Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH GENE REARRANGEMENT

MODUL BIOLOGI MOLEKULER

THERESIA ALFIONITA SINULINGGA


FAA 113 043

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
PALANGKA RAYA
2017
DAFTAR ISI
Halaman
Rearrangement gen Ig dan TCR pada maturasi sel B dan sel T
Rearrangement gen Ig dan TCR pada beberapa tipe leukemia,
penyakit autoimun dan infeksi
PENDAHULUAN

Transposisi adalah suatu proses perpindahan elemen genetik dari satu


lokus dalam suatu kromosom, plasmid, atau genom virus, ke bagian lain
kromosom yang sama, atau bahkan ke suatu lokus dalam kromosom lain
(Yuwono, 2005: 245).
Kebanyakan gen terletak pada sebuah lokus atau posisi spesifik pada
kromosom. Akan tetapi, sejumlah gen atau set gen yang teratut erat bisa
memerantai pergerakannya sendiri dari satu lokasi ke lokasi lain. Gen tersebut
juga bisa terdapat dalam banyak salinan (terkadang ratusan atau ribuan) yang
tersebar di sepanjang genom. Unsur-unsur tersebut telah diberi berbagai sebutan,
yaitu gen melompat, elemen bergerak (mobile), sekuens insersi, kaset,
dan transposon (Elrod, S. dan Stansfield, W, 2007).
Transposon merupakan elemen genetik yang berpindah dapat berupa satu
gen atau beberapa gen yang bertaut (linkage) sehingga disebut juga elemen
genetik yang dapat bertransposisi (transposable genetic elements) atau unsure
transposable (Yuwono, 2005: 245). Transposon disebut juga dengan gen loncat
(jumping genes), elemen genetik bergerak (mobile genetic element), sekuensi
insersi, dan kaset (Addy, 2009).
Elemen genetik yang dapat bertransposisi tersebut ditemukan baik dalam
prokaryot, eukaryot, maupun dalam bakteriofag. Semua transposon membawa
kode genetik untuk satu atau lebih dari satu protein yang diperlukan untuk
transposisi. Di samping itu, beberapa transposon juga membawa gen lain yang
menghasilkan fenotipe tertentu, misalnya ketahanan terhadap antibiotik tertentu
(Yuwono, 2005: 245).
Dalam beberapa hal, proses transposisi mirip dengan proses rekombinasi
khusus, yaitu melibatkan proses pemotongan untai DNA baik pada molekul DNA
donor maupun DNA target pada tempat khusus. Proses tersebut kemudian diikuti
dengan penggabungan ujung-ujung transposon ke molekul DNA target yang sudah
terpotong. Walaupun demikian, ada perbedaan mendasar antara proses transposisi
dengan proses rekombinasi khusus. Ciri penting transposisi adalah proses
transposisi tidak tergantung pada ada atau tidaknya hubungan antara urutan
nukleotida pada DNA donor dengan DNA target, baik hubungan fungsional
maupun, misalnya, hubungan asal-usul. Dalam proses rekombinasi khusus,
pemotongan dan penyambungan molekul DNA donor dan DNA target tidak
disertai dengan sintesis molekul DNA baru. Sebaliknya, proses transposisi
melibatkan sintesis molekul DNA baru yang dikendalikan oleh sistem reparasi
atau replikasi. Selain itu, selama transposisi, molekul DNA donor tidak disusun
kembali seperti bentuk tipe alami pra-transposisi (Yuwono, 2005: 247).
Transposisi dapat menyebabkan terjadinya penyusunan kembali
(rearrangement) genom suatu jasad. Hal ini dapat terjadi, misalnya karena ada dua
duplikat (copy) transposon yang sama pada lokasi kromosom yang berbeda
sehingga dapat menyebabkan terjadinya rekombinasi antarduplikat transposon
tersebut. Rekombinasi semacam itu dapat membawa implikasi terjadinya delesi,
penyisipan, inversi, atau translokasi. Transposisi mempunyai peranan dalam
proses evolusi beberapa plasmid bakteri. Sebagai contoh, integrasi plasmid F yang
berasal dari E. coli ke dalam kromosom bakteri seringkali terjadi melalui proses
rekombinasi antara suatu transposon yang ada di dalam plasmid dengan
transposon yang homolog di dalam kromosom bakteri (Yuwono, 2005: 247).
PENJELASAN LIMFOSIT T DAN LIMFOSIT B
1. Limfosit T
Sel yang berasal dari thimus atau T, mengarahkan beragam unsur
imunitas seluler dan juga penting untuk menginduksi imunitas humoral yang
berasal dari sel B terhadap banyak anti gen. Sel T berjumlah 60-70% dari
limposit dalam sirkulasi darah dan juga merupakan tipe limfosit utama dalam
selaput periarteriol limpa serta zona interfolikular kelenjar getah bening. Setiap sel
T diprogram secara genetik untuk mengenali suatu fargmen peptida yang diproses
secara unik dengan menggunakan reseptor sel T (TCR, T-cell receptor) spesifik.
Keberagaman TCR untuk bermiliar-miliar peptida potensial dihasilkan
melalui penyusunan ulang somatik ( somatic rearrangement ) dari gen yang
mengode setiap rantai TCR. Seperti yang diperkirakan, setiap sel somatik
mempunyai gen TCR yang berasal dari jalur germinal. Selama masa ontogeni,
penyusunan ulang somatik gen ini hanya terjadi dalam sel T; olah sebab itu,
demontrasi adanya penyisunan ulang gen TCR melalui metode molekular
(misalnya, reaksi rantai polimerase (PCR) merupakan suatu penanda pasti adanya
sel jalur- keturunan T.

2. Limfosit B
Limfosit yang berasal dari sumsum tulang, atauB, terdiri atas 10-20%
dari populasi limfosit perifer yang beredar dalam sirkulasi. Sel ini terdapat pula
dalam sumsum tulang, jaringan limfoid perifer (kelenjar getah bening, limpa, dan
tonsil), serta dalam organ nonlimfoid, seperti traktus gastrointestinal. Sel B
terletak pada folikel limpoid didalam korteks kelenjar getah bening dan pada
pulpa putih limpa. Stimulasi (misalnya, oleh infeksi lokal) menyebabkan
pembentukan zona sentral sel B yang diaktivasi dan besar dalam folikel, yang
disebut sentrum germinativum.
Setelah stimulasi,sel B membentuk sel plasma yang menyekresi
imunoglobulin, yang selanjutnya menjadi mediator imunitah humoral. Terdapat
lima isotipe imunoglobulin dasar; 95% antibodi dalam sirkulasi merupakan IgG,
IgM, serta IgA dan peranan IgE dan IgD relatif minimal. Setiap isotipe
mempunyai kemampuan khusus untuk mengaktivasi komplemen atau merekrut
sel radang, serta mempunyai peranan yang jelas misalnya, IgA merupakan
mediator penting pada imunitas mukosa, sedangkan IgE mempunyai kepentingan
khusus untuk infeksi cacing dan dalam respons alergi.
Gene Rearrangement

DNA rearrangement = Perubahan struktur & komposisi gen pada


khromosom yang mengakibatkan pengaturan ulang urutan gen dalam genom
(berbeda dengan rekombinasi DNA pada saat meiosis yang hanya mengalami
pertukaran gen tapi tidak merubah urutan gen pada genom).
Rearrangement dapat terjadi pada virus, prokariota & eukariota untuk
mengatur dan mengontrol perubahan ekspresi gen pada tipe sel tertentu.
Penemuan mengenai adanya gen yang mampu berpindah ke lokasi kromosom
yang berbeda lalu mengubah ekspresi gen sekitarnya berasal dari ilmuwan yang
tak asing bagi kita yaitu Barbara Mcclintock.
Rekombinasi DNA pada gene rearrangement melibatkan site-specific
recombination yang ada pada sekuens DNA dari segmen (gen) yang mengalami
rekombinasi. Interaksi DNA yang terlibat rekombinasi dimediasi oleh protein
(enzim) yang mengenal sikuens spesifik pada DNA target.
Gene rearrangement pada prokariot
- Tujuan : menghasilkan varian protein yang diperlukan untuk beradaptasi
pada perubahan lingkungan, seperti resisten terhadap antibiotik dan
penghindaran dari intervensi sistem imun host.

- Rekombinasi DNA bakteriofag pada genom bakteri.


Apabila bakteriofag menginfeksi E. coli, DNA akan direplikasi untuk
menghasilkan virion baru hingga sel lisis, atau terintegrasi ke genom
bakteri membentuk profag. Pada siklus tsb (lisogenik), profag akan ikut
direplikasi didistribusikan ke sel baru generasi berikutnya. Pada kondisi
tertentu, profag dapat dieksisi & direplikasi kembali membentuk virion
baru.
Baik integrasi maupun eksisi DNA akan melibatkan site- specific
recombination sequens pada virus dan sel host (bakteri). Rekombinasi
(rearrangement) bakteriofag DNA dan genom bakteri dimediasi oleh
protein bakteriofag disebut integrase (int). Protein integrase (enzim ini
dikode oleh gen virus) mengenal site- specific recombination sequens
pada virus (attP) dan sel host/bakteri (attB). Keduanya dipotong dan
diintegrasikan seperti gambar di samping.
- Mekanisme rekombinasi yang lebih detail : attP (merah) dan attB (biru)
Int awalnya mengikat attP, membentuk sebuah kompleks di mana DNA
attP dibungkus oleh sekitar beberapa protein Int. Kemudian kompleks Int-
attP mengikat attB, dengan menyelaraskan dari situs att fag bakteri yang
homolog (1). Baik attP maupun attB akan mengalami pemotongan oleh int
pada site tertentu (2). attP dan attB yang sudah terpotong pada urutan
yang homolog kemudian mengalami pertukaran dan direkatkan oleh enzim
ligase (3). Int protein juga berperan pada eksisi profag yang prosesnya
merupakan kebalikan dari proses integrasi.

- Transposisi gen / DNA


Gen yang tidak akif (silent gene) diaktifkan dengan
memindahkannya ke situs ekspresi yang akhirnya akan mengubah ekspresi
gen sebelumnya. Gen yang mengalami transposisi disebut transposon.
Transposisi melibatkan enzim transposase. Salah satu bentuk ekspresi gen
yang dirubah oleh gene arrangement transposisi yaitu perubahan antigen
permukaan (berupa komposisi protein pilin) oleh Neisseria gonorhoeae
(bakteri penyebab kencing nanah) guna menghindar respon dari sIgA
memori.

- Inversi gen
Segmen DNA dipotong & disambung kembali dengan orientasi
berbeda (terbalik) dari sebelumnya. Contohnya pada Campylobacter fetus
(bakteri gram positif dan patogen pada sapi peternakan dan manusia).
C.fetus mengekspresikan SLP (S-layer protein) di permukaan selnya SLP
dapat bereaksi dengan c3b yang berperan dalam opsonisasi. Ternyata
C.fetus dapat mengalami rearrangement pada SLP-nya dengan membentuk
6,2 kb invertible element sehingga SLP berubah dan tidak bereaksi dengan
c3b -> terhindar dari fagositosis.
Gene arrangement pada eukariota
a. Pathological Gene Rearrangement
Contohnya : gene arrangement pada gen bcr/abl karena translokasi khromosom 9
dan 22. Simbolnya yaitu t (9;22)(q34;q11). Pada kasus ini gen bcr pada kromosom
22 berekombinasi dengan gen abl pada khromosom 9 menghasilkan rekombinan
bcr/abl. Rekombinan ini menimbulkan penyakit chronic myeloblastic leukemia.
b. Natural gene rearrangement
Terjadi pada reseptor antigen manusia : reseptor sel T (TCR) dan
immunoglobulin. Gen fungsional tsb berasal dari rekombinasi segmen gen
somatik bentuk germline pada waktu diferensiasi sel T dan sel B.

Gene rearrangement pada TCR


TCR terdiri dari dua rantai polipeptida ( dan ) yang menembus membran
plasma dan terikat oleh ikatan sulfide. Rantai dan tersusun atas variable region
dan constant region. Bagian variable berfungsi untuk antigen binding sedangkan
constant untuk aktifitas biologis.

Gen yang mengkode dua polipeptida ini adalah rekombinasi antara V, J, C


segments (rantai alfa) atau antara V, D, J, dan C segmen (rantai beta). (V=variable,
D = diversity, J = joining, C = constant).
Gen pengkode rantai alfa :
Gen pengkode rantai beta :

Gene rearrangement pada Ig (Immunoglobulin)


Immunoglobulin tersusun atas 2 heavy chains (H) dan 2 light chains (L
dan L) yang terikat oleh ikatan disulfide. Keduanya terdiri atas region variable
dan constant. Prinsip rekombinasi spesifik dalam pembentukan gen Ig pertama
kali diungkapkan oleh Susumu Tonegawa. Gene rearrangement pada gen Ig dapat
membentuk sekitar 1012 Ig yang spesifik untuk setiap antigen. Sama seperti TCR,
gen yang menentukan kedua chain tsb adalah V, D, J, dan C. Untuk L dan L
dikode oleh region gen V, J, dan C sedangkan H ditambah region gen D.
Sekedar tambahan nihh saya kasih gambar mekanisme rearrangement light chain
(1) dan heavy chain (2) :
Seperti TCR,alasan kenapa kombinasinya bentuk bisa banyak karena tiap region
gen (V, D, J, C) punya hingga ratusan ekson (lebih hebat dari TCR hehe). Lebih
jelasnya diuraikan oleh tabel di bawah ini.

Mekanisme rekombinasi VDJ


Bagian ini beda dengan sebelumnya kalo tadi (TCR dan Ig) kan hanya
mekanisme rearrangement secara umum untuk pembentukan gen fungsional
keduanya sedangkan bagian ini akan menjelaskan bagaimana cara segmen VDJ
itu saling join an yang nantinya akan membentuk gen fungsional. Pembahasan
ini akan kembali ke prinsip awal kita dimana rearrangement melibatkan dua
komponen penting yaitu site specific recombination dan protein
Ternyata segmen coding dari Ig dan TCR (V, D, J, dan C) diapit oleh dua
recombination signal sequence (RSS) yang terletak dihulu & dihilir exon. RSS
dikenali dan di eksisi oleh 2 protein kompleks RAG1 & RAG2. Setelah eksisi
noncoding sequence antara dua segmen (misal V dan D), maka akan terjadi
rekombinasi (rearrangement) antara kedua segmen yang akhirnya menghasilkan
gen fungsional (Ig & TCR) yang sangat bervariasi. Gambarnya sebagai berikut.
Deteksi gene rearrangement TCR dan Ig
Prinsip deteksi ini dimulai karena ditemukan bahwa rearrangement gen
TCR dan Ig merupakan penanda galur dan distribusi klon sel T dan sel B. Penanda
galur maksudnya adalah tiap galur TCR dan Ig memiliki pola rearrangement yang
khas sedangkan distribusi klon berarti anggota dari satu klon pasti mempunyai
gambaran rearrangement yang sama.
Cara deteksi rearrangement gen TCR dan Ig :
- RFLP (determinasi fragmen restriksi pada blot Southern)
Situs restriksi pada intron gen germline akan terinterupsi oleh rekombinasi
segmen gen yang berpartisipasi/mengalami rearrangement sehingga komposisi
fragmen restriksi akan berubah (berbeda dari bentuk germline). Akibatnya jika
dilakukan Hibridisasi dengan DNA pelacak (probe) menyebabkan gambaran
hibridisasi pada radioautogram blot Southern akan berubah dan berbeda dari
gambaran germline.
- Amplifikasi gen dengan PCR
Menggunakan primer yang komplementer dengan intron segmen gen
pasangannya. Akibatnya, rearrangement akan menyebabkan segmen gen yang
berkombinasi tidak teramplifikasi. Oleh karena itu, dengan amplifikasi ini kita
bisa tahu segmen ekson mana yang berkombinasi berdasarkan intron yang hilang
tersebut.

Rearrangement gen TCR dan Ig sebagai alat untuk memantau kelainan dan
patologi limfoproliferasi
- Leukemia limfositik dan limfoma
Sel leukemia dan neoplasma limfoblastik berasal dari satu sel ansestor yang
berproliferasi lebih agresif dari pada sel normal, membentuk satu klon dominan
dalam sirkulasi atau kelenjar limfa. Oleh karena itu jika dilakukan analisa
rearrangement pada limfosit yang diisolasi dari darah tepi atau kelenjar limfe
maka akan menunjukkan ekspansi klonsel neoplasia limfositik / limfoblastik.
- Penyakit-penyakit autoimun
Analisa limfosit yang diisolasi dari organ atau jaringan yang mengalami lesi
karena reaksi autoimun, menunjukkan adanya proliferasi sel T monoclonal (satu
jenis klon yang dominan) atau oligoklonal (beberapa jenis klon yang dominan)
yang spesifik.
- rhematoid arthritis (reaksi autoimun pd persendian)
- autoimun chronic active hepatitis
- psoriasis (lesi pada kulit, cth : dermatosis squamosa)

- Penyakit-penyakit infeksi virus dan bakteri intraseluler


Respon imun thd antigen virus menyebabkan proliferasi sel T spesifik dalam
sirkulasi dan jaringan/organ target. Jika dilakukan analisa rearrangement pada
limfosit dari sirkulasi/organ memperlihatkan ekspansi monoklonal atau
oligoklonal sel T tertentu.
Cth : pada penderita hepatitis, sel hati yang terinfeksi akan mengekspresikan
antigen hepatitis lalu dikenali oleh sel T CD 8 yang akan merusak sel2 hati yang
terinfeksi.

Anda mungkin juga menyukai