PENDAHULUAN
Indonesia adalah bagian dari Dunia Internasional, setiap negara menjalin
hubungan dengan negara lainnya guna mengadakan transaksi-transaksi yang
saling menguntungkan antar negara. Transaksi internasional berupa import barang
dari luar negeri, ekspor barang ke luar negeri, adalah merupakan bagian dari
transaksi perdagangan internasional. Transaksi tersebut tentu mengakibatkan salah
seorang penduduk dari salah satu negara tersebut memperoleh penghasilan.
Penduduk yang memperoleh penghsilan tersebut disebut subyek pajak, sedangkan
hasil yang diperoleh adalah obyek pajak.
Disamping kerjasama ekonomi berupa perdagangan, kerjasama antar
negara juga menyangkut kerjasama lainnya seperti kerjasama keamanan dan
kerjasama dibidang sosial budaya lainnya.
Setiap kerjasama tersebut tentu harus disepakati antar negara tersebut guna
mencapai komitmen bersama, dalam bentuk perjanjian internasional yang
menyangkut kepentingan antar negara tersebut, tidak terkecuali yang terkait
dengan aspek perpajakan.
Setiap penduduk asing di seluruh Dunia, tidak dilarang jika mereka ingin
melakukan usaha di Indonesia dan bekerja di Indonesia atau menanamkan modal
di Indonesia, atas hasil yang diterima penduduk asing tersebut, dapat dikenakan
pajak di negara Indonesia. Pengenaan pajak yang dilakukan di Negara Indonesia
dapat dilakukan dengan kewenangan yang dimiliki Negara Indonesia sebgai
pemegang kedaulatan hukum dan wilayah, namun demikian juga harus
mempertimbangkan aspek perekonomian nasional dan hubungan kerjasama antar
negara.
Transaksi antar ke dua negara atau beberapa negara dapat menimbulkan
aspek perpajakan, hal ini perlu diatur dan disepakati oleh kedua negara atau
seluruh dunia guna meningkatkan perekonomian dan perdagangan kedua negara,
agar tidak menghambat investasi penanaman modal asing akibat pengenaan pajak
BAB II
PAJAK BERGANDA INTERNASIONAL
A. Latar Belakang
Terpisah dari kemajuan, prakiraan dan perhitungan ekonomi dan
pengendalian permintaan atas barang dan jasa, terdapat kecenderungan bahwa
perekonomian nasional semakin saling bergantung kepada situasi Internasional,
terutama terhadap kiat atau kebijakan yang dilakukan oleh Negara lain. Apabila
hal itu dimaksudkan untuk memantapkan kesempatan kerja, stabilitas kerja atau
keseimbangan neraca pembayaran, adalah merupakan fakta bahwa keperluan
koordinasi aktif antarnegara dalam ekonomi dunia semakin meningkat. Interaksi
ekonomi antarnegara menjelma menjadi salah satu factor dominant pada masa
kini.
Globalisasi modal dapat terjadi baik melalui partisipasi langsung maupun
tidak langsung oleh badan privat dan public serta organisasi Internasional. Badan
usaha dapat didirikan dengan modal asing, kepemilikan (saham) pada suatu badan
ditransfer ke mancanegara (go internasional), perwakilan cabang usaha didirikan
di mancanegara, dan pinjaman tersedia oleh kreditor bagi debitor dengan tempat
tinggal yang berlainan Negara. Sains dan teknologi juga melibatkan aktivitas
lintas perbatasan. Hal ini nampak pada semakin banyaknya merek dagang atau
paten, proses manufaktur, pengetahuan dan pengalaman (know-how) dari bidang
industri, sains dan komersial menjadi tersedia secara lintas perbatasan.
Selain itu, sebagai akibat dari liberalisasi perjalanan orang antarnegara,
terdapat peningkatan mobilitas sumber daya manusia baik secara permanent
maupun temporer. Karyawan mencari tingkat hidup yang lebih baik, kondisi kerja
dan standar pengupahan, baik berdasarkan inisiatif pribadi maupun yang
dimutasikan oleh perusahaan untuk mencari dan memanfaatkan potensi (pangsa)
pasar mancanegara. Disamping alasan kekaryaan, perjalanan orang juga
ditumbuhkembangkan oleh kegiatan pariwisata yang semakin merebak selaras
dengan peningkatan kehidupan serta kemajuan komunikasi dan telekomunikasi.
Perjalanan atau pergerakan orang, modal dan jasa tersebut juga diikuti dengan
2.
Internal ( domestic )
2.
Internasional
Dalam kedua kelompok tersebut terdapat pajak berganda vertical,
terjadi apabila atas penghasilan yang sama yang diterima oleh orang yang sama di
kenakan pajak lebih pleh lebih dari satu Negara, sedangkan pajaka berganda
ekonomis terjadi apabila dua orang yang berbeda (secara hukum) dikenakan pajak
atas suatu penghasilan yang sama (atau identik).
Pemajakan atas suatu penghasilan secara bersamaan oleh negara yang
menerapkan domisili dan negara yang menerapkan azas sumber menimbulkan
pajak ganda internasional (international double taxation). Oleh para investor dan
pengusaha, pajak ganda tersebut dianggap kurang memperlancar mobilitas arus
investasi, bisnis, dan perdagangan internasional. oleh karena itu, perlu dihilangkan
atau diberikan keringanan. Selain diatur dalam ketentuan pajak domestik,
keringanan pajak ganda dimaksud pada umumnya juga diatur dalam P3B. Pajak
Berganda Internasional (selanjutnya dalam modul ini disebut PBI) muncul apabila
terdapat benturan yurisdiksi pemajakan, baik yang melekat pada pemerintah pusat
(negara) maupun pemerintah daerah (provinsi, kota, dan kabupaten), dan yang
melekat pada masing-masing negara (overlapping of tax jurisdiction in the
international sphere).
Sementara orang akan mempertanyakan kenapa benturan tersebut sampai
terjadi? Dalam hak pemajakan, kita menyadari bahwa setiap negara berdaulat
akan melaksanakan pemajakan terhadap subjek dan/atau objek yang mempunyai
pertalian fiskal (fiscal allegiance) dengan negara pemungut pajak dan berada
dalam wilayah kedaulatannya berdasarkan ketentuan domestik. Seandainya dalam
ketentuan domestik dari negara-negara pemungut pajak tersebut terdapat
pengecualian atau pembebasan dari pajak terhadap subjek atau objek yang
bertempat kedudukan atau berada di luar wilayah kedaulatannya maka tidak akan
terjadi PBI karena mungkin tidak terjadi benturan hak pemajakan dengan negara
lain. atau apabila tarif pajak di negara tempat sumber penghasilan dikenakan pajak
dan domisili cukup rendah, beban pajak berganda yang dikenakan di negara
sumber sebagai pemegang hak pemajakan utama (primary taxing rights) dan yang
dikenakan di negara domisili sebagai pemegang hak pemajakan skunder
(secondary taxing rights) secara wajar masih dalam jumlah yang terjangkau oleh
pembayar pajak.
berkenaan
dengan
Pajak
Penghasilan,
sebagaimana
telah
dikemukakan di awal bagian ini, apabila terjadi benturan hak pemajakan antara
negara-negara mempunyai pertalian ekonomis, menerapkan azas pembagian hak
pemajakan secara tidak bersamaan.
Contoh timbulnya PBI dapat diilustrasikan sebagai berikut
PERUSAHAAN M
Double
Taxation
M adalah sebuah perusahaan multinasional yang berkedudukan di negara
A dan empunyai cabang di negara B. Negara A menerapkan azas domisili dan azas
sumber secara bersamaan, demikian pula dengan negara B. Atas penghasilan M di
negara B dipungut pajak oleh negara A berdasarkan azas domisili, dan negara B
memungut pajak atas penghaasilan M yang sama berdasarkan azas sumber.
Dengan demikian penghasilan M tersebut dipungut pajak dua kali. Pemungutan
pajak atas pengasilan M itu mungkin saja tidak menimbulkan masalah sepanjang
negara A dan B menerpakan tarif pajak yang rendah dan terjangkau oleh M.
Apabila pajak ganda itu menjadi beban yang berat bagi M, maka haruslah dicari
jalan keluarnya.
C. Dimensi Internasional Aplikasi Yurisdiksi Pemajakan
a. Pemajakan atas Penghasilan dari Transaksi Transnasional
Transaksi transnasional dapat berupa transaksi keluar dari (outbound)
atau masuk ke (inbound) Indonesia. Pemajakan atas penghasilan dari transaksi
keluar merujuk kepada perlakukan perpajkan atas penghasilan yang diperoleh
atau diterima WPDN dari menjalankan usaha (melakukan kegiatan) atau dari
investasi di luar Indonesia. Karena mendasarkan
No.
164/KMK.04/2002memberikan
implikasi
bahwa
angka
menimbulkan
benturan
pengaturan
dengan
otoritas
pemajakan
2.
3.
4.
5.
apabila beberapa negara mengenakan pajak yang sama (sejenis dan setara)
terhadap satu wajib pajak atas objek pajak yang sama untuk masa pajak yang
sama pula.
E. Azas-azas Perpajakan dan Timbulnya Pajak Berganda Internasional
Indonesia, sebagai negara berdaulat, mempunyai yurisdiksi (kewenangan
untuk mengatur), termasuk yurisdiksi pemajakan berkenaan dengan orang, barang
atau objek yang berada di dalam wilayah kekuasaannya. Yurisdiksi pemajakan
(tax jurisdiction) sebagai kedaulatan dalam bidang perpajakan merupakan
konsekuensi dari kedaulatan wilayah suatu negara (Knechtle, 1979). Sehubungan
dengan yurisdiksi pemajakan, Martha (1989) menyebut empat teori jusitifikasi
legal hak pemajakan suatu negara:
a.
b.
c.
kontraktual, dan
d.
soveranitas.
pelaksanaan
dari
yurisdiksi
dan
yurisdiksi
merupakan
atribut
(kelengkapan) dari soveranitas. Sumber dari hak pemajakan (right to tax) suatu
negara berasal dari soveranitas (kedaulatan) negara tersebut. Sebagai kebutuhan
histories (akan adanya suatu negara), hak dan kewajiban utama suatu negara
adalah untuk mengamankan dan melestarikan keberadaannya. Untuk keperluan
itu, negara mempunyai hak untuk meminta sesuatu (kontribusi pajak) dari siapa
saja yang berada di bawah kewenanagan hukumnya. Berbeda dengan teori
retributive yang menekankan kepada manfaat ekonomis (economic allegiance)
yang
telah
dinikmati
seseorang
sebagai justifikasi
pemajakan,
dengan
teori
soveranitas
cenderung
memberikan
justifikasi
pemajakan
neksus
perpajakan
(keterkaitannya
dengan
pemajakan
asas
10
1.
kewarganegaraan,
2.
3.
11
Pasal 2 (3) (a) UU PPh menyebut tiga criteria penentu apakah seseorang
merupakan wajib pajak dalam negeri (WPDN) yaitu:
a. tempat tinggal (domisili,
b. keberadaan/kehadiran (presensi), dan
c. niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
Kriteria domisili untuk menentukan status WPDN merupakan
tambahan oleh UU No. 10 tahun 194 terhadap tes keberadaan dan niat
(dalam UU No 7 tahun 1983) dan sekaligus memperluas yuridiksi domisili
pemajakan Indonesia. Menurut ketentuan Pasal 2(6), apakah seseorang
bertempat tinggal di Indonesia ditentuka menurut keadaan yang
sebenarnya. Keadaan yang sebenarnya tersebut, misalnya, dapat berupa
petunjuk formal (kependudukan) atau substansial (keberadaan keluarga,
tempat tinggal, alamat tetap, atau kepentingan ekonomis dan sosial).
Dengan demikian orang yang tidak berada di Indonesia (selama lebih dari
183 hari) madih sapat dianggap bertempat tinggal di Indonesia apabila
keadaan yang sebenarnya dapat menunjukkan ha tersebut dan oleh
karenanya termasuk WPDN.
Apabila criteria domisili dapat bersifat subjektif formal, criteria
keberadaan kehadiran merupakan criteria yang bersifat obejktif kuantitatif.
Namun kedua criteria tersebut dibangun berdasar kterkaitan ekonomis
(economic allegiance) seseorang terhadap negara pemungut pajak,
sedangkan pemajakan berdasar kewarganegaraan sering diangggap di
bangun berdasar keterkaitan politis (political allegiance).
2. Badan
Pasal 2(3)(b) UU PPh menyebut dua kirteria penentu yurisdiksi
domisili Indonesia atas badan yaitu: (a) tempat pendirian, dan (b) tempat
kedudukan. Setiap badan, termasuk perseroan terbatas, yang didirikan di
Indonesia merupakan WPDN. Menurut Frommel (1987) dan Van Raad
(1986) suatu badan, pada umumnya dapat dianggap memperoleh status
hukum (kewarganegaraan atau nasionalitas) di negara berdasarkan hokum
12
semua
badan yang
didirikan di
13
konsep tersebut diintegrasikan dalam satu konsep BUT (yang berlaku baik
untuk usaha maupun pekerjaan bebas profesi).
Menurut Ongwamuhana (1991), yurisdiksi sumber mendasarkan pada
suatu asumsi bahwa negara sumber memberikan kontribusi kepada perusahaan
milik bukan WPDN untuk memperoleh penghasilan dari negara tersebut.
Implikasi dari yurisdiksi sumber ialah bahwa Indonesia secara sah dapat
memungut pajak dari orang pribadi atau badan bukan WPDN yang menerima
atau memperoleh penghasilan dari kegiatan atau sumber yang terletak di
Indonesia.
F. Beberapa tipe Pajak Berganda Internasional ( PBI )
PBI timbul karena adanya benturan klaim pemajakan oleh beberapa
administrasi pajak sesuai dengan yurisdiksi pemajakan yang mereka miliki.
Beberapa tipe PBI :
1.
2.
3.
14
Apabila dua tau lebih ketentuan pajak dengan struktur yang sama atau berbeda
atas satu fenomena pajak yang sama pada satu wajib pajak yang sama
menimbulkan PBI langsung. Sedangkan PBI tidak langsung terjadi dari
pemajakan atas satu hal yang sama (setara dengan PBI ekonomis)
G. Metode Penghindaran Pajak Berganda Internasional
1. Dampak Pajak Berganda
Secara
ekonomis
pajak
merupakan
pengorbanan
suberdaya
pembebasan
(exemption)/pengecualian
(exclusion)
15
dari
pengenaan
pajak
dengan
mengeluarkannya
16
bergabung
lebih
menguntungkan
wajib
pajak
dengan
17
pajak dari dividen (kredit langsung; direct tax credit) dapat pula diberikan
kredit atas pajak dari laba anak perusahaan yang terkait dengan dividen
tersebut (indirect tax credit).
Metode Lainnya
Sehubungan dengan metode pemberian keringanan pajak berganda
internasional, selain metode eksemsi dan kredit, dalam buku International
Juridicial Double Taxation on income, Manual Pires menyebut beberapa
metode sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
18
Karena tidak
rangka
peningkatan
penerimaan
pajak
dari
penghasilan
19
BAB III
TINJAUAN KASUS
200.000.000
100.000.000
300.000.000
75.000.000
(25.000.000)
100.000.000 75.000.000
Pajak Penghasilan kurang bayar
50.000.000
200.000.000
(50.000.000)
150.000.000
37.500.000
25% x 150.000,000
mengurangi
berkesinambungan
penghasilan
kena
pajak
domestic.
Namun
secara
kembali
20
250.000.000
(150.000.000)
400.000.000
100.000.000
Eksemsi pajak
Penghasilan luar negeri
150.000.000
100.000.000
(25.000.000)
75.000.000
21
BAB IV
KESIMPULAN
berdasarkan
perundang-undangan
nasional
negara
tersebut.
22
lain apabila memperoleh penghasilan di negara kita, hal ini guna menambah
wawasan atau pengetahuan manakala kelak atau saat ini kita bersinggungan atau
bahkan berkaitan langsung dengan subjek pajak yang berasal dari negara lain.
23
DAFTAR PUSTAKA
24