Anda di halaman 1dari 21

MATERNITAS

Asuhan Keperawatan Post Partum

Disusun Oleh
Kelompok 3:
Nama Kelompok: Dhania Djulian
Nyimas Maryama
Ratih Wulandari
Via Anggriyani
Yanti Saputri
Kelas

: 2 B D-IV Keperawatan

Dosen Pembimbing: Prahardian Putri

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia


Politeknik Kesehatan Palembang
Prodi D.IV Keperawatan
2015

Kata Pengantar
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini
tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang Asuhan Keperawatan Post
Partum meliputi tindakan keperawatan sesuai diagnosa pada ibu post partum normal
dan komplikasi, vulva hygiene dan toilet training, serta pemantauan involusi pada ibu
post partum.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca.

Palembang, September 2015

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perdarahan postpartum adalah perdarahan atau hilangnya darah sebanyak
lebih dari 500cc yang terjadi setelah anak lahir baik sebelum, selama, atau
sesudah kelahiran plasenta. Menurut waktu kejadiannya, perdarahan postpartum
sendiri dapat dibagi atas perdarahan postpartum primer yang terjadi dalam 24 jam
setelah bayi lahir, dan perdarahan postpartum sekunder yang terjadi lebih dari 24
jam sampai dengan 6 minggu setelah kelahiran bayi. (I.B.G Manuaba, 2007).
Kematian ibu hamil dapat diklasifikasikan menurut penyebab mediknya
sebagai obstetric langsung dan tidak langsung. Menurut laporan WHO (2008)
bahwa kematian ibu di dunia disebabkan oleh perdarahan sebesar 25%, penyebab
tidak langsung 20%, infeksi 15%, aborsi yang tidak aman 13%, eklampsia 12%,
penyulit persalinan 8% dan penyebab lain 7%.(Depkes RI, 2008)
Menurut Kementerian Kesehatan RI tahun 2010, tiga faktor utama kematian
ibu melahirkan adalah perdarahan (28%), eklampsia (24%), dan infeksi (11%).
Anemia dan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil menjadi penyebab
utama terjadinya perdarahan dan infeksi yang merupakan faktor utama kematian
ibu. Menurut data WHO, di berbagai negara paling sedikit seperempat dari
seluruh kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, proporsinya berkisar antara
kurang dari 10 persen sampai hampir 60 persen. (Depkes RI, 2010)
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan post partum dan periodenya?
2. Apa saja tindakan keperawatan sesuai diagnosa pada ibu post partum
normal dan komplikasi?
3. Bagaimana Vulva Hygiene dan toilet training pada ibu post partum?
4. Bagaimana Involusi ibu post partum?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Maternitas dari dosen pembimbing.
2. Memberikan pemahaman tentang vulva hygiene, toilet training, dan
pemantauan involusi ibu post partum sehingga dapat menerapkan asuhan
keperawatan secara tepat sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Post Partum
Post partum adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar
lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya
organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan
seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan (Suherni, dkk,
2009).
Menurut Bobak (2004) Post partum adalah periode 6 minggu sejak bayi lahir
sampai organ - organ reproduksi kembali ke keadaan nornal sebelum hamil
sedangkan Ambarwati & Wulandari (2008) masa post partum (nifas/puerperium)
adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai alat alat reproduksi pulih
seperti sebelum hamil dan secara normal berlangsung selama enam minggu atau
42 hari.
Periode Post Partum
Menurut Saleha (2009) tahapan yang terjadi pada post partum adalah sebagai
berikut :
1. Periode Immediate Post partum (24 jam)
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini
sering terdapat masalah, misalnya perdarahan kerana atonia uteri. Oleh
karena itu, dengan teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus,
pengeluaran lochea, tekanan darah, dan suhu.
2. Periode Early Post partum (24 jam 1 minggu)
Pada fase ini memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada
perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu mendapatkan
makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik.
3. Periode Late Post partum (1 minggu 5 minggu)
Pada periode ini tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari
serta konseling KB.

2.2 Tindakan keperawatan sesuai diagnosa:


a. Post partum normal:
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses penyembuhan
luka episiotomi.
Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang.

Kriteria hasil : Skala nyeri berkurang, klien tidak meringis.


Intervensi :
1)

Ajarkan klien cara naik, turun tempat tidur dan duduk dengan benar
untuk mengurangi rasa nyeri pada luka episiotomi.

2)

Anjurkan dan dorong klien melakukan senam kaegels setiap 4 jam.

3)

Kolaborasi dalam memberikan analgetik.

2. Resiko perdarahan berhubungan dengan adanya injuri


Tujuan

: Pasien tidak mengalami pendarahan

Kriteria hasil

: Pendarahan tidak terjadi

Intervensi :
1)

Observasi tinggi fundus uteri, konsisten uterus dan kontraksi.

2)

Observasi perdarahan pervagina, catat jumlah dan karakteristiknya.

3)

Observasi TTV dan TD

4)

Motifasi klien untuk segera menyusui bayinya

3. Resiko terjadinya gangguan laktasi berhubungan dengan tidak efektifnya


pengeluaran ASI
Tujuan

: Tidak terjadi gangguan pada laktasi

Kriteria hasil

: Asi Lancar

Intervensi :
1)

Ajarkan klien cara menyusui yang benar

2)

Jelaskan tujuan dan manfaat menyusui

3)

Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ASI

4)

Motivasi klien agar tetap menyusui bayinya agar bayi belajar menyusu
dan

5)

memperlancar produksi ASI.

Jelaskan makanan untuk ibu menyusui dan cairan yang dibutuhkan

6)

Demonstrasikan cara perawat dan massage payudara

7)

Observasi TTV klien

b. Post partum komplikasi:


Pada post partum: perdarahan
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul:
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler
yang berlebihan
Tindakan Keperawatan:
1) Tinjau ulang catatan kehamilan dan persalinan, perhatikan faktorfaktor penyebab atau memperberat perdarahan seperti laserasi,
retensio plasenta, sepsis, abrupsio plasenta, emboli cairan amnion.
2) Kaji dan catat jumlah, tipe dan sisi perdarahan ; timbang dan
hitung pembalut ; simpan bekuan darah, dan jaringan untuk
dievaluas oleh dokter.
3) Kaji lokasi uterus dan derajat kontraktilitas uterus. Dengan
perlahan masase penonjolan uterus dengan satu tangan sambil
menempatakan tangan kedua tepat diatas simfisis pubis
4) Perhatikan hipotensi / takikardia, perlambatan pengisian kapiler
atau sianosis dasar, kuku, membran mukosa dan bibir.
5) Pantau parameter hemodinamik, seperti tekanan vena sentral atau
tekanan bagi arteri pulmonal, bila ada
6) Pantau masukan aturan puasa saat menentukan status/kebutuhan
klien
7) Berikan lingkungan yang tenang dan dukungan psikologis
Pada post partum: Infeksi
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul:
Gangguan rasa nyaman nyeri b.d proses inflamasi
Tindakan Keperawatan:
1) Kaji skala/intensitas nyeri
2) Anjurkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi, distraksi,
relaksasi, kompres, Berikan instruksi bila perlu.
3) Kolaborasi dalam pemberian analgetik
4) Pertahankan posisi semifowler sesuai indikasi a. Untuk mengetahui
tingkatan nyeri
Peningkatan suhu tubuh b.d peningkatan tingkat metabolisme
Tindakan Keperawatan:
1) Kaji TTV Suhu,TD,RR.nadi
2) Pantau suhu klien (derajat dan pola), perhatikan menggigil atau

diaphoresis
3) Pantau suhu lingkungan, batasi/ tambahkan linen tempat tidur sesuai
indikasi
Pada post partum: Penyakit Blues
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul:
Nyeri akut/ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis,
edema/pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek hormonal.
Tindakan Keperawatan:
1) Tentukan adanya, lokasi, dan sifat ketidaknyamanan
2) Inspeksi perbaikan perineum dan epiostomi.
3) Berikan kompres es pada perineum, khususnya selama 24 jam
pertama setelah kelahiran.
4) Berikan kompres panas lembab (misalnya ; rendam duduk / bak
mandi)
5) Anjurkan duduk dengan otot gluteal terkontraksi diatas perbaikan
episiotomy.
6) Kolaborasi dalam pemberian obat analgesik 30-60 menit sebelum
menyusui

Menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman


sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur/karakteristik

fisik payudara ibu.


Tindakan Keperawatan:
1) Kaji pengetahuan dan pengalaman klien tentang menyusui
sebelumnya
2) Tentukan sistem pendukung yang tersedia pada klien, dan sikap
pasangan / keluarga.
3) Berikan informasi, verbal dan tertulis, mengenai fisiologi dan
keuntungan menyusui, perawatan putting dan payudara, kebutuhan
diet khusus, dan faktorfaktor yang memudahkan atau mengganggu
keberhasilan menyusui.
4) Demonstrasikan dan tinjau ulang teknik teknik menyusui
5) Identifikasi sumber-sumber yang tersedia di masyarakat sesuai
indikasi ; misalnya ; progam Kesehatan Ibu dan Anak ( KIA ).

Gangguan pola tidur berhubungan dengan Respon hormonal dan


psikologis

(sangat

gembira,

ansietas,

kegirangan),

nyeri/ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan.


Tindakan Keperawatan:
1) Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat.

2) Kaji factor-faktor, bila ada yang mempengaruhi istiraha


3) Berikan informasi tentang kebutuhan untuk tidur/istirahat setdlah
kembali ke rumah.
4) Berikan informasi tentang efek-efek kelelahan dan ansietas pada
suplai ASI.
5) Kaji lingkungan rumah, bantuan dirumah, dan adanya sibling dan
anggota keluarga lain.

Risiko tinggi terhadap perubahan peran menjadi orang tua berhubungan


dengan pengaruh komplikasi fisik dan emosional
Tindakan Keperawatan:
1) Kaji kekuatan, kelemahan, usia, status perkawinan, ketersediaan
sumber pendukung dan latar belakang budaya.
2) Perhatikan respons klien/pasangan terhadap kelahiran dan peran
menjadi orang tua.
3) Evaluasi sifat dari menjadi orangtua secara emosi dan fisik yang
pernah dialami klien/pengalaman selama kanak-kanak.
4) Tinjau ulang catatan intrapartum terhadap lamanya persalinan,
adanya komplikasi, dan peran pasangan pada persalinan.
5) Evaluasi status fisik masa lalu dan saat ini dan kejadian komplikasi
pranatal, intranatal, atau pascapartal.
6) Evaluasi kondisi bayi ; komunikasikan dengan staf perawatan sesuai
indikasi.
7) Pantau dan dokumentasikan interaksi klien/pasangan dengan bayi.
8) Anjurkan pasangan/sibling untuk mengunjungi dan menggendong
bayi dan berpartisipasi terhadap aktifitas perawatan bayi sesuai izin.
9) Kolaborasi dalam merujuk untuk konseling bila keluarga beresiko
tinggi terhadap masalah menjadi orang tua atau bila ikatan positif
diantara klien/pasangan dan bayi tidak terjadi.

2.3 Perawatan vulva hygiene dan toilet training pasien post partum

Pengertian
Vulva hygiene adalah membersihkan vulva dan daerah sekitarnya pada pasien
wanita yang sedang nifas atau tidak dapat melakukannya sendiri. Pasien yang
harus istirahat di tempat tidur (misalnya, karena hipertensi, pemberian infus,
section caesarea) harus dimandikan setiap hari dengan pencucian daerah
perineum yang dilakukan dua kali sehari dan pada waktu sesudah selesai
membuang hajat. Meskipun ibu yang akan bersalin biasanya masih muda dan

sehat, daerah daerah yang tertekan tetap memerlukan perhatian serta


perawatan protektif.

Tujuan Vulva Hiegiene


1.

Pengeluaran sekresi perineal (lochea, vaginal discharge)

2.

Untuk pencegahan dan meringankan infeksi

3.

Untuk membersihkan vagina dan daerah sekitar perineal

4.

Memberikan rasa nyaman

Indikasi Vulva Higiene


1.

Pasien post partum

2.

Pasien post partum dengan episiotomy

3.

Dilakukan prosedur tersebut sehari minimal 2 kali/sesudah BAB bila


perlu

Harus Diperhatikan
Berikan penjelasan/ informasi yang tepat pada pasien
1. Jelaskan alasan dilakukannya prosedur
2. Jelaskan frekuensi dilakukannya prosedur dan berapa lamanya
3. Jelaskan tahap-tahap dari prosedur dan rasionalisasinya secara garis
besar dari tiap-tiap bagian
4. Jaga privacy, kenyamanan, keamanan klien selama prosedur
5. Ajarkan untuk dapat merawat/Vulva higiene pada waktu dirumah
(Home Care)

Persiapan alat yang dibutuhkan:


1.

Bak instrumen steril berisi :

Lidi waten

Hanschoen satu pasang

Kassa

Deppers

Kapas gulung kecil

1.

Kom Steril berisi betadin/ obat lain

2.

Larutan NaCl dalam kemasan

3.

Hanschoen bersih

4.

Korentang

5.

Botol cebok berisi air hangat

6.

Plastik disposibel/ bengkok

7.

Selimut mandi

8.

Pembalut wanita dalam kemasan

9.

Celana dalam dan pakaian bersih

10. Pengalas dan srem bila perlu


11. Tissue
12. Pispot

Prosedur Tindakan Vulva Higiene

Menjelaskan prosedur pada klien

Dekatkan peralatan dekat pasien

Menyiapkan

lingkungan

pasien

(menutup

pintu

dan

jendela,

memasang srem bila perlu)

Menyiapkan pasien dalam posisi dorsal recumbent

Memasang selimut mandi dengan posisi ujung dikaitkan pada kaki

Melepaskan pakaian bawah pasien

Memasang perlak bawah, pengalas dan pot

Cuci tangan

Memakai handschoen bersih

Cari dan raba daerah TFU, massage dari atas ke bawah secara
dan anjurkan tarik nafas panjang

Vulva diguyur dengan air hangat bersih

Bersihkan dengan kapas NaCl 0,9%:


o Bagian sekitar genetalia
o Labia mayora
o Labia minora
o Vestibulum

perlahan

o Perineum
o Anus

Dilakukan satu kali usapan dari atas ke bawah kemudian ganti sampai
bersih dan kapas kita buang dalam plastik disposable

Untuk jahitan perineum/ post episiotomy

o Pakai handschoen steril


o Tekan dengan depers sampai dengan tidak keluar pus secara
perlahan
o Bersihkan dengan kapas NaCl seperti diatas
o Beri betadine/ obat lain dengan lidi watten

Keringkan daerah sekitar dengan tissue atau kassa kapas

Kenakan pembalut bersama pakaian dalam klien

Rapikan pasien

Handschoen dilepas, pasien dirapikan sesuai kenyamanan

Rapikan alat

Cuci tangan

Cara ibu hamil melakukan vulva hygiene sendiri


Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga kebersihan diri ibu
hamil adalah sebagai berikut:

1. Anjurkan kebersihan seluruh tubuh, terutama perineum


2. Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan
sabun dan air. Pastikan bahwa ibu mengerti untuk membersihkan daerah
sekitar vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang, kemudian
membersihkan daerah anus. Nasihati ibu untuk membersihkan vulva
setiap kali selesai buang air kecil atau besar
3. Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya
dua kali sehari. Kain dapat digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik
dan dikeringkan di bawah matahari dan disetrika.
4. Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan
sesudah membersihkan daerah kelaminnya
5. Jika ibu mempunyai luka episotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu
untuk menghindari menentuh daerah tersebut

Toilet Training
Buang air kecil (miksi)
Pengeluaran air seni (urin) akan meningkat pada 24 sampai 48
jam pertama sampai sekitar hari ke lima setelah melahirkan. Ini
terjadi karena volume darah ekstra yang dibutuhkan waktu hamil
tidak dibutuhkan lagi setelah persalinan. Oleh karena itu, ibu
perlu belajar berkemih secara spontan setelah melahirkan.
Sebaliknya, ibu tidak menahan buang air kecil ketika ada rasa
sakit pada jahitan. Menahan buang air akan menyebabkan
terjadinya bendungan air seni. Akibatnya, timbul gangguan pada
kontraksi rahim sehingga pengeluaran darah pervagina tidak

lancar (Huliana, 2003:6).


Buang air besar (BAB)
Sulit Buang Air Besar (BAB) dapat terjadi karena ketakutan
akan rasa sakit, takut jahitan terbuka, atau karena adanya
haemoroid atau wasir (Mochtar, 1998). Kesulitan ini dapat
dibantu dengan mobilisasi dini, mengkonsumsi makanan tinggi

serat dan cukup minum sehingga bisa BAB dengan lancar. Bila
sampai hari ke 3 belum bisa BAB, ibu bisa menggunakan
pencahar

berbentuk

suppositoria.

Ini

penting

untuk

menghindarkan gangguan pada kontraksi uterus yang dapat


menghambat pengeluaran cairan vagina (Huliana, 2003).
2.4 Involusi Pada Pasien Post Partum
1. Alat-alat reproduksi
a. Uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan
disebut

involusi. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat

kontraksi otot-otot polos uterus (Bobak, 2005)


Table 2.1
Tinggi fundus uterus menurut masa involusi
Involusi
Bayi lahir
Uri lahir
1 minggu

Tinggi Fundus uteri


Setinggi pusat
2 jari di bawah pusat
Pertengahan
pusat

Berat

2 minggu

simfisis
Tidak teraba

350 gram

6 minggu

Bertambah kecil

50 gram

8 minggu
Sebesar normal
Sumber : Mochtar, 1998.

1000
uterusgram
750 gram
500 gram

30 gram

b. Lochea
Menurut mochtar (1998) yang dimaksud lochea adalah cairan yang berasal dari
kavum uteri dan vagina dalam masa nifas. Macam macam lochea fisiologi
1)

Lochea rubra

Berisi darah segar dan sisa sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks
kaseosa, lanugo, dan meconium, selama 2 hari post partum.
2)

Lochea Sanguinolenta

Berwarna kuning berisi darah dan lender yang terdiri dari darah lama,
serum, leukosit dan debris jaringan hari 3 7 post partum.
3)

Lochea serosa

Berwarna kuning, cairan tidak berupa darah lagi, pada hari ke 7 - 14 post
partum
4)

Lochea alba

Cairan putih mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mucus, serum,


bakteri. Bertahan selama setelah 2-6 minggu setelah bayi lahir.
c.

Serviks
Setelah persalinan, bentuk serviks agak menganga seperti corong berwarna
merah kehitaman. Konsistensi lunak, kadang kadang terdapat perlukaan
kecil. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim. Setelah dua
jam dapat dilalui oleh dua sampai tiga jari dan setelah tujuh hari hanya dapat
dilalui satu jari (Mochtar, 1998).

d.

Ligament, Fasia dan Diagfragma Pelvis


Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan,
setelah bayi baru lahir, secara berangsur angsur menjadi ciut dan pulih
kembali sehingga tidak jarang jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi,
karena ligamentum rotundum menjadi kendor. Setelah melahirkan,
kebiasaan wanita Indonesia melakukan berkusuk atau berurut, dimana
sewaktu diurut tekanan intra abdominalis bertambah tinggi. Karena setelah
melahirkan, ligamentum, fasia, dan jaringan penunjang menjadi kendor. Bila
dilakukan urut, banyak wanita akan mengeluh kandungannya turun atau
terbalik. Untuk memulihkan kembali sebaiknya dengan latihan latihan dan
gimnastik pasca persalinan.

e.

Vagina dan perineum


Estrogen pasca partum yang menurun berperan dalam pemisahan mukosa
dalam vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semulanya sangat teregang
akan kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil, 6 sampai 8 minggu
setelah bayi lahir.
Jaringan perineum yang lembut menjadi edema da kebiruan. Jika terdapat
luka bekas episiotomi pada proses penyembuhannya maka seperti
penyembuhan luka operasi lain. Tanda tanda infeksi (nyeri, merah, panas,
bengkak, atau rabas) atau tepian insisi tidak saling mendekat bisa saja
terjadi. Hal ini bisa disebabkan oleh kurangnya perawatan kebersihan

vagina dan perineum. Apabila tidak ada komplikasi infeksi luka episiotomi
dapat sembuh dalam waktu satu minggu (Mochtar, 1998; Bobak, 2005).
f.

Payudara dan laktasi


Pada masa hamil terjadi perubahan payudara, terutama mengenai besarnya.
Hal ini disebabkan oleh proliferasi sel sel duktus laktiferus. Proses
proliferasi dipengaruhi hormon yang dihasilkan plasenta, yaitu laktogen,
prolaktin, kotiogonadotropin, estrogen dan progesteron. Setelah persalinan,
kadar estrogen dan progesteron menurun dengan lepasnya plasenta,
sedangkan prolaktin tetap tinggi sehingga tidak ada hambatan terhadap
prolaktin oleh estrogen. Pembuluh payudara menjadi bengkak terisi darah,
menyebabkan hangat, bengkak, dan rasa sakit. Keadaan tersebut di sebut
engorgement (Bobak, 2005).
1.

Menurut (Sarwono, 2005) Perubahan yang terjadi pada kedua

mamae antara lain sebagi berikut :


a)

Proliferasi jaringan, terutama kelenjar- kelenjar dan alveolus mamae

dan lemak.
b)

Pada duktus latiferus terdapat cairan yang kadang-kadang dapat

dikeluarkan dan berwarna kuning (kolostrum).


c)

Hipervaskularisasi terdapat pada permukaan mamae pada bagian

dalam mamae.
d)

Setelah partus, pengaruh

menekan dari estrogen dan progesteron

terhadap hipofisis hilang.


2.

Ada tiga refleks Maternal utama sewaktu menyusui adalah

sebagai berikut :
a)

Refleks Prolaktin

Prolaktin merupakan hormon laktogenik yang penting untuk memulai dan


mempertahankan sekresi susu. Stimulus isapan bayi mengirim pesan ke
hipotalamus yang merangsang hipofisis anterior untuk melepas prolaktin,
suatu hormon yang meningkatkan produksi susu oleh sel-sel alveolar
kelenjar mamae. Jumlah prolaktin yang disekresi dan jumlah susu yang
diproduksi berkaitan dengan besarnya stimulus isapan, yaitu frekuensi,
intensitas, dan lamanya bayi menghisap.

b)

Refleks Ereksi Puting Susu

Stimulasi puting susu oleh mulut bayi menyebabkan ereksi. Refleks ereksi
puting susu ini membantu propulsi susu melalui sinus-sinus laktiferus ke
pori-pori putting susu.
c)

Refleks Let-Down

Refleks ini dapat dirasakan sebagai sensasi kesemutan atau, dapat juga ibu
tidak merasakan sensasi apapun. Tanda-tanda Let-Down adalah tetesan
susu dari payudara sebelum bayi mulai memperoleh susu dari payudara
ibu dan susu menetes dari payudara lain yang tidak sedang diisap oleh
bayi. Reflek Let-Down dapat terjadi selama aktivitas seksual karena
oksitosin dilepas selama orgasme. Kebanyakan ibu merasa sangat rileks
atau mengantuk setelah mereka menyusui. Peningkatan rasa haus juga
merupakan tanda bahwa proses menyusui berlangsung baik. (Bobak, 2004)
3.

Manfaat ASI bagi bayi yaitu mengandung berbagai zat

penangkal infeksi, mudah dicerna karena mengandung zat pencerna, bukan


protein asing sehingga tidak menyebabkan alergi, kontak kasih sayang ibu
dan bayi lebih lama, ibu merasa bangga dan dibutuhkan, isapan bayi
membantu rahim berkontraksi sehingga mengurangi perdarahan setelah
melahirkan, dengan pemberian ASI Ekslusif (secara 4 bulan terus menerus)
dapat menjarangkan kehamilan atau bermakna KB, dengan menyusui
teratur, produksi hormon akan teratur pula sehingga ASI tetap tersedia
cukup abgi bayi yang dikasihi, ASI lebih murah dan selalu tersedia, steril
dan hangat setiap waktu.
4.

Tanda-tanda bayi kekurangan ASI yaitu usia 2 minggu berat

badan bayi masih kurang dari berat badan lahir, dalam 6 bulan pertama
pertambahan berat badan bayi kurang dari 600 gram, BAK kurang dari 6
kali dengan warna kuning dan berbau tajam dan BAB jarang dan sedikit
tinjanya kering, keras dan berwarna hijau.
3.

Sstem urinaria

Selama kehamilan terjadi peningkatan cairan ekstraseluler 50%. Setelah


melahirkan cairan ini dieliminasi sebagai urin. Aseton uria bisa terjadi pada

wanita yang tidak mengalami komplikasi persalinan atau setelah persalinan


lama yang disertai dehidrasi. Trauma bisa terjadi pada uretra dan kandung
kemih selama proses melahirkan. Selain itu, rasa nyeri padsa panggul akibat
dorongan saat melahirkan, laserasi vagina, atau episiotomi menurunkan atau
mengubah reflek berkemih. Dengan mengosongkan kandung kemih secara
adekuat, tonus kandung kemih biasanya akan pulih dalam lima sampai tujuh
hari setelah bayi lahir.
4.

Sistem pencernaan

Secara khas penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap
selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan
anestesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke
keadaan normal. Buang air besar biasanya tertunda selama dua sampai tiga
hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot
menurun selama proses persalinan dan pada awal pasca partum, diare
sebelum persalinan, kurang makan atau dehidrasi. Ibu sering kali sudah
menduga rasa nyeri yang dirasakannya di perineum akibat episiotomi,
laserasi atau hemoroid. Kebiasaan buang air besar yang teratur perlu
dicapai kembali setelah tonus otot kembali ke normal (Bobak, 2004).
5.

Sistem muskuloskletal

Teregangnya otot dinding abdomen secara bertahap selama kehamilan


mengakibatkan hilangnya kekenyalan otot. Hal ini jelas terlihat setelah
melahirkan dinding perut tampak lembek dan kendor
6.

Sistem kardiovaskuler

Tekanan darah ibu stabil, apabila terjadi penurunan tekanan darah sistolik
lebih atau 20 mmHg saat posisi tidur ke posisi duduk disebut hipotensi
ortostatik. Kenaikan tekanan sistolik 30 mmHg atau diastolik 15 mmHg
dan disertai sakit kepala atau gangguan penglihatan maka dicurigai pre
eklampsi post partum. Nadi berkisar 60-80 denyutan permenit, segera
setelah partus dapat terjadi bradikardi. Bila terjadi takikardi sedangkan

badan tidak panas, mungkin ada perdarahan berlebih. Suhu dalam 12 jam
pertama meningkat atau sama dengan 38 0C, namun bila terjadi
peningkatan lebih dari 38 0C maka dicurigai adanya infeksi (Bobak, 2004).

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Persalinan adalah proses fisiologis yang akan dialami wanita untuk
mengeluarkan hasil konsepsi yang hidup dari uterus, sedangkan pasca persalinan
adalah waktu penyembuhan untuk kembali kepada keadaan tidak hamil dan
penyesuaian terhadap penambahan keluarga baru mulai dari selesai persalinan
sampai kira-kira 6 minggu, tetapi alat genital baru pulih 3 bulan setelah
persalinan

DAFTAR PUSTAKA
http://ritafitriyanti21.blogspot.co.id/2013/05/askep-keluarga-tn-y.html
http://mertinursyabani.blogspot.co.id/2011/12/makalah-asuhan-keperawatan-padaibu.html
http://mertinursyabani.blogspot.co.id/2011/12/makalah-asuhan-keperawatan-padaibu.html
Mitayani. (2009). Asuhan keperawatan maternitas, edisi I. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai