Anda di halaman 1dari 25

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Pelaksanaan Program
Sebagai dasar pemikiran untuk mengungkap permasalahan yang
akan dibahas dalam penyusunan penelitian ini, maka terlebih dahulu
mendefinisikan pelaksanaan dan program, agar lebih jelas mengenai
pengertian pelaksanaan program itu sendiri. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1997: 308), pelaksanaan berasal dari kata laksana yang artinya
menjalankan atau melakukan suatu kegiatan. Sedangkan Joan L. Herman
yang dikutip oleh Farida (2008: 9) mengemukakan definisi program
sebagai, segala sesuatu yang dilakukan oleh seseorang dengan harapan
akan mendatangkan hasil atau pengaruh. Lebih lengkap lagi, Hasibuan
(2006: 72) juga mengungkapkan bahwa program adalah, suatu jenis
rencana yang jelas dan konkret karena di dalamnya sudah tercantum
sasaran, kebijaksanaan, prosedur, anggaran, dan waktu pelaksanaan yang
telah ditetapkan.
Selain itu, definisi program juga termuat dalam Undang-Undang RI
Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional, menyatakan bahwa :
Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih
kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk
mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran
9

10

atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi


masyarakat.
Dalam proses pelaksanaan suatu program sesunggunya dapat
berhasil, kurang berhasil, ataupun gagal sama sekali apabila ditinjau dari
wujud hasil yang dicapai atau outcomes. Karena dalam proses tersebut
turut bermain dan terlihat berbagai unsur yang pengaruhnya bersifat
mendukung maupun menghambat pencapaian sasaran suatu program.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pelaksanaan program adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh individu maupun kelompok
berbentuk pelaksanaan kegiatan yang didukung kebijaksanaan, prosedur,
dan sumber daya dimaksudkan membawa suatu hasil untuk mencapai
tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
2. Manajemen Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Manusia (SDM) pada dasarnya merupakan salah satu
faktor yang sangat penting dalam organisasi baik organisasi pemerintah
maupun swasta, karena manusia yang merencanakan sampai mengawasi
pelaksanaan kegiatan dalam organisasi. SDM tersebut harus cukup
jumlahnya sesuai kebutuhan, serta memiliki keterampilan yang memadai
sesuai tuntutan tugas-tugas dalam organisasi. Adapun pengertian sumber
daya manusia yang dikemukakan oleh Hani Handoko (2000: 233), sebagai
orang-orang yang memberikan tenaga, bakat, kreativitas dan usahanya
dalam penyelenggaraan kegiatan organisasi.

11

Manusia merupakan sumber daya yang penting dalam organisasi, di


samping itu efektivitas organisasi sangat ditentukan oleh manajemen
manusia. Manajemen SDM adalah bagian dari manajemen, karena teoriteori manajemen umum menjadi dasar pembahasnnya. Manajemen SDM
mempunyai kekhususan dibandingkan dengan manajemen secara umum,
karena yang di manage adalah manusia, sehingga keberhasilan atau
kegagalan manajemen SDM ini mempunyai dampak yang sangat luas.
Rachmawati (2008: 3) memberikan definisi manajemen SDM sebagai
berikut:
Manajemen SDM merupakan suatu proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan kegiatan-kegiatan
pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian,
pemeliharaan dan pelepasan SDM agar tercapai berbagai tujuan
individu, organisasi dan masyarakat.
Menurut Hasibuan (2006: 9), manajemen SDM merupakan suatu
bidang yang khusus mempelajari hubungan dan peranan manusia dalam
organisasi. Pembahasannya mengenai pengaturan peranan manusia dalam
mewujudkan tujuan yang optimal. Pengaturan itu meliputi perencanaan
(human resources planning), pengorganisasian, pengarahan, pengendalian,
pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan,
kedisiplinan

dan

pemberhentian

tenaga

kerja

untuk

membantu

terwujudnya tujuan organisasi, kepuasan karyawan, dan masyarakat.


Begitu pula halnya dengan Sofyandi (2008: 6) yang mendefinisikan
manajemen SDM sebagai berikut :
Manajemen SDM merupakan suatu strategi dan menerapkan fungsifungsi manajemen yaitu planning, organizing, leading dan

12

controlling, dalam setiap aktivitas/fungsi operasional SDM mulai


dari proses penarikan, seleksi, pelatihan dan pengembangan,
penempatan yang meliputi promosi, demosi dan transfer, penilaian
kinerja,
pemberian kompensasi, hubungan industrial, hingga
pemutusan hubungan kerja, yang ditujukan bagi peningkatan
kontribusi produktif dari SDM organisasi terhadap pencapaian tujuan
organisasi.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud manajemen sumber daya manusia adalah suatu
proses yang berkesinambungan mulai dari perencanaan, pengorganisasian,
pengembanagan, pengintergerasian sumber daya manusia terhadap upaya
pencapaian tujuan organisasi.
3. Asas Tugas Pembantuan (Madebewind)
Penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia dari waktu ke waktu
ke waktu dikenal adanya tiga asas yakni desentralisasi, dekonsentrasi, dan
tugas pembantuan. Asas tugas pembantuan pada umumnya di posisikan
sebagai asas komplementer atau pelengkap dari asas desentralisasi dan
dekonsentrasi.

Koesoemaatmadja

(dalam

Nurcholis,

2007:

15)

mengartikan tugas pembantuan sebagai pemberian kemungkinan dari


pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang lebih atas, untuk meminta
bantuan kepada pemerintah daerah atau pemerintah daerah yang
tingkatannya lebih rendah, agar menyelenggarakan tugas atau urusan
rumah tangga dari daerah yang tingkatannya lebih atas tersebut. Senada
dengan definisi tersebut, Bagir Manan juga menyatakan bahwa, Tugas
pembantuan sebagai tugas melaksanakan peraturan perundangan tingkat
yang lebih tinggi, daerah terikat melaksanakan peraturan perundangan

13

termasuk

yang diperintahkan atau diminta

dalam rangka

tugas

pembantuan (Nurcholis, 2007: 16).


Sementara itu pengertian tugas pembantuan juga tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1, serta Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang asas Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan, yang berisi :
Tugas Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah
dan/atau desa, dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota
dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa
untuk melaksanakan tugas tertentu dengan kewajiban melaporkan
dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang
menugaskan.
Tugas pembantuan pada dasarnya adalah melaksanakan kewenangan
pemerintah pusat, maka sumber biaya berasal dari pemerintah yang
memberikan penugasan. Pembiayaan tugas pembantuan dari Pemerintah
kepada daerah sesuai dengan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 52
tahun 2001 tentang Penyelenggaraan tugas pembantuan, dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sedangkan biaya
penyelenggaraan tugas pembantuan dari Kabupaten kepada desa
dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tugas
pembantuan adalah pemerintah pusat menugaskan kepada pemerintah
daerah otonom untuk ikut serta melakukan kewenangan urusan pemerintah
dengan batasan-batasan pertanggung jawaban, dimana pelaksanaannya
diatur dalam peraturan perundang-undangan, dengan pembiayaan berasal
dari pemberi tugas tersebut.

14

4. Pelatihan Keterampilan
Peningkatan, pengembangan, dan pembentukan tenaga kerja yang
terampil dilakukan melalui upaya pembinaan, pendidikan dan pelatihan,
ketiga hal tersebut saling terkait, namun pada hakikatnya pelatihan
mengandung unsur pembinaan dan pendidikan. Menurut Oemar Hamalik
(2005: 10), pelatihan merupakan suatu proses yang meliputi serangkaian
tindakan atau upaya yang dilaksanakan dengan sengaja dalam bentuk
pemberian bantuan kepada tenaga kerja yang dilakukan oleh tenaga kerja
profesional kepelatihan dalam suatu waktu, dengan tujuan meningkatkan
kemampuan kerja peserta dalam bidang pekerjaan tertentu guna
meningkatkan efektivitas dan produktivitas dalam suatu organisasi.
Pendapat sejenis dikemukakan oleh Bernardin & Russell (dalam
Gomes, 2003: 197) yang menyatakan bahwa, Pelatihan adalah setiap
usaha untuk memperbaiki performa pekerja pada pekerjaan tertentu yang
sedang menjadi tanggung jawab, atau suatu pekerjaannya. Pelatihan lebih
berkaiatan dengan peningkatan keterampilan seseorang, baik yang sudah
menduduki suatu pekerjaan atau tugas tertentu maupun yang baru akan
melangkah ke dunia kerja, sehingga lebih menekankan pada keterampilan
(skill).
Sehingga yang dimaksud dengan keterampilan menurut Hutapea dan
Thoha (2008: 28) merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan
suatu aktifitas atau pekerjaan. Lebih lanjut lagi Siagian (2003: 57) juga
mengemukakan pengertian keterampilan sebagai kemampuan teknis untuk

15

melaksanakan suatu kegiatan tertentu yang dapat dipelajari dan


dikembangkan. Artinya usaha pengembangan keterampilan merupakan
bagian dari kegiatan pendidikan yang berarti dilakukan secara sadar,
pragmatis, dan sistematis khususnya dalam bidang yang sifatnya teknis
dan

dalam

penerapannya

ditunjukkan

kepada

kegiatan-kegiatan

operasional.
Pelatihan keterampilan identik dengan pelatihan kerja, karena di
dalamnya melatih sumber daya manusia menjadi lebih baik dari
sebelumnya. Menurut Sagir (1989: 40), latihan kerja adalah sub sistem dari
sistem pendidikan secara keseluruhan. Apabila pendidikan formal lebih
menekankan kepada pembentukan dan pengembangan kepribadian, bakat,
sikap, mental, pengetahuan, kecerdasan, daya analisis dan kreativitas,
maka latihan kerja menekankan pada keterampilan yang disebut
profesionalisme. Latihan memang harus selalu berkaitan dengan dunia
kerja dan persyaratan kerja, oleh karena itu latihan kerja akan lebih bersifat
fleksibel dibanding pendidikan formal. Latihan kerja akan terus diperlukan
karena dunia kerja dan persyaratan kerja terus berkembang dan berubah
dengan cepat.
Pengertian tentang pelatihan kerja juga tertera dalam Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per-02/MEN/1987 tentang pendayagunaan
fasilitas latihan dan biaya latihan kerja kurus latihan kerja, yang berisi :
Program latihan kerja adalah satu paket latihan kerja untuk
keterampilan tertentu, dengan persyaratan dan penetapan hasil
latihan yang jelas di mana kualifikasi hasil latihan kerja
menunjukkan kualifikasi jabatan tertentu, dengan pembatasan jumlah

16

peserta latihan per kelompok, memiliki metode pokok bahasan


(kurikulum), sub pokok bahasan (silabus), instruktur, bahan dan
fasilitas serta tata kerja yang telah baku dan diselenggarakan dalam
waktu yang telah ditentukan.
Sedangkan

dalam

UU

Nomor

13

tahun

2003

tentang

ketenagarkerjaan dijelaskan bahwa :


Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi,
memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi
kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat
keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan
kualifikasi jabatan atau pekerjaan.
Pelatihan bertujuan mempersiapkan dan membina tenga kerja, baik
struktural maupun fungsional, yang memiliki kemampuan dalam
profesinya,
melaksanakan

kemampuan
dedikasi

melaksanakan
dan

kemampuan

loyalitas,

kemampuan

berdisiplin

yang

baik.

Kemampuan profesional mengandung aspek kemampuan keahlian


pekerjaan, kemasyarakatan, dan kepribadian agar lebih berdaya guna dan
berhasil guna (Hamalik, 2005: 16). Menurut Bernardin & Russell (dalam
Gomes 2003: 199), program pelatihan mempunyai tiga tahap aktivitas
yang mencakup :
a. Penilaian kebutuhan pelatihan (need Assesment), yang tujuannya
adalah mengumpulkan informasi untuk menentukan dibutuhkan
atau tidaknya program pelatihan.
b. Pengembangan program pelatihan (development), bertujuan untuk
merancang lingkungan pelatihan dan metode-metode pelatihan
yang dibutuhkan guna mencapai tujuan pelatihan.
c. Evaluasi program pelatihan (evaluation,) yang mempunyai tujuan
untuk menguji dan menilai apakah program-program pelatihan
yang telah dijalani, secara efektif mampu mencapai tujuan yang
ditetapkan.
Menurut Hamalik (2005: 35-36) dan Gomes (2003: 206-208),
pelaksanaan program pelatihan meliputi unsur-unsur sebagai berikut :

17

a) Tujuan pelatihan
Dalam merencanakan pendidikan dan latihan hal pertama yang harus
diperhatikan adalah penentuan tujuan. Adanya tujuan pendidikan dan
pelatihan membuat kegiatannya dapat terarah, apakah pendidikan dan
pelatihan tersebut bertujuan peningkatan pengetahuan, keterampilan
atau ada tujuan lain.
b) Manfaat pelatihan
Setiap pelaksanaan kegiatan diharapkan dapat membawa manfaat, baik
untuk individu maupun organisasi. Adanya manfaat bagi individu
menjadikan orang termotivasi untuk selalu meningkatkan kualitas
sumber dayanya.
c) Peserta pelatihan
Menurut Hamalik (2005: 35), penetapan peserta erat kaitannya dengan
keberhasilan suatu pelatihan, oleh karena itu perlu dilakukan seleksi
untuk menentukan peserta agar memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan seperti :
(1) Persyaratan akademik, yang berupa jenjang pendidikan dan
keahlian
(2) Jabatan, peserta telah menempati jabatan tertentu atau akan
menempati pekerjaan tertentu
(3) Pengalaman kerja
(4) Motivasi dan minat terhadap pekerjaannya
(5) Tingkat intelektualitas yang diketahui melalui tes seleksi

18

d) Pelatih (instruktur)
Pelatih atau instruktur sebagai penyampai materi memegang peranan
penting terhadap kelancaran dan keberhasilan program pelatihan, maka
pelatih yang terpilih harus ahli dan berkualifikasi profesional. Syarat
pelatih yang dapat digunakan sebagai pertimbangan adalah :
(1) Telah disiapkan secara khusus sebagai pelatih yang ahli dalam
spesialisasi teretntu
(2) Memiliki kepribadian yang baik
(3) Berasal dari dalam lingkungan organisasi itu sendiri
e) Waktu pelatihan
Lamanya pelatihan berdasarkan pertimbangan berikut :
(1) Jumlah dan mutu kemampuan yang hendak dipelajari dalam
pelatihan tersebut lebih banyak dan lebih tinggi bermutu,
kemampuan yang ingin diperoleh mengakibatkan lebih lama
diperlukan latihan.
(2) Kemampuan belajar para peserta dalam mengikuti kegiatan
pelatihan. Kelompok peserta yang ternyata kurang mampu balajar
tentu memerlukan waktu latihan yang lebih lama.
(3) Media pengajaran, yang menjadi alat bantu bagi peserta dan
pelatih. Media pengajaran yang serasi dan canggih akan membantu
kegiatan pelatihan dan dapat mengurangi lamanya pelatihan
tersebut (Hamalik, 2005 : 35-36).

19

f) Materi atau bahan pelatihan


Materi yang diberikan kepada peserta pendidikan dan pelatihan harus
disesuaikan dengan tujuan. Apabila tujuannya adalah peningkatan
keterampilan, materi yang diberikan akan lebih banyak bersifat praktek.
g) Fasilitas
Fasilitas yang diperlukan dalam pelatihan yang mendukung kegiatan,
misalnya fasilitas sarana dan prasarana, makan, dan sebagainya.
h) Model atau Metode pelatihan
Penggunaan metode pelatihan tergantung dari tujuan dan sasaran yang
telah ditentukan. Model pelatihan adalah suatu bentuk pelaksanaan
pelatihan yang di dalamnya terdapat program pelatihan dan tata cara
pelaksanaannya. Berikut beberapa metode pelatihan yang disesuaikan
dengan fokus dari penelitian ini, dikemukakan oleh Andrew F. Sikula
(dalam Hasibuan 2006: 77) dan juga Hamalik (2005: 20) antara lain :
(1) Vestibule Training (off the job training)
Vestibule training adalah pelatihan yang diselenggarakan dalam
suatu ruangan khusus yang berada di luar tempat kerja biasa,
dengan meniru kondisi-kondisi kerja sesungguhnya. Tujuan dari
metode ini adalah untuk melatih tenaga kerja secara tepat. Materi
yang diberikan dititikberatkan pada metode kerja teknik produksi
dan kebiasaan kerja.

20

(2) On the job training (Latihan sambil bekerja)


Tujuan dari metode ini untuk memberikan kecakapan yang
diperlukan dalam pekerjaan tertentu sesuai dengan tuntutan
kemampuan bagi pekerjaan tersebut. Para peserta latihan langsung
bekerja ditempat untuk belajar dan meniru suatu pekerjaan di
bawah bimbingan seorang pengawas.
(3) Pre employment training (pelatihan sebelum penempatan)
Bertujuan untuk mempersiapkan tenaga kerja sebelum ditempatkan
atau ditugaskan dalam suatu organisasi untuk memberikan latar
belakang

intelektual,

mengembangkan

seni

berpikir,

dan

menggunakan akal. Pelatihan ini diselenggarakan oleh lembaga


pendidikan di luar organisasi.
(4) Demonstration and Example
Demonstration and Example dalah metode latihan yang dilakukan
dengan cara peragaan dan penjelasan bagaimana cara-cara
mengerjakan sesuatu pekerjaan melalui contoh-contoh atau
percobaan yang didemonstrasikan. Demonstrasi dilengkapi dengan
gambar, teks, diskusi, video, dan lain-lain.
(5) Simulasi
Simulasi merupakan suatu teknik untuk mencontoh semirip
mungkin terhadap konsep sebenarnya dari pekerjaan yang akan
dijumpainya. Situasi atau kejadian yang ditampilkan sesuai dengan
situasi yang sebenarnya tetapi hanya merupakan tiruan saja.

21

f) Media pelatihan
Hamalik (2005: 67) menyatakan bahwa media pelatihan adalah salah
satu komponen yang berfungsi sebagai unsur penunjang proses
pelatihan, dan menggugah gairah motivasi belajar. Pemilihan dan
penggunaan media ini mempertimbangkan tujuan dan materi pelatihan.
Ketersediaan media itu sendiri serta kemampuan pelatih untuk
menggunakannnya. Jenis-jenis media komunikasi dalam program
pelatihan yang disesuaikan dengan penelitian ini adalah :
(1) Benda Asli, benda asli atau benda sebenarnya ini dapat merupakan
spesimen makhluk hidup ataupun spesimen yang terbuat dari benda
tak hidup (benda asli bukan makhluk hidup).
(2) Model, merupakan benda-benda bentuk tiruan dari benda aslinya.
Model kerja di mana bagian-bagiannya dapat diperagakan atau
dipertunjukkan proses kerjanya.
(3) Media gambar, merupakan media yang merupakan reproduksi
bentuk asli dalam dua dimensi. Media gambar dapat berupa poster,
karikatur, dan gambar itu sendiri.
(4) Media bentuk papan, media ini berupa papan sebagai sarana
komunikasi

instruksional,

seperti

papan

tulis

atau

papan

demonstrasi.
(5) Media

yang

diproyeksikan,

berupa

gambar-gambar

diproyeksikan dan dapat dilihat pada layar oleh peserta.


(6) Media pandang dengar, ciri-cirinya dapat dilihat dan didengar.

yang

22

(7) Media cetak, adalah bahan hasil cetakan, bentuk buku, maupun
leaflet (Hamalik, 2005: 68-70).
Dari beberapa uraian di atas jelas bahwa pelatihan merupakan sarana
yang ditujukan pada upaya untuk lebih mengaktifkan kerja baik karyawan,
organisasi maupun masyarakat yang dipandang kurang efektif sebelumnya.
Melalui pelatihan akan mampu mengurangi adanya dampak negatif yang
disebabkan kurangnya pengetahuan, keterampilan, dan kurangnnya
kepercayaan diri atau pengalaman yang terbatas dari anggota atau
kelompok tertentu. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
pelatihan keterampilan merupakan upaya mempersiapkan dan membina
sumber daya manusia melalui proses pendidikan, untuk meningkatkan
kemampuan atau keahlian khusus, dengan mengembangkan aspek
kemampuan intelektual dan kepribadian baik individu maupun kelompok
agar lebih produktif dan sejahtera.
5. Ketenagakerjaan
Elemen-elemen penting dalam ketenagakerjaan terdiri dari :
a. Tenaga Kerja
Sumber

Daya

Manusia

(SDM)

atau

Human

Resources

mengandung dua pengertian, pertama SDM mengandung pengertian


usaha kerja atau jasa yang dapat diberikan dalam proses produksi.
Kedua SDM menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk
memberikan jasa atau usaha kerja. Bekerja berarti mampu melakukan
kegiatan yang mempunyai nilai ekonomis, yaitu bahwa kegiatan

23

tersebut menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan


masyarakat. Secara fisik kemampuan bekerja diukur dengan usia.
Kelompok penduduk dalam usia kerja tersebut dinamakan tenaga kerja
atau manpower. Maka secara singkat, tenaga kerja didefinisikan sebagai
penduduk dalam usia kerja (Payaman, 1985: 2-3).
Hamalik (2005: 7) menyatakan bahwa, Tenaga kerja sebagai
sumber daya manusia yang memiliki potensi, kemampuan, yang tepat
guna, berdaya guna, bekepribadian dalam kategori tertentu untuk
bekerja dan berperan serta dalam pembangunan. Sehingga berhasil
guna bagi dirinya dan masyarakat secara keseluruhan. Tenaga kerja
sebagai sumber daya ekonomi menunjuk kepada kepemilikan pekerjaan
tertentu, melakukan kegiatan bekerja, menempati lapangan kerja yang
tersedia dan dapat menciptakan lapangan kerja baru bagi orang lain.
Sedangkan Subri (2006: 59) memberikan pengertian tenaga kerja secara
lebih rinci dengan golongan umur. Penduduk dalam usia kerja (berusia
15-64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara dapat
memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga
mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
Payaman (1985: 2) menyatakan tenaga kerja terdiri dari angkatan
kerja atau labor force dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja atau
labor force terdiri dari dua golongan yaitu, golongan yang bekerja, dan
golongan yang menganggur dan mencari pekerjaan. Sedangkan yang
termasuk bukan angkatan kerja terdiri dari tiga golongan yaitu,

24

golongan yang bersekolah, golongan yang mengurus rumah tangga, dan


golongan lain-lain atau penerima pendapatan lainnya. Golongan lainlain yaitu penerima pendapatan yakni mereka yang tidak melakukan
suatu kegiatan ekonomi, tetapi memperoleh pendapatan seperti
tunjangan pensiun, bunga atas simpanan atau sewa atas pemilik, dan
mereka yang hidupnya tergantung dari orang lain, misalnya karena usia,
cacat, dalam penjara atau sakit jiwa.
Pengertian angkatan kerja dikemukakan oleh Subri (2006: 60),
yakni :
Penduduk yang berumur 10 tahun ke atas yang mampu terlibat
dalam proses produksi. Penduduk yang digolongkan bekerja yaitu
mereka yang sudah aktif dalam kegiatannya yang menghasilkan
barang/jasa atau mereka yang selama seminggu sebelum
pencacahan melakukan pekerjaan atau bekerja dengan maksud
memperoleh penghasilan selama paling sedikit satu jam dalam
seminggu yang lalu dan tidak boleh terputus. Sedangkan pencari
kerja adalah bagian dari angkatan kerja yang sekarang ini tidak
bekerja dan sedang mencari kerja.
b. Pengangguran
Pengertian penganguran adalah sebutan untuk suatu keadaan di
mana masyarakat tidak bekerja. Sadono Sukirno (2006: 328)
menyatakan bahwa, Pengangguran adalah suatu keadaan di mana
seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan
pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Berikut beberapa jenis
pengangguran menurut Mulyadi Subri (2006: 61) dan Sadono Sukirno
(2006: 328) yang akan digunakan dalam penelitian ini, antara lain :

25

1) Pengangguran normal atau friksional


Pengangguran friksional adalah pengangguran yang terjadi akibat
pindahnya seseorang dari suatu pekerjaan ke pekerjaan yang lain,
dan akibatnya harus mempunyai tenggang waktu dan berstatus
sebagai penganggur sebelum mendapatkan pekerjaan yang lain
tersebut.
2) Pengangguran siklikal
Perekonomian tidak selalu berkembang dengan teguh, adakalanya
permintaan agregat lebih tinggi, dan ini mendorong pengusaha
menaikkan produksi. Lebih banyak pekerja baru digunakan dan
pengangguran berkurang, akan tetapi pada masa lainnya permintaan
agregat menurun dengan banyaknya. Kemerosotan permintaan
agregat ini mengakibatkan perusahaan-perusahaan mengurangi
pekerja atau menutup perusahaanya, sehingga pengangguran akan
bertambah. Pengangguran dengan wujud tersebut dinamakan
pengangguran siklikal.
3) Pengangguran struktural
Adalah pengangguran yang disebabkan karena ketidakcocokan
antara struktur pencari kerja sehubungan dengan keterampilan,
bidang keahlian, maupun daerah lokasinya dengan struktur
permintaan tenaga kerja yang belum terisi. Dinamakan demikian
karena disebabkan oleh perubahan struktur kegiatan ekonomi.

26

4) Pengangguran teknologi
Pengangguran dapat pula ditimbulkan oleh adanya penggantian
tenaga manusia oleh mesin-mesin dan bahan kimia. Pengangguran
yang ditimbulkan oleh penggunaan mesin dan kemajuan teknologi
lainnya dinamakan pengangguran teknologi.
5) Pengangguran terbuka
Pengangguran ini tercipta sebagai akibat pertambahan lowongan
pekerjaan yang lebih rendah dari pertambahan tenaga kerja. Sebagai
akibatnya dalam perekonomian semakin banyak jumlah tenaga kerja
yang tidak dapat memperoleh pekerjaan. Efek dari keadaan ini dalam
jangka panjang membuat mereka tidak melakukan suatu pekerjaan.
Jadi mereka menganggur secara nyata dan separuh waktu, oleh
karenanya dinamakan pengangguran terbuka. Pengangguran terbuka
dapat pula wujud sebagai akibat dari kegiatan ekonomi yang
menurun, dari kemajuan teknologi yang mengurangi penggunaan
tenaga kerja, atau sebagai akibat dari kemunduran perkembangan
sesuatu industri.
6) Pengangguran tersembunyi
Pada banyak negara berkembang didapati bahwa jumlah pekerja
dalam suatu kegiatan ekonomi adalah lebih banyak dari yang
sebenarnya diperlukan, supaya ia dapat menjalankan kegiatannya
dengan efisien. Kelebihan tenaga kerja yang digunakan digolongkan
dalam pengangguran tersembunyi.

27

7) Setengah menganggur
Pada negara-negara berkembang, migrasi dari desa ke kota sangat
pesat, akibatnya tidak semua orang yang pindah ke kota dapat
memperoleh pekerjaan dengan mudah. Sebagiannya terpaksa
menjadi penganggur sepenuh waktu. Di samping itu ada pula yang
tidak menganggur, tetapi tidak pula bekerja sepenuh waktu, dan jam
kerja mereka jauh lebih rendah dari yang normal. Mereka hanya
bekerja satu hingga dua hari seminggu, atau satu hingga empat jam
sehari. Pekerja-pekerja yang mempunyai masa kerja seperti itu
digolongkan sebagai setengah menganggur (underemployed).
Pengangguran

akan

muncul

dalam

suatu

perekonomian

disebabkan oleh tiga hal (Kaufman dan Hotchkiss, 1999: 657-668) :


a) Proses mencari kerja
Munculnya angkatan kerja baru akan menimbulkan persaingan yang
ketat pada proses mencari kerja. Dalam proses ini terdapat hambatan
dalam mencari kerja yaitu disebabkan karena adanya para pekerja
yang ingin pindah ke pekerjaan lain. Hal tersebut karena tidak
sempurnanya informasi yang diterima pencari kerja mengenai
lapangan kerja yang tersedia.
b) Kekakuan upah
Besarnya pengangguran yang terjadi dipengaruhi juga oleh tingkat
upah yang tidak fleksibel dalam pasar tenaga kerja. Penurunan pada

28

proses

produksi

dalam

perekonomian

akan

mengakibatkan

pergeseran atau penurunan pada permintaan tenaga kerja.


c) Efisiensi upah
Efisiensi yang terjadi pada fungsi tingkat upah terjadi karena
semakin tinggi karena perusahaan membayar upah, maka akan
semakin keras usaha para pekerja untuk bekerja. Hal ini justru akan
memberikan konsekuensi yang buruk jika perusahaan memilih
membayar lebih pada tenaga kerja yang memiliki efisiensi lebih
tinggi, maka akan terjadi pengangguran terpaksa akibat dari
persaingan yang ketat

dalam

mendapatkan pekerjaan yang

diinginkan.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Indra Budi Nurcahyo (2001) dengan
judul Studi kasus Program Latihan Kerja Institusional di Balai Latihan Kerja
Usaha kecil dan menengah Kabupaten Sleman DIY. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dengan model pendekatan studi kasus.
Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui implementasi program
dan mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi
program. Implementasi program juga mencoba untuk mengidentifikasi
hambatan-hambatan yang muncul dalam proses implementasi serta upaya
untuk mengatasi hambatan-hambatan itu. Sedangkan hasil akhir implementasi
menampilkan

performansi

yang

menyangkut

keberhasilan

maupun

ketidakberhasilannya. Hasil penelitian menunjukan bahwa bila dilihat dari

29

visi program maka implementasi program masih kurang berhasil. Pada


program ini mengalami kelancaran dalam proses implementasi dan kepatuhan
yang tinggi dari para pelaksana.
Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah kedudukan
BLK Sleman yang masih sebagai BLK UKM, sehingga orientasinya untuk
melatih pengangguran yang ingin berwirausaha. Sedangkan pada penelitian
kali ini, BLK Sleman telah berkedudukan sebagai UPT BLK Dinas Tenaga
Kerja dan Sosial Kabupaten Sleman yang memiliki fungsi pelatihan bagi
seluruh tenaga kerja untuk memasuki pasar kerja baik di perusahaan,
pemerintahan, maupun usaha mandiri. Selain itu rentang waktu yang berbeda,
penelitian di atas dilaksanakan pada tahun 2001 sebelum otonomi daerah di
BLK Sleman, sementara penelitian ini dilakukan pada tahun 2013 untuk
melihat penyelenggaraan pelatihan pasca otonomi.
C. Kerangka Pikir
Pengangguran merupakan suatu permasalahan ketenagakerjaan yang
ditemui di berbagai daerah, tidak terkecuali di wilayah Kabupaten Sleman
sebagai salah satu kabupaten di DIY yang memiliki tingkat pengangguran
tertinggi. Adanya kesenjangan yang semakin besar antara jumlah angkatan
kerja dengan kesempatan kerja telah meningkatkan angka pengangguran.
Selain itu, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang semakin pesat, mengakibatkan adanya persaingan yang ketat di bidang
ketenagakerjaan baik di bidang industri maupun non industri. Sehubungan
dengan hal tersebut, maka dibutuhkan tenaga kerja yang memiliki

30

keterampilan dan keahlian khusus sesuai dengan bidang yang dicari. Namun
pada kenyataannya sumber daya yang tersedia belum mempunyai
keterampilan atau kemampuan yang memadai.
Oleh karena itu, Balai Latihan Kerja (BLK) Sleman berdasarkan tugas
pembantuan yang diberikan oleh Balai Besar Latihan Ketransmigrasian
(BBLK) melakukan kegiatan yakni pembuatan suatu program pelatihan
keterampilan sebagai upaya untuk mengurangi angka pengangguran di
Kabupaten Sleman, salah satunya dengan menerapkan program pelatihan
keterampilan institusional yang dilaksanakan pada periode Bulan Maret 2013
dengan pembiayaan APBN. Upaya program pelatihan keterampilan
institusional ini dilakukan dengan mengoptimalkan pemanfaatan tenaga
pengajar dan fasilitas pelatihan di Balai Latihan Kerja. Pelatihan menjadi
sangatlah penting dalam menjawab keterbatasan sumber daya potensial yang
dimiliki, mengingat perkembangan teknologi yang menuntut persyaratan
kerja tertentu dalam melaksanakan tugas kerjanya serta untuk memperoleh
efektivitas serta efisiensi kerja.
Sejak

didirikannya

BLK

Sleman

sebagai

institusi

bidang

ketenagakerjaan yang melakukan pelatihan, belum diketahui dengan jelas


ketercapian dan penyelenggaraan prgram pelatihan keterampilan institusional
ini. Pelatihan kerja adalah salah satu kegiatan dalam manajemen sumber daya
manusia. Mengacu pada pendapat

Oemar Hamalik, untuk melihat

penyelenggaraan program pelatihan perlu dilihat beberapa unsur pelaksanaan


program, kemudian dapat dinilai keberhasilan program dari keteracapaian

31

unsur-unsur tersebut. Dalam pelaksanaan program pelatihan keterampilan tak


terlepas dari beberapa kendala maupun permasalahan dalam pelaksanaan
program. kendala tersebut harus segera dicari solusinya agar tidak
mengganggu kegiatan yang sudah direncanakan dan diharapakan program
kegiatan dapat berjalan sesuai dengan tujuan dan target yang ditetapkan.
BLK Sleman diharapakan mampu melaksanakan kegiatan pelatihan
keterampilan yang efektif dan efisien, sehingga dapat mencetak para lulusan
dengan kemampuan yang terampil, berkompeten, dan profesional dalam
persaingan pasar kerja, dengan melihat kondisi lingkungan sosial dan
ekonomi yang berkembang di Kabupaten Sleman. Sasaran program adalah
masyarakat

pencari kerja dengan tujuan membantu mereka dalam

mendapatkan keahlian yang lebih, bagi perusahaan pencari tenaga kerja


dengan tujuan membantu mereka untuk mendapatkan tenaga kerja yang
sesuai dengan kebutuhan jabatan yang ada, dan pemerintah dengan tujuan
untuk mengurangi angka pengangguran melalui program pelatihan. Maka
berikut bagan kerangka berpikir dalam penelitian ini :

32

Peningkatan Jumlah
Pengangguran di
Kabupaten Sleman

Pelaksanaan
Program Pelatihan
Keterampilan
Institusional periode
Maret 2013

Hal-hal
yang
harus
diperhatikan
dalam
penyelenggaraan program
pelatihan, yakni :
1. Tujuan Pelatihan
2. Peserta Pelatihan
3. Pelatih (instruktur)
4. Materi/ bahan pelatihan
5. Waktu Pelatihan
6. Fasilitas Pelatihan
7. Metode Pelatihan
8. Media Pelatihan
9. Manfaat Pelatihan

Tercapainya Tujuan
Program Pelatihan
Keterampilan
Institusional Periode
Maret 2013

Kendala Dalam
Pelaksanaan Program
Pelatihan Keterampilan
Institusional Periode
Maret 2013

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian


D. Pertanyaan Penelitian
Dalam penelitian kualitatif pertanyaan penelitian berfungsi untuk
membantu peneliti dalam memfokuskan tujuan penelitian ke dalam bentuk
pertanyaan yang spesifik, serta berfungsi juga sebagai dasar pemikiran, arah
pemikiran dan penentu berakhirnya penelitian yang dilakukan. Adapun
pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :

33

1. Apa latar belakang penyelenggaraan program pelatihan keterampilan di


UPT Balai Latihan Kerja Kabupaten Sleman ?
2. Bagaimana pelaksanaan program pelatihan keterampilan institusional di
UPT Balai Latihan Kerja Kabupaten Sleman ?
3. Apa kendala-kendala pelaksanaan program pelatihan keterampilan
institusional di UPT Balai Latihan Kerja Kabupaten Sleman ?
4. Apa saja upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala pelaksanaan
program pelatihan keterampilan institusional di UPT Balai Latihan Kerja
Kabupaten Sleman ?

Anda mungkin juga menyukai