Anda di halaman 1dari 75

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di dalam skema Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (PBJ) dianggarkan pada pos Belanja Barang
dan Belanja Modal. Kedua pos belanja tersebut memberikan kontribusi yang besar
dalam pos Belanja Pemerintah Pusat, seperti yang disajikan pada lampiran I. Dalam
lampiran I dapat dilihat bahwa realisasi Belanja Barang dan Belanja Modal berturutturut tahun 2012, 2013, dan 2014 adalah sebesar Rp285.989.023.890.614,
350.586.888.213.704, dan Rp323.970.193.761.804 atau sebesar 28,30%, 30,83% dan
26,92% dari total Belanja Pemerintah Pusat. Sedangkan menurut data yang ada pada
lampiran II dapat dilihat bahwa kasus korupsi dengan jenis perkara pengadaan barang
dan jasa berturut-turut tahun 2012, 2013, dan 2014 adalah sebanyak 8, 9, dan 15
kasus.
Salah satu kegiatan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
yang berkaitan dengan kegiatan PBJ adalah audit penyesuaian harga. Audit
penyesuaian harga ini dilakukan terhadap kontrak-kontrak yang mengalami
penyesuaian harga. Adapun tujuan audit penyesuaian harga ini adalah untuk
1

2
memberikan hasil penghitungan penyesuaian harga yang lebih akurat dan sesuai
peraturan, untuk digunakan sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan
penyesuaian harga oleh auditan. Hasil audit penyesuaian harga digunakan oleh
auditan untuk melakukan penyesuaian harga satuan dalam kontrak pengadaan
barang/jasa yang disebabkan oleh perubahan harga. Dalam pelaksanaannya, masih
dijumpai beberapa kendala yang berakibat tidak baik pada pelaporan hasil audit
penyesuaian harga yang dilakukan BPKP.
Berdasarkan

latar

belakang

penyimpangan

tersebut

dan

banyaknya

permasalahan yang berkaitan dengan pertanyaan: Bagaimana cara agar pelaksanaan


Audit Penyesuaian Harga yang dilakukan oleh BPKP bisa efektif? maka penulis
tertarik untuk melakukan evaluasi atas pelaksanaan kegiatan audit penyesuaian harga
oleh BPKP.
B. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini berfokus pada bagaimana efektivitas pelaksanaan
audit penyesuaian harga oleh BPKP pada periode Tahun 2012 - 2014.
C. Perumusan Masalah
Pokok permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini antara lain
evaluasi tentang:
a. Bagaimana efektivitas audit penyesuaian harga yang dilaksanakan oleh BPKP?
b. Apa saja hambatan dalam pelaksanaan audit penyesuaian harga yang dilaksanakan
oleh BPKP?
c. Apa yang seharusnya dilakukan oleh BPKP agar pelaksanaan audit penyesuaian
harga bisa efektif?

3
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan-permasalahan
berikut ini:
a. Mengetahui efektivitas pelaksanaan audit penyesuaian harga oleh BPKP;
b. Mengidentifikasi titik-titik rawan yang dapat menghambat pelaksanaan audit
penyesuaian harga oleh BPKP;
c. Memberikan saran untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan audit penyesuaian
harga yang dilaksanakan oleh BPKP.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
akademis maupun kepentingan BPKP, sebagai berikut:
a. Bagi BPKP, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
BPKP dalam meningkatkan efektivitas pelaksanaan audit penyesuaian harga.
b. Bagi pihak akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pustaka
pendidikan, khususnya terkait efektivitas pelaksanaan audit penyesuaian harga
oleh BPKP.
c. Bagi Masyarakat Indonesia secara umum, hasil penelitian ini dapat digunakan
untuk memberi gambaran tentang pentingnya audit penyesuaian harga dalam
upaya penyelamatan keuangan negara.
F.

Metode penelitian

1.

Obyek penelitian
Obyek dalam penelitian ini adalah pelaksanaan audit penyesuaian harga yang

dilaksanakan BPKP Tahun 2012 - 2014.

4
2.

Jenis data
Jenis data yang akan digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan

sekunder. Data primer dalam penelitian ini menggunakan informasi yang didapat dari
hasil wawancara yang menggambarkan pelaksanaan audit penyesuaian harga yang
dilaksanakan BPKP Tahun 2012 - 2014. Wawancara akan dilaksanakan secara
langsung kepada pihak-pihak terkait pelaksanaan audit penyesuaian harga yang
dilaksanakan BPKP. Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini menggunakan data
Laporan Akuntabilitas Kinerja BPKP Tahun 2012, 2013 dan 2014, serta dokumen lain
yang mendukung. Data yang penulis gunakan dalam penelitian ini bersumber dari
instansi terkait, yakni BPKP.
3.

Cara pengumpulan data


Cara pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini direncanakan

melalui studi kepustakaan dan survey lapangan. Data sekunder dapat diperoleh
melalui studi kepustakaan yang dilakukan dengan cara mengumpulkan, meneliti dan
memahami berbagai literatur, artikel, laporan dan dokumen lain terkait materi
penelitian. Adapun survey lapangan akan dilakukan untuk memperoleh data-data
primer yang valid melalui wawancara pada pihak-pihak terkait obyek penelitian.
4.

Metode pengolahan data


Metode pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini diarahkan untuk

menjawab rumusan masalah yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya. Teknik
analisis data menggunakan metode deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik,

5
dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks
khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong,
2007: 6).
G. Sistematika Pembahasan
Skripsi ini akan disusun dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I

PENDAHULUAN
Pada bab ini akan diuraikan latar belakang, perumusan masalah, ruang
lingkup, tujuan dan manfaat, metode, serta sistematika pembahasan.

BAB II

LANDASAN TEORI
Bab ini berisi teori-teori yang menjadi dasar untuk melakukan
pembahasan penelitian, hasil penelitian sebelumnya, dan kerangka
berpikir.

BAB III

GAMBARAN UMUM DAN ALASAN PEMILIHAN OBYEK


Pada bab ini akan memberikan gambaran umum organisasi pelaksana
obyek penelitian, gambaran kegiatan yang masuk ke dalam ruang
lingkup penelitian, serta alasan pemilihan obyeknya.

BAB IV

PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dilakukan pembahasan terkait tingkat efektifitas
audit penyesuaian harga yang dilaksanakan oleh BPKP, serta hal-hal
yang menjadi titik rawan.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN


Untuk mengungkapkan inti dari penelitian ini, maka akan ditarik
simpulan dari uraian pada bab-bab sebelumnya dan akan dirumuskan
saran yang diperlukan.

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Audit
Untuk melaksanakan fungsi assurance, BPKP memiliki tugas untuk
melaksanakan audit. Arens et al (2012, 4) menyebutkan bahwa Auditing is the
accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report
on the degree of correspondence between the information and established criteria.
Auditing should be done by a competent, independent person. Jadi menurut Arens,
audit merupakan proses pengumpulan dan pengevaluasian bukti terkait informasi
untuk melaporkan tingkat kesesuaiannya dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta
dilakukan oleh pihak yang kompeten dan independen. Audit menurut PP nomor 60
Tahun 2008 tentang SPIP adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi
bukti yang dilakukan secara independen, obyektif dan profesional berdasarkan standar
audit, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektivitas, efisiensi, dan
keandalan informasi pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah. Sementara
dalam PP nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi
Pemerintah, dijelaskan bahwa pemeriksaan dilakukan dalam rangka pemberian
pendapat (opini) sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 15 Tahun
6

7
2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
BPKP sendiri mendefinisikan audit sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Kepala
BPKP Nomor: PER-1314/K/D6/2012 tentang Pedoman Penugasan Bidang Investigasi
sebagai:
Proses pengumpulan dan pengevaluasian bukti tentang informasi yang dapat
diukur mengenai suatu satuan usaha yang dilakukan seseorang yang kompeten
dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian
informasi dimaksud dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan.
Pusdiklatwas BPKP (2009, 5) memberikan karakteristik audit yang mencakup
tiga ciri dasar sebagai berikut:
1. Auditing merupakan suatu proses penilaian.
2. Penilaian tersebut dilakukan terhadap informasi, kondisi, operasi, dan/atau
pengendalian.
3. Penilaian harus dilakukan secara objektif oleh pihak yang kompeten dan
independen.
Pusdiklatwas BPKP (2009, 12) juga menjelaskan bahwa Menurut pihak yang
melakukan audit, audit dikelompokkan menjadi audit intern dan ekstern. Secara
umum, audit intern merupakan audit yang dilaksanakan oleh auditor yang berasal dari
dalam organisasi, seperti inspektorat maupun BPKP. Sedangkan audit ekstern
merupakan audit yang dilaksanakan oleh auditor yang berasal dari luar orgasnisasi,
seperti Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI).
Jenis-jenis audit menurut tujuannya dibedakan menjadi audit keuangan, audit
kinerja, dan audit dengan tujuan tertentu. Hal ini telah diatur dalam pasal 4 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, yang menyebutkan bahwa Pemeriksaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri atas pemeriksaan keuangan, pemeriksaan

8
kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
B. Audit Internal
Dalam Pasal 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 192 Tahun 2014
tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, disebutkan bahwa Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, selanjutnya disingkat BPKP, merupakan
aparat pengawasan intern pemerintah. Menurut Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : Per/05/M.Pan/03/2008 tentang Standar
Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah,
Kegiatan utama APIP meliputi audit, reviu, pemantauan, evaluasi, dan
kegiatan pengawasan lainnya berupa sosialisasi, asistensi dan konsultansi,
namun peraturan ini hanya mengatur mengenai Standar Audit APIP. Kegiatan
audit yang dapat dilakukan oleh APIP pada dasarnya dapat dikelompokkan ke
dalam tiga jenis audit berikut ini:
1. Audit atas laporan keuangan yang bertujuan untuk memberikan opini atas
kewajaranpenyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi
yang diterima umum.
2. Audit kinerja yang bertujuan untuk memberikan simpulan dan
rekomendasi atas pengelolaan instansi pemerintah secara ekonomis, efisien
dan efektif.
3. Audit dengan tujuan tertentu yaitu audit yang bertujuan untuk memberikan
simpulan atas suatu hal yang diaudit. Yang termasuk dalam kategori ini
adalah audit investigatif, audit terhadap masalah yang menjadi fokus
perhatian pimpinan organisasi dan audit yang bersifat khas.
Adapun pengertian audit intern menurut Asosiasi Auditor Intern Pemerintah
Indonesia dalam Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia adalah:
Kegiatan yang independen dan obyektif dalam bentuk pemberian keyakinan
[assurance activities] dan konsultansi [consulting activities], yang dirancang
untuk memberi nilai tambah dan meningkatkan operasional sebuah organisasi
[auditi]. Kegiatan ini membantu organisasi [auditi] mencapai tujuannya
dengan cara menggunakan pendekatan yang sistematis dan teratur untuk
menilai dan meningkatkan efektivitas dari proses manajemen risiko, kontrol
[pengendalian], dan tata kelola [sektor publik].
Dengan demikian, suatu kegiatan audit intern bisa dikatakan berhasil apabila mampu

9
memberi nilai tambah dan meningkatkan operasional sebuah organisasi. Audit
penyesuaian harga bisa masuk ke dalam audit intern karena manfaat dari audit
penyesuaian harga adalah diperoleh nilai penyesuaian harga yang dihitung secara
akurat dan dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan ketentuan yang berlaku,
sehingga dicapai penghematan pengeluaran negara. Begitu pula jika dilihat dari sisi
pihak yang melaksanakan audit, audit penyesuaian harga dilaksanakan oleh BPKP
yang merupakan APIP.
C. Audit dengan Tujuan Tertentu
Pasal 50 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP
menjelaskan bahwa audit terdiri atas audit kinerja dan audit dengan tujuan tertentu.
Adapun yang dimaksud dengan audit dengan tujuan tertentu dalam peraturan tersebut
mencakup audit yang tidak termasuk dalam audit kinerja. Sedangkan Pusdiklatwas
BPKP (2009, 16) menjelaskan bahwa:
Audit dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang tidak termasuk dalam
pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja/audit operasional. Sesuai
dengan definisinya, jenis audit ini dapat berupa semua jenis audit, selain audit
keuangan dan audit operasional. Dengan demikian dalam jenis audit tersebut
termasuk diantaranya audit ketaatan dan audit investigatif.
Hal tersebut sejalan dengan pengertian audit dengan tujuan tertentu menurut Asosiasi
Auditor Intern Pemerintah Indonesia dalam Standar Audit Intern Pemerintah
Indonesia adalah:
Audit yang dilakukan dengan tujuan khusus di luar audit keuangan dan audit
kinerja.
Termasuk
dalam
kategori
ini
antara
lain
Audit
Khusus/Investigatif/Tindak Pidana Korupsi dan Audit untuk Tujuan Tertentu
Lainnya terhadap masalah yang menjadi fokus perhatian pimpinan organisasi
(auditi) atau yang bersifat khas.
Dalam rangka melaksanakan tugasnya, auditor BPKP Bidang Investigasi harus

10
berpedoman pada Pedoman Penugasan Bidang Investigasi (PPBI) yang diatur dalam
Peraturan Kepala BPKP Nomor: PER-1314/K/D6/2012 tentang Pedoman Penugasan
Bidang Investigasi. Dalam pedoman tersebut, dijelaskan bahwa:
Audit Dengan Tujuan Tertentu adalah audit yang dilakukan dengan tujuan
khusus di luar audit keuangan dan audit kinerja. Termasuk dalam audit tujuan
tertentu ini adalah audit dalam rangka penghitungan kerugian keuangan
negara, audit investigatif, audit klaim, dan audit penyesuaian harga.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa audit
penyesuaian harga merupakan bagian integral dari audit tujuan tertentu. Jika dilihat
dari tujuannya, audit penyesuaian harga memiliki tujuan khusus, yakni memperoleh
simpulan penghitungan penyesuaian harga. Tujuan tersebut bukan merupakan tujuan
audit keuangan dan audit kinerja.
D. Audit Penyesuaian Harga
1.

Pengertian
Pengertian penyesuaian harga yang dijelaskan dalam Peraturan Deputi Kepala

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Bidang Investigasi Nomor 2 Tahun


2013 tentang Petunjuk Teknis Audit Penyesuaian Harga adalah penyesuaian harga
satuan dalam kontrak pengadaan barang/jasa yang disebabkan oleh adanya perubahan
harga. Dalam peraturan tersebut juga disebutkan bahwa:
penghitungan penyesuaian harga adalah proses pengumpulan dan pengujian
bukti-bukti terkait dengan permintaan penyesuaian harga pada suatu kegiatan
untuk memperoleh simpulan sebagai bahan pertimbangan bagi auditan untuk
mengambil keputusan penyesuaian harga.
Penyesuaian Harga dalam Pasal 92 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70
Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah telah diatur sebagai berikut:

11
(1) Penyesuaian Harga dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. penyesuaian harga diberlakukan terhadap Kontrak Tahun Jamak
berbentuk Kontrak Harga Satuan berdasarkan ketentuan dan
persyaratan yang telah tercantum dalam Dokumen Pengadaan
dan/atau perubahan Dokumen Pengadaan;
b. tata cara perhitungan penyesuaian harga harus dicantumkan dengan
jelas dalam Dokumen Pengadaan;
c. penyesuaian harga tidak diberlakukan terhadap Kontrak Tahun
Tunggal dan Kontrak Lump Sum serta pekerjaan dengan Harga
Satuan timpang.
(2) Persyaratan penggunaan rumusan penyesuaian harga adalah sebagai
berikut:
a. penyesuaian harga diberlakukan pada Kontrak Tahun Jamak yang
masa pelaksanaannya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan diberlakukan
mulai bulan ke-13 (tiga belas) sejak pelaksanaan pekerjaan;
b. penyesuaian Harga Satuan berlaku bagi seluruh kegiatan/mata
pembayaran, kecuali komponen keuntungan dan Biaya Overhead
sebagaimana tercantum dalam penawaran;
c. penyesuaian Harga Satuan diberlakukan sesuai dengan jadwal
pelaksanaan yang tercantum dalam Kontrak awal/adendum Kontrak;
d. penyesuaian Harga Satuan bagi komponen pekerjaan yang berasal
dari luar negeri, menggunakan indeks penyesuaian harga dari negara
asal barang tersebut;
e. jenis pekerjaan baru dengan Harga Satuan baru sebagai akibat adanya
adendum Kontrak dapat diberikan penyesuaian harga mulai bulan ke13 (tiga belas) sejak adendum Kontrak tersebut ditandatangani; dan
f. Kontrak yang terlambat pelaksanaannya disebabkan oleh kesalahan
Penyedia Barang/Jasa diberlakukan penyesuaian harga berdasarkan
indeks harga terendah antara jadwal awal dengan jadwal realisasi
pekerjaan.
(3) Penyesuaian Harga Satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a,
ditetapkan dengan rumus sebagai berikut:
Hn = Ho (a+b.Bn/Bo +c.Cn/Co+d.Dn/Do+........)
Hn = Harga Satuan Barang/Jasa pada saat pekerjaan dilaksanakan;
Ho = Harga Satuan Barang/Jasa pada saat harga penawaran;
a = Koefisien tetap yang terdiri atas keuntungan dan overhead;
Dalam hal penawaran tidak mencantumkan besaran komponen
keuntungan dan overhead maka a = 0,15.
b, c, d = Koefisien komponen Kontrak seperti tenaga kerja, bahan, alat
kerja, dan sebagainya;
Penjumlahan a+b+c+d+.....dan seterusnya adalah 1,00.
Bn, Cn, Dn = Indeks harga komponen pada saat pekerjaan dilaksanakan;
Bo, Co, Do = Indeks harga komponen pada bulan ke- 12 setelah
penandatanganan Kontrak.
(4) Penetapan koefisien Kontrak pekerjaan dilakukan oleh menteri teknis

12
yang terkait.
(5) Indeks harga yang digunakan bersumber dari penerbitan BPS.
(6) Dalam hal indeks harga tidak dimuat dalam penerbitan BPS, digunakan
indeks harga yang dikeluarkan oleh instansi teknis.
(7) Rumusan penyesuaian nilai Kontrak ditetapkan sebagai berikut:
Pn = (Hn1 x V1) + (Hn2 xV2) + (Hn3 x V3) + ...... dan seterusnya;
Pn = Nilai Kontrak setelah dilakukan penyesuaian Harga Satuan
Barang/Jasa;
Hn = Harga Satuan baru setiap jenis komponen pekerjaan setelah
dilakukan penyesuaian harga menggunakan rumusan penyesuaian Harga
Satuan;
V = Volume setiap jenis komponen pekerjaan yang dilaksanakan.
Dalam rangka melaksanakan mandat untuk melakukan pengawasan terhadap
perencanaan dan pelaksanaan program dan/atau kegiatan yang dapat menghambat
kelancaran pembangunan, audit atas penyesuaian harga, audit klaim, audit isvestigatif
terhadap

kasus-kasus

penyimpangan

yang

berindikasi

merugikan

keuangan

negara/daerah, audit penghitungan kerugian keuangan negara/daerah, pemberian


keterangan ahli, dan upaya pencegahan korupsi, maka BPKP dapat melakukan audit
penyesuaian harga yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Deputi Bidang
Investigasi. Dalam Peraturan Kepala BPKP Nomor: PER-1314/K/D6/2012 tentang
Pedoman Penugasan Bidang Investigasi, audit penyesuaian harga didefinisikan
sebagai proses pengumpulan dan pengujian bukti-bukti terkait dengan permintaan
penyesuaian harga pada suatu kegiatan untuk memperoleh simpulan sebagai bahan
pertimbangan bagi auditan untuk mengambil keputusan penyesuaian harga. Auditan
yang dimaksud dalam peraturan tersebut adalah instansi pemerintah di tingkat pusat
maupun daerah, Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, dan badan
usaha lainnya milik negara/daerah.
Sesuai dengan definisi tersebut, maka audit penyesuaian harga dapat

13
dikategorikan ke dalam jenis audit dengan tujuan tertentu. Hal ini dikarenakan tujuan
audit penyesuaian harga adalah untuk memperoleh simpulan sebagai bahan
pertimbangan bagi auditan untuk mengambil keputusan penyesuaian harga.
Klasifikasi tujuan audit tersebut tidak termasuk ke dalam jenis audit keuangan
maupun audit kinerja. Dengan sifat dari auditnya yang memberikan manfaat yakni
untuk mencapai penghematan pengeluaran negara, maka audit penyesuaian harga
merupakan bagian integral dari audit dengan tujuan tertentu yang dilaksanakan oleh
auditor internal.
2.

Tujuan
Oleh karena audit penyesuaian harga termasuk dalam jenis audit dengan

tujuan tertentu, maka secara umum tujuan audit ini adalah untuk menentukan apakah
penyesuaian harga yang diajukan telah sesuai atau tidak sesuai dengan kriteria yang
berlaku. Sedangkan berdasarkan teori audit internal, audit penyesuaian harga memberi
nilai tambah dan meningkatkan operasional sebuah organisasi. Dalam Peraturan
Deputi Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Bidang Investigasi
Nomor 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Audit Penyesuaian Harga, disebutkan
bahwa Hasil audit tersebut merupakan salah satu bahan pertimbangan bagi
penanggung jawab kegiatan atau pengguna barang/jasa dalam pengambilan keputusan
penyesuaian harga. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tujuan pelaksanaan
audit penyesuaian harga yang dilakukan oleh BPKP tercapai apabila bisa dijadikan
bahan pertimbangan bagi penanggung jawab kegiatan atau pengguna barang/jasa
dalam pengambilan keputusan penyesuaian harga.

14
3.

Tahapan Pelaksanaan
Pelaksanaan audit penyesuaian harga oleh BPKP mengacu pada Peraturan

Deputi Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Bidang Investigasi


Nomor 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Audit Penyesuaian Harga. Peraturan
tersebut harus digunakan sebagai pedoman oleh auditor dalam melaksanakan audit
penyesuaian harga. Adapun tahapan-tahapan pelaksanaan audit penyesuaian harga
yang diatur dalam peraturan tersebut secara umum adalah sebagai berikut:
a. Penetapan Penugasan Audit
Penugasan audit atas penyesuaian harga harus dilakukan secara cermat agar
menghasilkan Laporan Hasil Audit dengan penghitungan yang akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan.
b. Persiapan Audit
Persiapan audit penyesuaian harga dimulai dari penentuan tim audit, penyusunan
program kerja audit, penyusunan anggaran biaya dan waktu audit, serta
pengarahan kepada tim audit agar pelaksanaan audit dapat mencapai sasaran dan
tujuan yang ditetapkan.
c. Pelaksanaan Audit
Tahap pelaksanaan audit penyesuaian harga meliputi pembicaraan pendahuluan
dengan auditan, pelaksanaan program kerja audit, penyusunan kertas kerja audit,
pengendalian pelaksanaan audit dan quality assurance serta pembicaraan akhir
hasil audit.
d. Pelaporan Hasil Audit
Setelah melaksanakan tahapan-tahapan di atas, maka selanjutnya Tim Audit

15
menyusun Laporan Hasil Audit (LHA) Penyesuaian Harga yang bertujuan untuk
menyampaikan informasi hasil penghitungan penyesuaian harga ditinjau dari
aspek kontraktual, aspek teknis dan aspek keuangan. Laporan Hasil Audit (LHA)
Penyesuaian Harga tersebut juga harus memenuhi persyaratan pelaporan yang
baik, antara lain:
1) Memuat informasi yang lengkap dan jelas serta disajikan dalam bahasa yang
mudah dimengerti.
2) Obyektif yaitu penyajian informasi secara benar dan wajar untuk menghindari
salah penafsiran dan salah pengertian.
3) Independen yaitu tidak memihak atau menguntungkan salah satu pihak yang
terkait.
4) Disampaikan tepat waktu sehingga memberikan manfaat yang optimal dalam
pengambilan keputusan.
e. Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Audit
Dalam rangka pemenuhan tujuan auditt, maka Unit Kerja BPKP melakukan
monitoring terhadap pelaksanaan tindak lanjut hasil audit melalui media
pemantauan tindak lanjut hasil audit. Tindak lanjut hasil audit dapat dinyatakan
selesai apabila Pimpinan Unit/Satuan Kerja/BUMN/BUMD telah melaksanakan
tindakan sesuai saran yang dituangkan dalam Laporan Hasil Audit Penyesuaian
Harga. Namun demikian, tanggung jawab untuk menindaklanjuti hasil audit
berada di pihak auditi. Dalam hal tindak lanjut, kewajiban BPKP hanya terbatas
pada pemantauan tindak lanjutnya saja dan tidak memiliki kekuatan memaksa
pada auditi untuk menindaklanjuti hasil auditnya.

16
E. Efektivitas Audit Penyesuaian Harga
Dalam menjalankan fungsinya sebagai APIP, maka pelaksanaan tugas oleh
auditor BPKP juga harus berpedoman kepada Standar Audit Intern Pemerintah
Indonesia. Menurut Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia dalam Standar
Audit Intern Pemerintah Indonesia,
Kegiatan audit intern dikelola secara efektif ketika:
a. Hasil kerja kegiatan audit intern mencapai tujuan dan tanggung jawab
yang tertera dalam piagam audit intern (audit charter);
b. Kegiatan audit intern sesuai dengan Standar Audit; dan
c. Orang-orang yang merupakan bagian dari kegiatan audit intern
menunjukkan kesesuaian dengan Kode Etik dan Standar Audit.
Sementara Pusdiklatwas BPKP (2009, 20) mengartikan efektivitas sebagai
tercapainya tujuan atau manfaat. Sedangkan Pickett (2005, 111) menyatakan bahwa:
Effectiveness is a bottom-line concept based on the notion that management is
able to set objectives and control resources in such a way as to ensure that
these goals are in fact achieved. The link between controls and objectives
becomes clear, and audit must be able to understand the fundamental needs of
management as it works to its goals. The complexities behind the concept of
effectiveness are great, and by building this into the audit definition, the audit
scope becomes potentially very wide.
Dalam Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 239/IX/6/8/2003
tentang Perbaikan Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah dijelaskan bahwa tingkat efektivitas menggambarkan tingkat kesesuaian
antara tujuan dengan hasil, manfaat atau dampak.
Berdasarkan teori-teori di atas, maka pelaksanaan kegiatan audit penyesuaian
harga oleh BPKP dapat diukur efektivitasnya dengan indikator-indikator berikut:
1. Pelaksanaan kegiatan audit telah sesuai dengan pedoman dan standar audit;
2. Hasil audit mampu memberi nilai tambah dan meningkatkan operasional

17
sebuah organisasi (auditi) terkait dengan masalah yang menjadi fokus
perhatian pimpinan organisasi (auditi);
3. Hasil audit telah mencapai tujuan dan dilaporkan tepat waktu; serta
4. Pihak-pihak yang merupakan bagian dari kegiatan audit menunjukkan
kesesuaian dengan Kode Etik dan Standar Audit.
F. Hasil penelitian sebelumnya
Penelitian yang berkaian denga topik penelitian ini telah beberapa kali
dilakukan sebelumnya, di antaranya adalah sebagai berikut:
Tabel II.1
Hasil Penelitian Sebelumnya
No
1.

Peneliti
Ficky

Judul Penelitian

Susilo Efektivitas Pelaksanaan Evaluasi Hambatan Kelancaran

Wahyu

Pembangunan (EHKP) oleh Badan Pengawasan Keuangan

Apriyanto

dan Pembangunan (BPKP)

(2010)
2.

3.

Siska

Sari Efektivitas Pelaksanaan Audit Investigatif pada Badan

Widuri (2010)

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

BPKP (2014)

Peran Pengawasan BPKP Mengacu pada Peran Auditor


Intern Menurut The Institute of Internal Auditors

4.

Albar

Wajid Evaluasi Pelaksanaan Audit Investigatif pada Badan

Fayardi (2014)

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (Studi Kasus:


Deputi Bidang Investigasi)
Sumber: Diolah dari berbagai sumber

18
Adapun hasil penelitian dengan judul Efektivitas Pelaksanaan Evaluasi
Hambatan Kelancaran Pembangunan (EHKP) oleh Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) antara lain kompetensi SDM pelaksana EHKP terkait mediasi
belum memadai, ketidakmampuan pelaksana kegiatan dalam memahami dan
mendudukkan masalah secara obyektif, kendali mutu yang hanya difokuskan pada
substansi masalah, serta pengelolaan risiko-risiko dalam penugasan belum terlaksana
dengan baik. Sedangkan hasil penelitian dengan judul Efektivitas Pelaksanaan Audit
Investigatif pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan adalah sebagai
berikut:
1) Dengan pendekatan pencapaian tujuan, pelaksanaan audit investigatif BPKP
selama tahun 2009 berdasarkan permintaan pihak penyidik belum efektif.
2) Dengan pendekatan sistem, pelaksanaan audit investigatif BPKP selama tahun
2009 berdasarkan permintaan pihak penyidik telah efektif.
3) Dengan pendekatan konstituen strategis, pelaksanaan audit investigatif BPKP
selama tahun 2009 berdasarkan permintaan pihak penyidik belum efektif.
BPKP sendiri juga pernah melakukan penelitian dengan judul Peran
Pengawasan BPKP Mengacu pada Peran Auditor Intern Menurut The Institute of
Internal Auditors yang hasilnya menyebutkan bahwa Kegiatan yang belum
dilaksanakan sebagian besar responden adalah:
1)

Memberikan keyakinan (assurance) terhadap proses manajemen risiko kegiatan


auditi;

2)

Memberikan keyakinan (assurance) bahwa penilaian risiko telah dilaksanakan


dengan benar;

19
3)

Evaluasi pelaporan atas risiko utama;

4)

Reviu penanganan risiko utama.

Sedangkan penelitian Albar Wajid Fayardi (2014) melakukan penelitian dengan judul
Evaluasi Pelaksanaan Audit Investigatif pada Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (Studi Kasus: Deputi Bidang Investigasi) yang hasilnya menyebutkan
bahwa terdapat 2 kegiatan yang pelaksanaannya belum memadai, yaitu kegiatan
penyusunan program audit dan kegiatan pemantauan tindak lanjut LHAI.
Penelitian-penelitian tersebut di atas merupakan penelitian tentang audit tujuan
tertentu yang dilaksanakan oleh BPKP selaku APIP. Namun demikian, penelitianpenelitian terdahulu tersebut belum ada yang melakukan penelitian mengenai audit
penyesuaian harga yang dilakukan oleh BPKP.
G. Kerangka Pemikiran
Pelaksanaan Audit Penyesuaian Harga yang dilakukan oleh BPKP akan
memberikan nilai tambah kepada pihak-pihak terkait apabila dilakukan secara efektif.
Tingkat efektivitas dapat diukur melalui indikator-indikator yang menunjukkan bahwa
pelaksanaan kegiatan tersebut telah efektif. Indikator untuk menilai efektivitas yang
ada pada landasan teori selanjutnya dihubungkan dengan pelaksanaan Audit
Penyesuaian Harga yang telah dilakukan oleh BPKP, sehingga akan diperoleh
kesimpulan apakah pelaksanaan kegiatan audit penyesuaian harga yang dilakukan
BPKP telah efektif atau tidak. Indikator yang digunakan mengacu pada landasan teori,
yakni:
1. Pelaksanaan kegiatan audit telah sesuai dengan pedoman dan standar audit;
2. Hasil audit mampu memberi nilai tambah dan meningkatkan operasional sebuah

20
organisasi (auditi) terkait dengan masalah yang menjadi fokus perhatian pimpinan
organisasi (auditi);
3. Hasil audit telah mencapai tujuan dan dilaporkan tepat waktu; serta
4. Pihak-pihak yang merupakan bagian dari kegiatan audit menunjukkan kesesuaian
dengan Kode Etik dan Standar Audit.
Sedangkan untuk mendukung saran yang membangun terkait peningkatan efektivitas,
maka akan dilakukan survey lapangan kepada obyek penelitian yang terkait dengan
pelaksanaan kegiatan audit penyesuaian harga yang dilaksanakan oleh BPKP.
Bagan berikut menggambarkan kerangka pemikiran efektivitas pelaksanaan
audit penyesuaian harga yang dilakukan oleh BPKP:
Gambar II.1
Kerangka Pemikiran
BPKP selaku APIP

APBN
-

Belanja Barang
Belanja Modal

Pencegahan Korupsi
PBJ
Audit Penyesuaian Harga
Penyimpangan pada PBJ
Penyimpangan pada
PBJ bisa ditekan

Sumber: diolah oleh penulis

Belanja barang dan belanja modal pada APBN direalisasikan dengan mengikuti
prosedur Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Namun pada pelaksanaannya,
masih dijumpai penyimpangan-penyimpangan yang dapat merugikan keuangan

21
negara. Dalam rangka mencegah timbulnya tindak pidana korupsi pada pelaksanaan
PBJ tersebut, maka BPKP selaku APIP dapat melakukan audit penyesuaian harga atas
kontrak harga satuan multiyears. Audit tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa
penyesuaian harga kontrak yang diajukan dalam adendum kontrak telah sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Dengan demikian pelaksanaan audit penyesuaian harga yang
dilakukan oleh BPKP tersebut diharapkan dapat menekan tingkat penyimpangan yang
terjadi pada pelaksanaan PBJ.

BAB III
GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN
DAN ALASAN PEMILIHAN OBYEK

A. BPKP
Pada awalnya, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
bernama Djawatan Akuntan Negara (Regering Accountantsdienst) yang memiliki
tugas melakukan penelitian terhadap pembukuan dari berbagai perusahaan negara dan
jawatan tertentu. Djawatan Akuntan Negara (DAN) merupakan aparat pengawasan
pertama di Indonesia. Adapun tungas DAN adalah mengawasi pengelolaan
perusahaan negara berada di bawah Thesauri Jenderal pada Kementerian Keuangan.
Selanjutnya pada Tahun 1961 melalui Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 1961
tentang Instruksi bagi Kepala Djawatan Akuntan Negara (DAN), kedudukan DAN
tidak lagi berada di bawah Thesauri Jenderal, namun langsung berada di bawah
Menteri Keuangan. Melalui mandat tersebut, DAN memiliki tugas melakukan semua
pekerjaan akuntan bagi pemerintah atas semua departemen, jawatan, dan instansi di
bawah kekuasaannya. Sedangkan fungsi pengawasan anggaran dilaksanakan oleh
Thesauri Jenderal.
Pada Tahun 1966 dibentuk Direktorat Djendral Pengawasan Keuangan Negara
22

23
(DJPKN) pada Departemen Keuangan melalui Keputusan Presiden Nomor 239 Tahun
1966. Adapun tugas DJPKN dalam peraturan tersebut adalah melakukan pengawasan
anggaran dan pengawasan badan usaha/jawatan, yang semula menjadi tugas DAN dan
Thesauri Jenderal. Selanjutnya melalui Keputusan Presiden Nomor 70 Tahun 1971,
tugas Inspektorat Jendral dalam bidang pengawasan keuangan negara pada
Departemen Keuangan dilakukan oleh DJPKN.
BPKP mulai menjadi lembaga pemerintah non departemen (LPND) yang
berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden setelah diterbitkan
Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tanggal 30 Mei 1983. Peraturan tersebut
merubah DJPKN menjadi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
Dibentuknya BPKP disebabkan oleh diperlukannya badan atau lembaga pengawasan
yang dapat melaksanakan fungsinya secara leluasa tanpa mengalami kemungkinan
hambatan dari unit organisasi pemerintah yang menjadi obyek pemeriksaannya.
Dengan terlepasnya kedudukan BPKP dari semua departemen atau lembaga, maka
BPKP dapat melaksanakan fungsinya secara lebih baik dan obyektif. Selanjutnya
pada era reformasi, BPKP diatur melalui Keputusan Presiden Nomor 103 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja
Lembaga Pemerintah Non Departemen yang telah beberapa kali diubah, terakhir
dengan Peraturan Presiden No 64 tahun 2005. Dalam Pasal 52 peraturan tersebut
disebutkan bahwa BPKP mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di
bidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Baru-baru ini telah diterbitkan peraturan terbaru yang mengatur tentang

24
BPKP, yakni melalui Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Di dalam peraturan tersebut disebutkan
bahwa BPKP merupakan aparat pengawasan intern pemerintah yang berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada Presiden. Selain itu Presiden juga mengeluarkan
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 tentang Peningkatan
Kualitas Sistem Pengendalian Intern dan Keandalan Penyelenggaraan Fungsi
Pengawasan Intern Dalam Rangka Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat dengan
menugaskan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk
melakukan pengawasan dalam rangka meningkatkan penerimaan negara/daerah serta
efisiensi dan efektivitas anggaran pengeluaran negara/ daerah, meliputi:
a. audit dan evaluasi terhadap pengelolaan penerimaan pajak, bea dan cukai;
b. audit dan evaluasi terhadap pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak pada
Instansi Pemerintah, Badan Hukum lain, dan Wajib Bayar;
c. audit dan evaluasi terhadap pengelolaan Pendapatan Asli Daerah;
d. audit dan evaluasi terhadap pemanfaatan aset negara/ daerah;
e. audit dan evaluasi terhadap program/kegiatan strategis di bidang kemaritiman,
ketahanan energi, ketahanan pangan, infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan;
f. audit dan evaluasi terhadap pembiayaan pembangunan nasional/daerah;
g. evaluasi terhadap penerapan sistem pengendalian intern dan sistem pengendalian
kecurangan yang dapatmencegah, mendeteksi, dan menangkal korupsi;
h. audit investigatif terhadap penyimpangan yang berindikasi merugikan keuangan
negara/daerah untuk memberikan dampak pencegahan yang efektif;
i. audit dalam rangka penghitungan kerugian keuangan negara/daerah dan

25
pemberian keterangan ahli sesuai dengan peraturan perundangan.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 192 Tahun 2014 tentang Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengamanatkan bahwa BPKP
merupakan

aparat

pengawasan

intern

pemerintah

yang

mempunyai

tugas

menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara/


daerah dan pembangunan nasional. Untuk melaksanakan mandat tersebut, salah satu
tugas BPKP adalah melakukan pengawasan terhadap perencanaan dan pelaksanaan
program dan/atau kegiatan yang dapat menghambat kelancaran pembangunan, audit
atas penyesuaian harga, audit klaim, audit isvestigatif terhadap kasus-kasus
penyimpangan

yang

berindikasi

merugikan

keuangan

negara/daerah,

audit

penghitungan kerugian keuangan negara/daerah, pemberian keterangan ahli, dan


upaya pencegahan korupsi. Dalam melaksanakan fungsi tersebut, Kepala BPKP
dibantu oleh Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi. Sebelum mandat tersebut
dituangkan pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 192 Tahun 2014,
kegiatan audit penyesuaian harga belum disebut secara implisist dalam peraturanperaturan terkait BPKP seperti Kepres 31 Tahun 1983, Perpres 103 Tahun 2001
maupun PP 60 Tahun 2008.
B. Deputi Bidang Investigasi
Deputi Bidang Investigasi adalah unsur pelaksana tugas dan fungsi BPKP di
bidang investigasi yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala.
Deputi Bidang Investigasi melaksanakan tugas membantu Kepala di bidang
pelaksanaan pengawasan kelancaran pembangunan termasuk program lintas sektoral,
pencegahan korupsi, audit atas penyesuaian harga, audit klaim, audit investigatif

26
terhadap kasus-kasus penyimpangan yang berindikasi merugikan keuangan negara,
audit penghitungan kerugian keuangan negara dan pemberian keterangan ahli. Dalam
rangka melaksanakan tugas tersebut, salah satu fungsi yang diselenggarakan Deputi
Bidang Investigasi adalah pelaksanaan audit atas penyesuaian harga, audit klaim dan
audit investigatif terhadap kasus-kasus penyimpangan yang berindikasi merugikan
keuangan negara, audit penghitungan kerugian keuangan negara, dan pemberian
keterangan ahli pada instansi pusat dan daerah, dan/atau kegiatan lain yang seluruh
atau sebagian keuangannya dibiayai oleh anggaran negara dan/atau subsidi termasuk
badan usaha dan badan lainnya yang didalamnya terdapat kepentingan keuangan atau
kepentingan lain dari Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah, serta upaya
pencegahan korupsi. Struktur organisasi Deputi Bidang Investigasi BPKP
digambarkan dalam bagan berikut:
Gambar III.1
Struktur Organisasi Deputi Bidang Investigasi BPKP

Sumber: http://www.bpkp.go.id/investigasi/konten/209/Struktur-Organisasi.bpkp
Sesuai dengan struktur organisasi, Audit Penyesuaian Harga dilaksanakan oleh

27
Direktorat Investigasi Hambatan kelancaran Pembangunan pada Deputi Bidang
Investigasi. Direktorat Investigasi Hambatan Kelancaran Pembangunan mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, pemberian bimbingan teknis investigasi, penyiapan bahan koordinasi,
penyusunan rencana dan pengendalian pelaksanaan investigasi, penyusunan rencana
dan pengendalian pelaksanaan pemberian bantuan investigasi, pemantauan tindak
lanjut, evaluasi dan penyusunan laporan kegiatan, analisis, evaluasi, dan penyusunan
laporan hasil investigasi terhadap hambatan kelancaran pelaksanaan pembangunan
pada instansi pemerintah pusat dan daerah, badan usaha milik negara, badan-badan
lain yang di dalamnya terdapat kepentingan pemerintah, dan badan usaha milik
daerah. Untuk melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Investigasi Hambatan
Kelancaran Pembangunan menyelenggarakan fungsi:
1. penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis investigasi terhadap hambatan
kelancaran pembangunan;
2. penyusunan pedoman dan pemberian bimbingan teknis investigasi terhadap
hambatan kelancaran pembangunan;
3. penyiapan bahan koordinasi serta penyusunan rencana dan pengendalian
investigasi terhadap hambatan kelancaran pembangunan;
4. penyiapan bahan penyusunan rencana dan pengendalian pemberian bantuan
investigasi terhadap hambatan kelancaran pembangunan;
5. pemantauan tindak lanjut hasil investigasi terhadap hambatan kelancaran
pembangunan;
6. evaluasi dan penyusunan laporan kegiatan investigasi terhadap hambatan

28
kelancaran pembangunan;
7. analisis, evaluasi, dan penyusunan laporan hasil investigasi terhadap hambatan
kelancaran pembangunan.
Direktorat Investigasi Hambatan Kelancaran Pembangunan selaku unit perencanaan
dan pengendalian kegiatan audit penyesuaian harga ini terdiri dari:
1. Subdirektorat

Investigasi

Hambatan

Kelancaran

Pembangunan

Instansi

Pemerintah yang mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan


kebijakan teknis, penyusunan pedoman, pemberian bimbingan teknis investigasi,
penyiapan bahan koordinasi, penyusunan rencana dan pengendalian pelaksanaan
investigasi, penyusunan rencana dan pengendalian pelaksanaan pemberian
bantuan investigasi, pemantauan tindak lanjut, evaluasi dan penyusunan laporan
kegiatan, analisis, evaluasi dan penyusunan laporan hasil investigasi, serta
evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan investigasi terhadap hambatan
kelancaran pelaksanaan pembangunan pada instansi pemerintah pusat dan daerah.
2. Subdirektorat Investigasi Hambatan Kelancaran Pembangunan Badan Usaha
Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, pemberian bimbingan teknis investigasi, penyiapan bahan koordinasi,
penyusunan rencana dan pengendalian pelaksanaan investigasi, penyusunan
rencana

dan

pengendalian

pelaksanaan

pemberian

bantuan

investigasi,

pemantauan tindak lanjut, evaluasi dan penyusunan laporan kegiatan, analisis,


evaluasi dan penyusunan laporan hasil investigasi, serta evaluasi dan penyusunan
laporan pelaksanaan investigasi terhadap hambatan kelancaran pelaksanaan

29
pembangunan pada badan usaha milik negara, badan-badan lain yang di dalamnya
terdapat kepentingan pemerintah, dan badan usaha milik daerah.
3. Kelompok Jabatan Fungsional yang mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai
dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Sebagaimana yang telah dinyatakan dalam Renstra Deputi Bidang Investigasi
Tahun 2010-2014, visi Deputi Bidang Investigasi adalah Menjadi investigator yang
profesional, berintegritas dan berperan aktif dalam pemberantasan KKN dan
penanggulangan hambatan kelancaran pembangunan dalam mewujudkan Good
Governance. Sedangkan untuk mencapai misi tersebut, misi yang ditetapkan oleh
Deputi Bidang Investigasi adalah sebagai berikut:
1. Misi Kesatu: Membantu terwujudnya aparatur pemerintah yang bersih dan
terselenggaranya manajemen pelaksanaan pembangunan yang baik
2. Misi Kedua: Meningkatkan kualitas hasil investigasi di bidang pemberantasan
KKN dan penanggulangan Hambatan Kelancaran Pembangunan
Penjabaran misi pertama tersebut dimaksudkan untuk mengakomodasi aspirasi
masyarakat

yang

sangat

cepat

berubah,

dipersyaratkan

suatu

manajemen

pemerintahan yang responsif, antisipatif dan mampu mengarahkan masyarakat


menjalani perubahan dan melakukan perbaikanperbaikan. Adapun tujuan dari misi
pertama tersebut adalah:
1. Meningkatkan pemahaman mengenai praktek-praktek penyelenggaraan Good
Governance.
2. Perbaikan penyelenggaraan manajemen pelaksanaan pembangunan.

30
3. Terakomodasinya beberapa upaya strategi pemberantasan KKN dalamperaturan
perundang-undangan.
Sedangkan penjabaran misi kedua didasarkan pada TAP MPR No.IV/MPR/1999 yang
menyatakan antara lain, bahwa untuk mewujudkan visi bangsa indonesia di masa
depan perlu diwujudkan Aparatur negara yang berfungsi melayani masyarakat,
profesional, berdaya guna, produktif, transparan dan bebas dari KKN. Adapun tujuan
dari penjabaran misi kedua ini adalah:
1. Meningkatkan hasil audit investigatif sesuai dengan persyaratan hukum untuk
diproses selanjutnya dan tindak lanjut atas rekomendasi evaluasi Hambatan
Kelancaran Pembangunan (HKP).
2. Meningkatkan kapasitas Sarana dan Prasarana penunjang kegiatan penanganan
kasus KKN dan Hambatan Kelancaran Pembangunan (HKP).
C. Audit Penyesuaian Harga
Dalam rangka memberikan pedoman dalam pelaksanaan audit penyesuaian
harga, Kepala BPKP menerbitkan Peraturan Kepala BPKP Nomor: PER1314/K/D6/2012 tentang Pedoman Penugasan Bidang Investigasi. Laporan audit
penyesuaian harga digunakan oleh Pimpinan Objek Penugasan sebagai salah satu
bahan dalam pengambilan keputusan untuk menyelesaikan hambatan kelancaran
pembangunan dan keputusan yang menyangkut pengamanan dan pencegahan
terhadap kebocoran pembayaran yang menjadi beban keuangan negara. Dalam
pekerjaan yang menggunakan kontrak harga satuan multi years, kerap dijumpai
adendum kontrak yang disebabkan oleh perubahan harga satuan dalam kontrak akibat
adanya perubahan harga bahan baku. Dalam pengajuan perubahan/penyesuaian harga

31
tersebut sering terjadi penyimpangan yang dapat menyebabkan kemahalan harga.
Oleh karena itu, maka dalam rangka mengamankan keuangan negara maka BPKP
secara obyektif dan independen dapat diminta penanggung jawab kegiatan atau
pengguna barang untuk melakukan audit atas pengajuan penyesuaian harga. Dengan
adanya hasil audit penyesuaian harga tersebut, diharapkan bisa menekan tingkat
penyimpangan dari pengadaan barang dan jasa.
Pelaksanaan audit penyesuaian harga oleh BPKP mengacu pada Peraturan
Deputi Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Bidang Investigasi
Nomor 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Audit Penyesuaian Harga. Adapun
tahapan-tahapan pelaksanaan audit penyesuaian harga yang diatur dalam peraturan
tersebut secara umum adalah sebagai berikut:
1. Penetapan Penugasan Audit
2. Persiapan Audit
3. Pelaksanaan Audit
4. Pelaporan Hasil Audit
5. Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Audit
Penetapan penugasan audit dimulai dari pengumpulan informasi awal yang
dapat dilakukan melalui koordinasi dengan pihak terkait. Setelah informasi awal
terkumpul, kemudian dilakukan penelaahan informasi awal melalui ekspose oleh
auditan dalam rangka penetapan terpenuhinya persyaratan untuk dilakukan audit atas
penyesuaian harga. Atas hasil penelaahan informasi awal tersebut selanjutnya
disimpulkan dan dituangkan dalam Risalah Penelaahan Informasi Awal yang
disampaikan kepada Pimpinan Unit Kerja BPKP untuk memutuskan menerima atau

32
menolak permintaan audit. Kemudian jika dari hasil penelaahan informasi awal
disimpulkan dapat dilakukan penugasan audit, maka Unit Kerja BPKP segera
melakukan penentuan tim audit, penyusunan program kerja audit, penyusunan
anggaran biaya dan waktu audit, serta pengarahan kepada tim audit agar pelaksanaan
audit dapat mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan. Setelah diterbitkan Surat
Tugas, maka Tim Audit dengan pimpinan auditan dan dipimpin oleh Pengendali Mutu
atau pejabat

yang ditunjuk

melakukan pembicaraan pendahuluan. Setelah

melaksanakan pembicaraan pendahuluan, selanjutnya tim mulai melaksanakan


program kerja audit yang dimulai dengan memastikan bahwa ketentuan-ketentuan
kontrak sudah mendasarkan pada Perpres RI Nomor 54 Tahun 2010 jo. Perpres RI
Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah serta
memperhatikan dasar hukum pada syarat umum dan syarat khusus yang tercantum
dalam Dokumen Pengadaan dan Kontrak. Sejalan dengan pelaksanaan program kerja
audit, Tim Audit membuat dan mengumpulkan secara sistematis semua data dan
catatan pembuktian, mulai dari tahap persiapan/perencanaan audit sampai dengan
tahap pelaporan, yang disebut sebagai Kertas Kerja Audit (KKA). Sedangkan ntuk
menjaga mutu dan kelancaran dalam pelaksanaan audit, maka pelaksanaan audit
penyesuaian harga harus dikendalikan dengan seksama menggunakan formulir
Kendali Mutu. Pengendalian audit dilakukan melalui reviu berjenjang dan review
meeting mulai dari persiapan audit, pelaksanaan audit sampai dengan pelaporan hasil
audit. Selain itu, dilakukan juga Quality Assurance (QA) oleh Deputi Bidang
Investigasi cq. Direktorat Investigasi Hambatan Kelancaran Pembangunan (HKP).
Setelah diperoleh hasil audit penyesuaian harga, maka selanjutnya hasil audit

33
penyesuaian harga tersebut dibahas terlebih dahulu dengan pihak auditan untuk
memperoleh tanggapan dan memberikan kesempatan auditan dalam menyikapi hasil
audit. Pembahasan hasil audit tersebut dituangkan dalam Risalah Pembahasan Hasil
Audit Penyesuaian Harga. Setelah melaksanakan tahapan-tahapan tersebut, maka
selanjutnya Tim Audit menyusun Laporan Hasil Audit (LHA) Penyesuaian Harga
yang bertujuan untuk menyampaikan informasi hasil penghitungan penyesuaian harga
ditinjau dari aspek kontraktual, aspek teknis dan aspek keuangan.
D. Alasan Pemilihan Obyek
Rencana Strategis (Renstra) Deputi Bidang Investigasi BPKP Tahun 2010
2014 menyebutkan bahwa audit penyesuaian harga merupakan kegiatan yang
dilaksanakan dalam rangka penghematan keuangan negara untuk mendukung
tercapainya akuntabilitas kebendaharaan umum negara dan pengelolaan aset. Arah
kebijakan tersebut adalah dalam rangka mendukung agenda pemerintah untuk
meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi,
dan nepotisme. Salah satu sasaran strategis dalam Renstra tersebut adalah persentase
terselesaikannya kasus HKP, Klaim, dan penyesuaian harga sebesar 80% sampai
84%. Terselesaikannya kasus HKP, Klaim, dan penyesuaian harga sebesar 80%
sampai 84% tersebut juga menjadi indikator outcome untuk mengukur keberhasilan
program. Sedangkan keberhasilan kegiatan diukur menggunakan indikator output.
Sedangkan tujuan yang ingin dicapai adalah Terciptanya iklim yang mencegah
kecurangan dan memudahkan pengungkapan kasus yang merugikan keuangan negara.
Audit penyesuaian harga yang dilakukan BPKP dapat dikatakan berhasil
apabila laporan hasil audit penyesuaian harga tersebut digunakan oleh penanggung

34
jawab kegiatan ataupun pengguna barang/jasa untuk pengambilan keputusan
penyesuaian harga kontrak yang diajukan. Agar laporan hasil audit penyesuaian harga
tersebut dapat digunakan untuk pengambilan keputusan, maka laporan tersebut harus
berkualitas dan tepat waktu. Kualitas pelaporan hasil audit penyesuaian harga yang
dilakukan BPKP telah diatur dalam Peraturan Deputi Kepala Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan Bidang Investigasi Nomor 2 Tahun 2013 tentang
Petunjuk Teknis Audit Penyesuaian Harga. Dalam peraturan tersebut disebutkan
bahwa Maksud penyusunan Petunjuk Teknis Audit Penyesuaian Harga adalah untuk
memberikan kesamaan pemahaman dan arah yang jelas bagi auditor dalam melakukan
audit penyesuaian harga. Adapun tujuan dibuatnya peraturan tersebut adalah untuk
menghasilkan laporan hasil audit penyesuaian harga yang berkualitas dan memenuhi
standar audit.
Dengan indikator pengukuran yang digunakan BPKP tersebut serta dikaitkan
dengan fakta bahwa masih banyak penyimpangan terkait PBJ, maka penulis tertarik
untuk melakukan evaluasi atas pelaksanaan kegiatan audit penyesuaian harga oleh
BPKP dengan didasarkan pada landasan teori. Adapun alasan pemilihan tahun 2012
sampai dengan 2014 adalah tren kasus korupsi dengan jenis perkara pengadaan
barang dan jasa yang semakin meningkat.

BAB IV
PEMBAHASAN

Pembahasan dalam penelitian ini akan difokuskan untuk memenuhi tujuan dari
penelitian ini, yakni untuk menjawab permasalahan-permasalahan berikut ini:
a. Mengetahui efektivitas pelaksanaan audit penyesuaian harga oleh BPKP;
b. Mengidentifikasi titik-titik rawan yang dapat menghambat pelaksanaan audit
penyesuaian harga oleh BPKP;
c. Memberikan saran untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan audit penyesuaian
harga yang dilaksanakan oleh BPKP.
Dalam kapasistasnya selaku APIP, maka dalam melaksanakan penugasan
auditnya BPKP harus berpedoman pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor: PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah maupun Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia.
Hal ini dilakukan untuk menjalankan amanat Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah,
khususnya pada pasal 53 yang berbunyi:
(1) Untuk menjaga mutu hasil audit yang dilaksanakan aparat pengawasan
intern pemerintah, disusun standar audit.
(2) Setiap pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) wajib
35

36
melaksanakan audit sesuai dengan standar audit sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(3) Standar audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh organisasi
profesi auditor dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh
pemerintah.
Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia tersebut telah memenuhi kriteria yang
dipersyaratkan dalam PP Nomor 60 Tahun 2008 karena telah disusun oleh organisasi
profesi auditor, yakni Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia, dengan mengacu
pada pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah.
A. Dasar BPKP dalam Melakukan Audit Penyesuaian Harga
Dalam melaksanakan suatu kegiatan, instansi pemerintah memerlukan
landasan yang mendasari pelaksanaan kegiatan tersebut. Begitu juga dengan BPKP
dalam melaksanakan audit penyesuaian harga. Sebelum diterbitkannya Peraturan
Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan serta Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014
tentang

Peningkatan

Penyelenggaraan

Kualitas

Fungsi

Sistem

Pengawasan

Pengendalian
Intern

dalam

Intern

dan

Rangka

Keandalan
Mewujudkan

Kesejahteraan Rakyat, dasar hukum BPKP dalam melaksanakan kegiatan audit


penyesuaian harga antara lain:

Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 31 Tahun 1983 tentang


Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Dalam peraturan tersebut
disebutkan bahwa salah satu tugas pokok BPKP adalah menyelenggarakan
pengawasan pembangunan.

Peraturan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non

37
Departemen. Dalam ketentuan tersebut disebutkan bahwa BPKP mempunyai
wewenang melaksanakan tugas Pemerintah di bidang pengawasan keuangan dan
pembangunan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern


Pemerintah yang menyatakan bahwa BPKP adalah Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Pada pasal 49
menyebutkan bahwa BPKP sebagai salah satu Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah yang salah satu tugasnya disebutkan pada pasal 48 adalah audit dan
pada pasal 50 juga dijelaskan bahwa salah satu audit yang dimaksud adalah audit
dengan tujuan tertentu. Pada penjelasan pasal 50 disebutkan bahwa audit dengan
tujuan tertentu antara lain audit investigatif, audit atas penyelenggaraan SPIP, dan
audit atas hal-hal lain di bidang keuangan.
Baik dalam Peraturan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 maupun Peraturan

Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tersebut belum secara implisit memberikan mandat
kepada BPKP terkait tugas-tugas dan fungsinya sebagai APIP. Alasan tersebut yang
kemudian menyebabkan masih adanya penasihat hukum yang menyangsikan
kewenangan BPKP dalam melaksanakan auditnya. Hal tersebut berakibat pada BPKP
sehingga mendapatkan gugatan terkait kewenangan auditnya.
Keterbatasan mandat tersebut menyebabkan BPKP hanya melakukan audit
(salah satunya audit penyesuaian harga) ketika ada permintaan dari pihak lain. Oleh
karena ketidakpastian tersebut, perencanaan kegiatan audit penyesuaian harga sulit
dilakukan oleh BPKP. Hal ini berkaitan dengan penilaian kinerjanya, apabila telah
dilakukan perencanaan namun dalam satu tahun tidak ada pihak yang meminta BPKP

38
untuk melakukan audit penyesuaian harga, maka capaian kinerja BPKP untuk audit
penyesuaian harga tidak akan baik.
Dalam pembangunan (khususnya pekerjaan konstruksi) yang menggunakan
kontrak multi years, kerap dijumpai adendum kontrak yang disebabkan oleh
perubahan harga satuan dalam kontrak akibat adanya perubahan harga bahan baku.
Oleh karena itu, maka dalam rangka mengamankan keuangan negara maka BPKP
secara obyektif dan independen dapat diminta penanggung jawab kegiatan atau
pengguna barang untuk melakukan audit atas pengajuan penyesuaian harga. Dalam
Bab I Peraturan Deputi Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
Bidang Investigasi Nomor 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Audit Penyesuaian
Harga dijelaskan bahwa latar belakang penugasan audit penyesuaian harga adalah:
1. Terjadinya perubahan kondisi perekonomian akan berdampak pada perubahan
harga pengadaan barang/jasa Pemerintah. Perubahan ini dapat mengakibatkan
harga satuan kontrak tidak sesuai lagi dengan harga pada saat pelaksanaan
pekerjaan. Untuk menyesuaikan kondisi tersebut, Pemerintah mengatur perubahan
harga dalam Peraturan Presiden RI Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Presiden RI Nomor 70 Tahun 2012.
2. Dalam rangka pengamanan keuangan negara maka penetapan besarnya
penyesuaian harga memerlukan penghitungan yang akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan berdasarkan ketentuan yang berlaku.
3. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) merupakan lembaga
yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden RI untuk
melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan
pembangunan sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden RI Nomor 103
Tahun 2001 yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden
RI Nomor 64 Tahun 2005.
4. BPKP dapat melakukan audit atas pengajuan penyesuaian harga secara obyektif
dan independen berdasarkan permintaan penanggung jawab kegiatan atau
pengguna barang/jasa.
5. Hasil audit tersebut merupakan salah satu bahan pertimbangan bagi penanggung
jawab kegiatan atau pengguna barang/jasa dalam pengambilan keputusan
penyesuaian harga.

39
B. Pelaksanaan Kegiatan Audit Penyesuaian Harga oleh BPKP
1. Perencanaan
Kegiatan audit penyesuaian harga direncanakan dalam Rencana Strategis
(Renstra) Deputi Bidang Investigasi. Rencana strategis memuat visi, misi, tujuan,
strategi, kebijakan, program dan kegiatan untuk melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya. Renstra Deputi Bidang Investigasi Tahun 2010-2014 disusun dengan
mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010
2014 yang telah ditetapkan dengan Peraturan Presiden No.5 Tahun 2010 pada tanggal
15 Maret 2010. Renstra tersebut telah mengidentifikasi masalah yang dihadapi Deputi
Bidang Investigasi dalam melaksanakan tugasnya, antara lain:
1. Masih terdapat banyak praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.
2. Masih rendahnya Indeks Persepsi Korupsi, meskipun telah mengalami
peningkatan dari 2,20 di tahun 2005 menjadi 2,80 di tahun 2009.
3. Masih ada keengganan dari Instansi Pemerintah Pusat (IPP), Instansi Pemerintah
Daerah (IPD), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD) untuk bekerjasama dalam mencegah terjadinya KKN.
Adapun analisis yang digunakan dalam menyusun perencanaan strategis tersebut
adalah analisis SWOC (Strength, Weakness, Oportunity, and Challenge).
Di dalam Renstra Deputi Bidang Investigasi Tahun 2010-2014, disebutkan
bahwa untuk tujuan Meningkatnya kesadaran dan keterlibatan K/L, Pemda,
BUMN/BUMD dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi menjadi 77% ,
salah satu sasaran strategisnya adalah Persentase terselesaikannya kasus HKP, klaim,
dan penyesuaian harga dari 80% pada tahun 2010 ditargetkan menjadi 84% pada

40
tahun 2014. Hal tersebut disusun untuk mendukung tercapainya akuntabilitas
kebendaharaan umum negara dan pengelolaan aset yang menjadi perhatian
stakeholder. Kegiatan yang direncanakan dalam rangka penghematan keuangan
negara adalah audit penyesuaian harga dan audit klaim. Di dalam renstra tersebut
disebutkan bahwa audit penyesuaian harga adalah serangkaian prosedur yang
dilakukan untuk menilai kesesuaian usulan penyesuaian harga kontrak yang diajukan
dengan ketentuan yang tercantum dalam dokumen kontrak atau ketentuan pemerintah
yang berlaku bertujuan memberikan bahan pertimbangan bagi pemerintah/pemberi
kerja dalam pengambilan keputusan penyesuaian harga. Sedangkan manfaatnya
adalah untuk memperoleh nilai penyesuaian harga yang dihitung secara akurat dan
dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan ketentuan yang berlaku, sehingga dapat
menghemat pengeluaran negara.
Dalam jangka waktu tahunan, rencana kegiatan BPKP dituangkan dalam
Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang disusun berdasarkan Renstra. Adapun target
yang telah ditetapkan untuk audit penyesuaian harga berturut-turut tahun 2012, 2013,
dan 2014 adalah 65 laporan, 63 laporan, dan 65 laporan. Untuk kegiatan audit
penyesuaian harga, RKT disusun oleh Perwakilan BPKP dan unit kerja yang
berfungsi sebagai unit Perencanaan dan Pengendalian (Rendal). Rendal untuk
kegiatan audit penyesuaian harga berada di Direktorat Hambatan Kelancaran
Pembangunan pada Deputi Bidang Investigasi BPKP. Perencanaan dibuat
berdasarkan evaluasi tren pelaksanaan audit penyesuaian harga +/- 3 tahun terakhir.
Selain itu digunakan data informasi proyek multiyears yang diperoleh dari
stakeholders seperti Kementrian Keuangan, Bappenas, dll. RKT yang telah ditetapkan

41
selanjutnya didistribusikan ke kantor-kantor perwakilan BPKP untuk dilaksanakan.
Namun demikian, Perwakilan BPKP sering kali mengalami kesulitan dalam membuat
perencanaan atas audit penyesuaian harga. Kesulitan tersebut antara lain disebabkan
oleh sifat auditnya yang berdasarkan pada permintaan (by order) dan belum adanya
pedoman untuk melakukan evaluasi tren pelaksanaan audit penyesuaian harga dalam
rangka pembuatan perencanaan.
2. Realisasi
Dalam Pasal 92 ayat (1) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70
Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah disebutkan bahwa penyesuaian harga
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. penyesuaian harga diberlakukan terhadap Kontrak Tahun Jamak berbentuk
Kontrak Harga Satuan berdasarkan ketentuan dan persyaratan yang telah
tercantum dalam Dokumen Pengadaan dan/atau perubahan Dokumen Pengadaan;
b. tata cara perhitungan penyesuaian harga harus dicantumkan dengan jelas dalam
Dokumen Pengadaan;
c. penyesuaian harga tidak diberlakukan terhadap Kontrak Tahun Tunggal dan
Kontrak Lump Sum serta pekerjaan dengan Harga Satuan timpang.
Sedangkan Audit Penyesuaian Harga menurut Peraturan Deputi Kepala Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Bidang Investigasi Nomor 2 Tahun 2013
tentang Petunjuk Teknis Audit Penyesuaian Harga adalah proses pengumpulan dan
pengujian bukti-bukti terkait dengan permintaan penyesuaian harga pada suatu
kegiatan untuk memperoleh simpulan sebagai bahan pertimbangan bagi auditan untuk
mengambil keputusan penyesuaian harga. Adapun auditan yang dimaksud dalam
peraturan tersebut adalah instansi pemerintah di tingkat pusat maupun daerah, Badan
Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, dan badan usaha lainnya milik

42
negara/daerah. Apabila pengertian audit penyesuaian harga menurut pedoman
dibandingkan dengan pemngertian audit penyesuaian harga menurut renstra, maka
terdapat sedikit perbedaan. Hal ini menunjukkan lemahnya internal consistency dalam
perumusan pedoman audit penyusunan harga oleh BPKP. Namun demikian, secara
garis besar perbedaan tersebut tidak mempengaruhi pelaksanaan kegiatan audit
penyesuaian harga oleh BPKP. Kata-kata serangkaian prosedur dalam renstra
dijabarkan sebagai proses pengumpulan dan pengujian bukti-bukti terkait audit
penyesuaian harga. Sedangkan tujuannya

masih sama,

yakni

memberikan

pertimbangan bagi auditan dalam pengambilan keputusan penyesuaian harga.


Pelaksanaan audit penyesuaian harga oleh BPKP mengacu pada Peraturan
Deputi Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Bidang Investigasi
Nomor 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Audit Penyesuaian Harga. Adapun
tahapan-tahapan pelaksanaan audit penyesuaian harga sesuai dengan peraturan
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Penetapan Penugasan Audit
Penugasan audit penyesuaian harga dilakukan dengan cermat untuk
menghasilkan Laporan Hasil Audit dengan penghitungan yang akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan. Penetapan penugasan audit ini dimulai dari pengumpulan
informasi awal yang dapat dilakukan melalui koordinasi dengan pihak terkait. Setelah
informasi awal terkumpul, kemudian dilakukan penelaahan informasi awal melalui
ekspose oleh auditan dalam rangka penetapan terpenuhinya persyaratan untuk
dilakukan audit atas penyesuaian harga. Adapun syarat-syarat yang harus terpenuhi
tersebut adalah:

43
1) Adanya permintaan audit secara tertulis dari auditan kepada Pimpinan Unit Kerja
BPKP.
2) Dalam dokumen pengadaan barang/jasa telah tercantum ketentuan (klausul)
tentang penyesuaian harga.
3) Telah dilakukan penilaian oleh auditan/Panitia Penyesuaian Harga atas usulan
penyesuaian harga yang diajukan oleh Penyedia Barang/Jasa secara formal.
4) Telah tersedia alokasi anggaran dan/atau telah mendapat persetujuan/komitmen
anggaran dari institusi yang berwenang;
5) Jangka waktu kontrak masih berlaku.
6) Kecukupan

waktu

untuk

melakukan

audit

penyesuaian

harga.

Harus

mempertimbangkan lamanya waktu pelaksanaan audit penyesuaian harga agar


hasil audit dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak terkait.
Atas hasil penelaahan informasi awal tersebut selanjutnya disimpulkan dan
dituangkan dalam Risalah Penelaahan Informasi Awal yang disampaikan kepada
Pimpinan Unit Kerja BPKP untuk memutuskan menerima atau menolak permintaan
audit. Adapun isi dari Risalah Hasil Penelaahan Informasi Awal tersebut antara lain:
Ketentuan penyesuaian harga dalam Kontrak dan kesesuaiannya dengan peraturan
terkait; Hasil penilaian/evaluasi oleh Panitia; Ketersediaan anggaran atau komitmen
penyediaan anggaran untuk pembayaran penyesuaian harga; Ada atau tidaknya
permasalahan hukum yang sedang dihadapi Auditan; Simpulan dapat atau tidak dapat
dilakukannya penugasan audit oleh BPKP. Kemudian jika dari hasil penelaahan
informasi awal disimpulkan dapat dilakukan penugasan audit, maka Pimpinan Unit
Kerja BPKP segera membentuk Tim dan menerbitkan Surat Tugas.

44
Dalam realisasinya, masih terdapat beberapa kelemahan yang terjadi pada
tahap penetapan penugasan audit. Hal ini terutama ditimbulkan dari pihak auditan,
antara lain terkait masalah ketentuan kontraktual dan kecukupan waktu untuk
dilakukan audit. Beberapa kali ditemui di dalam kontrak tidak terdapat klausul yang
mengatur tentang penyesuaian harga. Begitu pula dengan auditan yang baru
mengajukan permintaan audit pada saat jangka waktu kontrak hampir berakhir. Halhal tersebut menyebabkan BPKP menolak permintaan audit penyesuaian harga yang
diajukan, karena alasan profesional yang harus mempertimbangkan kecukupan waktu
dan kecukupan bukti sebelum menetapkan penugasan audit.
b. Persiapan Audit
Persiapan audit penyesuaian harga dimulai dari penentuan tim audit,
penyusunan program kerja audit, penyusunan anggaran biaya dan waktu audit, serta
pengarahan kepada tim audit agar pelaksanaan audit dapat mencapai sasaran dan
tujuan yang ditetapkan. Dalam menentukan tim audit, Pimpinan Unit Kerja BPKP
terlebih dahulu harus mempertimbangkan potensi risiko, kompleksitas permasalahan,
waktu audit yang tersedia dan kompetensi Pejabat Fungsional Auditor (PFA). PFA
yang ditunjuk untuk melakukan audit penyesuaian harga diutamakan yang telah
mengikuti pelatihan pengadaan barang/jasa. Setelah terbentuk tim audit, maka
selanjutnya segera diterbitkan Surat Tugas Audit Penyesuaian Harga yang secara jelas
memuat sasaran audit, susunan tim audit, beban pembiayaan dan waktu penugasan
audit. Sebelum

memulai penugasan tersebut,

Tim

Audit

terlebih

dahulu

menandatangani Pakta Integritas yang merupakan bagian dari komitmen auditor untuk
bersikap profesional, bersih dan bebas dari kepentingan. Selanjutnya Tim menyusun

45
program kerja audit berdasarkan hasil penelaahan awal agar tujuan audit dapat
tercapai secara efektif dan efisien. Penyusunan program kerja audit tersebut dilakukan
oleh Pengendali Teknis dengan dibantu Ketua dan Anggota Tim, dan hasilnya
didiskusikan dan dimintakan persetujuan Pengendali Mutu/Pembantu Penanggung
Jawab sehingga dihasilkan program kerja audit yang terarah dan tepat sasaran.
Adapun isi dari Program kerja audit tersebut antara lain sebagai berikut:
1) Prosedur untuk menilai ketentuan yang mendasari dapat/tidaknya diberikan
penyesuaian harga (aspek kontraktual).
2) Prosedur untuk menilai kesesuaian penggunaan formula penyesuaian harga yang
digunakan dengan ketentuan yang berlaku.
3) Prosedur untuk menilai kesesuaian penggunaan harga satuan awal (Ho) sebagai
dasar penyesuaian harga.
4) Prosedur untuk menilai kesesuaian penggunaan volume pekerjaan yang dijadikan
dasar penghitungan penyesuaian harga.
5) Prosedur untuk menilai ketepatan penggunaan besaran dan jenis koefisien
komponen pekerjaan dalam penghitungan penyesuaian harga.
6) Prosedur untuk menilai ketepatan pemakaian indeks dalam penghitungan
penyesuaian harga.
7) Prosedur untuk menilai perlakuan penerapan pekerjaan senilai uang muka yang
tertuang dalam kontrak.
8) Prosedur untuk menilai ketepatan penerapan jadwal pelaksanaan pekerjaan.
9) Prosedur untuk menilai keakuratan penghitungan penyesuaian harga termasuk
softcopy penghitungan penyesuaian harga.

46
10) Prosedur untuk memperhatikan hasil audit penyesuaian harga dan audit lainnya
periode sebelumnya.
Pengarahan diberikan oleh Pengendali Teknis dan Pengendali Mutu/Pembantu
Penanggung Jawab kepada Ketua Tim dan Anggota Tim Audit sebelum
melaksanakan penugasan, dan secara periodik dilakukan review meeting untuk
membahas perkembangan penugasan audit dan mempersiapkan langkah-langkah yang
harus ditempuh sesuai kondisi yang ditemui.
Dalam realisasinya, persiapan audit penyesuaian harga yang dilakukan oleh
BPKP telah cukup baik. Namun demikian, masih terdapat kelemahan terutama dalam
menentukan anggaran waktu dalam Program Kerja Audit (PKA). Hal ini terjadi
karena belum adanya patokan waktu standar untuk melakukan setiap prosedur audit.
Akibatnya, waktu yang dianggarkan dalam program kerja audit tersebut kurang,
sehingga harus dilakukan perpanjangan surat tugas.
c. Pelaksanaan Audit
Tahap

pelaksanaan

audit

penyesuaian

harga

meliputi

pembicaraan

pendahuluan dengan auditan, pelaksanaan program kerja audit, penyusunan kertas


kerja audit, pengendalian pelaksanaan audit dan quality assurance serta pembicaraan
akhir hasil audit. Pembicaraan pendahuluan dilakukan oleh Tim Audit dengan
pimpinan auditan dan dipimpin oleh Pengendali Mutu atau pejabat yang ditunjuk.
Adapun pokokpokok materi dalam pembicaraan pendahuluan antara lain:
1) Penjelasan ruang lingkup audit, batasan tanggung jawab auditor, prosedur dan
langkah kerja audit. Gambaran umum prosedur audit perlu dikomunikasikan
kepada auditan agar pihak auditan mengetahui bahwa prosedur audit yang akan

47
dilaksanakan mendasarkan pada dokumen pengadaan.
2) Penjelasan dari auditan tentang gambaran umum kegiatan pelaksanaan pekerjaan
antara lain dasar penyesuaian harga, ketersediaan alokasi anggaran, hasil evaluasi
auditan/panitia penyesuaian harga, jangka waktu pelaksanaan pekerjaan terkait
pengajuan penyesuaian harga.
3) Penjelasan bahwa hasil audit akan dilakukan pembahasan dengan pihak auditan
dan dituangkan dalam Risalah Pembahasan Hasil Audit Penyesuaian Harga.
4) Penjelasan bahwa keputusan penggunaan hasil audit sebagai dasar penyelesaian
penyesuaian harga merupakan tanggung jawab pihak auditan.
5) Manajemen diminta untuk membuat Surat Representasi Manajemen (Management
Representation Letter).
Setelah melaksanakan pembicaraan pendahuluan, selanjutnya tim mulai
melaksanakan program kerja audit yang dimulai dengan memastikan bahwa
ketentuan-ketentuan kontrak telah sesuai dengan Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah serta
memperhatikan dasar hukum pada syarat umum dan syarat khusus Kontrak. Sejalan
dengan pelaksanaan program kerja audit, Tim Audit membuat Kertas Kerja Audit
(KKA). Isi dari KKA tersebut antara lain sebagai berikut:
1) Konsep Laporan Hasil Audit (LHA);
2) Surat Tugas, Pakta Integritas, Surat Permintaan Audit;
3) Informasi yang diperoleh;
4) Risalah ekspose, risalah penelaahan informasi awal, surat representasi manajemen;
5) Prosedur audit;

48
6) Pengujian/analisis yang dilakukan;
7) Risalah Pembahasan Hasil Audit Penyesuaian Harga.
Adapun syarat yang harus dipenuhi dalam penyusunan KKA adalah sebagai berikut:
1) Lengkap, diberi nomor, tanggal dan ditandatangani penyusun dan pereviu;
2) Bebas dari kesalahan, baik kesalahan hitung maupun kesalahan penyajian
informasi;
3) Didasarkan atas fakta-fakta dan argumentasi yang rasional;
4) Sistematis, bersih, mudah diikuti dan diatur rapi;
5) Memuat hal-hal penting dan ada hubungannya dengan audit;
6) Mempunyai tujuan yang jelas;
7) Memuat simpulan KKA.
Untuk menjaga mutu dan kelancaran dalam pelaksanaan audit, maka
pelaksanaan audit

penyesuaian harga harus

dikendalikan dengan seksama

menggunakan formulir Kendali Mutu. Pengendalian audit dilakukan melalui reviu


berjenjang dan review meeting mulai dari persiapan audit, pelaksanaan audit sampai
dengan pelaporan hasil audit. Selain itu, dilakukan juga Quality Assurance (QA) oleh
Deputi Bidang Investigasi cq. Direktorat Investigasi Hambatan Kelancaran
Pembangunan (HKP). Setelah diperoleh hasil audit penyesuaian harga, maka
selanjutnya hasil audit penyesuaian harga tersebut dibahas terlebih dahulu dengan
pihak auditan untuk memperoleh tanggapan dan memberikan kesempatan auditan
dalam menyikapi hasil audit. Pembahasan hasil audit tersebut dituangkan dalam
Risalah Pembahasan Hasil Audit Penyesuaian Harga.
Untuk melaksanakan audit penyesuaian harga, auditor dituntut untuk

49
memberikan hasil penghitungan penyesuaian harga yang seakurat mungkin dan dapat
dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, setiap auditor yang melakukan kegiatan
audit penyesuaian harga harus benar-benar menguasai setiap prosedur audit yang akan
dilakukan serta pedoman auditnya. Pelaksanaan kegiatan audit penyesuaian harga ini
dapat terganggu apabila auditor belum menguasai pedoman dan prosedur audit
penyesuaian harga. Pada kenyataannya, belum seluruh ketua tim dan anggota tim
audit pernah mengikuti Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Hambatan Kelancaran
Pembangunan (HKP) yang di dalamnya memuat tentang audit penyesuaian harga.
Oleh karena itu, masih ada baik ketua tim maupun anggota tim yang baru mempelajari
audit penyesuaian harga pada saat melaksanakan penugasan audit penyesuaian harga
(learning by doing).
d. Pelaporan Hasil Audit
Setelah melaksanakan tahapan-tahapan di atas, maka selanjutnya Tim Audit
menyusun Laporan Hasil Audit (LHA) Penyesuaian Harga yang bertujuan untuk
menyampaikan informasi hasil penghitungan penyesuaian harga ditinjau dari aspek
kontraktual, aspek teknis dan aspek keuangan. Laporan Hasil Audit (LHA)
Penyesuaian Harga tersebut juga harus memenuhi persyaratan pelaporan yang baik,
antara lain:
1) Memuat informasi yang lengkap dan jelas serta disajikan dalam bahasa yang
mudah dimengerti.
2) Obyektif yaitu penyajian informasi secara benar dan wajar untuk menghindari
salah penafsiran dan salah pengertian.
3) Independen yaitu tidak memihak atau menguntungkan salah satu pihak yang

50
terkait.
4) Disampaikan tepat waktu sehingga memberikan manfaat yang optimal dalam
pengambilan keputusan.
Dari kegiaatan audit penyesuaian harga yang direncanakan berturut-turut
tahun 2012, 2013 dan 2014 adalah sebanyak 65, 63 dan 65 laporan, telah
direalisasikan berturut-turut tahun 2012, 2013, dan 2014 adalah sebanyak 73, 59, dan
65 laporan. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pelaporan hasil audit
biasanya membutuhkan waktu yang lebih lama karena adanya proses Quality
Assurance (QA) oleh Unit Rendal yang membutuhkan waktu yang cukup lama juga.
Pelaksanaan QA sangat diperlukan untuk menjaga kualitas hasil audit sebelum laporan
diterbitkan. Meskipun begitu, proses QA tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa
mengingat kesibukan Unit Rendal dan juga dibutuhkan ketelitian dan kehati-hatian.
e. Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Audit
Dalam rangka pemenuhan tujuan auditt, maka Unit Kerja BPKP melakukan
monitoring terhadap pelaksanaan tindak lanjut hasil audit melalui media pemantauan
tindak lanjut hasil audit. Tindak lanjut hasil audit dapat dinyatakan selesai apabila
Pimpinan Unit/Satuan Kerja/BUMN/BUMD telah menindaklanjuti rekomendasi hasil
audit penyesuaian harga.
Kegiatan audit penyesuaian harga yang direncanakan berturut-turut tahun
2012, 2013 dan 2014 adalah sebanyak 65, 63 dan 65 laporan. Dari kegiatan audit yang
direncanakan tersebut, kegiatan audit penyesuaian harga yang telah direalisasikan
berturut-turut tahun 2012, 2013, dan 2014 adalah sebanyak 73, 59, dan 65 laporan.
Sedangkan penugasan yang dinyatakan selesai berturut-turut tahun 2012, 2013, dan

51
2014 adalah 73 laporan, 49 laporan, dan 63 laporan. Kegiatan audit penyesuaian harga
baru dikatakan selesai setelah rekomendasi pada laporan audit tersebut ditindaklanjuti.
Penyelesaian ini menjadi tolok ukur tingkat keberhasilan kegiatan audit penyesuaian
harga yang telah ditetapkan dalam Renstra sebagai IKU (Indikator Kinerja Utama)
yang harus dicapai. Realisasi pelaksanaan kegiatan audit penyesuaian harga oleh
BPKP secara lebih jelas dapat dilihat pada grafik berikut:
Gambar IV.1 Target, Realisasi, dan Tindak Lanjut Penugasan Audit
Penyesuaian Harga BPKP
80
70
60
50
2012
40

2013
2014

30
20
10
0
Target

Realisasi

Tindak Lanjut

Sumber: diolah dari hasil penelitian


Berdasarkan Laporan Akuntabilitas Kinerja BPKP Tahun 2012, realisasi IKU
dalam tahun 2012 adalah sebesar 100%. Realisasi IKU sebesar 100% tersebut
dihitung berdasarkan 198 laporan yang ditindaklanjuti oleh auditan dibandingkan
dengan jumlah laporan yang sama dengan yang disampaikan kepada auditan. Jumlah
198 laporan tersebut meliputi 90 laporan audit HKP, 73 laporan audit penyesuaian
harga, dan 35 laporan audit klaim. Kegiatan untuk mencapai IKU ini menggunakan

52
dana sebesar Rp3.089.628.000,00 atau sebesar 95,23% dari anggaran sebesar
Rp3.244.389.000,00 dengan menggunakan SDM sebanyak 11.792 OH atau 101,74%
dari rencana sebanyak 11.590 OH.
Berdasarkan Laporan Akuntabilitas Kinerja BPKP Tahun 2013, realisasi IKU
dalam tahun 2013 adalah sebesar 92,45%. Realisasi IKU sebesar 92,45% ini dihitung
berdasarkan 98 laporan yang ditindaklanjuti oleh auditan dibandingkan dengan
jumlah laporan yang disampaikan kepada auditan sebanyak 106 laporan. Realisasi 98
laporan meliputi 28 laporan audit HKP, 49 laporan audit penyesuaian harga, dan 21
laporan audit klaim. Kegiatan untuk mencapai IKU menggunakan dana sebesar
Rp2.961.548.000,00 atau sebesar 99,90% dari anggaran sebesar Rp2.964.581.000,00,
dan SDM sebanyak 7.464 OH atau 62,65% dari rencana sebanyak 11.913 OH.
Berdasarkan Laporan Akuntabilitas Kinerja BPKP Tahun 2014, realisasi IKU
sebesar 84,21% yang diukur dari persentase jumlah laporan yang ditindaklanjuti
sebanyak 96 laporan (26 laporan Evaluasi HKP, 63 laporan Audit Penyesuaian Harga,
dan 7 Laporan Audit Klaim) dibagi dengan jumlah laporan yang diterbitkan sebanyak
114 laporan dikalikan 100%. Realisasi IKU ini didukung dengan dana
Rp2.676.993.000,00 atau 99,82% dari anggaran sebesar Rp2.681.827.000,00 dan
SDM sebanyak 8.388 OH atau 56,68% dari rencana 14.798 OH.
Secara umum, realisasi pelaksanaan kegiatan audit penyesuaian harga oleh
BPKP telah mencapai target yang ditetapkan dalam Renstra. Target yang ditetapkan
di dalam Renstra untuk Persentase terselesaikannya kasus HKP, klaim, dan
penyesuaian harga sampai dari 80% pada tahun 2010 menjadi 84% di tahun 2014.
Sedangkan berdasarkan LAKIP, pada tahun 2014 telah tercapai 84,21%. Hal ini

53
menunjukkan bahwa sebanyak 84,21% laporan telah ditindaklanjuti oleh auditan.
3. Hasil/Dampak
Jika dilihat dari dokumen Renstra, kegiatan-kegiatan di bidang keinvestigasian
BPKP memiliki tujuan salah adalah Meningkatnya kesadaran dan keterlibatan K/L,
Pemda, BUMN/BUMD dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi menjadi
77%. Adapun yang menjadi sasaran strategis dari tujuan ini salah satunya adalah
persentase terselesaikannya kasus HKP, klaim, dan penyesuaian harga dari target
sebesar 80% di tahun 2010 menjadi 84% di tahun 2014.
Oleh karena audit penyesuaian harga termasuk dalam jenis audit dengan
tujuan tertentu, maka secara umum tujuan audit ini adalah untuk menentukan apakah
penyesuaian harga yang diajukan telah sesuai atau tidak sesuai dengan kriteria yang
berlaku. Sedangkan dalam Peraturan Deputi Kepala Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan Bidang Investigasi Nomor 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis
Audit Penyesuaian Harga, disebutkan bahwa Hasil audit tersebut merupakan salah
satu bahan pertimbangan bagi penanggung jawab kegiatan atau pengguna barang/jasa
dalam pengambilan keputusan penyesuaian harga. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa tujuan pelaksanaan audit penyesuaian harga yang dilakukan oleh
BPKP adalah untuk dijadikan bahan pertimbangan bagi penanggung jawab kegiatan
atau pengguna barang/jasa dalam pengambilan keputusan penyesuaian harga. Hal
tersebut dapat diukur berdasarkan persentase rekomendasi yang ditindaklanjuti
dibandingkan dengan laporan audit penyesuaian harga yang telah diterbitkan.
Jika dilihat berdasarkan Laporan Akuntabilitas Kinerja BPKP Tahun 2012,
2013, dan 2014, maka pergerakan laporan hasil audit penyesuaian harga yang telah

54
ditindaklanjuti secara lebih jelas dilihat pada grafik III.3 berikut.
Gambar IV.2 Perbandingan Laporan Hasil Audit Penyesuaian Harga yang
Ditindaklanjuti dengan Kasus Korupsi PBJ
80
70
60
50
40

Tindak Lanjut

30

Jumlah Korupsi PBJ

20
10
0
2012

2013

2014

Sumber: Diolah dari hasil penelitian


Dari Gambar IV.2 di atas dapat dilihat bahwa selama tahun 2012 sampai dengan
tahun 2014, laporan hasil audit penyesuaian harga yang ditindaklanjuti paling tinggi
terjadi pada tahun 2012. Jika dibandingkan dengan dua tahun selanjutnya, maka
seharusnya hasil audit penyesuaian harga pada tahun 2012 dapat memberikan dampak
yang cukup signifikan terhadap penyelamatan keuangan negara. Hal ini sesuai apabila
dilihat dalam gambar IV.2 yang menggambarkan bahwa pada tahun 2013 jumlah
kasus korupsi PBJ meningkat seiring dengan penurunan jumlah tindak lanjut hasil
audit penyesuaian harga. Namun demikian, hal ini menjadi tidak sesuai ketika pada
tahun 2014 terjadi kenaikan jumlah kasus korupsi PBJ yang beriringan dengan
peningkatan jumlah laporan hasil audit penyesuaian harga yang ditindaklanjuti. Hal
tersebut terjadi karena tidak semua permintaan audit penyesuaian harga bisa dipenuhi
oleh BPKP. Syarat agar suatu permintaan audit dapat dipenuhi oleh BPKP adalah
adanya kecukupan bukti dan kecukupan waktu audit pada saat ekspose awal

55
dilakukan.
Dampak yang dapat diberikan oleh kegiatan audit penyesuaian harga
berdasarkan Laporan Akuntabilitas Kinerja BPKP Tahun 2012, pemanfaatan hasil
audit HKP, penyesuaian harga, dan klaim memberikan dampak yang nyata dan
signifikan dalam pengelolaan keuangan negara serta penyelamatan keuangan negara,
dengan koreksi audit sebesar Rp221 miliar. Sedangkan untuk audit penyesuaian
harganya saja, pada tahun 2012 mampu memberikan dampak yang cukup signifikan
terhadap penyelamatan keuangan negara sebesar Rp123.167.619.156,21. Tabel
berikut ini menggambarkan dampak nyata dari hasil audit penyesuaian harga yang
dilakukan oleh BPKP dalam rangka penyelamatan keuangan negara dari hasil koreksi
audit.
Tabel IV.1 Koreksi Nilai Penyesuaian Harga Berdasarkan Hasil Audit BPKP
Tahun
Pelaporan
2012
2013
2014

Usulan Rekanan

Usulan Panitia

Hasil Audit

Koreksi Audit

558.059.463.031,85

482.567.155.927,79

359.399.536.771,58

123.167.619.156,21

574.761.977.227,58

524.988.203.169,44

369.428.881.589,78

155.559.321.579,66

511.969.724.286,33

466.724.522.201,53

320.449.069.073,83

146.275.453.127,70

Sumber: Hasil penelitian


Jika dilihat secara sekilas, maka kegiatan audit penyesuaian harga berkaitan
erat dengan kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah, khususnya dengan
skema kontrak harga satuan tahun jamak. Secara umum, hasil audit penyesuaian harga
yang dilakukan oleh BPKP dapat memberikan dampak positif pada kegiatan
pengadaan barang/jasa Pemerintah. Dampak tersebut terutama pada keakuratan

56
penghitungan penyesuaian harga kontrak

yang dapat mencegah terjadinya

pemborosan keuangan negara. Koreksi hasil penghitungan terutama disebabkan oleh


adanya

kesalahan

penghitungan,

sehingga

adanya

koreksi

tersebut

tidak

mempengaruhi kualitas hasl pengadaan. Penggunaan hasil penghitungan penyesuaian


harga kontrak oleh BPKP ini juga didukung oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara (KPPN) sebelum pembayaran kontrak. Sebelum melakukan pembayaran atas
kontrak yang mengalami penyesuaian harga, KPPN mensyaratkan adanya hasil audit
penyesuaian harga dari BPKP.
C. Efektivitas Pelaksanaan Audit Penyesuaian Harga oleh BPKP
1. Kesesuaian pelaksanaan kegiatan audit dengan pedoman dan standar audit
Setiap kegiatan audit pasti memiliki standar yang dapat dijadikan sebagai
patokan kualitas hasil auditnya. Di dalam Permenpan Nomor PER-05-M.PAN32008 tentang Standar Audit APIP dijelaskan bahwa:
Standar Audit berfungsi sebagai ukuran mutu minimal bagi para auditor dan
APIP dalam:
1. pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang dapat
merepresentasikan praktik-praktik audit yang seharusnya, menyediakan
kerangka kerja pelaksanaan dan peningkatan kegiatan audit yang
memiliki nilai tambah serta menetapkan dasar-dasar pengukuran kinerja
audit;
2. pelaksanaan koordinasi audit oleh APIP;
3. pelaksanaan perencanaan audit oleh APIP;
4. penilaian efektifitas tindak lanjut hasil pengawasan dan konsistensi
penyajian laporan hasil audit.
Dengan adanya standar audit tersebut, maka kualitas hasil audit dapat selalu terjaga
kualitasnya. Sedangkan untuk memenuhi standar tersebut, maka diperlukan adanya
sebuah pedoman audit yang memberikan kesamaan pemahaman dan arah yang jelas
bagi auditor dalam menghasilkan laporan yang berkualitas.

57
Pelaksanaan kegiatan audit penyesuaian harga oleh BPKP pada umumnya
telah sesuai dengan pedoman dan standar audit yang berlaku. Hal ini didukung oleh
adanya:
a. Pengendalian secara seksama dengan menggunakan formulir Kendali Mutu
b. reviu berjenjang dan review meeting mulai dari persiapan audit, pelaksanaan audit
sampai dengan pelaporan hasil audit;
c. Quality Assurance (QA) oleh Deputi Bidang Investigasi cq. Direktorat Investigasi
Hambatan Kelancaran Pembangunan (HKP).
Adapun pedoman audit yang digunakan auditor BPKP untuk melakukan audit
penyesuaian harga ini adalah Peraturan Deputi Kepala BPKP Nomor 2 Tahun 2013.
Sedangkan standar auditnya selain mengacu pada Permenpan Nomor PER-05M.PAN3-2008 tentang Standar Audit APIP juga mengacu pada prinsip-prinsip best
practices yang ada.
Pelaksanaan audit penyesuaian harga yang dilaksanakan oleh BPKP telah
mampu memberikan alternatif solusi sebagai acuan dalam pengambilan keputusan,
dengan memperhatikan prinsip-prinsip dan standar audit serta peraturan perundangundangan yang berlaku. Namun demikian, masih ada PFA yang belum memahami
pedoman audit yang diterbitkan oleh BPKP. Hal ini akan berpengaruh kepada kualitas
hasil audit penyesuaian harga yang dilakukan. Untuk kegiatan audit penyesuaian
harga yang dilaksanakan tahun 2012, 2013, dan 2014 dapat dipastikan telah
memenuhi pedoman dan standar audit. Hal ini disebabkan oleh adanya Quality
Assurance dan juga Review Meeting yang terus dilakukan selama penugasan
berlangsung untuk menjaga kualitas audit.

58
Untuk memastikan bahwa auditor di bidang investigasi BPKP mampu
memahami pedoman dan standar audit penyesuaian harga dengan baik, maka
diperlukan pendidikan dan pelatihan tentang audit penyesuaian harga. Dalam
praktiknya, BPKP telah memasukkan materi tentang audit penyesuaian harga dalam
kurikulum pada pendidikan dan pelatihan hambatan kelancaran pembangunan. Diklat
Hambatan Kelancaran Pembangunan tersebut di antaranya berisi materi tentang audit
klaim, audit penyesuaian harga dan evaluasi hambatan kelancaran pembangunan.
Namun demikian kapasitas diklat tersebut belum memadahi karena belum seluruh
auditor baik ketua tim maupun anggota tim di bidang investigasi yang memiliki
sertifikasi melakukan audit penyesuaian harga melalui diklat tersebut. Hal ini
dikarenakan keterbatasan jumlah Diklat HKP yang hanya dilaksanakan satu kali
dalam satu tahun, dengan kapasitas hanya 30 peserta.
Permasalahan lainnya adalah karena pola rotasi dan mutasi pegawai yang
kurang baik. Jika dalam Bidang Investigasi sebuah kantor perwakilan hanya memiliki
seorang ketua tim dan seorang pengendali teknis yang telah bersertifikat untuk
melakukan audit penyesuaian harga, maka ketika dua orang tersebut dirotasi ke
bidang lain akan ada ketua tim dan pengendali teknis baru di Bidang Investigasi.
Yang menjadi masalah kemudian apabila ketua tim dan pengendali teknis baru
tersebut belum memiliki sertifikasi untuk melakukan audit penyesuaian harga, maka
di Bidang Investigasi tersebut tidak ada seorang pun yang memiliki sertifikasi untuk
melakukan audit penyesuaian harga selain Kepala Bidang. Dengan demikian perlu
diperbaiki lagi pola rotasi pegawai agar mempertimbangkan sertifikasi keahlian
auditor, untuk menjaga kualitas hasil audit yang dilaksanakan.

59
2. Nilai tambah hasil audit bagi auditi
Audit penyesuaian harga yang dilaksanakan mampu memberikan penilaian
dari berbagai sudut pandang yang dapat dijadikan pedoman dalam mengambil
keputusan oleh auditi. Hasil audit penyesuaian harga dapat memberi nilai tambah
kepada auditi berupa:
1) hasil audit yang lebih berkualitas dan akuntabel dapat dijadikan dasar
penyelesaian penyesuaian harga oleh auditi;
2) dapat menghemat biaya pengadaan barang dan jasa yang berisiko terlalu besar
karena dampak inflasi.
Sebagai contoh, salah satu penyedia jasa telah mengajukan permintaan
penyesuaian harga sebesar Rp6.321.529.462,00 (tidak termasuk PPN). Menurut Berita
Acara Pembahasan Hasil Evaluasi Permohonan Eskalasi, Panitia Evaluasi Eskalasi
harga telah melakukan evaluasi atas perhitungan penyesuaian harga dari Penyedia
Jasa dan telah melakukan koreksi perhitungan sehingga menjadi sebesar
Rp5.550.159.622,00 (tidak termasuk PPN). Sedangkan berdasarkan hasil audit BPKP,
nilai penyesuaian harga satuan dan nilai kontrak pada Pekerjaan tersebut periode
Januari 20x1 sampai dengan Desember 20x2 adalah sebesar Rp3.498.615.958,39
(tidak termasuk PPN). Apabila dibandingkan dengan hasil penilaian Panitia Evaluasi
sebesar Rp5.550.159.622,00 (tidak termasuk PPN) maka terdapat koreksi negatif
sebesar Rp2.051.543.663,61 (tidak termasuk PPN). Koreksi tersebut di antaranya
disebabkan oleh penggunaan indeks komponen untuk bulan yang tidak sesuai dengan
Indeks Perdagangan Besar pada Buletin Statistik Bulanan BPS, perhitungan
penyesuaian harga untuk pekerjaan yang tidak ditetapkan koefisien komponennya

60
oleh Kepala Satuan Kerja, Penggunaan koefisien komponen yang digunakan oleh
Panitia Evaluasi tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam Tender Documents,
Penggunaan harga satuan awal (Ho) yang mengandung komponen harga yang bersifat
lumpsum, penggunaan volume pekerjaan dan ketidaktepatan penghitungan kuantitas
pekerjaan dengan jadwal, evaluasi terhadap volume dan harga timpang, dan lain
sebagainya.
Nilai tambah tersebut baru bisa diperoleh selama auditi mau menggunakan
hasil audit penyesuaian harga oleh BPKP sebagai penyelesaian penyesuaian harga
kontrak. Untuk tahun 2012, 2013, dan 2014, laporan hasil audit yang telah
ditindaklanjuti/digunakan sebagai penyelesaian penyesuaian harga kontrak dapat
dilihat pada Gambar IV.1. Apabila dilihat berdasarkan sudut pandang auditi, maka
hasil audit penyesuaian harga telah memberikan nilai tambah berupa hasil
penghitungan penyesuaian harga yang lebih akurat. Namun demikian, jumlah kasus
korupsi PBJ tahun 2012 sampai dengan 2014 terus meningkat. Hal ini menunjukkan
bahwa apabila dilihat dari tujuan utamanya, hasil audit penyesuaian harga kurang
efektif dalam menyelamatkan keuangan negara. Salah satu faktor yang menyebabkan
hal itu terjadi adalah tidak adanya keharusan auditi untuk menindaklanjuti
rekomendasi hasil audit penyesuaian harga. Hal ini juga akan percuma apabila auditi
telah bersekongkol dengan pihak penyedia jasa supaya menggunakan perhitungan
penyesuaian harga dengan nilai yang lebih tinggi. Secara teori, wewenang untuk
menindaklanjuti hasil audit merupakan tanggung jawab auditi. Namun secara aturan,
setiap pengeluaran negara harus dipertanggungjawabkan secara akuntabel. Jika telah
mengetahui bahwa hasil penghitungan nilai penyesuaian harga oleh auditor lebih

61
berkualitas dan akuntabel, maka auditi seharusnya menindaklanjutinya dalam rangka
mencegah pemborosan keuangan negara.
3. Pencapaian tujuan audit
Secara umum, penyesuaian harga berkaitan erat dengan kegiatan pengadaan
barang dan jasa pemerintah. Dengan begitu apabila tujuan audit penyesuaian harga
terpenuhi, maka akan berdampak pula pada akuntabilitas kegiatan pengadaan barang
dan jasa pemerintah. Tujuan audit penyesuaian harga adalah untuk memperoleh
keyakinan bahwa perhitungan penyesuaian harga satuan dan nilai kontrak yang
dievaluasi oleh Konsultan Evaluasi telah dilaksanakan dengan benar dan sesuai
dengan ketentuan yang tercantum dalam dokumen kontrak serta ketentuan pemerintah
yang berlaku. Tujuan audit tersebut dapat dicapai dengan cara:
a. Menguji ketaatan perhitungan penyesuaian harga satuan dan nilai kontrak dengan
ketentuan yang tercantum dalam dokumen kontrak dan ketentuan Pemerintah
yang berlaku.
b. Menganalisis data-data terkait dengan perhitungan penyesuaian harga satuan dan
nilai kontrak, serta melakukan observasi lapangan.
c. Ekspose/pemaparan hasil audit kepada auditi.
Dalam rangka pemenuhan tujuan audit, maka BPKP telah menerbitkan pedoman audit
penyesuaian harga. Selain itu, Unit Kerja BPKP melakukan monitoring terhadap
pelaksanaan tindak lanjut hasil audit melalui media pemantauan tindak lanjut hasil
audit/TP-III/media lain yang diatur oleh Deputi Bidang Investigasi.
Jika melihat dokumen LAKIP, maka secara garis besar kinerja BPKP dalam
melakukan audit penyesuaian harga sudah baik. Namun dengan membandingkan

62
dengan fakta bahwa kasus korupsi di bidang pengadaan barang dan jasa pemerintah
yang terus meningkat di tahun 2012 sampai dengan 2014, maka tujuan dilakukannya
audit secara garis besar belum terpenuhi. Hal ini salah satunya disebabkan karena
tidak semua permintaan audit penyesuaian harga dapat dipenuhi oleh BPKP. Selain
itu pihak Satker juga kurang paham mengenai kecukupan waktu dan kecukupan data
yang dibutuhkan untuk dilakukan audit penyesuaian harga. Permintaan audit yang
semacam ini tidak bisa dipenuhi oleh BPKP untuk meminimalisasi risiko tidak
terselesaikannya audit penyesuaian harga. Untuk mengatasi masalah kecukupan data,
maka pada saat ekspose awal BPKP akan meminta kepada Satker melalui surat agar
melengkapi terlebih dahulu data-data yang menjadi syarat untuk bisa dilakukan audit.
Dari segi waktu, sebaiknya pihak Satker lebih memperhatikan patokan waktu
berakhirnya kontrak yang ada pada loan agreement maupun akhir tahun anggaran
sebelum melakukan audit penyesuaian harga. Dari sisi BPKP secara lembaga yang
melakukan audit penyesuaian harga, maka perlu melakukan sosialisasi audit
penyesuaian harga kepada Satker-Satker yang ada untuk memberikan gambaran
mengenai audit penyesuaian harga yang dilakukan oleh BPKP. Sosialisasi tersebut
sebaiknya difokuskan kepada persyaratan suatu permintaan audit penyesuaian harga
bisa dipenuhi dan nilai tambah yang akan diperoleh Satker tersebut.
4. Ketepatan waktu pelaporan
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa penganggaran waktu pada saat
penyusunan program kerja audit penyesuaian harga dilakukan dengan analisis
kompleksitas pekerjaan dan analisis kegiatan audit sebelumnya. Berdasarkan hasil
wawancara, waktu audit yang dianggarkan dalam PKA masih belum cukup untuk

63
mengakomodir seluruh tahapan audit penyesuaian harga. Menurut narasumber, hal ini
disebabkan kurangnya tenaga auditor, baik secara kualitas maupun kuantitas. Selain
itu, hasil audit penyesuaian harga juga harus terlebih dahulu dilakukan QA oleh
Rendal, sehingga sering kali penyelesaian audit terkendala di proses reviu Rendal.
Auditor tidak bisa memaksa penyelesaian reviu/QA Rendal agar lebih cepat,
mengingat pekerjaan Rendal yang banyak dan tidak hanya mereviu satu hasil audit
saja melainkan hasil audit seluruh kantor perwakilan.
Masih kurangnya penganggaran waktu audit dalam program kerja audit juga
disebabkan oleh pedoman audit yang tidak menyebutkan dengan jelas, berapa
anggaran waktu yang ideal untuk melakukan setiap tahapan audit penyesuaian harga.
Penganggaran waktu audit ditentukan oleh Ketua Tim, yang kemudian direviu oleh
Pengendali Teknis dan dimintakan persetujuan Pengendali Mutu/Kepala Bidang.
Sehingga waktu audit yang dianggarkan di dalam program kerja audit disesuaikan
dengan kemampuan dan kesibukan tim audit yang terkadang tidak hanya
melaksanakan satu penugasan saja. Dengan demikian penganggaran waktu audit
dalam program kerja audit sangat bergantung pada Kepala Bidang. Apabila
penjadwalan dari Kepala Bidang/ Koordinator Pengawasan cukup memadahi, maka
akan dapat dipastikan penyelesaian audit ini dapat dicapai tepat waktu.
Untuk mengatasi masalah tersebut, seharusnya dalam pedoman audit
disebutkan juga waktu yang ideal untuk melakukan tiap-tiap tahapan audit
penyesuaian harga. Hal ini diperlukan untuk memberikan panduan kepada tim audit
dalam merencanakan anggaran waktu pada program kerja auditnya.

64
5. Kesesuaian dengan kode etik
Secara umum, orang-orang yang merupakan bagian dari kegiatan audit
penyesuaian harga pada tahun 2012, 2013, dan 2014 telah menunjukkan kesesuaian
dengan Kode Etik. Hal ini ditunjukkan oleh adanya keharusan membuat pakta
integritas yang menyatakan bahwa pihak-piha yang menjadi bagian dari kegiatan
audit penyesuaian harga:
a. Tidak akan meminta atau menerima sesuatu apapun juga yang bersifat melanggar
hukum dan ketentuan yang berlaku di BPKP kepada auditan da pihak terkait
lainnya;
b. Tidak ada hubungan kekerabatan dengan pihak auditan;
c. Tidak ada hubungan dengan bisnis/pekerjaan yang dikelola auditan;
d. Tidak terdapat kepentingan lainnya selain kepentingan dalam penugasan audit
penyesuaian harga yang dapat mempengaruhi independensi terhadap pihak
auditan;
e. Apabila yang bersangkutan melanggar hal-hal yang telah dinyatakan dalam Pakta
Integritas ini, maka akan bersedia dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
D. Titik Rawan yang dapat Menghambat Pelaksanaan Audit Penyesuaian
Harga oleh BPKP
Dalam pelaksanaan kegiatan audit penyesuaian harga oleh BPKP, terdapat
beberapa faktor yang dapat menghambat pelaksanaan audit tersebut. Berdasarkan
hasil wawancara, diketahui bahwa faktor-faktor penghambat itu antara lain terkait
dengan kurangnya tenaga auditor, baik kualitas maupun kuantitas, dan waktu audit

65
yang kurang memadahi. Hasil wawancara menjelaskan bahwa hal ini antara lain
disebabkan oleh kurangnya spesialisasi auditor dalam menangani kasus-kasus yang
membutuhkan pengetahuan khusus seperti penyesuaian harga, manajerial persebaran
dan rotasi karyawan yang kurang baik.
Terkait dengan kemampuan auditor dalam melakukan audit penyesuaian
harga, BPKP telah menyelenggarakan Pendidikan dan Pelatihan Audit Hambatan
Kelancaran Pembangunan bagi para auditornya. Namun demikian, dari hasil
wawancara diketahui bahwa masih banyak PFA yang belum pernah menguikuti
Diklat Audit Penyesuaian Harga. Seharusnya Diklat ini lebih ditingkatkan lagi
kapasitasnya, agar para auditor memiliki cukup pengetahuan. Hal ini perlu untuk
menghindari agar hasil audit penyesuaian harga bisa dilakukan dengan akurat. Untuk
menjaga kualitas audit tersebut, maka minimal ketua tim dan pengendali teknis harus
memiliki sertifikat Dikat Audit Penyesuaian Harga ini. Selanjutnya pengendali teknis
dan ketua tim akan melakukan transfer knowledge pada anggota tim yang belum
berpengalaman. Beberapa PFA di Bidang Investigasi baru mempelajari tentang audit
penyesuaian harga ketika melaksanakan penugasan audit penyesuaian harga
(Learning by doing ).
Selain dari sisi tenaga auditor, faktor-faktor penghambat pelaksanaan audit
penyesuaian harga yang dilaksanakan oleh BPKP adalah masalah kecukupan waktu
dan data yang timbul akibat periode permintaan audit dari auditi dan metode
penyimpanan data oleh auditi. Sering kali auditi baru melakukan permintaan audit
penyesuaian harga kepada BPKP ketika mendekati tanggal pembayaran, sehingga
waktu yang tersedia untuk melaksanakan audit menjadi lebih singkat. Selain itu, cara

66
penyimpanan data oleh auditi yang belum baik juga berakibat pada kecukupan waktu
audit. Hal ini dikarenakan pelaksanaan audit akan terhambat apabila auditi terlalu
lama dalam menyediakan data yang dibutuhkan oleh auditor.
Berdasarkan hasil penelitian, penulis membagi titik-titik rawan dalam
pelaksanaan kegiatan audit penyesuaian harga ke dalam 5 tahapan, yakni tahap
perencanaan penugasan, persiapan penugasan, pelaksanaan penugasan, pelaporan
penugasan, dan pemantauan tindak lanjut hasil audit penyesuaian harga. Berikut
merupakan penjabaran darri titik-titik rawan yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan audit penyesuaian harga yang dilakukan oleh BPKP.
1. Titik rawan dalam perencanaan penugasan
Titik rawan dalam perencanaan penugasan audit penyesuaian harga oleh
BPKP antara lain pada saat melakukan analisis terkait kecukupan bukti dan
kecukupan waktu. Sering terjadi informasi yang disampaikan auditan saat ekspose
tidak lengkap/tidak sesuai dengan dokumen pengadaan. Selain itu auditan melakukan
permintaan audit mendekati akhir tahun/batas waktu kontrak. Sebelum menerima
permintaan audit, maka tim perlu melakukan pengecekan dokumen-dokumen kontrak.
Tim harus membaca klausul dalam kontrak tentang dimuat atau tidaknya penyesuaian
harga kontrak, serta Surat dari Menteri Keuangan perihal kontrak-kontrak Pekerjaan/
Proyek mana saja yang dapat dilakukan penyesuaian harga. Sering kali di dalam
kontrak dimuat mengenai penyesuaian harga, tetapi Surat Menteri Keuangan tidak
menyebut Pekerjaan tersebut bisa dilakukan penyesuaian harga. Hal tersebut perlu
diperhatikan untuk menghindari tidak digunakannya laporan hasil audit penyesuaian
harga.

67
Dalam rangka memastikan bahwa permintaan audit penyesuaian harga sudah
bisa dipenuhi, maka terlebih dahulu dilakukan verifikasi data-data dan aturan yang
mengikat tentang pemberian penyesuaian harga. Sedangkan apabila pegawai yang
ditugaskan untuk melakukan verifikasi kurang paham mengenai audit penyesuaian
harga, maka pegawai tersebut harus mempelajari petunjuk teknis audit penyesuaian
harga. Supaya lebih efektif, maka tim yang melakukan verifikasi sebaiknya
merupakan tim yang sudah disiapkan untuk melaksanakan audit penyesuaian harga.
Dengan demikian tim tersebut bisa segera menyusun program kerja sementara,
apabila dari hasil verifikasi diketahui bahwa data-data dan waktu yang tersedia sudah
cukup.
2. Titik rawan dalam persiapan penugasan
Titik rawan dalam persiapan penugasan terjadi pada saat menentukan jumlah
dan susunan tim audit. Dalam menentukan jumlah dan susunan tim audit, Pimpinan
Unit

Kerja

BPKP

harus

mempertimbangkan

potensi

risiko,

kompleksitas

permasalahan, waktu audit yang tersedia dan kompetensi PFA. Di dalam pedoman
audit penyesuaian harga telah dijelaskan persyaratan kualifikasi PFA untuk
menentukan tim audit, namun belum disebutkan jumlah anggota tim yang ideal untuk
melakukan audit penyesuaian harga. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa
salah satu titik rawan pada saat persiapan penugasan audit penyesuaian harga antara
lain dalam pemilihan tenaga auditor. Hasil wawancara juga menyebutkan bahwa
masalah yang terjadi antara lain akibat keterbatasan jumlah/ketersediaan waktu
personil tim audit, serta kualifikasi personil yang belum memahami business process
audit penyesuaian harga. Oleh karena penugasan audit ini cukup berat, maka

68
sebaiknya tidak ditugaskan auditor yang kurang kuat dalam hitungan maupun yang
sudah terlalu senior. Selain itu perlu dipersiapkan penentuan hari kerja secara cermat
untuk menjamin kualitas audit penyesuaian harga.
Selain penentuan tim audit, titik rawan dalam persiapan penugasan adalah
pada saat penganggaran waktu audit. Penganggaran waktu audit belum ada patokan
waktu standarnya dalam pedoman audit penyesuaian harga. Oleh karena itu,
diperlukan adanya pedoman terkait anggaran waktu yang ideal untuk melaksanakan
setiap prosedur audit yang ada di PKA.
Supaya tim bisa bekerja dengan efektif, maka personil/tim yang akan
melakukan penugasan perlu dipersiapkan tim yang berpengalaman dalam audit
penyesuaian harga, minimal ketua tim dan pengendali teknisnya. Sedangkan untuk
menjaga independensi, maka perlu dipastikan juga integritas tim audit dan
hubungannya dengan auditi.
3. Titik rawan dalam pelaksanaan penugasan
Titik rawan yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan audit penyesuaian
harga terutama pada ketelitian perhitungan auditor. Perlu diperhatikan ketelitian
dalam menentukan penghitungan pada item-item mana saja yang boleh dikenakan
penyesuaian harga, seperti misalnya harga timpang yang tidak boleh dilakukan
penyesuaian harga ataupun kontrak yang masa pekerjaan (PHO/FHO) nya telah
kadaluarsa. Selain itu auditor perlu untuk meneliti komponen-komponen pembentuk
harga dan cost factor dalam usulan penyesuaian harga. Untuk memastikan kualitas
penghitungan, maka perlu diperhatikan penghitungan indeks yang mempengaruhi
nilai item pekerjaan dalam kontrak. Ketidaklengkapan data (terutama indeks) yang

69
diperlukan dalam penghitungan penyesuaian harga, dapat menghambat pelaksanaan
audit. Selain itu perlu diperhatikan juga perbedaan penafsiran terhadap klausul
penyesuaian harga antara auditor dengan auditan.
Dalam Pedoman Pelaksanaan Audit Penyesuaian Harga telah dijabarkan
secara jelas urutan-urutan yang harus dilaksanakan oleh tim. Apabila dilaksanakan
sesuai dengan pedoman, maka urutan-urutan tersebut sudah ideal dan mengakomodir
tim audit dalam melaksanakan penugasan audit penyesuaian harga. Untuk
memberikan bukti bahwa audit telah dilaksanakan sesuai pedoman, maka perlu
diperhatikan terkait kelengkapan KKA yang disusun. KKA sangat penting untuk
mendokumentasikan seluruh proses audit yang dilaksanakan oleh auditor. Untuk
melaksanakan keseluruhan hal tersebut perlu dipastikan bahwa auditor tidak
mendapatkan intervensi dari pihak auditan.
4. Titik rawan dalam pelaporan penugasan
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa dalam tahap pelaporan hasil
audit, sering kali auditor harus menunggu proses reviu dari atasan dan QA yang
memakan waktu cukup lama. Hal tersebut terjadi karena belum adanya ketentuan
yang mengatur prosedur QA secara baku. Meskipun hal itu dimaksudkan untuk
memastikan kualitas hasil audit penyesuaian harga, namun apabila dilaksanakan
dengan waktu yang terlalu lama justru akan menyebabkan pelaporan hasil audit yang
meleset dari anggaran waktu dalam program kerja audit. Untuk menghindari hal
tersebut, maka BPKP melakukan reviu atas permintaan audit penyesuaian harga pada
saat ekspose awal dengan lebih cermat, serta sangat memperhatikan kelengkapan
KKA. Apabila sejak awal telah benar-benar terpenuhi kecukupan data/bukti serta

70
kecukupan waktunya, maka pelaksanaan audit dan juga QA akan berjalan dengan
lancar. Selain itu, proses QA bisa dilaksanakan lebih cepat apabila KKA disusun
dengan lengkap dan baik. Dengan begitu pelaporan hasil audit penyesuaian harga
akan tepat waktu.
5. Titik rawan dalam pemantauan tindak lanjut
Titik rawan dalam pemantauan tindak lanjut adalah memastikan bahwa hasil
audit penyesuaian harga telah berkualitas dan dapat dipakai sebagai dasar
penyelesaian penyesuaian harga oleh auditi. Namun demikian laporan hasil audit
penyesuaian harga BPKP tidak memiliki kekuatan memaksa auditi untuk
ditindaklanjuti. Keputusan penggunaan hasil audit sebagai dasar penyelesaian
penyesuaian harga merupakan tanggung jawab pihak auditi.
Apabila dilihat dari sisi pengelolaan keuangan negara, maka hasil tindak lanjut
sebaiknya dilaksanakan sesuai hasil perhitungan BPKP. Hal ini disebabkan karena
setiap pengeluaran keuangan negara harus dipertanggungjawabkan secara akuntabel.
Sementara itu, hasil penghitungan BPKP sebaiknya digunakan sebagai dasar
penyelesaian penyesuaian harga karena lebih berkualitas dan independen.

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Penulisan penelitian ini pada awalnya bertujuan untuk mengetahui efektivitas
pelaksanaan audit penyesuaian harga oleh BPKP, mengidentifikasi titik-titik rawan yang
dapat menghambat pelaksanaan audit penyesuaian harga oleh BPKP, serta memberikan saran
untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan audit penyesuaian harga yang dilaksanakan oleh
BPKP. Fokus dari penelitian ini terletak pada pelaksanaan audit penyesuaian harga oleh
BPKP pada periode Tahun 2012 2014. Adapun hasil penelitian ini dapat disimpulkan
sebagai berikut:

1. Kegiatan audit penyesuaian harga oleh BPKP pada umumnya telah dilaksanakan
dengan cukup efektif. Hal ini ditunjukkan oleh faktor-faktor berikut:
a. Pelaksanaan kegiatan audit penyesuaian harga oleh BPKP pada umumnya
telah sesuai dengan pedoman dan standar audit yang berlaku. Namun
demikian berdasarkan hasil wawancara, belum seluruh ketua tim dan anggota
tim di bidang investigasi pernah mengikuti Diklat tentang audit penyesuaian
harga. Diklat tersebut belum memadahi karena hanya dilakukan satu kali
dalam setahun, dengan kapasitas hanya 30 peserta.
b. Hasil audit penyesuaian harga telah dapat memberikan nilai tambah kepada
71

72
auditi. Nilai tambah tersebut berupa hasil audit yang memberikan
penghitungan nilai penyesuaian harga yang lebih berkualitas dan akuntabel
dapat dijadikan dasar penyelesaian penyesuaian harga oleh auditi, serta dapat
menghemat biaya pengadaan barang dan jasa yang berisiko terlalu besar
karena dampak perubahan harga.
c. Secara umum, tujuan audit penyesuaian harga adalah untuk memperoleh
keyakinan bahwa perhitungan penyesuaian harga satuan dan nilai kontrak
yang dievaluasi oleh Konsultan Evaluasi telah dilaksanakan dengan benar dan
sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam dokumen kontrak serta
ketentuan pemerintah yang berlaku. Jika melihat dokumen LAKIP, maka
secara garis besar kinerja BPKP dalam melakukan audit penyesuaian harga
sudah baik. Namun dengan membandingkan dengan fakta bahwa masih
banyaknya kasus korupsi di bidang pengadaan barang dan jasa pemerintah,
maka tujuan dilakukannya audit secara garis besar belum terpenuhi. Hal ini
salah satunya disebabkan karena tidak semua permintaan audit penyesuaian
harga dapat dipenuhi oleh BPKP. Selain itu masih ada pihak Satker yang
kurang paham mengenai kecukupan waktu dan kecukupan data yang
dibutuhkan untuk dilakukan audit penyesuaian harga.
d. Penganggaran waktu pada saat penyusunan program kerja audit penyesuaian
harga didasarkan pada penelaahan awal dan audit sebelumnya. Namun
demikian, di dalam pedoman audit belum ada patokan waktu ideal yang
dibutuhkan untuk melaksanakan setiap tahapan audit penyesuaian harga.
e. Secara umum, orang-orang yang merupakan bagian dari kegiatan audit

73
penyesuaian harga telah menunjukkan kesesuaian dengan Kode Etik. Hal ini
ditunjukkan oleh adanya keharusan membuat pakta integritas sebelum
melaksanakan kegiatan audit.
2. Dalam pelaksanaan kegiatan audit penyesuaian harga, perlu diperhatikan titik-titik
rawan yang ada pada setiap tahapan berikut:
a. Titik rawan dalam perencanaan penugasan audit penyesuaian harga oleh
BPKP antara lain pada saat melakukan analisis terkait kecukupan bukti dan
kecukupan waktu.
b. Titik rawan pada saat persiapan penugasan audit penyesuaian harga antara lain
dalam pemilihan tenaga auditor dan penganggaran waktu audit pada Program
Kerja Audit untuk melaksanakan audit penyesuaian harga.
c. Titik rawan yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan audit penyesuaian
harga terutama pada ketelitian perhitungan auditor, kelengkapan KKA, serta
independensi auditor.
d. Titik rawan dalam pelaporan yang perlu diperhatikan adalah terkait
penjadwalan dan juga terkait kelengkapan KKA untuk memperlancar proses
QA sebelum laporan terbit.
e. Titik rawan dalam pemantauan tindak lanjut adalah memastikan bahwa hasil
audit penyesuaian harga telah berkualitas dan dapat dipakai sebagai dasar
penyelesaian penyesuaian harga oleh auditi.
B. Keterbatasan Penelitian
1. Penulis cukup mengalami kesulitan dalam pengumpulan data berupa laporan hasil
audit penyesuaian harga oleh BPKP karena isi laporan yang bersifat rahasia.

74
2. Penelitian mengenai audit penyesuaian harga masih sangat jarang dilakukan di
Indonesia.
C. Saran
Berdasarkan simpulan dan adanya keterbatasan penelitian, maka penulis dapat
memberikan saran antara lain sebagai berikut:
1. BPKP perlu menambah kapasitas Diklat terkait Audit Penyesuaian Harga,
sehingga seluruh PFA yang jumlahnya lebih dari 3.000 orang memiliki
pemahaman tentang Audit Penyesuaian Harga. Hal ini perlu dilakukan agar
apabila terjadi rotasi maupun mutasi PFA, Bidang Investigasi masih tetap
memiliki cukup pegawai yang ahli dalam audit penyesuaian harga.
2. Perlu ada sosialisasi tentang audit penyesuaian harga terhadap APIP selain BPKP
di masing-masing kabupaten. Hal ini diperlukan agar APIP di daerah bisa
membantu Kantor Perwakilan BPKP agar bisa mencakup seluruh proyek
pengadaan yang mengalami penyesuaian harga di masing-masing daerah.
3. Dari segi waktu, sebaiknya pihak Satker lebih memperhatikan patokan waktu
berakhirnya kontrak yang ada pada loan agreement maupun akhir tahun anggaran
sebelum melakukan permintaan audit penyesuaian harga. Hal ini diperlukan agar
permintaan audit tersebut dapat dipenuhi oleh BPKP, dan pihak auditor BPKP
memiliki cukup waktu untuk melakukan audit. Dari sisi BPKP secara lembaga
yang melakukan audit penyesuaian harga, maka perlu melakukan sosialisasi audit
penyesuaian harga kepada Satker-Satker yang ada untuk memberikan gambaran
mengenai audit penyesuaian harga yang dilakukan oleh BPKP. Sosialisasi tersebut
sebaiknya difokuskan kepada persyaratan suatu permintaan audit penyesuaian

75
harga bisa dipenuhi dan nilai tambah yang akan diperoleh Satker tersebut.
4. Di dalam pedoman audit penyesuaian harga BPKP perlu disebutkan patokan
waktu yang ideal untuk melakukan tiap-tiap tahapan maupun program kerja audit
penyesuaian harga. Hal ini diperlukan untuk memberikan panduan kepada tim
audit dalam merencanakan anggaran waktu pada program kerja auditnya, selain
dari analisis kegiatan audit sebelumnya. Dengan demikian, penugasan audit
penyesuaian harga dapat diselesaikan dengan waktu yang lebih efisien.

Anda mungkin juga menyukai