non-erosif
Serositis, berupa pleuritis atau perikarditis
Abnormal ginjal (proteinuria yang menetap > 0,5g/hari)
Abnormalitas neurologik (kejang atau psikosis tanpa etiologi yang jelas)
Abnormalitas hematologi (anemia hemolitik dengan retikulosis, leukopenia
<4000/mm3 pada 2x pemeriksaan, limfopenia <1500/mm3 pada 2x pemeriksaan,

atau trombositopenia <100.000/mm3 tanpa etiologi yang jelas)


j. Abnormalitas imunologik (anti ds-DNA atau anti Sm yang positif, atau antibodi
atau antifosfolipid yang positif atas dasar kadar serum antibodi antikardiolipin
yang abnormal, atau tes lupus antikoagulan positif, atau tes serologi sifilis positif
palsu minimal 6 bulan)
k. Antibodi antinuklear (ANA) yang positif dengan pemeriksaan imunofluoresensi.
Menurut American Rheumatism Association
Diagnosis penyakit Systemic Lupus Erythematosus ditegakkan apabila terdapat empat
atau lebih kriteria, sebagai berikut:17
a. Malar rash
b. Discoid rash
c. Photosensitivity
9

d.
e.
f.
g.

Ulkus nasofaring atau pada mulut


Non-erosive arthritis
Serositis-pleuritis atau pericarditis
Gangguan pada ginjal-persistent proteinuria (>0,5 g/hari) atau cellular casts yang

mencakup eritrosit, hemoglobin, granular, tubular atau gabungan semuanya.


h. Kelainan neurologis misalnya kejang atau psikosis pada penderita
i. Kelainan hematologi, yaitu anemia hemolytic dengan retikulosit atau leukopenia
(<4.000/mm3)

atau

trombositopenia

(<100.000/mm3)

atau

lymphopenia

(<1.500/mm3).
j. Kelainan imunologis dengan ditemukannya sel LE atau anti DNA dalam jumlah
abnormal atau anti Sn atau pemeriksaan serologis untuk syphilis memberikan
hasil
positif palsu minimal enam bulan yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan
pergerakan
treponema pallidum.
k. Antinuclear antibodies (ANA), suatu titer abnormal dari antinuclear antibody
melalui pemeriksaan immunofluorescence
Bila dijumpai 4 atau lebih kriteria diatas, diagnosis SLE memiliki sensitiitas
85% dan spesiisitas 95%. Sedangkan bila hanya 3 kriteria dan salah satunya ANA
positif, maka sangat mungkin SLE dan diagnosis bergan tung pada pengamatan
klinis. Bila hasil tes ANA negatif, maka kemungkinan bukan SLE. Apabila
hanyates ANA positif dan manifestasi klinis lain tidak ada, maka belum tentu SLE,
dan observasi jangka panjang diperlukan.3

a. Diagnosa Banding
Beberapa penyakit atau kondisi di bawah ini seringkali mengacaukan diagnosis
akibat gambaran klinis yang mirip atau beberapa tes laboratoriumyang serupa, yaitu :
3

a) Undifferentiated connective tissue disease


b) Sindroma Sjgren
c) Sindroma antibodi antifosfolipid (APS)
d) Fibromialgia (ANA positif)
e) Purpura trombositopenik idiopatik
f) Lupus imbas obat 9
g) Artritisreu matoid dini
h) Vaskulitis

10

b. Klasifikasi
Klasifikasi LES dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan tingkat keparahan
gejalannya:3
1. Derajat ringan :
a. Secara klinis tenang
b. Tidakterdapat tanda atau gejala yang mengancam nyawa
c. Fungsi organ normal atau stabil, yaitu: ginjal, paru, jantung,gastrointestinal,
susunan saraf pusat, sendi, hematologi dan kulit.
Contoh SLE dengan manifestasi arthritis dan kulit
2. Derajat Sedang
a. Nefritis ringan sampai sedang ( Lupus nefritis kelas I dan II)
b. Trom bositopenia (trom bosit 20-50x103 /mm3)
c. Serositis mayor
3. Derajat Berat/ mengancam nyawa.
a. Jantung: endokarditis Libman-Sacks, vaskulitis arteri koronaria, miokarditis,
tamponade jantung, hipertensi maligna.
b. Paru-paru: hipertensi pulmonal, perdarahan paru, pneumonitis, emboli paru,
c.
d.
e.
f.

infark paru, ibrosis interstisial,shrinking lung.


Gastrointestinal: pankreatitis, vaskulitis mesenterika.
Ginjal: nefritis proliferatif dan atau membranous.
Kulit: vaskulitis berat, ruam difus disertai ulkus atau melepuh(blister).
Neurologi: kejang,acute confusional state, koma, stroke, mielopati transversa,

mononeuritis, polineuritis, neuritis optik, psikosis, sindroma demielinasi.


g. Hematologi: anemia hemolitik, neutropenia (leukosit <1.000/mm3 ),
trombositopenia < 20.000/mm3, purpura trombotik trombositopenia, trom
bosis vena atau arteri.

F. Pengobatan Lupus Eritematosus Sistemik

1. Edukasi dan Konseling


Pada dasarnya pasien SLE memerlukan informasi yang benar dan dukungan
dari sekitarnya dengan maksud agar dapat hidup mandiri. Perlu dijelaskan akan
perjalanan penyakit dan kompleksitasnya. Pasien memerlukan pengetahuan akan
masalah aktivitas fisik, mengurangi atau mencegah kekambuhan antara lain
melindungi kulit dari paparan sinar matahari (ultra violet) dengan memakai tabir
surya, payung atau topi; melakukan latihan secara teratur.
Pasien harus memperhatikan bila mengalami infeksi. Perlu pengaturan diet
agar tidak kelebihan berat badan, osteoporosis atau terjadi dislipidemia. Diperlukan

11

informasi akan pengawasan berbagai fungsi organ, baik berkaitan dengan aktivitas
penyakit ataupun akibat pemakaian obat-obatan.
Terkait dengan pendekatan biopsikososial dalam penatalaksanaan SLE, maka
setiap pasien SLE perlu dianalisis adanya masalah neuro-psikologik maupun
sosial. Adanya gangguan fisik dan kognitif pada pasien SLE dapat memberikan
dampak buruk bagai pasien didalam lingkungan sosialnya baik tempat kerja atau
rumah.
Edukasi keluarga diarahkan untuk memangkas dampak stigmata psikologik
akibat adanya keluarga dengan SLE, memberikan informasi perlunya dukungan
keluarga yang tidak berlebihan. Hal ini dimaksudkan agar pasien dengan SLE
dapat dimengerti oleh pihak keluarganya dan mampu mandiri dalam kehidupan
kesehariannya. Selain itu dengan dukungan keluarga dapat meningkatkan kesembuhan
pasien.1

2. Program Rehabilitasi
Terdapat berbagai modalitas yang dapat diberikan pada pasien dengan SLE
tergantung maksud dan tujuan dari program ini. Berbagai latihan diperlukan untuk
mempertahankan kestabilan sendi. Modalitas fisik seperti pemberian panas atau
dingin diperlukan untuk mengurangi rasa nyeri, menghilangkan kekakuan atau
spasme otot. Demikian pula modalitas lainnya seperti transcutaneous electrical nerve
stimulation (TENS) memberikan manfaat yang cukup besar pada pasien dengan nyeri
atau kekakuan otot. Secara garis besar, maka tujuan, indikasi dan tekhnis pelaksanaan
program rehabilitasi yang melibatkan beberapa maksud di bawah ini, yaitu:
a. Istirahat
b. Terapi fisik
c. Terapi dengan modalitas
d. Ortotik
e. Lain-lain.

3. Pengobatan Medikamentosa
Beberapa jenis obat yang dapat digunakan pada SLE antara lain OAINs,
Kortikosteroid, Klorokuin 250mg/hari , Hidroksiklorokuin 200-400mg/hari ,
Azatioprin50-150mg/hari,

Siklofosfamid

50-150mg/hari,

Metotrekstat

7,5-

20mg/minggu , Siklosporin A 2,5-5mg/kg BB , dan Mikofenolat mofetil 1000-2000/ 2


dosis.

12

OAINs adalah obat anti inlamasi non steroid, AST/ALT : aspartate serum
transaminase/ alanine serum transaminase, LFT:liver function test. Kortikosteroid
(KS) digunakan sebagai pengobatan utama pada pasien dengan SLE. KS merupakan
obat yang banyak dipakai sebagai anti inlamasi dan imunosupresi. Pulse terapi KS
digunakan untuk penyakit rematik yang mengancam nyawa, induksi atau pada
kekambuhan. Sparing agen kortikosteroid adalah stilah digunakan untuk obat yang
diberikan untuk memudahkan menurunkan dosis KS dan berfungsi juga mengontrol
penyakit dasarnya. Obat yang sering digunakan sebagai sparing agent Pengobatan
SLE Berdasarkan Aktivitas Penyakitnya :
Ini

adalah

azatioprin,

mikofenolatmofetil,

siklofosfamid

dan

16

etotrexate.Pemberian terapikombinasi ini adalah untuk mengurangi efek samping KS.


Pengobatan SLE meliputi edukasi dan konseling,rehabilitasi medik dan medika
mentosa. Pemberian terapi kotrikosteroid merupakan lini pertama, cara penggunaan,
dosis dan efek samping perlu diperhatikan. Terapi pendamping (sparing agent) dapat
digunakan untuk memudahkan menurunkan dosis kortikosteroid, mengontrol penyakit
dasar dan mengurangi efek samping KS.
a. Pengobatan SLE Ringan
Pilar pengobatan pada SLE ringan dijalankan secara bersamaan dan
berkesinambungan serta ditekankan pada beberapa hal yang penting yaitu obatobatan :
Penghilang nyeri seperti paracetamol 3 x 500 mg, bila diperlukan.
Obat anti in lamasi non steroidal (OAINS), sesuai panduan diagnosis dan

pengelolaan nyer i dan inflamasi.


Glukokortikoid topikal untuk mengatasi ruam (gunakan preparat dengan

potensi ringan)
Klorokuin basa 3,5-4,0 mg/kg BB/hari (150-300 mg/hari) (1 tablet klorokuin
250 mg mengandung 150 mg klorokuin basa) catatan periksa mata pada
saat awal akan pemberian dan dilanjutkan setiap 3 bulan, sementara
hidroksiklorokuin dosis 5- 6,5 mg/kg BB/ hari (200-400 mg/hari) dan periksa

mata setiap 6-12 bulan.


Kortikosteroid dosis rendah seperti prednison < 10 mg / hari atau yang
setara.

b. Pengobatan SLE Sedang


13

Pilar penatalaksanaan SLE sedang sama seperti pada SLE ringan kecuali pada
pengobatan. Pada SLE sedang diperlukan beberapa rejimen obat-obatan tertentu
serta mengikuti protokol pengobatan yang telah ada. Misal pada serosistis yang
refrakter: 20 mg / hari prednison atau yang setara.
c. Pengobatan SLE Berat atau Mengancam Jiwa
Pilar pengobatan sama seperti pada SLE ringan kecuali pada penggunaan obatobatannya. Contoh obat yang digunakan :
Glukokortikoid Dosis Tinggi
Lupus nefritis, serebritis atau trombositopenia:40 60 mg / hari (1 mg/kgBB)
prednison atau yang setara selama 4-6 minggu yang kemudian diturunkan
secara bertahap, dengan didahului pemberian metilprednisolon intra vena 500
mg sampai 1 gr / hari selama 3 hari bertutut-turut.
Obat Imunosupresan atau Sitotoksik
Terdapat beberapa obat kelompok imunosupresan / sitotoksik yang biasa
digunakan pada SLE, yaitu azatioprin, siklofosfamid,metotreksat, siklosporin,
mikofenolat mofetil. Pada keadaan tertentu seperti lupus nefritis, lupus serebritis,
perdarahanparu

atau

sitopenia,

seringkali

diberikan

gabungan

antara

kortikosteroid dan imunosupresan / sitotoksik karena memberikan hasil


pengobatan yang lebih baik.

4. Terapi Lain
Beberapa obat lain yang dapat digunakan pada keadaan khusus SLE mencakup:
Intraven a imunoglobulin terutama IgG, dosis 400 mg/kgBB/hari selama 5
hari, terutama pada pasien SLE dengan trombositopenia,anemia hemilitik,
nefritis, neuropsikiatrik SLE, manifestasi mukokutaneus,atau demam yang

refrakter dengan terapi konvensional.


Plasmaferesis pada pasien SLE dengan sitopeni, krioglobulinemia dan lupus

serberitis.
Thalidomide 25-50 mg/hari pada lupus diskoid.
Danazol pada trombositopenia refrakter.
Dehydroepiandrosterone (DHEA) dikatakan memiliki steroid-sparring eff ect

pada SLE ringan.39


Dapson dan derivat re tinoid pada SLE dengan manifestasi kulit yang

refrakter dengan obat lainnya.


Rituximab suatu monoklonal antibodi kimerik dapat diberikan pada SLE
yang berat.
14

Belimumab suatu monoklonal antibodi yang menghambat aktivitas


stimulator limfosit sel B telah dilaporkan efektif dalam terapi SLE42 (saat ini

belum tersedia di Indonesia)


Terapi eksperimental diantaranya antibodi monoklonal terhadap liganCD40

(CD40LmAb).
Dialisis, transplantasiautologus stem-cell.

15

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Lupus Eritematosus Sistemik (LSE) adalah salah satu dari golongan penyakit
reumatik otoimun yang bersifat non organ spesifik, biasanya penyakit berjalan kronik,
sistemik dan terjadi peradangan pada jaringan ikat. Gejala yang umum pada SLE, antara
lain : kelelahan, demam, malaise, kehilangan berat badan, kulit mengalami rash
(terutama

butterfly

rush),

fotosensitif,

vaskulitis,

alofesia,

ulkus

oral, peradangan sendi, anemia (biasanya hemolitik), neutropenia, trombositopenia,


linfadenopati, spenomegali, trombosis arteri atau vena, pleuritis, pericarditis,
myocarditis,

endokarditis,

nephritis,

gagal

ginjal,

peritonitis,

vaskulitis,

keratokonjungtivitis sicca, retinopati, episkleritis dan skleritis, uveitis, dan Koroidopati,


kejang, psikosis, serebritis. Pengobatan LSE dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu
dengan edukasi dan konseling, program rehabilitasi, dan pengobatan medikamentosa.

SARAN
Dengan adanya makalah ini kami selaku penulis sangat berharap kepada seluruh
mahasiswa agar mampu memahami dan mengetahui tentang penyakit lupus
eritematosus. Semoga dengan adanya makalah ini dapat membawa pengaruh yang baik
dan bermanfaat bagi kita semua.
Kami penulis menydari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu
kami mengharapkan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

16

DAFTAR PUSTAKA
1. Arifputera, Andy, et al. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi IV. Jakarta : Media
Aesculapius.
2. Underwood, J.C.E. 1999. Patofisiologi Umum dan Sistematik. Edisi 2. Jakarta : EGC.
3. Kasjmir, Y.I., Handono, K., et al. 2011. Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi
Indonesia Untuk Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik. Jakarta :
Perhimpunan Reumatologi Indonesia.
4. Sudewi, N.P., Kurniati, N., et al. Karakteristik Klinis Lupus Eritematosus Sistemik
pada Anak. Jur SP. Agustus 2009; Volume:11 No.2.
5. Hidayati, F. Ketabahan dan Kecenderungan Depresi pada Penderita Lupus. Jur Psi.
Januari 2014; Volume 6 No.11.
6. Astuti, D. Gambaran Coping Stress Suami Terhadap Istri Yang
Menderita Systemic Lupus Erythematosus. Jur Psi. Juni 2010; Volume 8 No.1.
7. Nancy., Ikawati, Z. Evaluasi Pengobatan Systemic Lupus Erythematosus (Sle) Pada
Pasien SLE Dewasa. Jur MPF. September 2012; Volume 2 No.3.
8. Judha, M., Nurachmah, E. et al. Pencarian Makna Hidup Klien Terdiagnosa Lupus
Eritematosus Sistemik Dengan Perspektif Maslow dan Henderson. Jur KI. November
2010; Volume 3 No.3: hal 145-152.
9. Ghrahani, R. Sapartini, G. et al. Pola Antibodi Antinuklear Sebagai Faktor Risiko
Keterlibatan Sistem Hematologi Lupus Eritematosus Sistemik pada Anak. Jur MKB.
Juni 2015; Volume 42 No.2.
10. Kurniawati,. Ibrahim, K., et al. Gambaran gangguan tidur pada pasien sistemik
lupuseritematousus di salah satu RS kota bandung. 2013.
11. Oktarisa, S. Lupus Eritematosus: Masalah dalam Diagnosis dan Tata Laksana. Jur
MKI. Oktober 2010; Volume: 60 No.10.
12. Jifanti, F., Mappiase, A. Studi Retrospektif Lupus Eritematosus di Subdivisi Alergi
Imunologi Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar Periode 2005-2010. Jur MKP. 2010; Volume : 2 No.2.
13. Nigroho, G.C., Kharisma, Y., et al. Gambaran Umum Penatalaksanaansystemic
Lupus Erithematosus Pada Pasien Rawat Jalandi Rumah Sakit Al Ihsan Badung. Jur
PPD. 2014.
14. Komaligh, F.M., et al. Faktor Lingkungan yang Dapat Meningkatkan Risiko Penyakit
Lupus Erithematosus Sistemik. Jur EK. Agustus 2008; Volume : 7 No.2.
15. Prasetyo, A.R., Kustanti, E.R. Bertahan Dengan Lupus: Gambaran Resiliensi Pada
Odapus. Jur Psi. Oktober 2014.; Volume : 13 No. 2: hal 139-148.
16. Qoriani, H.F. Aplikasi Sistem Pakar Untuk Membantu Deteksi Dini Penyakit
Imunologi ( Studi Kasus Lupus Erithematosus ). 2008.
17. Israr, Yayan. A. Retinopati Systemic Lupus Erythematosus. Faculty of MedicineUniverity of Riau. 2009. ..

17

Anda mungkin juga menyukai