Bahasa merupakan sistem lambang arbiter yang dipergunakan suatu masyarakat untuk
bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana,1982:17). Bahasa digunakan
dalam Setiap interaksi yang berada di lingkungan masyarakat. Keterkaitan bahasa dalam
interaksi masyarakat itulah yang menimbulkan makna. Makna merupakan hubungan antara
bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh para pemakai bahasa sehingga
dapat saling dimengerti (cf. Grice, 1985; Bolinger, 1981:108 dalam Aminuddin). Makna tidak
terlepas dari konseptualisasi, baik secara kolektif maupun individual, sehingga makna dalam
sebuah kosakata antara yang satu dengan yang lain dalam kesadaran pemakainya dapat memberi
asosiasi hubungan tertentu. Makna merupakan gambaran gagasan dari suatu bentuk bahasa. Jenis
makna merupakan berbagai ragam makna yang terdapat dalam sebuah bahasa. Adanya jenis
makna menunjukkan adanya perbedaan makna. Kajian makna lazim disebutsemantik. Istilah
semantik digunakan untuk mempelajari hubungan antara tanda-tanda dengan hal-hal yang
ditandainya yang disebut makna atau arti. Meskipun makna kata itu beraneka ragam, namun
tetap memilki makna dasar (pusat). Penentuan makna dasar bisa dipecahkan dengan melihat
KBBI.
Ragam makna dalam sebuah bahasa dibagi menjadi dua yaitu:
a) Makna leksikal, dibagi menjadi dua:
Makna umum
Makna langsung
Makna khusus
Makna konotatif
Makna kiasan
Makna stilistik
makna afektif
piktoral
Makna reflektif
Makna kolokatif
gereplektif
Makna idiomatis
b) Makna struktural, dibagi menjadi:
Makna garamatikal
Makna tematis
a)
b)
c)
d)
dilihat dari nilai rasa yang terkandung didalamnya, makna kiasan dibedakan atas makna
konotatif, makna stilistik, makna afektif, makna reflektif, makna kolokatif, dan makna idiomatis.
Makna Konotatif
Makna konotatif adalah makna yang tidak langsung menunjukkan hal, benda, atau objek
yang diacunya. Makna konotatif biasanya mengandung perasaan, kenangan, dan tafsiran
terhadap objek lain. Makna konotatif merupakan pemakaian makna yang tidak sebenarnya.
Contoh:
Dialah bunga idamanku seorang.
Di mana ada bunga berkembang, ke sanalah banyak kumbang datang.
Makna kata bunga dapat berubah karena digunakan dalam konteks kalimat. Makna
sebuah kata sering bergantung pada konteks kalimat atau wacana. Makna ini sering disebut
makna kontekstual. Makna kontekstual muncul akibat hubungan ujaran dari situasi pemakainya.
Makna afektif
Makna afektif adalah makna yang timbul akibat reaksi pesapa terhadap penggunaan
bahasa dalam dimensi rasa. Makna afektif adalah makna yang menimbulkan rasa bagi
pendengar. Makna ini berhubungan dengan perasaan yang timbul setelah pesapa mendengar atau
membaca kata sehingga menunjukkan adanya nilai emosional. Makna afektif disebut juga
dengan makna emotif.
Contoh:
Anjing kamu, mampuslah!
Dasar bajingan!
Makna afektif ini lebih terasa dalam bahasa lisan daripada bahasa tulisan. Makna ini
berhubungan dengan nilai rasa atau emosi pemakainya, ada sejumlah kata yang secara
konseptual bermakna sama tetapi secara emosional memiliki nilai rasa yang berbeda.
Makna Stilistik
Stilisitika bertalian dengan gaya bahasa (figurative language) yaitu bahasa kias atau
bahasa indah yang digunakan untuk meninggikan dan meningkatkan pengaruh (efek) dengan
jalan memperkenalkan serta membandingkan sauatu hal dengan hal lain. Gaya bahasa
merupakan penggunaan bahasa yang dapat mengubah serta menimbulkan nilai rasa tertentu.
Makna yang terkandung dalam gaya bahasa disebut makna stilistik atau makna figuratif. Makna
stilistik mencakup berbagai makna, seperti:
- perbandingan:
seperti air di daun keladi
Laksana bulan purnama
Semanis madu, sepahit empedu
- pertentangan,
Contoh:
Aduh, bersihnya kamar ini, puntung rokok dan sobekan kertas bertebaran di lantai.
Olah raga mendaki gunung memang menarik perhatian meskipun sangat berbahaya.
- pertautan:
tolong ambilkan gudang garam itu (=rokok)
Beliau telah pulang kerahmatullah.
Makna Reflektif
Makna reflektif adalah makna yang timbul akibat pesapa menghubungkan makna
konseptual yang satu dengan makna konseptual yang lain sehingga menimbulkan refleksi
(assosiasi) kepada makna lain. Makna ini cenderung mengacu pada hal-hal yang bersifat sakral
(kepercayaan), tabu (larangan), atau tata krama (kesopanan). Makna reflektif yang berkaitan
dengan dengan sakral dan tabu disebut makna piktoral, sedangkan yang berhubungan dengan
kesopanan disebut makna gereplektif.
Contoh:
Makna Piktoral
Makna piktoral adalah makna suatu kata yang berhubungan dengan perasaan pendengar atau
pembaca. Kata-kata yang kurang pantas biasanya dianggap tabu, kurang sopan atau menjijikkan
sehingga penyapa sering dicela sebagai orang yang kurang sopan. Makna piktoral ini dapat pula
menyinggung perasaan pesapa, lebih-lebih jika penyapanya lebih rendah martabat atau
kedudukannya daripada pesapa. Kata-kata yang kurang pantas seperti yang dihubungkan dengan
seks, kotoran, kemtian dan cacat badan, biasanya kata-kata tersebut diganti dengan kata-kata lain
yang lebih pantas dan halus (eufimistis).
Contoh :
buta aksara
= tuna aksara
gelandangan
= tuna wisma
pelacur
= tuna susila
bersetubuh
= bersenggama
bangkai
= jenazah
tewas (pejuang)
= gugur
Makna Gereplektif
Makna gereplektif atau makna pantangan adalah makna yang muncul akibat reaksi pemakai
bahasa terhadap makna lain. Makna ini terdapat pada kata-kata yang berhubungan dengan
kepercayaan masyarakat kepada hal-hal yang bersifat kepercayaan (magis). Kata-kata ini
biasanya dianggap tabu untuk diucapkan sehingga harus diganti dengan kata-kata lain yang
bermakna sama.
Misalnya: jika kita pergi ke hutan malam hari, ada kepercayaan masyarakat untuk tidak
mengucapkan harimau , jika diucapkan bisa bersua. Kata harimau bisa diganti dengan kata
nenek, kyai, datuk atau raja hutan.
Contoh:
darah
= keringat
gajah
= kaki bumbung
ular
= tali, ikat pinggang
e) Makna Kolokatif
Kolokasi adalah seluruh kemungkinan adanya beberapa kata dalam lingkungan yang
sama. Makna kolokatif berhubungan dengan ciri-ciri makna tertentu yang yang dimiliki sebuah
kata dari sejumlah kata yang bersinonim, sehingga kata tersebut hanya cocok untuk digunakan
berpasangan dengan kata tertentu lainnya. Makna kata-kata yang berkolokasi disebut makna
kolokatif. Makna kolokatif lebih banyak berhubungan dengan makna dalam frasa.
Misalnya:
garam, gula cebe, yang berkolokasi dengan bumbu masak.
cantik, molek, berkolokasi dengan wanita.
f) Makna Idiomatis
Idiom atau ungkapan merupakan konstruksi unsur bahasa yang saling memilih. Idiom
adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik
secara leksikal maupun secara gramatikal. Masing-masing unsurnya mempunyai makna yang ada
karena bersama yang lain. Makna yang terdapat dalam idiom disebut makna idiomatis. Makna
idiomatis adalah makna yang tidak bisa diterangkan secara logis atau gramatikal dengan
bertumpu pada kata-kata yang menjadi unsurnya.
menjual gigi tertawa keras-keras
membanting tulang bekerja keras
meja hijau pengadilan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Aminuddin, Tanpa tahun. Semantik: Pengantar Studi tentang Makna. Bandung:CV Sinar Baru.
Djajasudarma, Fatimah. 1993. Semantik 2: Pemahaman Ilmu Makna. Bandung: PT Refika Aditama.
Kridalaksana, Harimurti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
Sudaryat, Yayat. 2008. Makna dalam Wacana. Bandung: CV Yrama Widya.
Universitas Jember. 2009. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Jember: Unit Pelayanan Teknis
Universitas Jember.
2012 (11)
o Juli (1)
o Juni (3)
o Mei (2)
o April (5)
naskah
jenis makna
BAHASA
cerpen cilik
gadis kecil
Mengenai Saya
viacerri aiza
Lihat profil lengkapku
Template Pict