Untuk dapat mengetahui bagaimana asuhan keperawatan yang tepat pada pasien dengan
penyakit broncopneumonia.
1.4 Tujun Khusus
1.4.1 Untuk mengetahui secara keseluruhan mengenai penyakit broncopneumonia
1.4.2 Menambah pengetahuan mengenai berbagai penyakit pada sistem pernafasan salah
satunya broncopneumonia yang telah terjadi di masyarakat sekitar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Bronkopneumonia adalah pneumonia yang terdapat di daerah bronkus kanan maupun
kiri atau keduanya. Bronkopneumonia (pneumonia lobularis) adalah peradangan pada
parenkim paru yang awalnya terjadi di bronkioli terminalis dan juga dapat mengenai alveolus
sekitarnya. Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen
membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini seringnya
bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan
penyakit yang melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah,
pneumonia dapat muncul sebagai infeksi primer. Bronkopneumonia sering disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
3.)
3.)
c. Pneumonia aspirasi
1.)
2.)
2.)
2.)
1.)
2.)
3.) Pneumonia terjadi pada satu lobus atau segmen, kemungkinan dikarenakan obstruksi
bronkus misalnya : aspirasi benda asing pada anak atau proses keganasan pada orang dewasa
b. Bronchopneumonia
1.)
2.)
3.)
4.)
2.3. Etiologi
Secara umun individu yang terserang bronkopneumonia diakibatkan oleh adanya penurunan
mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang yang normal dan
sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas :
reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman
keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat.
2.3.1 Faktor Infeksi
- Pada neonatus : Streptocccus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
- Pada bayi :
Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus.
Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium
tuberculosa, Bordetella pertusis.
- Pada anak-anak :
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama dikenal, kedua
keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu merupakan predisposisi yang lain
(Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan virulensi phatogen lebih kuat
sehingga menyebabkan keseimbangan yang tergangu dan akan terjadi infeksi, sedangkan
salah satu determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status
gizi.
1. Riwayat penyakit terdahulu
Penyakit terdahulu yang sering muncul dan bertambah parah karena penumpukan sekresi
yang berlebih yaitu influenza. Pemasangan selang NGT yang tidak bersih dan tertular
berbagai mikrobakteri dapat menyebakan terjadinya bronkopneumonea.
1. Faktor Lingkungan
1. Rumah
Rumah merupakan struktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung
yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna
untuk kesehatan jasmani, rohani, dan keadaanan sosialnya yang baik untuk keluarga dan
individu (WHO, 1989).
1. Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan masyarakat
diduga merupakan faktor resiko penularan pneumonia.
1. Status sosioekonomi
Kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang rendah mempunyai hubungan yang erat
dengan kesehatan masyarakat.
2.5 Patofisiologi
Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan
oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus influenzae atau karena aspirasi makanan dan
minuman.
Dari saluran pernafasan kemudian sebagian kuman tersebut masukl ke saluran pernafasan
bagian bawah dan menyebabkan terjadinya infeksi kuman di tempat tersebut, sebagian lagi
masuk ke pembuluh darah dan menginfeksi saluran pernafasan dengan ganbaran sebagai
berikut:
1. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi pembuluh
darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan alveoli.
2. 2.
Ekspansi kuman melalui pembuluh darah kemudian masuk ke dalam saluran
pencernaan dan menginfeksinya mengakibatkan terjadinya peningkatan flora normal
dalam usus, peristaltik meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi dan kemudian
terjadilah diare yang beresiko terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
2.7 Pemeriksaan
2.7.1 Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi / palpasi : sisi hemitoraks yg sakit tertinggal
b. Palpasi / Perkusi / Auskultasi
tanda-tanda konsolidasi : Redup, fremitus raba / suara meningkat, suara napas
bronkovesikuler bronchial, suara bisik, krepitasi
2.7.2 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan dahak
1.)
2.)
3.)
b. Pemeriksaan darah
1. Umumnya lekositosis ringan sampai tinggi
2. 2.
3.
4.
Kultur darah dapat positif 20-25 % pada penderita yang tidak diobati
Bila di dapatkan gejala klinis pneumonia tetapi gambaran radiologis negatif, maka
ulangan foto toraks harus diulangi dalam 24-48 jam untuk menegakkan diagnosis.
KARAKTER KLINIS
PNEUMONIA BAKTERIAL
Timbulnya gejala
Batuk
Pengecatan gram
Leukositosis
Nyeri dada
Jarang
Foto paru
2.8 Penatalaksanaan
Pengelolahan pneumonia harus berimbang dan memadai, mencakup :
1. Tindakan umum ( general suportif )
2. Koreksi kelainan tubuh yang ada
3. Pemilihan antibiotik
Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat inap dapat diobati di rumah. Juga
diperhatikan ada tidaknya faktor modifikasi, yaitu keadaan yang dapat meningkatkan resiko
infeksi patogen yang spesifik misalnya S. pneumoniae yang resisten terhadap penesilin.
A.) Faktor modifikasi adalah keadaan yang dapat meningkatkan resiko infeksi dengan kuman
patogen yg spesifik. Kuman-kuman tersebut meliputi :
1. Streptococcus pneumoniae yg resisten terhadap penisilin :
a. Usia > 65 tahun
b. Mendapat tx betalaktam dlm 3 bulan terakhir
c. Pecandu alkohol
d. Penyakit gangguan imunitas (tms tx steroid)
e. Adanya penyakit ko-morbid yang lain
f. Kontak dengan anak-anak
1.
Enterik gram-negative :
1. Penghuni rumah jompo
2. Adanya dasar penyakit kardiopulmoner
3. Adanya penyakit ko-morbid yang lain
4. Pengobatan antibiotika sebelumnya
5. 3.
Pseudomonas aeruginosa :
1. Kerusakan jaringan paru (bronkiektasis)
2. Terapi kortikosteroid (>10 mg pednison/hari)
3. Pengobatan antibiotik spektrum luas lebih dari 7 hari
sebelumnya
4. Malnutrisi
B.) Faktor antibiotik diperlukan adanya pendekatan yang logis untuk memperkirakan etiologi
dan memberikan pengobatan inisial secara empiris. Pendekatan ini harus
mempertimbangkan :
1. kecenderungan epidemiologis setempat
2. usia penderita
3. penyakit penyerta / komorbid
4. faktor risiko sosial (alkohol, drug abuse, dll)
5. temuan kelainan paru (pemeriksaan fisik dan radiologis)
2.8.1 Penatalaksanaan rawat jalan
a. Pengobatan suportif / simtomatik
1. Istirahat di tempat tidur
2. Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
1. Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
2. Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
3. Pengobatan antibiotik harus diberikan ( sesuai bagan ) kurang dari 4 jam
2.8.2 Penatalaksanaan rawat inap
No.
Diagnosis Keperawatan
Perencanaan
Tujuan
1.
Intervensi
Rasi
Pasien mengeluh
rewel
Pasien mengeluh
sesak sesak nafas
Terdengar suara
grek-grek
orang tua
menyatakan kurang
paham tentang
penyakit yang
diderita anaknya
anak mencret
Data Objektif
Pernafasan cepat
dan dangkal
pernafasan cuping
hidung
batuk berdahak
sputum purulen
penggunaan otot
Bantu nafas
bunyi nafas
bronchovesikuler
muntah malaise
penurunan nafsu
makan dan berat
b)
pH
BGA mormal
= 7,35 7,45
H+ = 3545 nmol/L(nM)
badan
2.
respirasi meningkat
1)
Mengkaji frekuensi, Kedalaman dan
kemudahan pernafasan.
2)
Mengbsevasi warna kulit, membran
mucosa dan kuku apakah terdapat
sianosis.
3)
4)
Kolaborasi pemberian oksigen
dengan benar sesuai dengan indikasi
3.
Intoleransi aktivitas
berhubungan dewngan
kelemahan umum.
1)
Membantu aktivitas anak untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
2)
Menyarankan keluarga untuk
membatasi aktivitas anak yang berlebihan
yang dapat menimbulkan kelelahan.
3)
Menyarankan untuk melakukan
aktivitas secara bertahap.
4.
4)
Memberikan tindakan delegasi
pemberian analgetika untuk menurunkan
nyeri.
5.
Kurang pengetahuan
berhubungan dengan
kurangnya pemahaman
terhadap informasi
1)
Memberikan penjelasan tentang
penyakit anak, pencegahan,
penatalaksanaan di rumah sakit atau yang
dapat dilakukan dirumah agar oreang tua
mengetahui dan mau aktif ikut serta
dalam setiap tindakan.
2)
Memotivasi ibu untuk
melaksanakan anjuran petugas.
6.
1)
Mengidentifikasi faktor yang dapat
menimbulkan mual dan muntah
2)
Memberikan makan porsi kecil tapi
sering.
3)
Menyajikan makanan dalam
keadaan hangat.
4)
7.
volume cairan.
3)
4)
Kolaborasi pemberian obat sesuai
indikasi.