Anda di halaman 1dari 36

PEMICU 1 : STUDI DIAGNOSIS KOMUNITAS

Seorang dokter (dr. Agnes) sedang magang Intership di Puskesma


Martapura. Pada saat sedang magang, dr. Agnes menemukan permasalahan
kesehatan di wilayah kerja tersebut . Ada beberapa masyarakat yang terserang
Demam Berdarah Dengue , Diare, dan Balita kurang gizi. Pada data yang
ditemukan di Puskesmas, didapatkan Demam Berdarah Dengue 25 orang
(pencapaian 3,41%), Diare 548 orang (pencapaian 74, 76%), Gizi 160 orang
(pencapaian 21,82%). Masyarakat di sekitar puskesmas tersebut jarang melakukan
aktivitas pembersihan tingkat RT (hanya 2 bulan sekali), sehingga saluran
pembuangan air limbah rumah tangga menjadi tempat jentik nyamuk. Sebagai
dokter yang bertugas di puskesmas tersebut dr. Agnes ingin menemukan diagnosis
komunitas dan prioritas masalahnya dengan menggunakan metode Hanlon
kuantitatif.

BAB I

1.1

Kata Sulit

1.2

Metode Hanlon Kuantitatif

Kata Kunci

Dr. Agnes sedang magang Intership di Puskesmas Martapura


Masyarakat yang terserang :
DBD 25 orang (3,41%)
Diare 548 orang ( 74,76%)
Kurang Gizi 160 orang ( 21, 82%)
Masyarakat jarang melakukan aktivitas pembersihan tingkat RT ( 2 bulan

sekali)
Saluran pembuang air tidak lancar
Barang barang bekas menjadi tempat jentik
Diagnosis komunitas dan prioritas masalah Metode Hanlon Kuantitatif

1.3

Identifikasi Masalah

Permasalahan kesehatan di wilayah kerja puskesmas Martapura DBD,

Diare, dan Kurang Gizi


Masyarakat jarang melakukan aktivitas pembersihan tingkat RT sehingga
saluran air tidak lancar, dan barang barang bekas menjadi tempat jentik.

1.4

Analisi Masalah
dr. Agnes Intership
di Puskesmas

Permasalahan
Lingkungan
aaaaaa

Prioritas
Edukasi &
Permasalahan
Preventif

Data
Puskesmas

Kelompok
Kelompok
C D
A
B
Saluran air
Diare
DBD
Diagnosis
Metode
Hanlon
Tingkat
Besarnya
Penanggulangan
PEARL
Kegawatan
Maslah
tidak lancarKemudahan

Kurang
Gizi

Barang-barang bekas
B
menjadi tempat jentik

1.5

Hipotesis
Dalam menyelesai kan permasalahan di puskesmas martapura dokter
memerlukan diagnosis komunitas dengan menggunakan metode Hanlon
Kuantitatif untuk menentukan prioritas masalaha.

1.6

Pertanyaan terjaring
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Apa yang dimaksud dengan diagnosis komunitas, jelaskan!


Bagaimana kriteria SDM yang baik di puskesmas?
Bagaimana langkah langkah identifikasi diagnostik komunitas?
Jelaskan analisis komunitas !
Jelaskan metode Hanlon Kuantitatif!
Apa saja edukasi dan preventif yang diberikan untuk masyarakat di

puskesmas martapura?
7. Perbedaan diagnosis komunitas dengan diagnosis individu?
8. Bagaimana menentukan masalah dan prioritas serta sebutkan metode
metode nya!
9. Penatalaksanaan pada penyakit di pemicu?

BAB II
2.1

Diagnosis Komunitas
Diagnosis Komunitas adalah upaya yang sistematis yang meliputi
upaya pemecahan masalah kesehatan keluarga sebagai unit primer
komunitas dan masyarakat sebagai lokus penegakkan diagnosis komunitas.

Pada tahapan diagnosis komunitas ini lebih mengarah pada pendekatan


problem solving.
Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam mempelajari diagnosis komunitas adalah
diharapkan mampu memahami dan mengaplikasikan konsep-konsep
epidemiologi terapan untuk melakukan diagnosis komunitas di suatu
wilayah kerja tertentu, sehingga teridentifikasi permasalahan yang
mendasar dan solusi pemecahan masalah disusun secara sistematis dan
terstruktur secara utuh dan benar.
2. Tujuan Khusus
a

Komunikasi dengan key person dan community members untuk kerjasama


dan partisipasi dalam mengatasi permasalahan kesehatan keluarga sebagai

b
c
d

unit terkecil dan masyarakat atau komunitas sebagai sasaran.


Menyusun format yang sesuai untuk pengumpulan data komunitas.
Menseleksi tes-tes penyaringan yang valid dan acceptable & applicable.
Mengetahui kebutuhan dan masalah yang dirasakan masyarakat mengenai

e
f

kesehatan.
Menseleksi sampel yang dapat mewakili komunitas dalam wilayahnya.
Menyelenggarakan pengumpulan data di komunitas untuk mendapatkan

berbagai informasi yang relevan dengan pembuatan diagnosis komunitas.


Mendapatkan informasi epidemiologik untuk berbagai kejadian yang ada
di komunitas, termasuk masalah gizi dan gangguan yang berkaitan dengan

h
i

kesehatan.
Menganalisis data yang dihasilkan dari survei komunitas.
Membicarakan hasil interpretasi data dengan penduduk dan menyusun

j
k

upaya pemecahan masalah yang sesuai.


Menilai hasil pemecahan masalah kesehatan di komunitas.
Menyusun laporan diagnosis komunitas disajikan dalam forum terbuka.
Komponen Diagnosis Komunitas

Komponen penting dalam penegakkan diagnosis komunitas sangat


dipengaruhi oleh beberapa faktor internal. Menurut H.L.Blum, bahwa
derajat kesehatan sepenuhnya dipengaruhi oleh empat variabel penting,
diantaranya faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan
keturunan. Namun, jika ditinjau dari aspek epidemiologi gangguan
kesehatan sangat dipengaruhi oleh tiga variabel, yaitu agent, host, dan
environment.
Sumber : Chandra B. Ilmu Kedokteran Pencegahan & Komunitas. Jakarta :
EGC. 2009.

2.2

Kriteria SDM di Puskesmas


SDM kesehatan adalah seseorang yang aktif bekerja di bidang
kesehatan baik berpendidikan formal kesehatan maupun tidak dan dalam
jenis tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan.
SDM kesehatan berperan sebagai perencana, penggerak dan sekaligus
sebagai pelaksana pembangunan kesehatan.
Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan secara
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan memerlukan upaya
peningkatan kualitas dan kuantitas SDM kesehatan dan menjadi salah satu
indikator keberhasilan pembangunan dalam rangka mencapai sasaran
pembangunan kesehatan.2 Upaya pengembangan SDM kesehatan
merupakan salah satu pilar dalam pelaksanaan reformasi pembangunan
kesehatan yang diharapkan dapat lebih dipercepat dan lebih bersinergi
antara pusat dan daerah melalui upaya distribusi, pemerataan, dan retensi
penyebaran tenaga kesehatan agar tujuan dan sasaran pembangunan
kesehatan jangka menengah dan jangka panjang dapat tercapai kuat. salah
satu upaya yang dilakukan untuk merancang terpenuhinya jumlah, mutu,
dan persebaran SDM kesehatan terutama di daerah terpencil, tertinggal,

perbatasan dan daerah kepulauan adalah dengan memperbaiki kualitas


perencanaan.

Kebutuhan SDM di tingkat Puskesmas


Sumber :
1. Depkes RI. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
81/Menkes/SK/I/2004 Tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan SDM
Kesehatan Di Tingkat Propinsi, Kabupaten/Kota serta Rumah Sakit.
Jakarta.
2. Hapsara. 2006. Rencana Strategis SDM Kesehatan di Indonesia;
Perkembangan dan Prospeknya. Seminar Umum Akademik FKM-UI.
Jakarta
3. BPPSDMK. 2011. Lokakarya Nasional Pengembangan Tenaga Kesehatan.
Bandung 12-15 September 2011. Diakses : 14 Januari 2012.
4. Lokakarya Nasional Pengembangan dan Pemberdayaan SDMK Tahun
2014. Kajian Standart Kebutuhan SDM Kesehatan di Fasyankes
2.3

Langkah-langkah identifikasi diagnosis komunitas

1. Inisiasi
Dalam rangka untuk memulai sebuah proyek diagnosis komunitas,
sebuah komite khusus atau kelompok kerja harus dibentuk untuk
mengelola dan mengkoordinasikan proyek. Panitia harus melibatkan
pihak yang sesuai seperti departemen di pemerintah, tenaga kesehatan
dan organisasi non-pemerintah.
Pada tahap awal, penting untuk mengidentifikasi anggaran dan
sumber daya yang tersedia untuk menentukan lingkup diagnosis.
Beberapa hal umum yang dipelajari termasuk status kesehatan, gaya
hidup, kondisi kehidupan, kondisi sosial ekonomi, infrastruktur berupa
fisik dan sosial, ketidaksetaraan, serta pelayanan kesehatan masyarakat
dan kebijakannya. Setelah lingkup ditentukan, jadwal kerja untuk
melakukan diagnosis komunitas, produksi dan diseminasi laporan harus
ditetapkan.
2. Pengumpulan data dan analisis
Proyek ini harus mengumpulkan data kuantitatif dan kualitatif.
Selain itu, Sensus Penduduk dan statistik struktur ukuran populasi, jenis
kelamin dan usia misalnya data, layanan medis, kesehatan masyarakat,
pelayanan sosial, pendidikan, perumahan, keamanan dan transportasi
umum dan lain-lain dapat memberikan latar belakang dari kabupaten.
Adapun data masyarakat, dapat dikumpulkan dengan melakukan survei
melalui kuesioner self-administered, tatap muka wawancara, kelompok
fokus dan wawancara melalui telepon.
Dalam rangka untuk memastikan keabsahan temuan, sebuah
organisasi menjadi seperti seorang akademisi lembaga yang berguna
untuk melakukan penelitian. Metode pengambilan sampel harus
dirancang dengan baik dan ukuran sampel harus cukup besar untuk
menyediakan data yang cukup untuk menarik kesimpulan yang
terpercaya. Oleh karena itu, hasil studi yang diperoleh dapat meninjau
keadaan masyarakat setempat. Data yang dikumpulkan kemudian dapat

dianalisis dan ditafsirkan oleh para ahli. Berikut adalah beberapa tips
praktis tentang analisis data dan presentasi :
- Informasi statistik yang terbaik disajikan sebagai tarif atau rasio untuk
perbandingan.
- Tren dan proyeksi berguna untuk memantau perubahan selama periode
waktu untuk perencanaan masa depan.
- Data kabupaten dapat dibandingkan dengan kabupaten lain atau
seluruh penduduk.
- Presentasi grafis lebih disukai untuk memudahkan pemahaman.
3. Diagnosis
Diagnosis masyarakat tercapai dari kesimpulan yang ditarik dari
analisis data. Biasanya terdiri dari tiga bidang :
-

Status kesehatan masyarakat.

Faktor penentu kesehatan di masyarakat.

Potensi untuk pengembangan kota sehat.

4. Diseminasi
Produksi laporan diagnosis masyarakat bukan merupakan tujuan itu
sendiri, upaya harus dilakukan dalam komunikasi untuk memastikan
bahwa tindakan yang diambil sebagai target. Target penonton untuk
diagnosis masyarakat antara lain termasuk pembuat kebijakan, tenaga
kesehatan dan masyarakat umum di daerah tersebut.

Sumber : The Goverment of The Hong Kong Special Administrative


Region. Basic Principles of Healthy Cities : Community
Diagnosis. RRC : Centre for Health Protection (CHP), 2016.
2.4

Analisis Komunitas
Suatu proses pengkajian data untuk menetapkan kebutuhan, kekuatan,
hambatan,
kesempatan, kesiapan, dan tersedianya sarana.
Hasil Dari Analisis
Komunitas: Profil Komunitas.
Data yang didapatkan untuk Analisis komunitas :
o Demografis
-

1 km dari Ibukota Kabupaten Banjar, 40 km dari Ibukota Provinsi


Kalimantan Selatan arah Timur

Ketinggian 7-100 dari Permukaan Laut

Kategori Kecamatan Urban

Luas Wilayah 25,71 km2 terdiri 11 desa dan 4 kelurahan


o Lingkungan
Pencapaian program kesehatan lingkungan :
-

Rumah sehat 82,70 %

Sarana air bersih 90,42 %

Jamban keluarga 92,10 %

Tempat penampungan sampah 53,76 %

Tempat pengelolaan makanan 84,2 %

o Sosio-ekonomi
Pekerjaan :
-

Tani/ Perkebunan/Peternakan 24,35%

Jasa 12,22%

PNS/TNI/Polri 13,09%

Pedagang 14,84%
Kepadatan penduduk :

Pada tahun 2014, penduduk berjumlah 55.008 dengan jumlah KK (Kepala


Keluarga) 11.412

Jumlah pria sebanyak 19.872 jiwa, dan wanita sebanyak 19.025 jiwa
o Sumber daya dan pelayanan kesehatan

1) SDM :
-

Dokter umum 4 orang

Dokter gigi 1 orang

D3 Perawat 12 orang

Psikolog anak 1 orang

D3 Kebidanan 17 orang

D3 Sanitarian 3 orang

D3 Perawat gigi 2 orang

D3 Analisis 3 orang

Apoteker 1 orang

AA 2 orang

Tata usaha/ non paramedis 5 orang

2) Sarana Prasarana :
-

Puskesmas Martapura Indah 1 buah

Puskesmas Pembantu 3 buah

Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) 4 buah

Puskesmas keliing 1 buah

Posyandu 38 buah

Polindes 7 buah

Desa/ Kelurahan Siaga 15 buah

Bidan dan dokter praktek swasta untuk pelayana pertolongan


persalinan

Rumah sakit bersalin 1 buah

BPS 2 buah

o Kebijakan kesehatan
Strategi :
-

Meningkatkan pelayananan kesehatan (kuratif dan rehabilitatif) di


puskesmas induk

Meningkatkan pelayanan promotif dan preventif dalam bentuk klinik


sehat

Meningkatkan pelayanan kesehatan (kuratif dan rehabilitative) di


puskesmas pembantu dan puskesmas keliling

Memperkuat jaringan komunikasi dan koordinasi dengan state holder

Memperkuat jaringan peran serta masyarakat di bidang kesehatan

o Sifat khusus dari komunitas target


Visi : pelayanan kesehatan yang berkesinambungan menuju masyarakat
sehat dan mandiri
Misi :
-

Memberikan pelayanan sesuai dengan standar mutu pelayanan


kesehatan

2.5

Memberikan penyuluhan kepada masyarakat secara berkesinambungan

Jelaskan metode hanlon


Metode hanlon merupakan metode yang paling sering di gunakan
untuk menentukan prioritas masalah. Selain itu, metode hanlon juga
mencakup berbagai komponen dan cukup lengkap karena
mempertimbangkan berbagai hal yaitu besarnya masalah, keseriusan yang
meliputi urgensi, keparahan dan ekonomi. Selain beberapa hal tersebut, juga

disesuaikan dengan keadaan yang ada di puskesmas tersebut. Dengan


sumber daya yang sedikit, sehingga dalam menentukan metode yang mana
yang harus digunakan juga disesuaikan dengan jumlah suimber daya yang
ada.
Perhitungan hanlon Dalam metode hanlon dikenal dengan 4
komponen, yaitu:
1) Komponen A : Besarnya Masalah
2) Komponen B : Keseriusan Masalah
Keseriusan masalah dilihat paling tidak dari 3 aspek :
a) Urgensi : Apakah masalah tersebut menuntut penyelesaian
segera, menjadi perhatian publik.
b) Keparahan (severity): Memberikan mortalitas atau fatalitas
yang tinggi.
c) Ekonomi (cost) : Besarnya dampak ekonomi kepada
masyarakat.
3) Komponen C : Ketersediaan Solusi (bisa dipecahkan atau tidak)
4) Komponen D : Kriteria PEARL
Kriteria PEARL adalah jawaban ya dan tidak, ya diberikan skor 1, jika tidak
maka diberikan
skor 0.
Kriteria PEARL meliputi:
P : Propiety : Kesesuaian program dengan masalah
E : Economic : Apakah secara ekonomi bermanfaat
A : Acceptability: Apakah bisa diterima masyarakat
R : Resources: Adakah sumber daya untuk menyelesaikan masalah
L: Legality: Tidak bertentangan dengan aturan hukum yang ada
Semua komponen tersebut, nantinya akan dihitung dengan NPD (Nilai
Prioritas Dasar) dan NPT
(Nilai Prioritas Total) dengan rumus sebagai berikut:
NPD = (A+B)C

NPT= (A+B)C)D
Hasil Sesuai Pemicu
1. Daftar permasalaan kesehatan
Daftar permasalaan kesehatan kerja Puskesmas Martapura
No

Permasalahan

Jumlah

Pencapaian

Kesehatan
Demam

25

3,41%

548
160

74,76%
21,82%

Target

Berdarah
2
3

Dengue
Diare
Gizi

2. Penentuan prioritas masalah


Penentuan prioritas masalah dengan metode hanlon kuantitatif. Untuk
keperluan ini digunakan empat kelompok kriteria, yaitu:
1. Kelompok kriteria A : Besarnya Masalah
2. Kelompok kriteria B

: Kegawatan masalah, penilaian terhadap


dampak, urgensi dan biaya.

3. Kelompok kriteria C : kemudahan dalam penanggulangan, yaitu


penilaian terhadap tingkat kesulitan
penanggulangan masalah.
4. Kelompok kriteria D

: PEARL faktor yaitu penilaian


propriety,economic, acceptabillity,
resources avibility, legality.

Adapun perincian masing-masing bobot kriteria pada prioritas masalah


yakni sebagai berikut :
Kriteria A (besarnya masalah)
-

Untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari besarnya


penduduk yang terkena efek langsung.

Daftar masalah kesehatan dan jumlah besarnya penduduk yang terkena


efek langsung

masalah
kesehatan

besarnya masalah dari data sekunder


puskesmas martapura
0-20
21-40 41-60
1
2
3

nilai
61-80
4

81-100
5

demam
berdarah
dengue
diare
gizi

2
1
1

x
x

Kriteria B ( Kegawatan maasalah)


-

Kegawatan : (paling cepat mengakibatkan kematian)


1. Tidak gawat
2. Kurang gawat
3. Cukup gawat
4. Gawat
5. Sangat gawat

Urgensi : ( harus segera ditangani apabila tidak ditangani dapat


menyebabkan kematian)
1. Tidak urgen
2. Kurang urgen
3. Cukup urgen
4. Urgen
5. Sangat urgen

Biaya ( biaya penanggulanngan)

1. Sangat murah
2. Murah
3. Cukup mahal
4. Mahal
5. Sangat mahal
Masalah

Nilai

Nilai

Nilai biaya

Rata- rata

kegawatan
Demam

urgensi

penanggulanga

nilai

n
3

3
2

4
3

2
3

3
2,5

berdarah
dengue
Diare
Gizi

Kriteria C ( Penanggulangan Masalah)


Untuk menilai kemudahan dalam penanggulangan, pertanyaan yang
harus dijawab adalah apakah sumber-sumber dan teknologi yang tersedia
mampu menyelesaikan masalah : makin sulit penanggulangan skor yang
diberikan makin kecil.
1. Sangat sulit ditanggulangi
2. Sulit ditanggulangi
3. Cukup bisa ditanggulangi
4. Mudah ditanggulangi
5. Sangat mudah ditanggulangi
Pada tahap ini dilakukan pengambilan suara dari 4(empat) orang yang
kemudian di rata-rata untuk skor dimana skor tertinggi merupakan masalah
yang paling mudah ditanggulangi. Adapun hasil konsensus tersebut sebagai
berikut :
a. Demam berdarah dengue
(3+3+3+3)/4 =3
b. Diare
(3+4+3+4)/4=3,5
c. Gizi
(1+2+2+2)/4=1,75
Kriteria D (PEARL faktor)
-

Propriety

: kesesuaian (1/0)

Economic

: ekonomi murah (1/0)

Acceptabillity

: dapat diterima (1/0)

Resources availabillity

: tersediannya sumber daya (1/0)

Legality

: legalitas terjamin (1/0)

Rumusan PEARL masalah kesehatan


Masalah
Demam

P
1

E
1

A
1

R
1

L
1

Hasil Perkalian
1

1
1

1
1

1
1

1
1

1
1

1
1

Berdarah
Dengue
Diare
Gizi

Nilai Prorotas Dasar = (A+B)C


Nilai Prioritas Total = (A+B)C X D

Masalah

NPD

NPT

Kesehatan
Demam Berdarah

(2+3)3 = 15

(2+3)3x1 = 15

Dengue
Diare
Gizi

(1 +3)3,5 = 14
(1+2,5)1,75=

(1 +3)3,5x1 = 14
(1+2,5)1,75x1 =

6,125

6,125

Dari perhitungan skoring tersebut, masalah-masalah diurutkan


berdasarkan nilai yang diperoleh dan diberi ranking. hasil dari pemberian
ranking adalah sebagai berikut:
Demam Berdarah Dengue

Diare

II

Gizi

III
Berdasarkan hasil rangking tersebut maka didapatkan demam

berdarah dengue menjadi prioritas masalah dalam pembahsana ini.

2.6 Edukasi dan Preventif yang diberikan untuk masyarakat di puskesmas


martapura
Saat musim penghujan sekarang ini tumpahan air datang menggenang.
Agar air yang keluar lancar pada parit atau got yang ditumbuhi
rerumputan, tentu sangat perlu rehap pembersihannya. Untuk menghindari
tersumbatnya arus air itu, setidaknya warga berjaga sedini mungkin agar
saluran pembuangan air lancar sehingga air hujan yang turun deras pun
langsung keluar ke sungai besar di sekitarnya.
Membersihkan drainase atau got saluran air, supaya jangan sampai
terjadi genangan air saat hujan turun.Hal ini terjadi karena pengaruh
kepadatan penduduk, mobilitas penduduk yang tinggi dan sarana
transportasi yang lebih baik dibanding daerah lain, sehingga penyebaran
virus menjadi lebih mudah dan lebih luas.adanya lingkungan biologi yang
menyebabkan nyamuk lebih mudah berkembang biak.
Menurut Sukowati, sejak pertengahan tahun 1970-an dibandingkan
dengan 100 tahun yang lalu episode El Nino lebih sering, menetap dan
intensif. Perubahan iklim dapat memperpanjang masa penularan penyakit
yang ditularkan melalui vektor dan mengubah luas geografinya, dengan
kemungkinan menyebar ke daerah yang kekebalan populasinya rendah atau
dengan infrastruktur kesehatan masyarakat yang kurang. Selain perubahan
iklim faktor risiko yang mungkin mempengaruhi penularan DBD adalah
faktor lingkungan, urbanisasi, mobilitas penduduk, kepadatan penduduk dan
transportasi.
KLB DBD dapat dihindari bila Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) dan
pengendalian vektor dilakukan dengan baik, terpadu dan berkesinambungan.
Pengendalian vektor melalui surveilans vektor diatur dalam Kepmenkes
No.581 tahun 1992, bahwa kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
dilakukan secara periodik oleh masyarakat yang dikoordinir oleh RT/RW
dalam bentuk PSN dengan pesan inti 3M plus. Keberhasilan kegiatan PSN
antara lain dapat diukur dengan Angka Bebas Jentik (ABJ). Apabila ABJ

lebih atau sama dengan 95% diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau
dikurangi.
Saran :
1. Sistem pelaporan kasus DBD perlu diperkuat agar bisa mendapatkan
data yang valid, dengan membangun sistem tukarmenukar data
antara data Puskesmas dan data RS.
2. Melakukan validasi data di semua level terutama pada daerah yang
sudah tidak melaporkan lagi kasus DBD untuk mengetahuiapakah
memang benar sudah tidak ada kasus atau memang tidak melaporkan
(sistem pencatatan dan pelaporan tidak berjalan
3. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut untuk mengetahui faktor risiko
suatu daerah mempunyai kasus DBD yang tinggi sehingga dapat
dilakukan pencegahan dan pengendalian penyakit.
4. Mengaktifkan kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB) oleh
Puskesmas, bekerja sama dengan masyarakat dengan mengaktifkan
Juru Pemantau Jentik (Jumantik) terutama untuk daerah dengan
endemis tinggi sepanjang tahun.
5. Perlu ditingkatkan upaya penyuluhan dan pendidikan terhadap
masyarakat agar selalu waspada terhadap DBD dan aktif melakukan
PSN.
6. Perlu dilakukan surveilans kasus dan surveilans vektor yang intensif
terutama pada tingkat masyarakat dan Puskesmas dengan bimbingan
Dinas Kesehatan Kab/kota.
7. Pada saat dideteksi jumlah kasus DBD terendah perlu dilakukan
Bulan Bakti Gerakan 3M secara serentak selama satu bulan,
sehingga rantai penularan virus dengue dari nyamuk-manusianyamuk dapat terputus.
Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang
mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan
sebagainya.

Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada
bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna
hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja.
Sanitasi merupakan salah satu tantangan yang paling utama bagi
negara-negara berkembang karena menurut World Healt Organisation
(WHO), penyakit Diare membunuh satu anak di dunia ini setiap 15 detik,
karna access pada sanitasi masih terlalu rendah . Hal ini menimbulkan
masalah kesehatan lingkungan yang besar, serta merugikan pertumbuhan
ekonomi dan potensi sumber daya manusia pada skala nasional.
Beberapa masalah lingkungan yang berhubungan dengan vector
penyakit adalah :
1. Perubahan lingkungan fisik oleh kegiatan pertambangan,
pembangunan perumahan dan industry yang mengakibatkan timbulnya
tempat berkembang biaknya vector penyakit.
2. Pembangunan bendungan akan beresiko berkembang biaknya vector
penyakit.
3. System penyediaan air dengan perpipaan yang belum menjangkau
seluruh penduduk sehingga masih diperlukan container untuk
penampungan penyediaan air.
4. Sistem drainase pemukiman dan perkotaan yang tidak memenuhi
syarat sehingga menjadi tempat perindukan penyakit.
5. Sistem pengelolaan sampah yang belum memenuhi syarat menjadikan
sampah sarang vektor penyakit.
6. Perilaku sebagian masyarakat dalam pengelolaan lingkungan yang
sehat, nyaman dan aman masih belum memadai.
7. Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana dalam pengendalian vector
penyakit secara kimiawi, beresiko timbulnya keracunan dan
pencemaran lingkungan.
Pentingnya lingkungan yang sehat telah dibuktikan oleh WHO dengan
penyelidikan-penyelidikan diseluruh dunia dimana didapatkan bahwa angka

kematian (mortalitas), angka perbandingan orang sakit (morbiditas) yang


tinggi sama seringnya terjadi endemic di tempat-tempat dimana hygiene dan
sanitasi lingkungannya buruk.
Pengertian sanitasi adalah sesuatu cara untuk mencegah berjangkitnya
suatu penyakit menular dengan jalan memutuskan mata rantai dari sumber.
Sanitasi merupakan usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada
penguasaan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi
derajat kesehatan
Sanitasi merupakan salah satu tantangan yang paling utama bagi
negara negara berkembang. Karena menurut WHO, penyakit diare
membunuh satu anak di dunia ini setiap 15 detik, karena access pada
sanitasi masih terlalu rendah. Hal ini menimbulkan masalah kesehatan
lingkungan yang besar, serta merugikan pertumbuhan ekonomi dan potensi
sumber daya manusia pada skala nasional.

Saran :
1. Perlunya dilakukan penyuluhan terhadap masyarakat, khususnya
masyarakat di wilayah puskesmas mengenai pentignya sanitasi
lingkungan misalnya penyediaan air bersih, pengelolaan sampah,
pengelolaan air limbah dan pemanfaatan jamban keluarga serta
dampaknya terhadap kesehatan salah satunya adalah dapat
menyebabkan diare
2. Menyarankan kepada pemerintah untuk memenuhi keterbatasan
masyarkat dalam upaya memaksimalkan sanitasi lingkungan.
Hasil penelitian Yahya dkk (1996) menunjukkan tingkat sosio
ekonomi yang kurang lebih sama di tiga daerah penelitian tidak menjamin
status gizi keluarga yang sama baiknya, melainkan terdapat faktor non
ekonomi seperti tipe pola kekerabatan mempunyai kontribusi terhadap
keadaan gizi keluarga.

Penelitian-penelitian tentang status gizi balita memperlihatkan hasil


yang berbeda-beda dan tidak konsisten serta tidak memperlihatkan arah
yang jelas. Sehingga masih membuka peluang yang besar untuk melakukan
penelitian kedepan agar gizi kurang dan buruk balita dapat ditekan secara
signifikan. Bagi pemerintah pusat maupun daerah, hal ini menjadi perhatian
untuk meningkatkan kualitas warga negara atau masyarakat dengan
melakukan langkah perbaikan program untuk lintas program maupun lintas
sektor. Semisalnya dengan program penyuluhan kesehatan tentang
pengetahuan pola hidup sehat yang dilakukan dengan memasukkan
beberapa aspek, antara lain agama, ekonomi kreatif, pendidikan orang
dewasa, dan sebagainya.
Sumber :
1. Pengaruh faktor medis dan non medis terhadap status gizi balita.
http://dinkesriau.net/berita-229-pengaruh-faktor-medis-dan-nonmedisterhadap-status-gizi-balita.html diakses pada tanggal 28 Juli 2016.
2. Hubungan faktor lingkunga dengan kejadian diare.
etd.unsyiah.ac.id/index.php?p=show_detail&id=18777 diakses pada
tanggal 28 Juli 2016.
3. Penyakit DBD. www.depkes.go.id/download.php?
file=download/pusdatin/buletin/...dbd... Diakses pada tanggal 28 Juli
2016.
2.7 Perbedaan diagnosis komunitas dengan diagnosis individu?
No

Parameter

Individu

Komunitas

Informasi

Bagaimana riwayat

Bagaimana proses

yang penting

alamiah penyakit yang

perjalanan penyakit

lebih spesifik,

dan peran faktor

perkembangan,

risiko status gizi,

prognosis, terapi, status

lingkungan, perilaku

gizi, individu yang

dimana keluarga,

menjadi perhatian/

komunitas dan

sasaran

masyarakat yang
menjadi perhatian /
sasarannya.

Langkah-

Anamnesa, pemeriksaan

Analisis situasi,

langkah

fisik, pemeriksaan

identifikasi masalah,

kegiatan

penunjang, pemeriksaan

penyebab masalah,

diagnostik, pengobatan,

prioritas masalah,

perawatan dan

alternatif pemecahan

monitoring serta follow

masalah, penyusunan

up, problem solving

program kerja,

yang bersifat individual

pelaksanaan,
pengawasan dan
monitoring, serta
evaluasi.

Sasaran

Individual

kegiatan

Keluarga unit
terkecil, komunitas
dan masyarakat

Metode diagnosis komunitas :

Desain studi

Populasi dan sampel

Pengumpulan data ; data sekunder dan data pimer

Identifikasi masalah

Penentuan prioritas

Alternatif pemecahan masalah

Aksi pemecahan masalah

Jadwal kegiatan (POA)


Sumber: Mutiara, D.P.R. dkk. Diagnosis komunitas. Universitas Dipenogoro
Semarang. 2012.

2.8

Cara menentukan masalah :

Lakukan analisis situasi atau kebutuhan. Dalam analisis situasi dapat


menggambarkan keadaan atau status kesehatan dari sebuah wilayah, hal
itu bisa didapatkan dari data demografi, sosial ekonomi, status kesehatan,
faktor resiko, dan sumber daya kesehatan yang relevan. Selain itu, dengan
adanya analisis situasi akan dapat memberikan informasi dasar mengenai

isu-isu kesehatan yang spesifik di wilayah tersebut.


Setelah di lakukan analisis situasi, selanjutnya melakukan identifikasi
masalah. Masalah itu sendiri adalah kesenjangan antara realitas
( kenyataan ) dengan keinginan ( target, standar ) dan adanya kehendak
untuk merubah kesenjangan tersebut.
Masalah mempunyai beberapa kriteria antara lain : berdampak pada
banyak orang, ada konsekuensi serius, adanya kesenjangan yang nyata
antara yang ada di kenyataan dengan standar atau target yang di
inginkan, menunjukkan trend yang meningkat, bisa diselesaikan (ada
intervensi yang terbukti efektif).
Prioritas pemecahan masalah dapat di lakukan dengan berbagai macam
metode, antara lain :
1. Relative worth
Pada metode ini, dalam satu kelompok, partisipan diberikan modal
point tertentu. Partisipan diberikan kebebasan untuk mendistribusikan
poin yang dipunyai kepada masalah yang ada. Kemudian, masalah yang

dianggap paling penting diberikan poin tertinggi. Priorotas didasarkan


pada masalah dengan jumlah poin tertinggi dari seluruh partisipan.
2. Forced ranking
Setiap masalah diberikan ranking, masalah yang paling penting
diberikan ranking 1 , selanjutnya yang kurang penting diberikan
ranking lebih besar. Setiap partisipan memberikan ranking berdasar
pentingnya masalah. Ranking ditabulasi dari seluruh partisipan,
masalah yang mendapat total ranking paling kecil adalah yang
diprioritaskan.
3. Delphi method
Dalam metode ini, diperlukan koordinator kelompok. Kemudian
koordinator meminta partisipan untuk menulis daftar masalah kesehatan
yang paling penting, dengan batas waktu tertentu. Daftar masalah
tersebut dikembalikan kepada koordinator dan dikompilasi menjadi
daftar masalah berdasar pada frekuensi yang paling sering muncul dari
partisipan. Kemudian data tersebut dikembalikan lagi ke partisipan,
sampai terpilih prioritas yang paling penting.
4. Delbeq method
Metode ini mempunyai 2 tahap, pada tahap yang pertama partisipan
memberikan masukan terhadap masalah yang di anggap penting,
biasanya 2 3 masalah. Kemudian masalah di kompilasi oleh
koordinator, untuk menentukan 2 3 masalah terbesar dari hasil
masukan partisipan. Pada tahap ini partisipan tidak diperbolehkan
berkomentar. Pada tahap yang kedua koordinator membuka diskusi,
partisipan diberikan kesempatan untuk klarifikasi, memberikan
masukan terhadap daftar masalah yang ada. Partisipan secara bersama
dan terbuka menentukan masalah yang dianggap penting.
5. Hanlon method
Metode ini didasarkan pada 4 kriteria A,B,C,D. Komponen A
menunjukkan besarnya masalah, komponen B menunjukkan keseriusan
masalah, komponen C menunjukkan ketersediaan solusi, komponen D
adalah kriteria pearl ( propriety, economic, acceptability, resources, dan
legality )

Sumber : Rendiza FT. Diagnosis Komunitas. Fakultas Kedokteran


Universitas Dipenogoro.2011

2.9

Tatalaksana Pada Pemicu


Diare
Prinsip penatalaksanaan diare menurut RI antara lain dengan rehidrasi,
nutrisi, medikamentosa,
a) Dehidrasi, diare cair membutuhkan pengganti cairan dan elektrolit
tanpa melihat etiologinya. Jumlah cairan yang diberi harus sama
dengan jumlah yang telah hilang melalui diare dan atau muntah,
ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui keringat,
urin, pernafasan, dan ditambah dengan banyaknya cairan yang
hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus berlangsung.
Jumlah ini tergantung pada derajat dehidrasi serta berat masingmasing anak atau golongan umur.
b) Nutrisi. Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare
untuk menghindari efek buruk pada status gizi. Agar pemberian diet
pada anak dengan diare akut dapat memenuhi tujuannya, serta
memperhatikan faktor yang mempengaruhi gizi anak, maka
diperlukan persyaratan diet sebagai berikut yakni pasien segera
diberikan makanan oral setelah rehidrasi yakni 24 jam pertama,
makanan cukup energy dan protein, makanan tidak merangsang,
makanan diberikan bertahap mulai dengan yang mudah dicerna,
makanan diberikan dalam porsi kecil dengan frekuensi sering.
Pemberian ASI diutamakan pada bayi, pemberian cairan dan
elektrolit sesuai kebutuhan, pemberian vitamin dan mineral dalam
jumlah yang cukup.
c) Medikamentosa. Antobiotik dan antiparasit tidak boleh digunakan
secara rutin, obat-obat anti diare meliputi antimotilitas seperti

loperamid, difenoksilat, kodein, opium, adsorben seperti norit,


kaolin, attapulgit, anti muntah termasuk prometazin dan
kloropomazin.
Rencana pengobatan A
Rencana pengobatan A digunakan untuk mengatasi diare tanpa dehidrasi,
meneruskan terapi diare dirumah, memberikan terapi awal bila anak terkena
diare lagi. Cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti oralit, makanan cair,
air matang. Gunakanlah larutan untuk anak seperti dijelaskan dalam tabel
berikut:

Rencana pengobatan B
Digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat dehidrasi ringan dan
sedang dengan cara 3 jam pertama diberikan 75ml/kg BB, berat badan anak
tidak diketahui, berikan oralit paling sedikit sesuai tabel berikut:

Berikan anak yang menginginkan lebih banyak oralit, dorong juga ibu untuk
meneruskan ASI. Bayi kurang dari 6 bulan yang tidak mendapatkan ASI,
berikan juga 100-200ml air masak. Setelah 3-4 jam, nilai kembali anak
menggunakan bagan penilaian, kemudian pilih rencana A, B, dan C untuk
melanjutkan
Rencana pengobatan C
Rencana pengobatan C digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat
berat. Pertama-tama berikan cairan intravena, nilai setelah 3 jam. Jika

keadaan anak sudah cukup baik maka berikan oralit. Setelah 1-3 jam
berikutnya nilai ulang anak dan pilihlah rencana pengobatan yang sesuai.
DBD
Prinsip penanganan :
1. Masa krisis DBD adalah hari ke 3 sampai ke 5 demam (umumnya).
Oleh karena itu peranan anamnese yang cermat sangat penting.
2. Pemberian cairan yang optimal dengan menghitung initial loading
dose dan maintenance yang tepat. Untuk itu Berat Badan harus
ditimbang, dan anamnese Berat Badan sebelum sakit (kalau ada).
3. Patokan secara umum, penderita dianggap mengalami dehidrasi
sedang, dengan taksiran kehilangan cairan 5- 8 % dari Berat Badan.
4. Pemantauan keadaan klinis yang cermat dan pemantauan
laboratorium yang yang akurat dan tepat waktu.
Penatalaksanaan Penderita
1. Tirah baring
2. Diet makanan lunak, atau makanan biasa tanpa bahan perangsang.
3. Infus Ringer Lactate atau Ringer Acetate atau NaCl 0,9% dengan
tetesan 20 cc / Kg BB / Jam diguyur, atau secara praktis : 1 1,5
liter di guyur (cor), selanjutnya 5 cc / Kg BB / Jam atau 50 cc / Kg
BB / 24 jam, atau secara praktis 40 tetes/menit, sebagai kebutuhan
cairan rumatan. Cairan oral sebanyak mungkin. Larutan Oralit lebih
baik
4. Keadaan klinis di monitor : TD, Nadi, Pernafasan tiap 30 menit,
Suhu ( minimal 2 kali sehari, pagi dan sore dan dicatat pada grafik
suhu pada status), jumlah urine perjam (sebaiknya 50 cc / jam).
5. Obat-obat simtomatik hanya diberikan bila benar-benar diperlukan,
seperti parasetamol atau Xylomidon/Novalgin injeksi bila suhu
tubuh 38,50 C dan Metoklopramide bila terjadi muntah-muntah.

6. Bila TD sistolik menurun 20 mmHg, atau Nadi 110 x / menit,


atau tekanan nadi (TD sistol TD diastol 20 mmHg), atau jumlah
urine 40 cc / jam, pertanda adanya kebocoran plasma (plasma
leakage) tambahkan cairan infus guyur 5 cc / KgBB / Jam sampai
keadaan kembali stabil. Setelah Tekanan darah dan nadi stabil,
kembali ke tetesan rumatan
7. Monitor Laboratorium tergantung keadaan klinis. Bila terjadi
penurunan TD, peningkatan Nadi, atau penurunan volume urine
yang berlanjut, atau terjadi perdarahan masif, atau penurunan
kesadaran, perlu di periksa Hb, Ht, Trombosit. Penurunan jumlah
trombosit perlu dipantau secara laboratorium dan kondisi klinis. Dan
bila diperlukan periksa Haemorrhagic test.
8. Bila selama pemantauan lebih dari 12 jam, keadaan klinis makin
memberat atau respons pemberian cairan minimal, maka penderita
dinyatakan untuk dirujuk (bila dirawat di Puskesmas atau klinik atau
rumah sakit daerah) atau dilakukan tindakan yang lebih intensif,
kalau perlu di rawat di ICU.
9. Infus trombosit diberikan bila ada penurunan jumlah trombosit yang
menyolok disertai dengan tanda-tanda perdarahan masif. Bila terjadi
perdarahan yang masif dengan penurun kadar Hb dan Ht, segera beri
tansfusi Whole blood.
10. Bila keadaan syok masih belum teratasi dengan pemberian cairan
yang cukup sesuai perhitungan, tanda-tanda perdarahan tidak nyata,
dan pemantauan laboratorium tidak menunjukkan perbaikan, maka
pilihan kita adalah pemberian FFP (Fresh Frozen Plasma) atau
Plasma biasa.
11. Bila keadaan klinis stabil, pemeriksaan ulangan laboratorium pada
fase penyembuhan.
Gizi

Penatalaksanaan gizi buruk adalah suatu kegiatan pelaksanaan


pelayanan /penanganan gizi yang dilakukan guna mendukung penyembuhan
penyakit yang disebabkan oleh kekurangan gizi sampai gizi buruk dengan
komplikasi atau tanpa komplikasi, ditangani secara serius sampai
dinyatakan sembuh.
Tatalaksana gizi berarti mengelola atau melaksanakan pelayanan dan
pemberian zat gizi sesuai kebutuhan kepada pasien yang mempunyai
masalah gizi sampai pasien tersebut sembuh dan status gizinya kembali
pulih atau normal. Berdasarkan standar pelayanan rumah sakit (2006)
penatalaksanaan gizi di rumah sakit disebut juga dengan asuhan gizi
(nutritional care) yaitu dengan pemberian zat gizi yang sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi pasien agar mencapai status gizi optimal oleh ahli
gizi, yaitu dengan melakukan beberapa proses mulai dari pengukuran
antropometri, diagnosa status gizi, intervensi gizi dan melakukan
monitoring dan evaluasi gizi. Menurut WHO menyebutkan bahwa, cara
pemulihan gizi buruk yang paling ideal adalah dengan rawat inap dirumah
sakit, tetapi pada kenyataannya hanya sedikit anak dengan gizi buruk yang
dirawat karena berbagai alasan. Salah satu contohnya dari keluarga yang
tidak mampu, karena rawat inap memerlukan biaya yang besar dan dapat
mengganggu sosial ekonomi sehari hari.
Sumber :
1. http://eprints.ung.ac.id/5064/5/2013-1-14201-841409025-bab227072013055025.pdf
2. Nimmannitya S : Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever: Pearl and
Pitfalls in Diagnosis and Management, DTM&H Course 2002,
Faculty of Tropical Medicine, Mahidol University, Bangkok.
3. Thomas Suroso, Hadinegoro SR, Wuryadi S dkk (Editor):
Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan
Demam Berdarah Dengue, Depkes RI, Jakarta, 2003.
4. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34314/2/Chapter
%20II.pdf

2.10 Interprestasi data tambahan


Puskesmas Martapura
Data geografi:
1 Km dari Ibukota kabupaten Banjar, 40 Km dari Ibukota Provinsi
Kalimantan Selatan arah Timur

Ketinggian 7-100 dari permukaan laut (dataran rendah, samapai dengan


200 m dpl)

Kategori kecamatan Urban (kawasan perkotaan, wilayah yang mempunyai


kegiatan utama bukan petanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemeintah, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi)

Luas Wilayah 25,71 Km2 terdiri dari 11 desa dan 4 Kelurahan

Data demografi:
Jumlah penduduk 57.261 jiwa; 30.100 jiwa (52,56%), 27.161 jiwa
(47,44%), kepadatan penduduk 1:500 jiwa.

Pekejaan: Tani/Perkebunan/Peternakan 24,35%, jasa 12,22%,


PNS/TNI/Porli 13,09%, pedagang 14,84%

Sarana Prasarana
Puskesmas Martapura Induk 1 buah.

Puskesmas Pembantu 3 buah.

Pos kesehatan Desa (POSKESDES) 4 buah.

Puskesmas keliling 1 buah.

Posyandu 38 buah.

Polindes 7 buah.

Desa/Kelurahan siaga 15 buah.

Bidan dan dokter praktek swasta untuk pelayanan pertolongan persalinan

Rumah Sakit Bersalin 1 buah

BPS 2 buah

SDM
Dokter Umum 4 orang

Dokter gigi 1 orang

Sarjana Kesmas 3 orang

D3 Perawat 12 orang

Phisikolog anak 1 orang

D3 Kebidanan 17 orang

D3 Sanitarian 3 orang

D3 perawat gigi 2 orang

D3 Analis 3 orang

Apoteker 1 orang

AA 2 orang

Tata usaha/ non Paramedis 5 orang

Kepadatan Penduduk
Pada tahun 2014, penduduk berjumlah 55.008, dengan jumah KK
(kepala keluarga) 11.412

Jumlah perempuan sebanyak 19.872 jiwa, dan laki-laki 19.025 jiwa.

Pencapaian Program Kesehatan Lingkungan


Rumah sehat 82,70%

Sarana air bersih 90,42%

Jamban keluarga 92,10%

Tempat penampungan sampah 53,76%

Tempat pengelolaan makanan 84,2%

Visi dan Misi :


Visi :
Pelayanan kesehatan yang berkesinambungan menuju masyarakat sehat
dan mandiri
Misi :
- Memberikan pelayanan sesuai dengan standar mutu pelayanan kesehatan
- Memberikan penyuluhan kepada masyarakat secara berkesinambungan.
Strategi

Meningkatkan pelayanan kesehatan (kuratif dan rehabilitatif) di


Puskesmas induk

Meningkatkan pelayanan promotif dan preventif dalam bentuk klinik


sehat

Meningkatkan pelayanan kesehatan (kuratif dan rehabilitatif) di


Puskesmas keliling

Memperkuat jaringan komunikasi dan koordinasi dengan stake holder

Memperkuat jaringan peran serta masyarakat di bidang kesehatan

1. Daftar permasalahan wilayah kerja Puskesmas Martapura


N
o

Permasalahan
kesehatan

Jumlah

Pencapaian

Demam berdarah
dengue

25

3,41%

Diare

548

74,76%

Gizi

160

160%

Target

2. Penentuan prioritas masalah


Penentuan prioritas masalah dengan metode hanlon kuantitatif.
Untuk keperluan ini digunakan empat kelompok kriteria yaitu:

a. Kelompok kriteria A: besarnya masalah


b. Kelompok kriteria B : kegawatan masalah, penilaian terhadap
dampak urgensi dan biaya
c. Kelompok kriteria C : kemudahan dalam penanggulangan, yaitu
penilaian terhadap tingkat kesulitan, penanggulangan masalah.
d. Kelompok kriteria D : PEARL faktor yaitu penilaian terhadap
property, economic, acceptability, resources avibility, legality.
Adapun perincian masing-masing bobot kriteria pada prioritas
masalah yakni sebagai berikut:
Kriteria A (besarnya masalah)

Untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari


besarnya penduduk yang terkena efek langsung.

Daftar masalah kesehatan dan jumlah besar penduduk yang


terkena efek langsung.
Masalah
kesehatan

Besarnya masalah dari data


sekunder puskesmas Martapura
0-20
(1)

Demam
berdarah
dengue

2140
(2)

4160
(3)

6180
(4)

Nilai

81100
(5)

Diare

Gizi

Kriteria B: (kegawatan Masalah)


Kegawatan : (paling cepat mengakibatkan kematian)
1. Tidak gawat
2. Kurang gawat
3. Cukup gawat
4. Gawat
5. Sangat gawat

Urgensi: (Harus segera di tangani, apabila tidak ditangani


dapat menyebabkan kematian)
1. Tidak urgen
2. Kurang urgen
3. Cukup urgen
4. Urgen
5. Sangat Urgen
Biaya (biaya penanggulangan)
1. Sangat mahal
2. Mahal
3. Cukup mahal
4. Murah
5. Sangat murah

Kriteria C: (Penanggulangan Masalah)


Untuk menilai kemudahan dalam penanggulangan,
pertanyaan yang harus dijawab adalah apakah sumbersumber dan teknologi yang tersedia mampu menyelesaikan
masalah: makin sulit dalam penanggulangan, skor yang
diberikan makin kecil.
1. Sangat sulit ditanggulangi
2. Sulit di tanggulangi
3. Cukup bisa di tanggulangi
4. Mudah ditanggulangi
5. Sangat mudah ditanggulangi
Pada tahap ini dilakukan pengambilan suara dari empat
orang yang kemudian di rata-rata untuk menentukan skor,
dimana skor tertinggi merupakan masalah yang paling
mudah di tanggulangi. Adapun hasil konsensus tesebut
adalah sebagai berikut:

a. Demam bedaah dengue (3+3+3+3)/4 = 3


b. Diare (3+4+3+4)/4 = 3,5
c. Gizi (1+2+2+2)/4 = 1,75
Kriteria D: (PEARL faktor)
Property : kesesuaian (1/10)
Economic : ekonomi muah (1/10)
Acceptability : dapat diterima (1/10)
Resources avaibility : tesedianya sumber daya (1/10)
Legality : legalitas terjamin (1/10)
Rumusan PEARL masalah kesehatan
Masalah
P
E
A
R
L
Hasil
Perbaika
n
Demam bedarah
dengue

Diare

Gizi

Anda mungkin juga menyukai