Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Osteoarthritis
1. Definisi
Osteoarthritis merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang
berkembang lambat dam berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinik ditandai
dengan nyeri, deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi-sendi
tangan dan sendi besar yang menanggung beban. Sering kali berhubungan dengan
trauma atau mikrotrauma yang berulang-ulang, obesitas, stress oleh beban tubuh, dan
penyakit-penyakit sendi lainnya (Mansjoer, 2000). Osteoartritis biasanya terjadi pada
sendi bergerak dan pada sendi sendi besar, misalnya articulatio genu. Penyakit ini
bersifat kronik dan progresif lambat. Kejadiannya lebih banyak pada wanita dibanding
pria, terutama usia di atas 45 tahun. Gejala klinis yang dapat terjadi antara lain nyeri
sendi, terutama saat bergerak atau menanggung beban; kaku sendi setelah tidak
digerakkan beberapa lama; kaku di pagi hari, namun hanya beberapa menit, tidak
selama pada artritis rematoid; dan keterbatasan pergerakan sendi yang terkena.
Diagnosis penyakit ini menggunakaan pemeriksaan radiologis, yang akan didapatkan
penyempitan ruang sendi, peningkatan densitas tulang, dan pertumbuhan tulang baru.
Sedangkan untuk pemeriksaan lab belum ditemukan pemeriksaan darah khusus (Price
and Wilson, 2010).
2. Etiologi
Selama ini osteoarthritis (OA) dipandang sebagai akibat dari suatu proses
penuaan yang tidak dapat dihindari. Para Ahli berpendapat OA terjadi akibat
gangguan homeostatis dan metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur
proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum jelas diketahui. Jejas mekanis dan
kimiawi pada sinovial sendi yang terjadi multifaktorial antara lain karena faktor umur,
stress mekanis, atau penggunaan sendi yang berlebihan, defek anatomik, obesitas,
genetik, humoral dan faktor kebudayaan (Moskowitz, 1990). Jejas mekanis dan
kimiawi diduga merupakan faktor penting yang merangsang terbentuknya molekul
abnormal dan produk degradasi kartilago di dalam cairan sinovial yang menyebabkan
inflamasi sendi, kerusakan khondrosit dan nyeri.

3. Epidemiologi dan Faktor Risiko


a.
Epidemiologi
Osteoartritis seluruhnya diderita oleh 13,9% orang dewasa umur 25 dan
33,6% (sekitar 12,4 juta) pada umur lebih dari 65 tahun. Dan diestimasikan bahwa
tahun 2005 angka kejadiannya sebesar 26,9 juta orang dewasa di US (Lawrence et
al, 2008).
Insidensi rata-rata Osteoartritis simptomatis yang tergantung umur dan jenis
kelamin (Oliveria SA et al, 1995) pada
1. Osteoartritis tangan sebesar 100 dari 100.000 orang per tahun
2. Osteoartritis pinggang sebesar 88 dari 100.000 orang per tahun
3. Osteoartritis lutut sebesar 240 dari 100.000 orang per tahun
Insidensi ini meningkat pada level umur 80 tahun, dan wanita memiliki
rata-rata kejadian lebih besar dari pria (Buckwalter et al, 2004). Selain itu tingkat
kematian akibat Osteoartritis berkisar 6% dari seluruh kematian akibat arthritis
(Sacks et al, 2004). Osteoartritis juga diiringi oleh mahalnya biaya perawatan, pada
tahun 1997 saja telah menghabiskan estimasi biaya sebesar 7,9 milyar untuk knee
dan hip replacements (Lethbridge et al, 2003).
b. Faktor Risiko:
a) Umur
Prevalensi

dan

beratnya

Osteoartritis

semakin

meningkat

dengan

bertambahnya umur. Osteoartritis sering terjadi pada umur di atas 60 tahun.


b) Jenis kelamin
Wanita lebih sering terkena Osteoartritis lutut dan Osteoartritis banyak sendi
sedangkan lelaki lebih sering terkena Osteoartritis paha, pergelangan tangan
dan leher. Prevalensi pada wanita meningkat akibat masa menopause yang
berperan hormonal sebagai patogenesis Osteoartritis.
c) Suku bangsa
Prevalensi dan pola terkenanya Osteoartritis nampaknya terdapa perbedaan di
antara masing-masing suku bangsa. Misalnya Osteoartritis paha lebih sering
pada orang kaukasia dibanding negro dan asia. Di US Osteoartritis lebih sering
terjadi pada orang Indian dibanding yang berkulit putih. Hal ini berkaitan
dengan perbedaan cara hidup dan frekuensi kelainan kongenital dan
pertumbuhan.
d) Genetik
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya Osteoartritis, misalnya pada ibu
daari seorang wanita dengan Osteoartritis sendi interphalanges distalis terdapat
2 kali lebih sering Osteoartritis pada sendi-sendi tersebut, dan anak perempuan

dari wanita tersebut memilki probabilitas 3 kali lebih sering terkena


Osteoartritis. Secara molekuler, Osteoartritis terjadi akibat mutasi dalam gen
prokolagen II.
e) Obesitas dan penyakit metabolik
Beban mekanis akan menigkat pada penderita obesitas dan penyakit metabolic
dan meningkatkan resiko terjadinya Osteoartritis. Lokasi terjadinya pun tidak
hanya pada daerah penyangga beban namun dapat luas.
f) Cedera sendi, pekerjaan dan olahraga
Resiko Osteoartritis meningkat ketika melakukan pekerjaan berat maupun
pemakaian satu sendi yang terus menerus. Aktivitas-aktivitas tertentu dapat
menjadi faktor predisposisi Osteoartritis secara traumatik (misalnya robeknya
meniscus, ketidakstabilan ligament) yang dapat mengenai sendi.
g) Faktor-faktor lain
Tingginya kepadatan tulang dikatakan berhubungan dengan

resiko

Osteoartritis. Hal ini mungkin timbul karena tulang yang lebih padat tak
membantu mengurangi benturan beban yang diterima olah tulang rawan sendi
(Suroso, 2007).
4. Patogenesis dan Patofisiologi
Osteoartritis merupakan penyakit gangguan hemostasis dari metabolisme
kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan (Suroso, 2007). Timbulnya rasa
sakit pada ostoartritis ini diawali dengan pelepasan mediator kimiawi
(prostaglandin dan IL) yang dapat menyebabkan bone angina melalui
subchondral. Rasa saikit yang dikeluhkan oleh penderita osteoartritis juga dapat
disebabkan oleh adanya osteofit (penambahan tulang baru di persendian) yang
menekan periosteum dan radiks saraf dari medulla spinalis. Adanya ujung saraf
yang sensibel merupakan penghantar terjadinya rasa sakit. Selain dapat
menibulkan rasa sakit, prostaglandin bersama kinin dapat menimbulkan terjadinya
radang sendi. Adanya peregangan tendo / ligamentum serta spasmus otot otot
ekstra artikuler diakibatkan oleh adanya kerja yang berlebih (Suroso, 2007).
5. Diagnosis
Diagnosis osteoartritis didasarkan pada keluhan nyeri pada sendi yang
terkena, dikonfirmasi dengan pemeriksaan fisik yang memperlihatkan pembesaran
tulang pada persendian, akumulasi cairan, timbul krepitasi selama bergerak,
kelemahan otot, dan instabilitas sendi.

Diagnosa untuk osteoartritis dapat ditegakkan melalui:


1. Pemeriksaan Lab
-

Ditemukan adanya peningkatan faktor faktor rematoid (terutama

pada usia lanjut)


-

Adanya peningkatan LED (Laju Endap Darah) jika terdapat sinovitis

2. Pemeriksaan Radiologi
-

Penyempitan ruang sendi karena penyusutan rawan sendi

Peningkatan densitas tulang di sekitar sendi

Adanya penambahan osteofit (Suroso, 2007).

6. Tanda dan Gejala Klinis


Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang dirasakannya
telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan Berikut adalah keluhan
yang dapat dijumpai pada pasien OA :
a. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah
dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan dan
tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain.
Perubahan ini dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini (secara
radiologis). Umumnya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit
sampai sendi hanya bias digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan
gerak dapat konsentris (seluruh arah gerakan) maupun eksentris (salah satu
arah gerakan saja) (Soeroso, 2006).
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago pada
sendi tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat diasumsikan
bahwa nyeri yang timbul pada OA berasal dari luar kartilago (Felson, 2008).
Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari nyeri
yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi (sinovitis), efusi sendi, dan
edema sumsum tulang (Felson, 2008).
Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit
tumbuh, inervasi neurovaskular menembusi bagian dasar tulang hingga ke

kartilago dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang Hal ini


menimbulkan nyeri (Felson, 2008).
Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di dekat sendi.
Sumber nyeri yang umum di lutut adalah aakibat dari anserine bursitis dan
sindrom iliotibial band (Felson, 2008).
b. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan
dengan pertambahan rasa nyeri (Soeroso, 2006).
c. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau tidak
melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu
yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari (Soeroso, 2006.
d. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala ini
umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan
akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang
memeriksa. Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar
hingga jarak tertentu (Soeroso, 2006).
e. Pembesaran sendi (deformitas)
Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar (Soeroso, 2006).
f. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang
biasanya tidak banyak (<100 cc) atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk
permukaan sendi berubah (Soeroso, 2006).
g. Tandatanda peradangan
Tandatanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak,
rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan) dapat dijumpai pada OA
karena adanya synovitis. Biasanya tandatanda ini tidak menonjol dan timbul
pada perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai pada
OA lutut (Soeroso, 2006).
h. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan
ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien
lanjut usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi
tumpuan berat badan terutama pada OA lutut (Soeroso, 2006).
6. Penatalaksanaan
Pengeloaan Osteoartritis berdasarkan atas sendi yang terkena dan berat
ringannya

Osteoartritis

yang

diderita

Osteoartritis terbagi atas 3 hal, yaitu :


1. Terapi non-farmakologis

(Soeroso,

2006).

Penatalaksanaan

a. Edukasi
Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien
dapat mengetahui serta memahami tentang penyakit yang dideritanya,
bagaimana agar penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan agar
persendiaanya tetap terpakai (Soeroso, 2006).
b. Terapi fisik atau rehabilitasi
Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi ini
dilakukan untuk melatih pasien agar persendianya tetap dapat dipakai dan
melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit (Soeroso, 2006).
c. Penurunan berat badan
Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang memperberat OA.
Oleh karena itu, berat badan harus dapat dijaga agar tidak berlebih dan
diupayakan untuk melakukan penurunan berat badan apabila berat badan
berlebih (Soeroso, 2006).

2. Terapi farmakologis
Penanganan terapi farmakologi melingkupi penurunan rasa nyeri yang timbul,
mengoreksi gangguan yang timbul dan mengidentifikasi manifestasi-manifestasi
klinis dari ketidakstabilan sendi ( Felson, 2006 ).
a. Obat Antiinflamasi Nonsteroid ( AINS ), Inhibitor COX-2, dan Asetaminofen
Untuk mengobati rasa nyeri yang timbul pada OA lutut, penggunaan obat AINS
dan Inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif daripada penggunaan asetaminofen.
Namun karena risiko toksisitas obat AINS lebih tinggi daripada asetaminofen,
asetaminofen tetap menjadi obat pilihan pertama dalam penanganan rasa nyeri
pada OA. Cara lain untuk mengurangi dampak toksisitas dari obat AINS adalah
dengan cara mengombinasikannnya dengan menggunakan inhibitor COX-2
( Felson, 2006 ).
b. Chondroprotective Agent
Chondroprotective Agent adalah obat obatan yang dapat menjaga atau
merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obat obatan yang
termasuk dalam kelompok obat ini adalah : tetrasiklin, asam hialuronat,
kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin C, dan sebagainya (Felson, 2006).
3. Terapi pembedahan
Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk mengurangi
rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang
mengganggu aktivitas sehari hari.

DAFTAR PUSTAKA

Buckwalter JA, Saltzman C, Brown T. The impact of osteoarthritis. Clin Orthoped Rel
Res2004:427S: S6S15.
Felson,

David

T.2006.

Osteoarthritis

of

http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcp051726.

the
(diakses:

Knee.
Senin,

Oktober 2012 pukul:06.00 WIB)


Kumar, V., Cotran, R. S., Robbins, S. L. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 7. Jakarta:
EGC.
Lawrence RC, Felson DT, Helmick CG, et al. Estimates of the prevalence of arthritis and
other rheumatic conditions in the United States. Part II. Arthritis Rheum
2008;58(1):2635.
Lethbridge-Cejku M, Helmick CG, Popovic JR. Hospitalizations for arthritis and other
rheumatic conditions: Data from the 1976 National Hospital Discharge Survey.
Medi Care2003;41(12):13671373.
Herunefi, Udi. 2012. Buku Pedoman Keterampilan Klinis untuk Semester 3. FK UNS:
Laboratorium Keterampilan Klinis.
Oliveria SA, Felson DT, Reed JI et al. Incidence of symptomatic hand, hip, and knee
osteoarthritis among patients in a health maintenance organization. Arthritis
Rheum1995;38(8):11341141

Price, S. A., Wilson, L. M. 2010. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6.
Jakarta: EGC.
Sacks JJ, Helmick CG, Langmaid G. Deaths from arthritis and other rheumatic conditions,
United States, 19791998. J Rheumatol 2004;31:18231828.

Anda mungkin juga menyukai