Anda di halaman 1dari 6

Gambaran Umum Perusahaan

Sejarah Perusahaan
PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk didirikan pada 24 Rabius Tsani 1412 H atau 1 November
1991. Pendirian Bank Muamalat Indonesia ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia
(MUI) dan Pemerintah Indonesia. Kegiatan operasi BMI di mulai pada 27 Syawal 1412 H
atau 1 Mei 1992. Setelah dua tahun sejak didirikan, bank Muamalat berhasil mendapatkan
predikat sebagai Bank Devisa tepatnya pada tanggal 27 Oktober 1994. Pengakuan ini
semakin memperkokoh posisi perseroan sebagai bank syariah pertama dan terkemuka di
Indonesia dengan beragam jasa maupun produk yang terus berkembang.
Pada akhir tahun 90an, bank Muamalat terkena dampak krisis moneter. Di tahun 1998, rasio
pembiayaan macet (NPF) mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencatat kerugian sebesar Rp
10 miliar. Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp 39,3 miliar kurang dari sepertiga modal
setor awal. Dalam upaya memperkuat permodalannya, bank Muamalat memperoleh bantuan
dari Islamic Development Bank (IDB) yang berkedudukan di Jeddah, Arab saudi. Pada RUPS
tanggal 21 Juni 1999, IDB secara resmi menjadi salah satu pemegang saham bank Muamalat.
Dalam kurun waktu 1999-2002, bank Muamalat berhasil mengubah kondisi dari rugi
menjadi laba melalui upaya dan dedikasi setiap kru Muamalat, kepemimpinan yang kuat,
strategi pengembangan usaha yang tepat, serta ketaatan terhadap pelaksanaan perbankan
syariah secara murni.
Pada akhir tahun 2004, bank Muamalat tetap merupakan bank syariah terkemuka di Indonesia
dengan jumlah aktiva sebesar Rp 5,2 triliun, modal pemegang saham sebesar Rp 269,7 miliar
serta perolehan laba bersih sebesar Rp 48,4 miliar. Saat ini, BMI merupakan satu-satunya
bank syariah yang telah membuka cabang luar negeri yaitu Kuala Lumpur, Malaysia. Dalam
upaya aksesibilitas nasabah di Malaysia, BMI melakukan kerjasama melalui jaringan
Malaysia Electronic Payment System (MEPS) sehingga layanan dapat diakses di lebih dari
2000 ATM di Malaysia. Sebagai Bank Pertama Murni Syariah, bank Muamalat berkomitmen
untuk menghadirkan layanan perbankan yang tidak hanya comply terhadap syariah, namun
juga kompetitif dan aksesibel bagi masyarakat hingga pelosok nusantara. Komitmen
tersebut diapresiasi oleh pemerintah, media massa, lembaga nasional, dan internasional serta
masyarakat luas melalui lebih dari 70 award bergengsi yang diterima oleh BMI dalam 5 tahun
terakhir. Penghargaan yang diterima antara lain Best Islamic Bank in Indonesia 2009 oleh
Islamic Finance News (Kuala Lumpur), Best Islamic Financial Institution in Indonesia 2009
oleh Global Finance (New York) serta The Best Islamic Finance House in Indonesia 2009
oleh Alpha South East Asia (Hong Kong)

Teknik Pengelolaan Risiko


Pada prinsipnya, terdapat empat teknik pengelolaan risiko secara klasik. Keempat teknik
tersebut adalah penghindaran risiko, pengurangan risiko, menahan risiko, dan mentransfer
risiko
1. Menghindari Risiko
Penghindaran risiko adalah tindakan bank untuk tidak melakukan kegiatan tertentu
yang mengandung risiko yang tidak diinginkan. Pada dasarnya, tidak ada manusia yang bisa
menghindari risiko, demikian halnya dengan bank. Oleh karena itu, bank dapat menghindari
beberapa risiko dengan tidak memasuki wilayah bisnis atau kegiatan tertentu. Hal terpenting
adalah kemampuan bank melakukan studi dan identifikasi risiko.
Risiko Pembiayaan Berbasis Natural Certainty Contracts (NCC)
Adalah risiko pembiayaan dari transaksi yang memiliki kepastian pendapatan baik jumlah
maupun waktunya dan pihak-pihak yang bertransaksi saling menukarkan asetnya.
Pembiayaan berbasis NCC, yaitu:
Murabahah
Risiko yang timbul dari pembiayaan murabahah, diantaranya:
- Default atau kelalaian diakibatkan oleh nasabah yang tidak membayar angsuran dengan
sengaja.
- Penundaan kewajiban pembayaran pada waktu jatuh tempo yang disebabkan oleh
ketidakmampuan nasabah menimbulkan kerugian bagi bank, karena bank tidak
diperbolehkan menerima tambahan pendapatan dari keterlambatan tersebut melainkan
menunggu hingga nasabah mampu membayar angsurannya.
- Fluktuasi harga komparatif.
- Penolakan nasabah terhadap barang yang dibeli karena rusak atau tidak sesuai dengan
spesifikasi dari permintaan nasabah.
Ijarah
Risiko yang timbul dari pembiayaan ijarah, diantaranya:
- Dalam hal barang yang disewakan adalah milik bank, ketiadaan nasabah akan menimbulkan
risiko tidak produktifnya aset ijarah.
- Dalam hal barang yang disewakan adalah bukan milik bank, timbul risiko kerusakan barang
diluar pemakaia normal.
- Dalam hal jasa tenaga kerja yang disewakan bank kepada nasabah memungkinkan
timbulnya risiko ketidaksesuaian nasabah terhadap performance pemberi jasa.
Salam dan Istishna
Risiko yang timbul dari pembiayaan salam dan istishna,
diantaranya:
- Risiko gagal-serah barang.
- Risiko jatuhnya harga barang.
Risiko Pembiayaan Berbasis Natural Uncertainty Contracts (NUC)
Adalah risiko pembiayaan dari transaksi yang belum memiliki kepastian pendapatan baik
jumlah maupun waktunya dan pihak-pihak yang bertransaksi saling mencampurkan asetnya
menjadi satu kesatuan untuk mendapatkan keuntungan serta risiko ditanggung bersama.
Pembiayaan berbasis NUC, yaitu mudharabah dan musyarakah.
Risiko yang timbul dari pembiayaan mudharabah dan musyarakah, diantaranya:
- Asymmetric information problem, yaitu kecenderungan salah satu pihak lebih banyak
menguasai informasi bersikap tidak jujur.
- Side streaming, yaitu nasabah tidak mengelola dana sesuai dengan kontrak perjanjian.
- Kelalaian dan kesalahan yang disengaja.

Risiko Pembiayaan Korporasi


Kompleksitas dan volume pembiayaan korporasi menimbulka risiko tambahan selain risiko
terkait produk, yaitu:
a) Risiko Perubahan Kondisi Bisnis Nasabah Setelah Pencairan Pembiayaan Adalah
risiko yang dapat timbul dari perubahan kondisi bisnis nasabah setelah pencairan biaya,
diantaranya:
1) Over Trading
Terjadi ketika nasabah mengembangkan volume bisnis yang besar dengan dukungan modal
yang kecil.
2) Adverse Trading
Terjadi ketika nasabah mengembangkan bisnisnya dengan kebijakan melakukan pengeluaran
tetap yang besar setiap tahunnya sedangkan volume penjualannya tidak stabil. Dalam
keadaan ini, posisi nasabah lemah dan berisiko tinggi.
3) Liquidity Run
Terjadi ketika nasabah mengalami kesulitan likuiditas karena kehilangan sumber pendapatan
dan peningkatan pengeluaran yang tidak terduga. Keadaan ini akan mempengaruhi
kemampuan nasabah dalam menyelesaikan kewajibannya kepada bank.
b) Risiko Analisis Bank
1) Analisis Pembiayaan yang Keliru
Terjadi karena kesalahan dalam pengambilan keputusan pembiayaan dari informasi yang
tersedia. Kekeliruan bukan karena perubahan kondisi nasabah yang tidak terduga tetapi
nasabah yang bersangkutan berisiko tinggi.
2) Creative Accounting
Terjadi karena adanya kecurangan dari pihak nasabah melalui penggunaan kebijakan
akuntansi perusahaan yang memberikan keterangan tidak sesuai dengan laporan keuangan
yang sebenarnya. Seperti, menggambarkan keuntungan lebih besar, aset lebih bernilai,
pengurangan kewajiban pada neraca keuangan.
3) Karakter Nasabah
Terjadi karena adanya kesengajaan dari pihak nasabah untuk menciptakan pembiayaan macet
dan bank belum secara objektif memberikan penilaian terhadap karakter nasabah.
2. Mengurangi Risiko
Pengurangan risiko penting dilakukan oleh bank agar dapat menekan besarnya risiko.
Teknik ini dapat dilakukan dengan cara pengurangan kemungkinan terjadinya peril (risiko
yang menjadi kenyataan) atau menekan besarnya dampak bila peril terjadi.
a. Risiko Tingkat Suku Bunga
Adalah risiko yang terjadi sebagai akibat dari fluktuasitingkat bunga. Meskipun bank syariah
tidak menetapkan tingkat bunga baik dari sisi pendanaan maupun dari sisi pembiayaan,
namun bank syariah tidak terlepas dari risiko tingkat bunga. Hal ini disebabkan pasar yang
dijangkau oleh bank syariah tidak hanya untuk nasabah-nasabah yang memiliki tingkat
keloyalan penuh terhadap syariah sehingga terdapat kemungkinan bank syariah menghadapi
beberapa kondisi, diantaranya:
1) Direct Competitor Market Rate (DCMR) yaitu tingkat bagi hasil dari bank-bank yang
menjalankan usaha dengan prinsip syariah.
2) Indirect Copetitor Market Rate (ICMR) yaitu tingkat bunga pada bank-bank konvensional.
3) Expected Competitive Return for Investor, yaitu hasil investasi yang kompetitif yang
diharapkan oleh investor.

Dari kondisi tersebut, interest rate risk timbul jika bagi hasil pendanaan syariah lebih kecil
dari tingkat bunga atau pada sisi pembiayaan, jika margin yang dikenakan lebih besar dari
tingkat bunga maka nasabah dapat beralih pada bank konvensional.
b. Risiko Pertukaran Mata Uang
Adalah risiko yang terjadi sebagai akibat dari fluktuasi nilai tukar terhadap rugi laba bank.
Hal ini karena bank syariah tidak terlepas dari adanya posisi dalam valuta asing meskipun
aktivitas treasury syariah tidak terpengaruh risiko kurs secara langsung.
c. Risiko Harga
Adalah risiko yang terjadi sebagai akibat dari perubahan harga. Pada bank syariah, risiko
harga timbul dari perubahan harga atas instrumen keuangan (obligasi syariah dan reksadana
syariah) dan komoditas.
d. Risiko Likuiditas
Adalah risiko yang disebabkan oleh ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajibannya
pada saat jatuh tempo.
Risiko likuiditas yang dihadapi bank syariah, diantaranya:
1) Turunnya kepercayaan nasabah terhadap sistem perbankan syariah.
2) Turunnya kepercayaan nasabah pada bank syariah yangbersangkutan.
3) Dalam mudharabah kontrak, memungkin nasabah untuk menarik dananya kapan saja.
4) Mismatcing antara dana jangka pendek dengan pembiayaan jangka panjang.
5) Keterbatasan instrumen keuangan untuk solusi likuiditas.
Risiko Pasar
Risiko kerugian yang terjadi pada portofolio yang dimiliki bank akibat adanya pergerakan
variabel pasar berupa suk bunga dan nilai tukar. Risiko pasar mencakup empat hal, yaitu:
Risiko Operasional
Adalah risiko yang disebabkan oleh ketidakcukupan atau tidak berfungsinya proses internal,
kesalahan manusia, kegagalan sistem dan adanya problem eksternal yang mempengaruhi
operasional bank. Risiko operasional mencakup lima hal, yaitu:
1. Risiko Reputasi
Adalah risiko yang disebabkan oleh adanya publikasi negatif terkait dengan kegiatan bank
atau persepsi negatifterhadap bank.
2. Risiko Kepatuhan
Adalah risiko yang disebabkan oleh tidak dipatuhinya ketentuan-ketentuan yang ada, baik
ketentuan internal maupun eksternal.
3. Risiko Strategik
Adalah risiko yang disebabkan oleh ketidaktepatan dalam hal penetapan dan pelaksanaan
strategi bank, pengambilan keputusan bisnis, dan ketidakpatuhan bank dalam melaksanakan
perubahan perundang-undangan atau ketentuan lain yang berlaku.
4. Risiko Transaksi
Adalah risiko yang disebabkan oleh permasalahan yang timbul dalam pelayanan atau produkproduk yang disediakan. Diantaranya, yaitu kekeliruan dalam penetapan akad, kesempurnaan
akad, dan sistem teknologi informasi dari bank tersebut.
5. Risiko Hukum
Adalah risiko yang disebabkan oleh kelemahan aspek yuridis. Diantaranya, yaitu adanya
tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung dan kelemahan
perjanjian sehingga tidak terpenuhinya syarat keabsahan suatu kontrak.

3. Menahan Risiko
Menahan terhadap risiko dilakukan karena dua sebab. Pertama, bank secara sadar
ingin mempertahankan risiko dan mengelolanya sendiri. Dengan pertimbangan didasarkan
atas efektivitas biaya dan selama manajemen memiliki kemampuan serta sumber daya untuk
mengelola sehingga dapat memberikan hasil yang lebih tinggi dari risiko itu sendiri. Kedua,
bank tidak mengetahui risiko tersebut sehingga risiko yang tidak teridentifikasi tidak akan
dikelola.
4. Mentransfer Risiko
Mentransfer atau pengalihan risiko dilakukan dengan cara memindahkan risiko dari
satu pihak ke pihak lainnya dengan tujuan bisnis, seperti asuransi.
Akibat pemindahan risiko menimbulkan biaya. Terdapat dua macam biaya yang
ditanggung bank akibat mengalihkan risiko kepada pihak lain. Biaya berupa premi yang
harus dibayarkan kepada pihak penanggung risiko dan biaya berupa hilangnya kesempatan
untuk mendapatkan keuntungan dengan menanggung risiko.

a) Analisa laporan Keuangan


Bank melakukan analisa rasio-rasio keuangan dari laporan keuangan calon nasabah. Untuk
meminimalisasi risiko, bank tidak hanya menginginkan laporan periode tahun sebelumnya,
namun juga laporan keuangan terkini sehingga informasi mengenai kondisi keuangan calon
nasabah cukup up to date untuk digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan. Dalam menganalisa laporan keuangan, bank memiliki penekanan
yang berbeda antara perusahaan manufaktur atauindustri dengan perusahaan jasa. Analisa
laporan keuangan pada perusahaan manufaktur lebih ditekankan pada profitabilitas terkait
kualitas profit yang diperoleh, hal ini menjadi penting karena profit berkaitan langsung
terhadap kontinuitas produksi yang menjadi sumber pengembalian.
Sedangkan pada perusahaan jasa, bank menekankan analisanya pada kualitas asset untuk
mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai kondisi perusahaan.
b) Analisa kebutuhan pembiayaan
Bank melakukan analisa kebutuhan pembiayaan calon nasabah secara keseluruhan, sehingga
akan diketahui apakah pembiayaan yang diperlukan perusahaan bersifat insidentil atau
permanen. Selain itu, bank juga menilai jumlah pembiayaan yang diajukan perusahaan layak
untuk diberikan atau tidak dengan memperhatikan cashflow, siklus, dan kondisi calon
nasabah.
c) Analisa jaminan
Bank menganalisa jaminan dari calon nasabah secara teliti dan akurat mengenai kepemilikan,
letak, kondisi, dan nilai likuidasi.
d) Analisa risiko
Bank menganalisa risiko-risiko yang mungkin terjadi dari kegiatan usaha calon nasabah.
Selain itu, bank juga melakuka analisa sensitifitas yang bertujuan untuk melihat pengaruh
perubahan pendapatan dan biaya operasional terhadap kemungkinan risiko yang dialami
calon nasabah.
e) Perhitungan APR
Account Profitability Ratio (APR) merupakan perhitungan yang digunakan untuk mengetahui
seberapa besar keuntungan atau kontribusi yang dapat disumbangkan nasabah kepada bank
atas pembiayaan yang diberikan. Oleh karenanya, bank dapat mengetahui bahwa pricing
(bagi hasil) cukup menguntungkan dan kompetitif atau tidak.

Anda mungkin juga menyukai