Model neo-Darwinis, yang dapat kita anggap sebagai teori evolusi yang "paling
diakui" saat ini, menyatakan bahwa kehidupan telah mengalami perubahan atau
berevolusi melalui dua mekanisme alamiah: "seleksi alam" dan "mutasi". Dasar teori
ini sebagai berikut: seleksi alam dan mutasi adalah dua mekanisme yang saling
melengkapi. Modifikasi evolusioner berasal dari mutasi secara acak yang terjadi
pada struktur genetis makhluk hidup. Sifat-sifat yang ditimbulkan oleh mutasi
kemudian diseleksi melalui mekanisme seleksi alam dan dengan demikian makhluk
hidup berevolusi.
Akan tetapi jika teori ini kita teliti lebih jauh, ternyata mekanisme evolusi
semacam ini tidak ada sama sekali, sebab tidak ada kontribusi dari seleksi alam
maupun mutasi kepada pernyataan bahwa beragam spesies telah berevolusi dan
berubah dari satu spesies menjadi spesies yang lain.
Seleksi Alam
Sebagai suatu proses alamiah, seleksi alam telah dikenal ahli biologi sebelum
Darwin, yang mendefinisikannya sebagai "mekanisme yang menjaga agar spesies
tidak berubah tanpa menjadi rusak". Darwin adalah orang pertama yang
mengemukakan bahwa proses ini memiliki kekuatan evolusi. Ia kemudian
membangun seluruh teorinya berlandaskan pernyataan tersebut. Seleksi alam
sebagai dasar teori Darwin ditunjukkan oleh judul yang ia berikan pada bukunya:
The Origin of Species, by means of Natural Selection....
Kita akan melihat bahwa contoh-contoh seleksi alam yang dikemukakan evolusionis
tidak lain hanyalah usaha untuk mengelabui.
Seharusnya sudah sangat jelas bahwa keadaan ini sama sekali tidak dapat
digunakan sebagai bukti teori evolusi, karena seleksi alam tidak memunculkan
bentuk baru yang sebelumnya tidak ada. Ngengat berwarna gelap sudah ada dalam
populasi ngengat sebelum Revolusi Industri. Yang berubah hanya proporsi relatif
dari varietas ngengat yang ada. Ngengat tersebut tidak mendapatkan sifat atau
organ baru, yang memunculkan "spesies baru". Sedangkan agar seekor ngengat
berubah menjadi spesies lain, menjadi burung misalnya, penambahan-penambahan
baru harus terjadi pada gen-gennya. Dengan kata lain, program genetis yang sama
sekali berbeda harus dimasukkan untuk memuat informasi mengenai sifat-sifat fisik
burung.
Singkatnya, seleksi alam tidak mampu menambahkan organ baru pada makhluk
hidup, menghilangkan organ, atau mengubah makhluk itu menjadi spesies lain. Hal
ini sungguh bertentangan dengan khayalan evolusionis. Bukti "terbesar" tadi
dikemukakan karena Darwin hanya mampu mencontohkan "Melanisme industri"
pada ngengat-ngengat di Inggris.
Seleksi alam berperan sebagai mekanşsme pengeliminasi individu-individu lemah dalam suatu
spesies. Ini adalah kekuatan konservasi yang menjaga spesies yang ada dari kepunahan. Namun
mekanisme ini tidak memiliki kemampuan mengubah satu spesies ke spesies lain.
Seleksi alam hanya mengeliminir individu-individu suatu spesies yang cacat, lemah
atau tidak mampu beradaptasi dengan habitatnya. Mekanisme ini tidak dapat
menghasilkan spesies baru, informasi genetis baru, atau organ-organ baru. Dengan
demikian, seleksi alam tidak mampu menyebabkan apa pun berevolusi. Darwin
menerima kenyataan ini dengan mengatakan: “Seleksi alam tidak dapat
melakukan apa pun sampai variasi-variasi menguntungkan berkebetulan
terjadi”.4 Karena itulah neo-Darwinisme harus mengangkat mutasi sejajar dengan
seleksi alam sebagai “penyebab perubahan-perubahan menguntungkan”. Akan
tetapi, seperti yang akan kita lihat, mutasi hanya dapat men-jadi “penyebab
perubahan-perubahan merugikan”.
Mutasi
Mutations add no
new information to
an organism's DNA:
As a result of
mutations, the
particles making up
the genetic
information are
either torn from
Mutasi didefinisikan sebagai pemutusan atau their places,
penggantian yang terjadi pada molekul DNA, yang destroyed, or
terdapat dalam inti sel makhluk hidup dan berisi semua carried off to
informasi genetis. Pemutusan atau penggantian ini different places.
diakibatkan pengaruh-pengaruh luar seperti radiasi Mutations cannot
atau reaksi kimiawi. Setiap mutasi adalah "kecelakaan" make a living thing
dan merusak nukleotida-nukleotida yang membangun acquire a new organ
DNA atau mengubah posisinya. Hampir selalu, mutasi or a new trait. They
menyebabkan kerusakan dan perubahan yang only cause
sedemikian parah sehingga tidak dapat diperbaiki oleh abnormalities like a
sel tersebut. leg sticking out of
the back, or an ear
Mutasi, yang sering dijadikan tempat berlindung from the abdomen.
evolusionis, bukan tongkat sihir yang dapat mengubah
makhluk hidup ke bentuk yang lebih maju dan sempurna. Akibat langsung mutasi
sungguh berbahaya. Perubahan-perubahan akibat mutasi hanya akan be-rupa
kematian, cacat dan abnormalitas, seperti yang dialami oleh penduduk Hiroshima,
Nagasaki dan Chernobyl. Alasannya sangat sederhana: DNA memiliki struktur
teramat kompleks, dan pengaruh-pengaruh yang acak hanya akan menyebabkan
kerusakan pada struktur tersebut. B.G. Ranganathan menyatakan:
Mutasi bersifat kecil, acak dan berbahaya. Mutasi pun jarang terjadi dan kalau-
pun terjadi, kemungkinan besar mutasi itu tidak berguna. Empat karakteristik
mutasi ini menunjukkan bahwa mutasi tidak dapat mengarah pada perkembangan
evolusioner. Suatu perubahan acak pada organisme yang sangat terspesialisasi
bersifat tidak berguna atau membahayakan. Perubahan acak pada sebuah jam
tidak dapat memperbaiki, malah kemungkinan besar akan merusaknya atau tidak
berpengaruh sama sekali. Gempa bumi tidak akan memperbaiki kota, tetapi
menghancurkannya.5
Tidak mengherankan, sejauh ini tidak ditemukan satu mutasi pun yang berguna.
Semua mutasi telah terbukti membahayakan. Seorang ilmuwan evolusionis, Warren
Weaver, mengomentari laporan The Committee on Genetic Effects of Atomic
Radiation, sebuah komite yang meneliti mutasi yang mungkin disebabkan oleh
senjata-senjata nuklir selama Perang Dunia II, sebagai berikut:
Banyak orang akan tercengang oleh pernyataan bahwa hampir semua gen mu-tan
yang diketahui ternyata membahayakan. Jika mutasi adalah bagian penting dalam
proses evolusi, bagaimana mungkin sebuah efek yang baik — evolusi ke bentuk
kehidupan lebih tinggi — berasal dari mutasi yang hampir semuanya berbahaya?
6
Setiap upaya untuk “menghasilkan mutasi yang menguntungkan” berakhir dengan
kegagalan. Selama puluhan tahun, evolusionis melakukan berbagai percobaan
untuk menghasilkan mutasi pada lalat buah, karena serangga ini bereproduksi
sangat cepat sehingga mutasi akan muncul dengan cepat pula. Dari generasi ke
generasi lalat ini telah dimutasikan, tetapi mutasi yang menguntungkan tidak
pernah dihasilkan. Seorang ahli genetika evolusionis, Gordon Taylor, menulis:
Sebagai rangkuman, ada tiga alasan utama mengapa mutasi tidak dapat dijadikan
bukti yang mendukung pernyataan evolusionis:
1) Efek langsung dari mutasi membahayakan. Mutasi terjadi secara acak,
karenanya mutasi hampir selalu merusak makhluk hidup yang mengalaminya.
Logika mengatakan bahwa intervensi secara tak sengaja pada sebuah struktur
sempurna dan kompleks tidak akan mem-perbaiki struktur tersebut, tetapi
merusaknya. Dan memang, tidak per-nah ditemukan satu pun “mutasi yang
bermanfaat”.
3) Agar dapat diwariskan pada generasi selanjutnya, mutasi harus terjadi pada
sel-sel reproduksi organisme tersebut. Perubahan acak yang terjadi pada sel
biasa atau organ tubuh tidak dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya.
Sebagai contoh, mata manusia yang berubah aki-bat efek radiasi atau sebab lain,
tidak akan diwariskan kepada generasi-generasi berikutnya.
Singkatnya, makhluk hidup tidak mungkin berevolusi karena di alam tidak ada
mekanisme yang menyebabkannya. Kenyataan ini sesuai dengan bukti-bukti
catatan fosil, yang menunjukkan bahwa skenario evolusi sangat menyimpang dari
kenyataan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Mengetahui Konsep Teori Seleksi Darwin dan Neo Darwinisme
1.4 Manfaat
Dapat mengetahui dan memahami teori seleksi menurut Darwin dan Neo Darwinisme.
BAB II
PEMBAHASAN
Seorang ahli biokimia Australia yang bernama Prof. Michael Denton menyanggah teori
Darwinisme. Menurutnya, terdapat pertentangan mencolok ketika teori evolusi dihadapkan
dengan penemuan-penemuan ilmiah dalam berbagai bidang seperti asal-usul kehidupan,
genetika populasi, anatomi perbandingan, ilmu fosil, dan biokimia. Menurutnya, evolusi
adalah sebuah teori yang sedang dilanda krisis.
Dalam bukunya Evolution: A Theory in Crisis (1985) yang artinya evolusi sebuah teori
dalam krisis, Denton menguji teori ini ditinjau dari berbagai cabang ilmu dan menyimpulkan
bahwa teori seleksi alam sangatlah jauh dalam memberikan penjelasan bagi kehidupan di
bumi. Tujuan Denton dalam mengajukan sanggahannya bukanlah untuk menunjukkan
kebenaran dari pandangan lain, tetapi hanya membandingkan Darwinisme dengan fakta-fakta
ilmiah. Selama dua dasawarsa terakhir, banyak evolusionis lain menerbitkan karya-karya
penting yang mempertanyakan keabsahan teori evolusi Darwin.
Harun Yahya dalam buku-buku karyanya membahas tentang beberapa hal menanggapi
teori evolusi yang sebelumnya dicetuskan oleh Darwin dan kaum evolusionis lainnya. Dalam
bukunya, Harun Yahya menyampaikan tentang variasi dan spesies, mitos homologi,
ketidakabsahan pernyataan homologi molekuler. Pendapat Harun Yahya terhadap hal-hal itu
adalah sebagai berikut:
a. Variasi dan Spesies
Evolusi menyebut variasi dalam suatu spesies sebagai bukti kebenaran teorinya.
Namun menurut Harun Yahya, variasi bukanlah bukti evolusi karena variasi hanya hasil
aneka kombinasi informasi genetis yang sudah ada, dan tidak menambahkan karakteristik
baru pada informasi genetis.
Variasi selalu terjadi dalam batasan informasi genetis yang ada. Dalam ilmu genetika,
batas-batas ini disebut “kelompok gen” (gene pool). Variasi menyebabkan semua
karakteristik yang ada di dalam kelompok gen suatu spesies bisa muncul dengan beragam
cara. Misalnya, pada suatu spesies reptil, variasi menyebabkan kemunculan verietas yang
relatif berekor panjang atau berkaki pendek, karena baik informasi tentang kaki pendek
maupun panjang terdapat dalam kantong gen. Namun, variasi tidak mengubah reptil menjadi
burung dengan menambahkan sayap atau bulu-bulu, atau dengan mengubah metabolisme
mereka. Perubahan demikian memerlukan penambahan informasi genetis pada makhluk
hidup, yang tidak mungkin terjadi dalam variasi.
Dalam buku The Origin of Species, Darwin menyatakan bahwa paus berevolusi dari
beruang yang berusaha berenang. Darwin menganggap bahwa kemungkinan variasi dalam
spesies tidak terbatas. Pendapat ini dibantah oleh Harun Yahya. Ia berpendapat bahwa ilmu
pengetahuan abad ke-20 telah menunjukkan bahwa skenario evolusi ini hanya khayalan.
b. Mitos Homologi
Dalam ilmu biologi, kemiripan struktural di antara spesies yang berbeda disebut
homologi. Evolusionis mencoba mengajukan kemiripan tersebut sebagai bukti evolusi.
Darwin mengira bahwa makhluk-makhluk dengan organ yang mirip (homolog) memiliki
hubungan evolusi di antara mereka dan organ-organ ini diwarisi dari nenek moyang yang
sama. Menurut asumsinya, merpati dan elang memiliki sayap karena itu merpati, elang, dan
bahkan semua unggas bersayap berevolusi dari nenek moyang yang sama.
Menurut Harun Yahya, homologi merupakan argumen menyesatkan yang
dikemukakan hanya berdasarkan kemiripan fisik sejak zaman Darwin hingga sekarang,
argumen ini belum pernah dibuktikan oleh satu temuan konkret pun. Tidak pernah ditemukan
satu pun fosil nenek moyang imajiner yang memiliki struktur-struktur homolog. Harun Yahya
mengatakan ada hal-hal yang memperjelas bahwa homologi tidak membuktikan teori evolusi.
Pendapat Harun Yahya adalah sebagai berikut.
1) Organ-organ homolog ditemukan pula pada spesies-spesies yang sangat berbeda, bahkan
evolusionis tidak dapat menunjukkan hubungan evolusi di antara spesies-spesies tersebut.
2) Kode-kode genetis beberapa makhluk yang memiliki organ-organ homolog sama sekali
berbeda satu sama lain.
3) Perkembangan embriologis organ-organ homolog benar-benar berbeda pada makhluk-
makhluk yang berbeda.
Misalnya adanya organ-organ serupa pada spesies yang berbeda. Ada sejumlah organ
homolog yang sama-sama dimiliki berbagai spesies berbeda, namun evolusionis tidak mampu
menunjukkan hubungan evolusi di antara mereka, misalnya sayap. Selain burung, sayap
terdapat pula pada hewan mamalia (seperti kelelawar), pada serangga, bahkan pada jenis
reptil yang telah punah (beberapa dinosaurus). Tetapi evolusionis tidak menyatakan
hubungan evolusi atau kekerabatan di antara keempat kelompok hewan ini.
Contoh mencolok lainnya adalah kemiripan yang menakjubkan pada struktur mata
berbagai jenis makhluk. Misalnya, walaupun gurita dan manusia adalah dua spesies yang jauh
berbeda, struktur dan fungsi keduanya sangat mirip. Namun, evolusionis tidak menyatakan
bahwa mereka mempu nyai nenek moyang yang sama karena kemiripan mata. Contoh-contoh
ini dan banyak lagi lainnya memastikan bahwa pernyataan “organ-organ homolog
membuktikan spesies makhluk hidup berevolusi dari satu nenek moyang yang sama” tidak
memiliki landasan ilmiah.
c. Ketidakabsahan Pernyataan Homolog Molekuler
Pengajuan homologi sebagai bukti evolusi tidak saja gagal pada tingkat organ, tetapi
juga pada tingkat molekuler. Evolusionis mengatakan bahwa ada kemiripan antara kode-kode
DNA atau struktur-struktur protein pada spesies-spesies yang berbeda dan kemiripan ini
membuktikan bahwa makhluk-makhluk hidup ini telah berevolusi dari nenek moyang yang
sama atau dari satu sama lain. Sebagai contoh, media evolusionisme senantiasa menyatakan
bahwa “ada kemiripan besar antara DNA manusia dan DNA kera”. Kemiripan ini
dikemukakan sebagai bukti hubungan evolusi antara manusia dan kera.
Contoh paling berlebihan dari argumen ini mengacu pada terdapatnya 46 kromosom pada
manusia dan beberapa jenis kera seperti simpanse. Evolusionis menganggap kedekatan
jumlah kromosom antara spesies berbeda merupakan bukti evolusi. Namun, jika hal ini benar,
manusia memiliki kerabat lebih dekat dengan kentang, dibandingkan dengan kera atau
simpanse, karena kentang memiliki jumlah kromosom lebih dekat dibanding dengan jumlah
kromosom manusia, yaitu 46. Dengan kata lain, manusia dan kentang memiliki jumlah
kromosom yang sama. Contoh nyata tetapi menggelikan ini menunjukkan bahwa kemiripan
DNA tidak lagi dijadikan sebagai bukti hubungan evolusi. Di sisi lain, terdapat perbedaan
molekuler yang sangat besar di antara makhluk-makhluk yang tampaknya mirip dan
berkerabat. Sebagai contoh, struktur-C, salah satu protein penting bagi pernapasan, sangat
berbeda pada makhluk-makhluk hidup dalam kelas yang sama.
3. Teori Intellegent Desaign
John G. West, salah satu pendukung teori ID (Intellegent Desaign),
mengatakan bahwa ID didasarkan pada bukti ilmiah dan tidak terikat
untuk membela agama tertentu. Kemunculan teori ID ini menjadi
bantahan keras bagi teori evolusi (khususnya Neo Darwinian). Adanya
dua teori penciptaan mahluk hidup ini menghasilkan sebuah
“pertarungan” yang seru untuk disimak. Publikasi penelitian yang
mendukung teori masing-masing kubu terus dilakukan untuk meyakinkan
kepada publik akan kebenaran teorinya. Saling serang menjadi hal yang
biasa terlihat. Meskipun demikian, kondisi ini sebenarnya berpengaruh
positif terhadap pemahaman tentang asal-usul mahluk hidup. Dua
alternatif pilihan ini akan memacu publik untuk berpikir secara objektif,
tanpa terpatok dengan satu teori tertentu. Sayangnya, kebebasan untuk
mengkaji teori asal-usul mahluk hidup ini tidak sepenuhnya dijamin.
Terdapat beberapa negara yang cenderung untuk memihak teori tertentu.
Bahkan, teori yang tidak didukung akan dibatasi pengajaran dan
publikasinya pada publik.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Evolusi, teori evolusi, dan teori Darwin adalah tiga hal yang berbeda meskipun
berkaitan sangat erat. Evolusi dapat dipandang sebagai fakta dan sebagai teori. Sebagai
fakta, evolusi adalah perubahan. Teori evolusi menjelaskan mekanisme perubahan itu. Teori
Darwin hanyalah salah satu dari beberapa teori evolusi yang pernah diajukan, dan sekarang
telah banyak mengalami penyempurnaan. Menentang teori Darwin belum tentu menentang
teori evolusi karena bisa juga berarti mengajukan teori evolusi lain yang lebih baik dari
teori evolusi Darwin. Menentang teori evolusi seyogyanya dilakukan dengan memberikan
penjelasan (teori) lain yang lebih dapat diterima mengen ai berbagai fakta yang selama ini
diyakini sebagai bukti evolusi atau fakta yang selama ini dapat dijelaskan berdasarkan
konsep evolusi.
3.2. Saran
Melalui makalah ini Penulis mengharapkan bagi para pembaca untuk bisa
mengembangkan maksud dari evolusi itu dan juga ikut berperan dalam menggali evolusi di
muka bumi ini yang mana kita tahu bahwa evolusi adalah suatu hal yang belum jelas dan
dapat di buktikan secara langsung. Oleh karena itu teori – teori tentang evolusi janganlah
dijdikan sebuah momen untuk berperang pemikiran karena akan menimbulkan perpecahan.
Penulis juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk dapat mengevaluasi
hasil penyusunan makalah ini dan agar dapat disempurnakan kembali. Atas kritik dan
sarannya penulis sampaikan terima kasih.
http://agusper.blogspot.com/2014/03/teori-evolusi-darwin-
neodarwinisme.html
Variasi selalu terjadi dalam batasan informasi genetis yang ada. Dalam ilmu
genetika, batas-batas ini disebut "kelompok gen" (gene pool). Variasi menyebabkan
semua karakteristik yang ada di dalam kelompok gen suatu spesies bisa muncul
dengan beragam cara. Misalnya pada suatu spesies reptil, variasi menyebabkan
kemunculan varietas yang relatif berekor panjang atau berkaki pendek, karena
baik informasi tentang kaki pendek maupun panjang terdapat dalam kantung gen.
Namun, variasi tidak mengubah reptil menjadi burung dengan menambahkan sayap
atau bulu-bulu, atau dengan mengubah metabolisme mereka. Perubahan demikian
memerlukan penambahan informasi genetis pada makhluk hidup, yang tidak
mungkin terjadi dalam variasi.
Darwin tidak mengetahui fakta ini ketika merumuskan teorinya. Ia mengira tidak
ada batas dalam variasi. Dalam sebuah artikel yang ditulisnya pada tahun 1844, ia
menyatakan: "Banyak ahli yang menganggap bahwa ada batas dalam variasi di
alam, namun saya belum menemukan satu bukti pun yang melandasi keyakinan
ini".1
Dalam The Origin of Species, ia menyebutkan beragam contoh variasi sebagai bukti
terpenting bagi teorinya. Misalnya, menurut Darwin, para peternak yang
mengawinkan beragam varietas sapi untuk menghasilkan varietas baru yang
menghasilkan susu lebih banyak, akhirnya akan mengubah ternak itu menjadi
spesies berbeda. Gagasan Darwin tentang "variasi tanpa batas" jelas terungkap
dalam kalimat dari The
Origin of Species:
Inti masalahnya adalah, kalaupun benar makhluk hidup dapat bervariasi tan-pa
batas… Spesies-spesies selalu stabil. Kita semua pernah mendengar bagaimana
peternak dan hortikulturis yang sudah berusaha sedemikian keras menjadi kecewa
mendapati hewan atau tumbuhan yang mereka kembangkan kembali ke varietas
asal. Sekalipun usaha keras dilakukan selama dua atau tiga abad, tidak mungkin
dihasilkan mawar biru atau tulip hitam.3
Variasi-variasi yang menjadi titik tekan Darwin dan Wallace tidak dapat dipaksakan
melampaui tahap tertentu. Variabilitas seperti ini tidak me-miliki rahasia
'perubahan tanpa batas'.5
Pernyataan Evolusi tentang Resistensi Antibiotis dan Kekebalan
Resistensi dan kekebalan yang muncul pada bakteri dan serangga ini bukan sifat
yang diperoleh akibat mutasi. Sebagian varietas dari makhluk hidup ini memiliki
karakteristik tersebut sebelum seluruh populasinya terkena antibiotik atau DDT.
Meski merupakan jurnal evolusionis, Scientific American mengakui hal ini dalam
edisi Maret 1998:
Tampaknya, informasi genetis yang mengandung resistensi dan sudah ada sebelum
penggunaan antibiotik ini tidak dapat dijelaskan oleh evolusionis. Ini membuktikan
kekeliruan teori mereka.
Fakta bahwa bakteri resisten ini sudah ada bertahun-tahun sebelum penemuan
antibiotik, diungkapkan dalam Medical Tribune, sebuah terbitan ilmiah terkemuka,
pada edisi 29 Desember 1998. Di situ diulas sebuah kejadian menarik: dalam
sebuah penelitian tahun 1986, ditemukan beberapa mayat yang terawetkan dalam
es. Mereka adalah pelaut yang sebelum-nya sakit dan meninggal ketika melakukan
ekspedisi kutub pada tahun 1845. Pada mayat-mayat tersebut ditemukan jenis-
jenis bakteri yang umum didapati pada abad ke-19. Ketika diuji, para peneliti
terkejut karena bakteri-bakteri ini resisten terhadap beragam antibiotik modern
yang baru dikembangkan pada abad ke-20.7
Adanya resistensi semacam ini pada banyak populasi bakteri sebelum penisilin
ditemukan merupakan fakta yang diketahui luas dalam lingkungan medis.
Karenanya, mendalilkan resistensi bakteri sebagai perkembangan evolusi adalah
bentuk penipuan. Lalu, bagaimana terjadinya proses "bakteri memperoleh
kekebalan"?
Persoalan lain yang didistorsi evolusionis dan diajukan sebagai bukti evolusi adalah
kekebalan terhadap DDT yang tampaknya "diperoleh" serangga. Kekebalan ini
berkembang seperti resistensi bakteri terhadap antibiotik. Kekebalan serangga
terhadap DDT sama sekali tidak dapat dikatakan "diperoleh" oleh individu-individu
di dalam populasi. Beberapa serangga telah kebal terhadap DDT. Setelah DDT
ditemukan, serangga yang tidak memiliki kekebalan bawaan dan terkena zat kimia
ini akan punah dari populasinya. Sejalan dengan waktu, serangga kebal yang
sebelumnya sedikit menjadi bertambah banyak. Akhirnya, seluruh spesies tersebut
menjadi populasi dengan anggota-anggota kebal terhadap DDT. Ketika ini terjadi,
DDT menjadi tidak efektif lagi terhadap spesies serangga tersebut. Untuk
menyesatkan, fenomena ini biasa dirujuk sebagai "perolehan kekebalan serangga
terhadap DDT".
Ahli biologi evolusionis, Francisco Ayala, mengakui fakta ini dengan mengatakan,
"Varian-varian genetis yang dibutuhkan agar resisten terhadap jenis pestisida yang
sangat beraneka tampaknya telah ada pada setiap anggota populasi yang terkena
senyawa buatan manusia ini".8
Sejak lama, konsep "organ vestigial"*) atau "organ peninggalan" sering muncul
dalam literatur evolusionis sebagai "bukti" evolusi. Pada akhirnya konsep ini diam-
diam tidak digunakan lagi ketika terbukti tidak absah. Namun beberapa evolusionis
masih meyakininya dan kadang-kadang masih ada saja yang mencoba
mengajukannya sebagai bukti penting evolusi.
Semua asumsi ini sangat tidak ilmiah dan hanya berlandaskan pada pengetahuan
yang tidak memadai. "Organ-organ tidak fungsional" ini pada kenyataannya adalah
organ-organ yang "fungsinya belum diketahui". Ini ditunjukkan dengan
berkurangnya organ peninggalan sedikit demi sedikit tetapi pasti dari daftar
panjang evolusionis. Seorang evolusionis bernama S.R. Scadding, dalam tulisannya
untuk majalah Evolutionary Theory yang berjudul "Can Vestigial Organs Constitute
Evidence for Evolution?" ("Dapatkan Organ Peninggalan Menjadi Bukti Evolusi?"),
menyetujui fakta ini:
Daftar organ peninggalan yang dibuat ahli anatomi Jerman R. Wiedersheim pada
tahun 1895 terdiri dari sekitar 100 organ, termasuk usus buntu dan tulang ekor.
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan, ternyata semua organ dalam daftar ini
diketahui berfungsi penting dalam tubuh. Misalnya, usus buntu yang semula
dianggap sebagai organ peninggalan ternyata merupakan organ limfoid *) yang
memerangi infeksi dalam tubuh. Fakta ini menjadi jelas pada tahun 1997: "Organ-
organ dan jaringan tubuh lainnya — kelenjar timus, hati, limpa, usus buntu,
sumsum tulang, sejumlah jaringan limfatis seperti amandel dan lempeng Peyer
pada usus kecil — juga merupakan bagian dari sistem limfatis. Semuanya
membantu tubuh memerangi
infeksi."10
Ada kesalahan logika yang sangat penting dalam pernyataan evolusionis tentang
organ peninggalan. Evolusionis menyatakan bahwa organ-organ peninggalan suatu
individu diwarisi dari nenek moyangnya. Namun, beberapa organ yang disebut
sebagai "peninggalan" tidak ditemui pada spesies hidup yang dinyatakan sebagai
nenek moyang manusia! Contoh-nya, usus buntu tidak dimiliki beberapa spesies
kera yang disebut sebagai nenek moyang manusia. Ahli biologi terkenal, H. Enoch,
penentang teori organ peninggalan, menyatakan kesalahan logika ini sebagai
berikut:
Kera memiliki usus buntu, sedangkan kerabat terdekat di bawahnya tidak; usus
buntu ini muncul lagi pada hewan mamalia lain yaitu opossum. Bagaimana
evolusionis dapat menjelaskan kenyataan ini?11
Mitos Homologi
Dalam ilmu biologi, kemiripan struktural di antara spesies yang berbeda disebut
"homologi". Evolusionis mencoba mengajukan kemiripan tersebut sebagai bukti
evolusi.
agles, bats and insects all have wings. Yet just because they possess similar organs does not prove that they
volved from any common ancestor.
Ada sejumlah organ homolog yang sama-sama dimiliki berbagai spesies berbeda,
namun evolusionis tidak mampu menunjukkan hubungan evolusi di antara mereka.
Misalnya sayap. Selain pada burung, sayap terdapat pula pada hewan mamalia
(seperti kelelawar), pada serangga, bahkan pada jenis reptil yang telah punah
(beberapa dinosaurus). Tetapi evolusionis tidak menyatakan hubungan evolusi atau
kekerabatan di antara keempat kelompok hewan ini.
Contoh mencolok lainnya adalah kemiripan yang menakjubkan pada struktur mata
berbagai jenis makhluk. Misalnya, walau gurita dan manusia adalah dua spesies
yang jauh berbeda, struktur dan fungsi keduanya sangat mirip. Namun evolusionis
tidak menyatakan bahwa mereka mempunyai nenek moyang yang sama karena
kemiripan mata. Contoh-contoh ini, dan banyak lagi lainnya, memastikan bahwa
pernyataan "organ-organ homolog membuktikan spesies makhluk hidup berevolusi
dari satu nenek moyang yang sama" tidak memiliki landasan ilmiah.
Konsep organ-
organ homolog
justru sangat
mempermaluka
n evolusionis.
Pengakuan
evolusionis
In terms of structure, the eyes of humans and octopuses are terkenal, Frank
very much alike. However, the fact that the two species Salisbury,
have similar organs doesn’t imply that they evolved from a tentang
common ancestor. Not even evolutionists try to account for kemiripan mata
the similarity of the eyes of the octopus and man by positing berbagai
a common ancestor. spesies yang
sangat berbeda
menegaskan kebuntuan konsep homologi:
Bahkan struktur sekompleks mata telah muncul beberapa kali; misalnya pada
cumi-cumi, vertebrata dan artropoda. Menjelaskan salah satu asal usul struktur
tersebut saja sudah sangat sulit, memikirkan produksi struktur tersebut berulang-
ulang sesuai dengan teori sintetis modern membuat kepala saya pusing.12
Sebagai kesimpulan, dapat kita katakan bahwa riset genetis dan embriologis telah
membuktikan bahwa konsep homologi yang dinyatakan Darwin sebagai "bukti
evolusi makhluk-makhluk hidup dari nenek mo-yang yang sama" tidak dapat
dianggap sebagai bukti sama sekali. Dalam hal ini, ilmu pengetahuan telah berkali-
kali membuktikan bahwa tesis Darwin salah.
Pengajuan homologi sebagai bukti evolusi tidak saja gagal pada tingkat organ
tetapi juga pada tingkat molekuler. Evolusionis mengatakan bahwa ada kemiripan
antara kode-kode DNA atau struktur-struktur protein pada spesies-spesies
berbeda, dan kemiripan ini membuktikan makhluk-makhluk hidup ini telah
berevolusi dari nenek moyang yang sama atau dari satu sama lain. Sebagai contoh,
media evolusionis senantiasa menyatakan bahwa "ada kemiripan besar antara DNA
manusia dan DNA kera". Kemiripan ini dikemukakan sebagai bukti hubungan evolusi
antara manusia dan kera.
Menurut hasil riset, perbedaan antara dua spesies reptil lebih besar dibandingkan
perbedaan antara burung dan ikan atau antara ikan dan mamalia. Studi lain
menunjukkan bahwa perbedaan molekuler antara beberapa burung lebih besar
dibandingkan perbedaan molekuler antara burung-burung tersebut dengan
mamalia. Telah ditemukan pula bahwa antara bakteri-bakteri yang tampaknya
sama ternyata ada perbedaan molekuler lebih besar dibandingkan perbedaan
molekular antara mamalia dan amfibi atau serangga.14 Perbandingan serupa telah
dilakukan pada hemoglobin, mioglobin, hormon-hormon dan gen-gen dengan
kesimpulan yang sama.15
Berkenaan dengan temuan ini dan temuan terkait lainnya, Dr. Michael Denton
berkomentar:
Masing-masing kelas pada tingkat molekuler adalah unik, terisolasi dan tidak
dihubungkan oleh bentuk antara. Jadi, molekul-molekul, seperti halnya fosil-fosil,
telah gagal menyediakan bentuk antara yang selama ini dicari oleh biologi
evolusioner… Pada tingkat molekuler, tidak ada organisme "nenek moyang"
atau "lebih primitif" atau "lebih maju" di-bandingkan kerabatnya... Apabila
bukti molekuler ini diketahui satu abad yang lalu... gagasan evolusi organis ini
mungkin tidak akan pernah diterima.16
https://id.harunyahya.com/id/books/772/Keruntuhan-Teori-
Evolusi/chapter/2278/Bab-13-Pernyataan-Pernyataan-Evolusionis-Dan-
Fakta-
Dokumentasi fakta-fakta terjadinya evolusi dilakukan oleh cabang biologi yang dinamakan
biologi evolusioner. Cabang ini juga mengembangkan dan menguji teori-teori yang
menjelaskan penyebab evolusi. Kajian catatan fosil dan keanekaragaman hayati organisme-
organisme hidup telah meyakinkan para ilmuwan pada pertengahan abad ke-19 bahwa
spesies berubah dari waktu ke waktu.
Namun, mekanisme yang mendorong perubahan ini tetap tidaklah jelas sampai pada publikasi
tahun 1859 oleh Charles Darwin, On the Origin of Species yang menjelaskan dengan detail
teori evolusi melalui seleksi alam. Karya Darwin dengan segera diikuti oleh penerimaan teori
evolusi dalam komunitas ilmiah.
Pada tahun 1930, teori seleksi alam Darwin digabungkan dengan teori pewarisan Mendel,
membentuk sintesis evolusi modern, yang menghubungkan satuan evolusi (gen) dengan
mekanisme evolusi (seleksi alam).
Kekuatan penjelasan dan prediksi teori ini mendorong riset yang secara terus menerus
menimbulkan pertanyaan baru, di mana hal ini telah menjadi prinsip pusat biologi modern
yang memberikan penjelasan secara lebih menyeluruh tentang keanekaragaman hayati di
bumi.
Meskipun teori evolusi selalu diasosiasikan dengan Charles Darwin, namun sebenarnya
biologi evolusioner telah berakar sejak zaman Aristoteles. Namun demikian, Darwin adalah
ilmuwan pertama yang mencetuskan teori evolusi yang telah banyak terbukti mapan
menghadapi pengujian ilmiah. Sampai saat ini, teori Darwin mengenai evolusi yang terjadi
karena seleksi alam dianggap oleh mayoritas komunitas sains sebagai teori terbaik dalam
menjelaskan peristiwa evolusi.
Saat ini teori evolusi biologi tidak lagi identik dengan prototype darwinisme dan neo-
darwinisme karena adanya tambahan beberapa petunjuk. Selain itu terdapat pula bukti-bukti
tidak langsung atau penjelasan yang berasal dari beberapa cabang biologi seperti genetika,
sistematika, morfologi perbandingan, palaeontologi, embriologi, ekologi, dan sebagainya.
110 Votes
Oleh: Drs. Bambang Agus Suripto, SU., M.Sc. (Dosen Fakultas Biologi UGM)
“In 1831 the Englishman set forth on his famous vayage in the Beagle.
After 28 years he published Origin of Species, which revolutionized
man’s view of nature and his place in it” (Loren C. Elseley, February
1956)
Pendahuluan
Sejak dahulu kala manusia selalu mempertanyakan asal-usul kehidupan dan dirinya.
Jawaban sementara atas pertanyaan tersebut ada tiga altenatif, yaitu penciptaan,
transformasi, atau evolusi biologi.
Definisi evolusi biologi bermacam-macam tergantung dari aspek biologi yang dikaji.
Beberapa definisi yang umum dijumpai di buku-buku biologi, antara lain: evolusi
pada makhluk hidup adalah perubahan-perubahan yang dialami makhluk hidup
secara perlahan-lahan dalam kurun waktu yang lama dan diturunkan, sehingga lama
kelamaan dapat terbentuk species baru: evolusi adalah perubahan frekuensi gen
pada populasi dari masa ke masa; dan evolusi adalah perubahan karakter adaptif
pada populasi dari masa ke masa. Evolusi telah mempersatukan semua cabang ilmu
biologi.
Idea tentang terjadinya evolusi biologis sudah lama menjadi pemikiran manusia.
Namun, di antara berbagai teori evolusi yang pernah diusulkan, nampaknya teori
evolusi oleh Darwin yang paling dapat teori . Darwin (1858) mengajukan 2 teori
pokok yaitu spesies yang hidup sekarang berasal dari spesies yang hidup
sebelumnya, dan evolusi terjadi melalui seleksi alam. Perkembangan tentang teori
evolusi sangat menarik untuk diikuti. Darwin berpendapat bahwa berdasarkan pola
evolusi bersifat gradual, berdasarkan arah adaptasinya bersifat divergen dan
berdasarkan hasilnya sendiri selalu dimulai terbentuknya varian baru.
Topic yang akan dibahas dibawah ini meliputi perkembagan teori evolusi Darwin
dan implikasi dari teori evolusi biologi Darwin terhadap cara pandang kita tentang
keberadaan makhluk dan alam semesta.
Buku “Origin of Species by Means of Natural Selection” yang diterbitkan tahun 1959
ini, menurut indeks sitasi merupakan buku yang paling banyak diacu oleh penulis
lain (selain kitab suci) selama ini.
Banyak hal dan pemikiran ahli lain yang mempengaruhi perkembangan teori
Darwin, antara lain:
Tahun 1858 Darwin mempublikasikan The Origin yang memuat 2 teori utama yaitu:
1. Spesies yang hidup sekarang berasal dari spesies lain yang hidup di masa lampau.
Menurut Darwin, agen tunggal penyebab terjadinya evolusi adalah seleksi alam.
Seleksi alam adalah “process of preserving in nature favorable variations and
ultimately eliminating those that are ‘injurious’”.
a. Mendapat tantangan terutama dari golongan agama, dan yang menganut paham
teori penciptaan (Universal Creation).
b. Mendapat pembelaan dari penganut Darwin antara lain , Yoseph Hooker dan
Thomas Henry Huxley (1825-1895).
c. Mendapat kritik dan pengkayaan dari banyak ahli antara lain Morgan (1915),
Fisher (1930), Dobzhansky (1937), Goldschmidt (1940) dan Mayr (1942).
Secara singkat, proses evolusi oleh seleksi alam (Neo Darwinian) terjadi
karena adanya:
c. Produksi varian baru melalui pada materi genetic yang diturunkan (DNA/RNA).
e. Generasi berikut mewarisi “kombinasi gen yang sukses” dari individu fertile (dan
beruntung) yang masih dapat bertahan hidup dari kompetisi.
Teori utama Darwin bahwa spesies yang hidup sekarang berasal dari spesies lain
yang hidup di masa lampau dan bila diurut lebih lanjut semua spesies makhluk
hidup diturunkan dari nenek moyang umum yang sama. Seperti yang juga
diperkirakan oleh Darwin. Teorinya akan ditentang banyak pihak. Para penentang
teori ini dikategorikan dalam tiga kelompok utama:
a. Kelompok yang berpendapat bahwa teori Darwin tersebut tidak cukup “ilmiah”.
2. Seleksi Alam
Dengan berkembangnya ilmu genetika, teori itu diperkaya sehingga muncul Neo
Darwinian. Menurut Lemer (1958), definisi seleksi alam adalah segala proses yang
menyebabkan pembedaan non random dalam reproduksi terhadap genotype; atau
allele gen dan kompleks gen dari generasi ke generasi berikutnya.
Anggota populasi yang membawa genotype yang lebih adaptif (superior) berpeluang
lebih besar untuk bertahan daripada keturunan yang inferior. Jumlah individu
keturunan yang superior akan bertambah sementara jumlah individu inferior akan
berkurang dari satu generasi ke generasi lainnya. Seleksi alampun juga masih
bekerja, sekalipun jika semua keturunan dapat bertahan hidup dalam beberapa
generasi. Contohnya adalah pada jenis fauna yang memiliki beberapa generasi dalam
satu tahun. Jika makanan dan sumberdaya yang lain tidak terbatas selama suatu
musim, populasi akan bertambah seperti deret ukur dengan tidak ada kematian di
antara keturunannya. Hal itu tidak berarti seleksi tidak terjadi, karena anggota
populasi dengan genotype yang berbeda memproduksi keturunan dalam jumlah
yang berbeda atau berkembang mencapai matang seksual pada kecepatan yang
berbeda. Musim yang lain kemungkinan mengurangi jumlah individu secara drastic
tanpa pilih-pilih. Jadi pertumbuhan eksponensial dan seleksi kemungkinan akan
dilanjutkan lagi pada tahun berikutnya. Pebedaan fekunditas, sesungguhnya juga
merupakan agent penyeleksi yang kuat karena menentukan perbedaan jumlah
individu yang dapat bertahan hidup atau dan jumlah individu yang akan mati, yang
ditunjukkan dalam angka kematian (Dobzhansky, 1970).
Darwin telah menerim, namun dengan sedikit keraguan, slogan Herbert Spencer
“survival of the fittest in the struggle for life” sebagai altenatif untuk menerangkan
proses seleksi alam, namun saat ini slogan itu nampaknya dipandang tidak
sepenuhnya tepat. Tidak hanya individu atau jenis yang terkuat tetapi mereka yang
lumayan pas dengan lingkungan dapat bertahan hidup dan bereproduksi. Dalam
kondisi seleksi yang lunak atau halus semua individu atau jenis pembawa genotype
yang bermacam-macam dapat bertahan hidup ketika populasi berkurang. Individu
yang fit (individu yang sesuai dengan lingkungan dapat bertoleransi dengan
lingkungan) tidak harus mereka yang paling kuat, paling agresif atau paling
bertenaga, melainkan mereka yang mampu bereproduksi menghasilkan keturunan
dengan jumlah terbanyak yang viable dan fertile.
Seleksi alam tidak menyebabkan timbulnya material baru (bahan genetic yang baru
yang di masa mendatang akan datang diseleksi lagi),melainkan justru menyebabkan
hilangnya suatu varian genetic atau berkurang frekuensi gen tertentu. Seleksi alam
bekerja efektif hanya bila populasi berisi dua atau lebih genotype, yang mana dari
varian itu ada yang akan tetap bertahan atau ada yang tereliminasi pada kecepatan
yang berbeda-beda. Pada seleksi buatan, breeder akan memilih varian genetic
(individu dengan genotype) tertentu untuk dijadikan induk untuk generasi yang akan
datang. permasalahan yang timbul adalah dari mana sumber materi dasar atau
bahan mentah genetic penyebab keanekaragaman genetic pada varian-varian yang
akan obyek seleksi oleh alam. Permasalahan itu terpecahkan setelah T.H Morgan
dan kawan-kawan meneliti mutasi pada lalat buah Drosophilia. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa proses mutasi menyuplai bahan mentah genetic yang
menyebabkan terjadinya keanekaragaman genetic dimana nantinya seleksi alam
bekerja (Dobzhansky, 1970).
Implikasi dari teori evolusi melalui ala mini sangat luas, tidak hanya mencakup
bidang filsafat namun juga social-ekonomi dan budaya:
Secara ilmiah teori evolusi Darwin utama belum dapat dikatakan runtuh, karena
sebelum ditemukan bukti-bukti empiris yang bertentangan dengan kesimpulan teori
tersebut, maka pernyataan dalam teori itu masih dianggap benar. Akan tetapi sampai
saat ini banyak kalangan masih meragukan kebenaran teori itu terutama dari
kalangan agama.
Saat ini Indonesia kebanjiran buku-buku Islam yang diproduksi Dr. Harun Yahya
yang “menyerang” teori Darwin. Dari segi teologis ada kekuatiran bahwa teori
Darwin akan mengusir Tuhan dari kehidupan, namun Haidar Bagir, pakar filsafat
Islam, tidak sepenuhnya sependapat dengan Harun Yahya. Bagir (2003)
menanggapinya dengan mengatakan “Sikap kita terhadap keyakinan Darwinian
mengenai sifat kebetulan dan materialistic asal-usul kehidupan yang terkandung
dalam teori itu sudah jelas. Kita menolaknya. Tidak demikian halnya dengan
kesimpulan utama teori ini mengenai sifat-sifat evolusioner kehidupan. Karena
betapapun demikian, tetap saja Tuhan bisa dipercayai sebagai Dzat di balik semua
gerakan evolusi itu…”. Tentang prinsip survival of the littest, Bagir justru
membenarkannya dan kita harus mengambil hikmahnya, karena hal itu sesuai
dengan kenyataan sehari-hari dan didukung oleh tidak bertentangan dengan
kandungan Alqur’an. Dingin dari dari dua sisi yaitu aspek teologis dan sisi etis.