Nim : 18507043
A. Transposisi
Transposisi adalah suatu proses perpindahan elemen genetik dari satu lokus dalam suatu
kromosom, plasmid, atau genom virus, ke bagian lain kromosom yang sama, atau bahkan ke
suatu lokus dalam kromosom lain (Yuwono, 2005: 245). Kebanyakan gen terletak pada
sebuah lokus atau posisi spesifik pada kromosom. Akan tetapi, sejumlah gen atau set gen
yang teratut erat bisa memerantai pergerakannya sendiri dari satu lokasi ke lokasi lain. Gen
tersebut juga bisa terdapat dalam banyak salinan (terkadang ratusan atau ribuan) yang
tersebar di sepanjang genom. Unsur-unsur tersebut telah diberi berbagai sebutan, yaitu “gen
melompat”, “elemen bergerak (mobile)”, “sekuens insersi”, “kaset”, dan “transposon” (Elrod,
S. dan Stansfield, W, 2007).
Transposon merupakan elemen genetik yang berpindah dapat berupa satu gen atau
beberapa gen yang bertaut (linkage) sehingga disebut juga elemen genetik yang dapat
bertransposisi (transposable genetic elements) atau unsure transposable (Yuwono, 2005:
245). Transposon disebut juga dengan gen loncat (jumping genes), elemen genetik bergerak
(mobile genetic element), sekuensi insersi, dan kaset (Addy, 2009). Elemen genetik yang
dapat bertransposisi tersebut ditemukan baik dalam prokaryot, eukaryot, maupun dalam
bakteriofag. Semua transposon membawa kode genetik untuk satu atau lebih dari satu protein
yang diperlukan untuk transposisi. Di samping itu, beberapa transposon juga membawa gen
lain yang menghasilkan fenotipe tertentu, misalnya ketahanan terhadap antibiotik tertentu
(Yuwono, 2005: 245).
Dalam beberapa hal, proses transposisi mirip dengan proses rekombinasi khusus, yaitu
melibatkan proses pemotongan untai DNA baik pada molekul DNA donor maupun DNA
target pada tempat khusus. Proses tersebut kemudian diikuti dengan penggabungan ujung-
ujung transposon ke molekul DNA target yang sudah terpotong. Walaupun demikian, ada
perbedaan mendasar antara proses transposisi dengan proses rekombinasi khusus. Ciri
penting transposisi adalah proses transposisi tidak tergantung pada ada atau tidaknya
hubungan antara urutan nukleotida pada DNA donor dengan DNA target, baik hubungan
1
fungsional maupun, misalnya, hubungan asal-usul. Dalam proses rekombinasi khusus,
pemotongan dan penyambungan molekul DNA donor dan DNA target tidak disertai dengan
sintesis molekul DNA baru. Sebaliknya, proses transposisi melibatkan sintesis molekul DNA
baru yang dikendalikan oleh sistem reparasi atau replikasi. Selain itu, selama transposisi,
molekul DNA donor tidak disusun kembali seperti bentuk tipe alami pra-transposisi
(Yuwono, 2005: 247).
McClintock menemukan bahwa transposon bertanggung jawab untuk berbagai jenis mutasi
gen, biasanya berupa:
penyisipan,
penghapusan, dan
translokasi (Kimbal).
Perubahan dalam genom bisa, misalnya, menyebabkan perubahan warna biji jagung.
Sekitar 50% dari total genom jagung terdiri dari transposon (elemen Ac/Ds). Pada bakteri,
2
ditemukan elemen IS yang pertama kali ditemukan pada gen Escherichia coli oleh James
Shapiro pada tahun 1968. Dirangsang oleh laporan Shapiro tersebut, tindak lanjut penelitian
biologi molekular tentang keterlibatan dalam berbagai fenomena transposon DNA mobile
terkait pada bakteri, tanaman, dan serangga. Penemuan Barbara McClintock yang
sebelumnya pada jagung diberi pengakuan yang luas di antara ahli biologi. Akhirnya,
McClintock memperoleh pengakuan berupa penghargaan Nobel di bidang Fisiologi atau
Kedokteran pada tahun 1983. Jadi, butuh waktu sekitar 40 tahun bagi para ilmuwan lain
untuk sepenuhnya menghargai pentingnya penemuan McClintock.
Dalam mengembangkan jaringan somatik seperti biji jagung, mutasi yang mengubah
warna akan diteruskan ke semua sel keturunan. Ini menghasilkan pola beraneka ragam yang
begitu dihargai di “jagung India” (Kimbal). Satu keluarga transposon pada lalat
buah Drosophila melanogaster disebut unsur P. transposon tampaknya memiliki pertama kali
muncul di satu-satunya spesies di pertengahan abad kedua puluh. Dalam 50 tahun, mereka
telah menyebar melalui setiap populasi spesies. P buatan elemen dapat digunakan untuk
menyisipkan gen ke Drosophila dengan menyuntikkan embrio (Kimbal).
Pada masa kini, transposon dianggap sebagai relik (peninggalan) evolusi dari masa lalu
dan dianggap sebagai sisa-sisa virus yang telah terintegrasi ke dalam genom suatu organism
(Citizendium). Pada mulanya, transposon diduga sebagai fragmen yang tidak berguna atau
disebut “sampah” DNA dan “egois” DNA hingga akhirnya diketahui bahwa transposon
ternyata memiliki peranan penting dalam perkembangan organism (Addy, 2009). “Sampah”
DNA karena tidak ada manfaat yang jelas bagi inang mereka. Sedangkan, “egois” DNA
karena transposon tampaknya hanya berfungsi untuk membuat salinan bagi diri mereka
sendiri (Jkimball: 2010).
Yuwono (2005: 258) mengatakan bahwa transposon mempunyai peranan penting dalam
evolusi dan organisasi genom jasad hidup. Pada beberapa jasad, misalnya jagung, transposon
terkonsentrasi pada daerah DNA di antara gen yang secara total meliputi lebih dari setengah
(50%) genom jagung. Pada Drosophila, transposon terdapat pada heterokromatin maupun
eukromatin dan diketahui ada sekitar 90 famili transposon pada genom Drosophila.
Pada Drosophila, transposon diketahui terlibat dalam proses evolusi genom melalui proses
penyusunan ulang genom (genom rearrangement).
Transposon juga diketahui sebagai salah satu penyebab terjadinya mutasi pada banyak
organisme. Misalnya, pada Drosophila, mutasi pada gen white (bertanggung jawab pada
3
pembentukan warna mata) disebabkan oleh penyisipan beberapa macam transposon.
Penyebaran elemen transposon yang luas pada genom jasad memberikan gambaran bahwa
elemen genetik tersebut mempunyai peranan dalam proses evolusi jasad hidup (Yuwono,
2005: 258). Berdasarkan mekanisme perpindahan (transposisi), transposon dapat di
kelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu transposon potong-tempel, transposon repliktif, dan
retrotransposon.
Transposon potong-tempel
Transposon replikatif
Transposon replikatif (replicative transposon) mengalami transposisi dengan melibatkan
proses replikasi elemen DNA transposon. Enzim transposase yang dikode oleh elemen
genetik tersebut berperan di dalam proses interaksi dengan sisi tempat penyisipan transposon.
Dalam interaksi tersebut, elemen DNA transposon direplikasi dan salah satu turunan (copy)
disisipkan pada sisi baru, sedangkan elemen DNA aslinya tetap berada di sisi semula
(Yuwono, 2005).
4
Retrotransposon
5
B. Mekanisme transposisi pada prokaryot
Mekanisme transposisi secara detail sampai saat ini belum diketahui dengan jelas.
Namun, pada prokaryot, misalnya E. coli, transposisi terjadi melalui dua cara,
yaitu replikatif dan konservatif (nonreplikatif) (Yuwono, 2005).
Mekanisme transposisi beberapa transposon dapat dilihat pada Tabel berikut ini.
(misalnya: Tn5)
* Elemen P Drosophila
* Elemen mariner Drosophila
* Elemen hobo Drosophila
III. Retrotransposon
juga long terminal * gypsy Drosophila
6
* Retroposon yang spesifik Drosophila
pada telomer
Transposisi secara replikatif ada dua model antara dua plasmid, yaitu model
simetris (model Shapiro) dan model asimetris. Model tranpososisi secara simetris, yaitu
tranpososisi terjadi melalui pembentukan elemen genetik lingkar yang merupakan gabungan
antara kedua plasmid (cointegrate) dan mengandung dua duplikat tranpososon dengan
orientasi yang sama. Cointegrate tersebut kemudian akan diuraikan lebih lanjut sehingga akan
dihasilkan dua elemen plasmid baru yang masing-masing akan mengandung satu
tranpososon. Dalam model ini, pembentukan cointegrate merupakan suatu keharusan.
Sebaliknya, menurut asimetris, pembentukan cointegrate tidak merupakan keharusan namun
hanya merupakan salah satu kemungkinan hasil antara yang dapat terjadi. Tranpososisi secara
replikatif tersebut dapat terjadi misalnya pada bakteriofag Mu dan Tn3 (Yuwono, 2005).
7
Gambar Mekanisme Transposisi secara Replikatif pada Tn3
Gambar Mekanisme Tra
nsposisi secara Nonreplikatif
8
C. Transposon pada manusia
Hasil penentuan urutan nukleotida (DNA sequencing) kromosom manusia
menunjukkan bahwa paling tidak sekitar 44% DNA manusia berasal dari elemen transposon,
termasuk elemen yang menyerupai virus (8% dari genom yang sudah disekuen), retroposon
(33%), dan beberapa family transposon yang mengalami transposisi dengan mekanisme
potong tempel (3%). Salah satu transposon yang dominan adalah elemen1 (retroposon) yang
merupakan sekuens kelompok LINE (long interspersed nuclear element). Elemen L1 yang
lengkap berukuran sekitar 6 kb, mempunyai promoter internal yang ditanskripsi oleh RNA
polymerase II, dan mempunyai dua ORF, yaitu ORF1 (mengkode protein pengikat DNA)
dan ORF2 (mengkode endonuklease dan transcriptase balik) genom manusia mengandung
sekitar 3.000 sampai 5.000 elemen L1 yang lengkap. Selain itu, ditemukan juga ada sekitar
500.000 elemen L1 yang tidak lengkap karena terpotong ujung 5’ sehingga tidak mampu
ditransposisi (Yuwono, 2005).
Elemen lain selain LINE yang juga banyak terdapat pada genom manusia
adalah SINE (short interspersed nuclear element) yang berukuran sekitar 400 pasang
nukleotida dan tidak mengkode suatu protein. SINE mengalami transposisi melalui proses
transkripsi balik. Enzim yang digunakan untuk proses transkripsi balik (enzim transcriptase
balik) tersebut tampaknya disintesis dari elemen LINE. Dengan demikian, proses
perbanyakan SINE tergantung pada elemen LINE. Genom manusia mengandung tiga
famili SINE, yaitu elemen Alu, MIR, dan Ther2/MIR3 meskipun yang mengalami transposisi
secara aktif hanya elemen Alu (Yuwono, 2005).
9
Genom manusia mengandung lebih dari 400.000 sekuens yang berasal dari elemen
yang menyerupai virus. Seperti halnya elemen LINE dan SINE yang tidak aktif, hampir
semua elemen yang menyerupai virus pada genom manusia merupakan “fosil genetik”
(Yuwono, 2005).
Gen-gen baru mungkin muncul setelah kejadian duplikasi gen dan kemungkinan besar juga
karena munculnya oleh bentuk morfologis baru. Tapi sulit untuk menentukan hubungan
kausal antara perubahan genetik dan morfologis yang terjadi di masa lalu.
Namun demikian, kesulitan dapat dikesampingkan melalui suatu studi baru baru ini
tentang perubahan yang berkaitan dengan perkembangan organisme, terkait dengan
10
difergensi dari serangga berkaki enam yang berasal dari nenek moyang mirip krustasea yang
memiliki lebih dari enam kaki. Pada serangga, misalnya Drosophila, gen Ubx diekspresikan
di perut, sedangkan pada krustasea, seperti Artemia (sejenis udang laut), diekspresikan dalam
batang utama tubuh. Saat diekspresikan, gen Ubx menekan pembentukan kaki pada serangga
tapi tidak pada krustasea.Hasil pengkajian tersebut memberikan bukti yang menghubungkan
perubahan tertentu dalam urutan nukleotida dari gen yang berperan dalam perkembangan
organisme dengan perubahan evolusioner mengenai asal usul rupa tubuh serangga berkaki
enam.
Transfer horisontal semacam itu dapat terjadi di antara anggota spesies yang sama
(misalnya transfer plasmid di antara dua strain Escherichia coli yang berkerabat dekat ) atau
terjadi di antara spesies yang memiliki jarak taksonomi besar (misalnya transfer plasmid Ti
dari bakteri ke sel tumbuhan). Transfer gen horizontal dalam jarak jauh bergantung pada
pembawa yang melintasi batas batas dari satu spesies ke spesies lainnya. Virus, plasmid dan
transposon semuanya terlibat dalam pergerakan gen yang menyamping seperti itu.Retrovirus,
secara khusus mampu menyisip masuk ke dalam kromosom hewan, mengambil gen dan
memindahkannya ke spesies Hewan lain. Salah satu contoh transfer horisontal yang terjadi
pada hewan yaitu berkenaan dengan virogen tipe-C yang dimiliki oleh babon dan semua
monyet masa lampau lainnya. Virogen tipe-C hadir pada nenek moyang bersama monyet-
monyet itu sekitar 30 juta tahun yang lalu, dan sejak saat itu berpencar sampai kepada gen
monyet lainnya. Sekuens berkerabat ini, juga ditemukan pada beberapa spesies kucing,
namun hanya kucing-kucing kecil di Afrika Utara dan Eropa yang memiliki Virogen tipe-C
babon. Semua kucing Amerika, Asia dan Sub-Sahara Afrika tidak memiliki sekuens ini. Oleh
11
karena itu, nenek moyang kucing awal tidak memiliki virogen tip-C ini. Sekuens yang
ditemukan pada kucing Afrika Utara lebih condong menyerupai babun daripada sekuens pada
monyet. Hal ini menunjukkan bahwa sekitar 5-10 juta tahun yang lalu retrovirus membawa
virogen tipe-C secara horisontal dari nenek moyang babon modern ke nenek moyang kucing
kecil Afrika Utara. Kucing peliharaan Eropa awalnya berasal dari Mesir, sehingga juga
membawa virogen tipe-C, namun kucing lainnya yang telah terpencar lebih dari 10 juta tahun
yang lampau yang lalu kekurangan sekuens ini.
Pemahaman tentang kekerabatan evoluioner dapat diperoleh melalui salah satu cara
yaitu ketika kita memutuskan dalam “wadah” mana kita meletakkan suatu spesies melalui
perbandingan ciri - ciri yang berpotensi sebagai pembeda. Sebagai contoh Kadal tak berkaki
Australia, dikenal sebagai Scalyfoot (Pygopuslepidopodus) tidak memiliki kelopak mata
kompak, rahang yang melar dan ekor pendek dibagian posterior anus, yang merupakan tiga
ciri yang dimiliki semua ular.
Walaupun ciri lainnya mirip dengan ular akan tetapi scalyfootbukanlah ular.
Selanjutnya, pengamatan pada kadal menunjukkan bahwa keadaan tanpa kaki, juga telah
berkembang secara terpisah pada beberapa kelompok kadal. Kebanyakan kadal yang tidak
berkaki adalah tinggal di liang atau di padang rumput sama halnya dengan ular, dimana
hilangnya kaki itu berkenaan dengan adaptasi terhadap lingkungan mereka.Ular dan kadal
adalah bagian dari rangkaian perluasan kehidupan yang berasal dari organisme awal menuju
kepada keragaman spesies seperti sekarang ini. Perluasan keragaman itu bersinggungan
dengan proses, yaitu mekanisme evolusi, dan pola, yaitu pengamatan produk evolusi setelah
waktu tertentu.Sebagai contoh, filogeni kadal dan ular menunjukkan bahwa scalyfoot dan
ular berkembang dari kadal berkaki, namun mereka berkembang dari keturunan berbeda dari
kadal berkaki. Jadi munculnya keadaan tak berkaki itu berkembang secara sendiri-sendiri.
Untuk membangun filogeni, para ahli biologi memanfaatkan sistematika, yaitu suatu disiplin
ilmu yang menitik beratkan pada penggolongan organisme dan penentuan kekerabatan
evolusiner mereka. Sistematika dapat menggunakan data berupa fosil, molekul atau gen
untuk menarik kesimpulan mengenai sejarah evolusioner.
12
DAFTAR PUSTAKA
Tamura K., D. Peterson, N. Peterson, G. Stecher, M. Nei, and S. Kumar. 2012. MEGA5:
Molecular Evolutionary Genetics Analysis Using Maximum Likelihood, Evolutionary
Distance, and Maximum Parsimony Methods. Molecular and Biology Evolution.
28(10):2731–2739.
Freeland R. Joanne. 2005. Molecular Ecology. John Woley and Sons: USA.
Erny, S., dkk. 2010. Evolusi Molekuler. Malang : Universitas Negeri Malang.
Widodo, Lestari, U., dan Amin, M. 2012. Bahan Ajar Evolusi. Malang: Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi.
13