Anda di halaman 1dari 5

1

PENURUNAN BOD DAN COD PADA AIR LIMBAH


KATERING MENGGUNAKAN KONSTRUKSI
WETLAND SUBSURFACE-FLOW DENGAN
TUMBUHAN KANA
(Canna indica)
Anindita Laksmi Prabowo dan Sarwoko Mangkoedihardjo
Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: prosarwoko@gmail.com
AbstrakIndustri katering adalah sebuah industri jasa
servis makanan yang sangat potensial dan akan terus
mengalami perkembangan. Semakin banyaknya usaha katering
maka dipastikan air limbah yang dihasilkan akan menjadi
suatu permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian. Air
limbah yang dihasilkan oleh katering di Kelurahan Bendul
Merisi, Kecamatan Wonocolo, Surabaya
memiliki
karakteristik BOD sebesar 540 mg/L dan COD sebesar 752
mg/L. Untuk menurunkan kandungan BOD dan COD dalam
air limbah katering digunakan konstruksi subsurface flow
wetland dan tumbuhan Kana (Canna indica). Sampel air
limbah yang digunakan adalah sampel air limbah asli tanpa
dilakukan pengenceran. Variasi yang digunakan adalah variasi
debit air limbah dan varisi kerapatan tumbuhan. Variasi debit
air limbah yang digunakan sebesar 8 L/hari dan 10 L/hari ,
adapun variasi kerapatan yang digunakan adalah 500 mg/cm2
dan 1000 mg/cm2. Parameter yang dianalisis adalah kadar
BOD, COD dan pH, Penelitian ini dilakukan selama 12 hari
dengan pengambilan data setiap 2 hari sekali. Dari hasil
penelitian, efisiensi penurunan yang optimum pada COD
sebesar 75%, dan pada BOD sebesar 87%. Didapatkan pula
rasio BOD/COD optimum sebesar 0,99 pada kerapatan
500 mg/cm2 pada debit 8 liter, dengan waktu detensi 10 hari.
Kata Kunci Air limbah katering, Canna indica, Konstruksi
wetland, Subsurface-flow

I. PENDAHULUAN

ndustri katering adalah sebuah industri jasa servis


makanan yang sangat potensial. Semakin banyaknya
usaha katering maka dapat dipastikan air limbah yang
dihasilkan akan menjadi suatu permasalahan yang perlu
mendapatkan perhatian. Air limbah katering memiliki
karakteristik air limbah yang sama dengan restaurant di
mana air limbah dihasilkan dari kegiatan pencucian
peralatan makanan dan sisa makanan, dan pencucian
pengolahan makanan serta dari buangan lain yang bersumber
dari kamar mandi dan kakus (Suhardjo, 2008). Menurut
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 112 (2003) air
limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha
dan atau kegiatan pemukiman (real estate), rumah makan
(restaurant), perkantoran, perniagaan, apartemen dan
asrama.
Air limbah dari bahan makanan termasuk buangan organik
yang dapat terdegradasi oleh mikroorganisme dan akan

terurai menjadi senyawa yang mudah menguap dan berbau


busuk (Yasril, 2009). Namun apabila air limbah tersebut
terus menerus dibuang ke lingkungan maka akan terjadi
perkembangbiakan mikroorganisme yang berlebihan
sehingga pendegradasian air buangan tersebut tidak akan
terjadi secara maksimal yang dapat mengakibatkan
pencemaran lingkungan.
Air limbah katering merupakan salah satu air buangan
yang memiliki kontribusi dalam menimbulkan pencemaran.
Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan untuk suatu solusi
untuk mengolah air limbah, yang memiliki tingkat efisiensi
yang tinggi, murah dan mudah. Salah satu alternatif yang
akan digunakan adalah wetland. Constructed wetland
merupakan area lahan basah buatan yang dikontrol dan
dikelola oleh manusia, di mana lahan basah yang dibuat
dipergunakan untuk keperluan filtrasi air buangan dengan
menggunakan tumbuhan, aktivitas mikroorganisme dan
proses alami lainnya (Pancawardhani, 2004). Wetland ini
bersifat murah, dapat meremediasi kandungan organik dan
memiliki efektivitas penurunan yang tinggi, selain itu
wetland ini juga dapat menambah estetika sehingga dapat
menciptakan lingkungan yang lebih asri (Kusrijadi, 2010).
Tumbuhan yang akan digunakan adalah tumbuhan hias
yaitu kana (Canna indica) karena tumbuhan kana mudah
dalam perawatan, dan mudah tumbuh dengan iklim di
Indonesia. Menurut Brix dalam Heers (2006) bunga kana
(Canna indica) hanya dapat hidup pada lahan dengan air
yang dangkal atau tanah yang lembab, oleh karena itu bunga
kana tidak cocok untuk konstruksi wetland dengan aliran
permukaan (Surface flow). Tujuan dari penelitian ini adalah
mendapatkan nilai removal BOD dan COD yang optimum
dengan menggunakan metode wetland dan mendapatkan
waktu detensi dan kerapatan tumbuhan yang optimum pada
pengolahan limbah menggunakan metode wetland dengan
tumbuhan kana.
II. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan skala laboratorium untuk
menguji kemampuan tumbuhan kana (Canna indica) dalam
meremediasi BOD dan COD dalam air limbah katering dan
seberapa besar penurunan konsentrasi BOD dan COD dalam
air limbah. Analisis pada penelitian ini dialakukan secara
duplo atau pengukuran berulang dengan menggunakan

8 L/hari

10 L/hari

Hari

500
mg/cm2

1000
mg/cm2

0
2
4
6
8
10
12

8.2
8.3
8.1
8.5
8.8
9.2
8.5

8.2
7.2
8.5
8.7
8.9
9
8.7

500
mg/cm2

1000
mg/cm2

8.2
8
7.7
8.7
9
9.7
8.9

8.3
8.1
7.9
8.8
9.1
9.5
8.7

Inlet
Limbah

pH
7.7
7.1
7.8
7.7
7.6
8.9
8.5

Berdasarkan hasil pengamatan, nilai pH pada air limbah


mengalami perubahan pada effluent. Air limbah pada hari
ke-0 hingga hari ke-12 selalu mengalami kenaikan menjadi
lebih basa, hal ini dikarenakan tumbuhan melakukan
fotosintesis dengan mengambil H+ dan melepaskan OH-,
sehingga menyebabkan kenaikan pada pH. Hayyu (2012)
menambahkan bahwa pada proses netralisasi pH, seringkali
tumbuhan disebut sebagai buffer pH, di mana pada kondisi
pH asam maupun basa tumbuhan mampu menyesuaikan diri
dan mampu menetralisir kondisi pH
D. Analisa Penurunan BOD (Biochemical Oxygen
Demand)
Analisis BOD dilakukan dengan menggunakan metode
BOD 5 day test, analisa dilakukan pada debit 8 L/hari dan
10 L/hari dengan variasi kerapatan 500 mg/cm2 dan
1000 mg/cm2, serta pada inlet. Analisis BOD dilakukan
dengan pengambilan sampel di setiap effluent reaktor serta
pada inlet air limbah. Penurunan pada BOD terjadi
dikarenakan kandungan organik yang terdapat pada air
limbah dihilangkan oleh aktivitas mikroorganisme yang
merubah menjadi nutrien untuk tumbuhan, kemudian nutiren
akan dimanfaatkan oleh tumbuhan.
Tabel 2. Efisien penurunan BOD pada debit 8 L/hari

1000
mg/cm

500
mg/cm

Efisiensi Penurunan Kadar


BOD
Reaktor Debit 8 L/hari

Kadar BOD (mg/L)

1000
mg/cm

B. Tahap Aklimatisasi Tumbuhan


Aklimatisasi tumbuhan adalah proses adaptasi suatu
organisme dengan lingkungan sekitar sehingga tumbuhan
dapat menyesuaikan diri dan dapat tumbuh dengan baik pada
lingkungan yang baru. Hal ini ditunjukkan dengan tumbuhan
Kana yang memiliki daun yang berwarna hijau dan muncul
daun-daun muda yang baru. Tahap aklimatisasi dapat dilihat
pada Gambar 1.

Tabel 1. Nilai pH pada reaktor uji dan inlet

500
mg/cm

A. Karakteristik Sampel
Pada penelitian ini air limbah yang digunakan berasal dari
perusahaan katering yang akan digunakan merupakan salah
satu katering yang terletak di kelurahan Bendul Merisi,
kecamatan Wonocolo memiliki luas bangunan 2640 m2.
Setelah dilakukan analisis awal air limbah yang dihasilkan
oleh katering ini memiliki karakteristik BOD sebesar 540
mg/L, COD sebesar 752 mg/L dan pH 6,2.
Air limbah yang digunakan adalah limbah asli tanpa
dilakukan pengenceran. Sehingga terjadinya perubahan pada
konsentrasi tiap parameter sangat mungkin untuk terjadi di
mana perubahan tersebut menyesuaikan dengan aktivitas di
katering. Oleh karena itu dilakukan analisis pada inlet dan
effluent reaktor setiap pengambilan sampel.

C. Analisa pH Air Limbah


Analisa pH bertujuan untuk mengetahui perubahan pH pada
inlet air limbah dengan pH pada effluent. Analisa pH
dilakukan setiap 2 hari sekali dengan menggunakan pH
meter, air limbah yang akan diuji diambil sebanyak 50 mL.
Data hasil pengukuran nilai pH dapat dilihat pada Tabel 1.

Inlet

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Tahap aklimatisasi pada tumbuhan Kana

Hari

sampel yang sama. Parameter yang diuji adalah kandungan


BOD,COD dan pH. Variabel yang digunakan adalah debit
yaitu
sebesar
8 L/hari dan 10 L/hari dan kerapatan sebesar 500 mg/cm2
dan 1000 mg/cm2. Tahapan penelitian yang akan dilakukan
adalah:
1. Analisa awal karakteristik air limbah catering.
2. Aklimatisasi tumbuhan. Tujuannya adalah agar tumbuhan
dapat beradaptasi dengan lingkungan yang baru.
Aklimatisasi tumbuhan dilakukan selama 14 hari dengan
menggunakan media tanah serta menggunakan air limbah
katering sebagai air siram tumbuhannya, yang dilakukan
pada bak plastik dengan diameter 24 cm dan tinggi
25 cm. Media tanah yang digunakan setinggi 6 cm yang
disesuaikan dengan ketinggian tanah pada reaktor.
3. Pembuatan reaktor wetland dengan aliran dalam dan
dilakukan secara continue. Media tanam yang digunakan
adalah tanah dikarenakan tanah memiliki nutrisi yang
cukup bagi tumbuhan untuk tumbuh, dan sebagai media
penyangga yang digunakan adalah kerikil.
4. Pengamatan terhadap penurunan kandungan BOD, COD
dan pH pada air limbah, yang dilakukan setiap 2 hari
sekali selama 12 hari. Kandungafn BOD dianalisa dengan
menggunakan BOD 5 day test dan untuk COD
menggunakan metode closed refluks titrimetric.

3
210
754
111
125
140
439
353

64%
70%
33%
61%
77%
20%
58%

56%
31%
33%
85%
77%
31%
21%

Berdasarkan Tabel 2 dan Tabel 3 efisiensi penurunan


BOD pada debit 8 L/hari dengan variasi kerapatan 500
mg/cm2 dapat mencapai hingga 66% pada hari ke 8. Hal ini
disebabkan karena jumlah mikroorganisme dalam wetland
tidak terlalu banyak sehingga tingkat removal BOD rendah.
Sedangkan pada kerapatan 1000 mg/cm2 dapat menurunkan
BOD hingga 85% pada hari ke-6. Pada debit 10 L/hari
dengan variasi kerapatan 500 mg/cm2 efisiensi penurunan
BOD tertinggi sebesar 87% pada hari ke-8, sedangkan pada
kerapatan
1000 mg/cm2 dapat menurunkan BOD hingga 86% pada hari
ke-8. Efisiensi penurunan yang cukup tinggi pada kerapatan
1000 mg/cm2 dikarenakan semakin luasnya daerah rizosfer
yang terbentuk, sehingga mikroorganisme yang hidup juga
semakin banyak. Grafik efisiensi penurunan dapat dilihat
pada Gambar 2.
Tabel 3. Efisien penurunan BOD pada debit 10 L/hari
Efisiensi Penurunan
Kadar BOD

Kadar BOD (mg/L)

500
mg/cm2

1000
mg/cm2

500
mg/cm2

1000
mg/cm2

477
1099
166
851
620
641
447

134
767
139
187
79
344
339

114
192
139
145
87
475
397

72%
30%
17%
78%
87%
46%
24%

76%
83%
17%
83%
86%
26%
11%

E. Analisa Penurunan COD (Chemical Oxygen Demand)


Analisis kadar COD menggunakan metode Closed Refluks
Titrimetric, analisis dilakukan pada reaktor uji dengan debit
8 L/hari dan 10 L/hari dengan variasi kerapatan 1000
mg/cm2 dan 500 mg/cm2, serta pada inlet air limbah.
Penurunan pada COD terjadi dikarenakan adanya proses
sedimentasi pada wetland dan untuk COD terlarut
dihilangkan oleh aktivitas mikroorganisme yang merubah
menjadi nutrien untuk tumbuhan, kemudian nutiren akan
dimanfaatkan oleh tumbuhan.
Pada debit 8 L/hari dengan variasi kerapatan 500 mg/cm2
dapat menurunkan COD dengan efisiensi penurunan
tertinggi sebesar 60% yang terjadi pada hari ke-8. Hal ini
dikarenakan kandungan organik yang telah diserap oleh
tumbuhan Kana digantikan oleh eksudat dari tumbuhan
sehingga terjadi penambahan kandungan organik pada
reaktor yang mengakibatkan efisiensi penurunannya rendah.
Eksudat merupakan suatu senyawa organik yang dikeluarkan
oleh akar tumbuhan yang terjadi pada lingkungan rizosfir
yang merupakan habitat untuk hidup dan berkembang bagi
berbagai jenis mikroorganisme (Sorensen, 1997).
Pada debit 10 L/hari dengan variasi kerapatan 500
mg/cm2 sebesar 57% pada hari ke 10. Untuk kerapatan 1000
mg/cm2 efisiensi penurunan dapat mencapai hingga 57%
yang terjadi pada hari ke-0. Pada kerapatan 1000 mg/cm2
dan 500 mg/cm2 mengalami efisiensi penurunan kadar COD
yang sangat kecil, yaitu sebesar 20% dikarenakan air limbah
yang masuk memiliki kadar COD rendah sebesar 857 mg/L
sedangkan pertumbuhan mikroorganisme meningkat
sehingga mengakibatkan mikroorganisme tidak mendapatkan
makanan yang cukup dan akan mati, sehingga kinerja
mikroorganisme dalam mereduksi COD dalam air limbah
mengalami penurunan.
Tabel 4. Efisien penurunan COD pada debit 8 L/hari

(a)

Kadar COD (mg/L)

Efisiensi Penurunan
Kadar COD

500
mg/cm2

1000
mg/cm 2

Reaktor Debit 8 L/hari


1000
mg/cm2

0
2
4
6
8
10
12

Inlet

Hari

Reaktor Debit 10 L/hari

(b)
Gambar 2. Efisiensi Penurunan BOD pada Debit 8 L/hari
(a) dan 10 L/hari (b)

500
mg/cm2

172
332
111
332
140
510
188

Inlet

477
1100
166
851
620
641
447

Hari

0
2
4
6
8
10
12

480

309

343

36%

29%

2
4

1200
1371

857
686

857
343

29%
50%

29%
75%

4
Tabel 6. Rasio BOD/COD pada debit 8 L/hari

Inlet

500
mg/cm2

1000
mg/cm2

210
754
111
125
140
439
353

BOD/COD Ratio

1000
mg/cm2

172
332
111
332
140
510
188

Kadar COD (mg/L)


500
mg/cm2

Kadar BOD (mg/L)

Inlet

58%
60%
57%
25%

1000
mg/cm2

50%
60%
57%
50%

500
mg/cm2

429
343
514
514

Inlet

514
343
514
343

Hari

1029
857
1200
686

6
8
10
12

480
1200
1371
1029
857
1200
686

309
857
686
514
343
514
343

343
857
343
429
343
514
514

0.99
0.92
0.12
0.83
0.72
0.53
0.65

0.56
0.39
0.16
0.65
0.41
0.99
0.55

0.61
0.88
0.32
0.29
0.41
0.85
0.69

Tabel 5. Efisien penurunan COD pada debit 10 L/hari

1000
mg/cm2

500
mg/cm2

1000
mg/cm2

Reaktor Debit 10 L/hari


500
mg/cm2

0
2
4
6
8
10
12

Efisiensi Penurunan
Kadar COD

Inlet

Hari

Kadar COD (mg/L)

480
1200
1371
1029
857
1200
686

274
857
686
514
686
514
343

206
857
686
343
686
686
514

43%
29%
50%
50%
20%
57%
50%

57%
29%
50%
67%
20%
43%
25%

0
2
4
6
8
10
12

477
1100
166
851
620
641
447

Pada Tabel 6 dapat dilihat rasio BOD/COD dengan


variabel kerapatan 500 mg/cm2 dengan dilakukan
pengolahan selama 12 hari, rasio BOD/COD menjadi
biodegradable di mana rasio BOD/COD berkisaran antara
0,16 hingga 0,99. Pada hari ke-4 rasio BOD/COD bernilai
0,16 di mana rasio BOD/COD ini mendekati zona toksik hal
ini dikarenakan kandung COD masih terlalu besar sehingga
kadar BOD tidak dapat mengimbangi. Pada rasio BOD/COD
dengan variabel kerapatan 1000 mg/cm2 dengan dilakukan
pengolahan selama 12 hari, rasio BOD/COD masih dalam
zona biodegradable di mana nilai rasio BOD/COD
berkisaran antara 0,29-0,88.
Tabel 7. Rasio BOD/COD pada debit 10 L/hari

(b)
Gambar 2. Efisiensi Penurunan COD pada Debit 8 L/hari (a)
dan 10 L/hari (b)
F. Rasio BOD/COD
Menurut Mangkoedihardjo dan Samudro (2010), rasio
BOD/COD merupakan indikator dari efek keluaran zat
organik yang terkandung di dalam air, air limbah, lindi,
kompos dan material-material lain yang serupa yang terjadi
di lingkungan baik di lingkungan alam maupun di
lingkungan buatan manusia. Perhitungan BOD/COD
dilakukan untuk mengetahui kondisi air limbah termasuk
dalam zona toksik, zona biodegradable atau zona stabil
sehingga dapat diketahui pengolahan yang perlu dilakukan
lebih lanjut untuk dapat menurunkan kandungan BOD dan
COD.

Inlet

500
mg/cm2

1000
mg/cm2

114
192
139
145
87
475
397

500
mg/cm2
1000
mg/cm2
134
767
139
187
79
344
339

1000
mg/cm2

477
1100
166
851
620
641
447

BOD/COD Ratio

500
mg/cm2

0
2
4
6
8
10
12

Kadar COD
(mg/L)
Inlet

(a)

Inlet

Hari

Kadar BOD
(mg/L)

480
1200
1371
1029
857
1200
686

274
857
686
514
686
514
343

206
857
686
343
686
686
514

0.99
0.92
0.12
0.83
0.72
0.53
0.65

0.49
0.90
0.20
0.36
0.11
0.67
0.99

0.56
0.22
0.20
0.42
0.13
0. 69
0.77

Pada rasio BOD/COD dengan variabel kerapatan


500 mg/cm2 dengan dilakukan pengolahan selama 12 hari,
rasio BOD/COD berkisaran antara 0,11 hingga 0,99. Pada
hari ke 8 rasio BOD/COD bernilai 0,11 di mana rasio
BOD/COD ini memasuki zona toksik hal ini dikarenakan
kandungan COD diatas 500 mg/L sedangkan kandungan
BOD hanya 79 mg/L. oleh karena itu kandungan COD pada
air limbah masih terlalu besar sehingga kadar BOD tidak
dapat mengimbangi. Pada rasio BOD/COD dengan variabel
kerapatan 1000 mg/cm2 dengan dilakukan pengolahan
selama 12 hari, nilai rasio BOD/COD berkisaran antara 0,13
hingga 0,77.
Menurut Mangkoedihardjo dan Samudro (2010) eksudat
tumbuhan yang keluar melalui akar memiliki kandungan
asam organik, fenol, ensim dan protein yang semuanya
mudah untuk diuraikan secara mikrobial. Suatu limbah
organik dengan rasio BOD/COD yang kecil apabila
bercampur dengan eksudat yang memiliki rasio BOD/COD
yang tinggi akan menghasilkan limbah organik yang mudah
terurai secara mikrobial.

5
IV. KESIMPULAN/RINGKASAN
Dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat
disimpulkan bahwa persentase penurunan BOD dan COD
yang optimum sebesar 75% dan 87%. Kerapatan dan waktu
detensi yang optimum dalam penurunan BOD dan COD
adalah 500 mg/cm2 pada debit 8 liter, dengan waktu detensi
10 hari. dengan rasio BOD/COD sebesar 0,99
DAFTAR PUSTAKA
[1]

[2]

[3]

[4]
[5]
[6]

[7]
[8]

[9]

Hayyu, A. dan Mangkoedihardjo, S. 2012. Paper Pengaruh Variasi


pH Terhadap Removal Logam Berat Timbal (Pb2+) oleh Helikonia
(Heliconia psittacorum) di Kelurahan Tambak Wedi, Kecamatan
Kenjeran, Surabaya. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Surabaya.
Heers, M. 2006. Constructed Wetland Under Different Geographic
Conditions: Evaluation of The Suitability and Criteria For The
Choice of Plants Including Productive Species. Hamburg University.
Jerman
Kusrijadi, A., Mudzakir. A., dan Fatima S. S. 2010. Peningkatan
Kualitas Sanitasi Lingkungan Berbasis Fitoremediasi. Jurnal UPI
No. 10.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003.
Mangkoedihardjo, S., dan Samudro, G. 2010. Fitoteknologi Terapan.
Yogyakarta : Graha Ilmu
Pancawardani, F. 2004. Uji Tumbuhan Heliconia Rostrata dan
Cyperus papyrus dalam Mereduksi COD dan COD Limbah KM/WC
dan Kantin ITS Surabaya. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Lingkungan
ITS. Surabaya.
Sorensen, J. 1997. The Rhizosphere As Habitat For Soil
Microorganisms in Modern Soil Microbiology. New York
Suhardjo, D. 2008. Penurunan COD, COD dan Total Fosfat Pada
Septic Tank Limbah Mataram Citra Swasembada Katering Dengan
Menggunakan Wastewater Garden. Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta. Jurnal
Manusia dan Lingkungan Vol. 15 No. 2.
Yasril, dan Gusti, A. 2009. Kemampuan Tumbuhan Meesiang
(Scirpus grossus) dalam Menurunkan Kadar BOD dan COD Limbah
Rumah Makan. Jurnal Kesehatan Lingkungan Volume 2 N

Anda mungkin juga menyukai