Anda di halaman 1dari 36

Bab 3: Mekanisme Khayalan Teori Evolusi

Model neo-Darwinis, yang dapat kita anggap sebagai teori evolusi yang "paling
diakui" saat ini, menyatakan bahwa kehidupan telah mengalami perubahan atau
berevolusi melalui dua mekanisme alamiah: "seleksi alam" dan "mutasi". Dasar teori
ini sebagai berikut: seleksi alam dan mutasi adalah dua mekanisme yang saling
melengkapi. Modifikasi evolusioner berasal dari mutasi secara acak yang terjadi
pada struktur genetis makhluk hidup. Sifat-sifat yang ditimbulkan oleh mutasi
kemudian diseleksi melalui mekanisme seleksi alam dan dengan demikian makhluk
hidup berevolusi.

Akan tetapi jika teori ini kita teliti lebih jauh, ternyata mekanisme evolusi
semacam ini tidak ada sama sekali, sebab tidak ada kontribusi dari seleksi alam
maupun mutasi kepada pernyataan bahwa beragam spesies telah berevolusi dan
berubah dari satu spesies menjadi spesies yang lain.

Seleksi Alam

Sebagai suatu proses alamiah, seleksi alam telah dikenal ahli biologi sebelum
Darwin, yang mendefinisikannya sebagai "mekanisme yang menjaga agar spesies
tidak berubah tanpa menjadi rusak". Darwin adalah orang pertama yang
mengemukakan bahwa proses ini memiliki kekuatan evolusi. Ia kemudian
membangun seluruh teorinya berlandaskan pernyataan tersebut. Seleksi alam
sebagai dasar teori Darwin ditunjukkan oleh judul yang ia berikan pada bukunya:
The Origin of Species, by means of Natural Selection....

Seleksi alam menyatakan bahwa makhluk-makhluk hidup yang lebih mampu


menyesuaikan diri dengan kondisi alam habitatnya akan mendominasi dengan cara
memiliki keturunan yang mampu bertahan hidup, sebaliknya yang tidak mampu
akan punah. Sebagai contoh, dalam sekelompok rusa yang hidup di bawah ancaman
hewan pemangsa, secara alamiah rusa-rusa yang mampu berlari lebih kencang akan
bertahan hidup. Itu memang benar. Akan tetapi, hingga kapan pun proses ini
berlangsung, tidak akan membuat rusa-rusa tersebut menjadi spesies lain. Rusa
akan tetap menjadi rusa.

Kita akan melihat bahwa contoh-contoh seleksi alam yang dikemukakan evolusionis
tidak lain hanyalah usaha untuk mengelabui.

''Penggelapan Warna karena Pengaruh Industri ''


Pada tahun 1986, Douglas
Futuyma menerbitkan sebuah
buku, The Biology of
Evolution, yang diterima
sebagai salah satu sumber
paling eksplisit menjelaskan
teori evolusi melalui seleksi
alam. Contohnya yang paling
terkenal adalah mengenai
warna populasi ngengat, yang
tampak menjadi lebih gelap
Contoh penggelapan wama karena pengaruh selama Revolusi Industri di
industri jelas bukan bukti evolusi, sebab Inggris.
proses ini tidak memunculkan jenis ngengat
baru. Seleksi hanya terjadi di antara varietas Menurut kisahnya, pada awal
yang telah ada. Revolusi Industri di Inggris,
warna kulit batang pohon di
sekitar Manchester benar-benar terang. Karena itu, ngengat berwarna gelap yang
hinggap pada pohon-pohon tersebut mudah terlihat oleh burung-burung pemangsa,
sehingga mereka memiliki kemungkinan hidup yang rendah. Lima puluh tahun
kemudian, akibat polusi, warna kulit kayu menjadi lebih gelap, dan saat itu
ngengat berwarna cerah menjadi yang paling mudah diburu. Akibatnya, jumlah
ngengat berwarna cerah berkurang, sementara populasi ngengat berwarna gelap
meningkat karena mereka tidak mudah terlihat. Evolusionis menggunakan ini
sebagai bukti kuat teori mereka. Mereka malah berlindung dan menghibur diri di
balik etalase dengan menunjukkan bahwa ngengat berwarna cerah "telah
berevolusi" menjadi ngengat berwarna gelap.

Seharusnya sudah sangat jelas bahwa keadaan ini sama sekali tidak dapat
digunakan sebagai bukti teori evolusi, karena seleksi alam tidak memunculkan
bentuk baru yang sebelumnya tidak ada. Ngengat berwarna gelap sudah ada dalam
populasi ngengat sebelum Revolusi Industri. Yang berubah hanya proporsi relatif
dari varietas ngengat yang ada. Ngengat tersebut tidak mendapatkan sifat atau
organ baru, yang memunculkan "spesies baru". Sedangkan agar seekor ngengat
berubah menjadi spesies lain, menjadi burung misalnya, penambahan-penambahan
baru harus terjadi pada gen-gennya. Dengan kata lain, program genetis yang sama
sekali berbeda harus dimasukkan untuk memuat informasi mengenai sifat-sifat fisik
burung.

Singkatnya, seleksi alam tidak mampu menambahkan organ baru pada makhluk
hidup, menghilangkan organ, atau mengubah makhluk itu menjadi spesies lain. Hal
ini sungguh bertentangan dengan khayalan evolusionis. Bukti "terbesar" tadi
dikemukakan karena Darwin hanya mampu mencontohkan "Melanisme industri"
pada ngengat-ngengat di Inggris.

Dapatkah Seleksi Alam Menjelaskan Kompleksitas?


Seleksi alam sama sekali tidak memberikan kontribusi kepada teori evolusi, sebab
mekanisme ini tidak pernah mampu menambah atau memperbaiki informasi
genetis suatu spesies. Seleksi alam juga tidak dapat mengubah satu spesies
menjadi spesies lain: bintang laut menjadi ikan, ikan menjadi katak, katak menjadi
buaya, atau buaya menjadi bu-rung. Seorang pendukung fanatik teori punctuated
equilibrium, Gould, menyinggung kebuntuan seleksi alam ini sebagai berikut:

Seleksi alam berperan sebagai mekanşsme pengeliminasi individu-individu lemah dalam suatu
spesies. Ini adalah kekuatan konservasi yang menjaga spesies yang ada dari kepunahan. Namun
mekanisme ini tidak memiliki kemampuan mengubah satu spesies ke spesies lain.

Intisari Darwinisme terdapat dalam sebuah kalimat: seleksi alam merupakan


kekuatan yang menciptakan perubahan evolusi. Tak ada yang menyangkal bahwa
seleksi alam akan berperan negatif dengan menghilangkan individu-individu yang
lemah. Menurut teori Darwin, itu berarti pula seleksi alam memunculkan individu-
individu kuat.2

Evolusionis juga menggunakan metode menyesatkan lainnya dalam masalah seleksi


alam: mereka berusaha menampilkan mekanisme ini sebagai “perancang yang
memiliki kesadaran”. Akan tetapi, seleksi alam tidak memiliki kesadaran. Seleksi
alam tidak memiliki kehendak yang dapat menentukan apa yang baik dan yang
buruk bagi makhluk hidup. Karenanya, seleksi alam tidak dapat menjelaskan
sistem-sistem biologis dan organ-organ yang memiliki “kompleksitas tak
tersederhanakan” (irreducible complexity). Sistem-sistem dan organ-organ ini
tersusun atas kerja sama sejumlah besar bagian, dan tidak berfungsi jika ada satu
saja bagian yang hilang atau rusak. (Contohnya, mata manusia tidak berfungsi
kecuali jika semua detailnya ada). Jadi, kehendak yang menyatukan bagian-bagian
tersebut seharusnya mampu memperkirakan masa depan dan langsung mengarah
pada keuntungan yang perlu dicapai pada tahapan terakhir. Karena seleksi alam
tidak memiliki kesadaran atau kehendak, seleksi alam tidak dapat melakukan hal
seperti itu. Fakta ini, yang juga menghancurkan pondasi teori evolusi, telah
membuat Darwin khawatir: “Jika dapat ditunjukkan suatu organ kompleks, yang
tidak mungkin terbentuk melalui banyak modifikasi kecil bertahap, maka teori
saya akan sepenuhnya runtuh.” 3

Seleksi alam hanya mengeliminir individu-individu suatu spesies yang cacat, lemah
atau tidak mampu beradaptasi dengan habitatnya. Mekanisme ini tidak dapat
menghasilkan spesies baru, informasi genetis baru, atau organ-organ baru. Dengan
demikian, seleksi alam tidak mampu menyebabkan apa pun berevolusi. Darwin
menerima kenyataan ini dengan mengatakan: “Seleksi alam tidak dapat
melakukan apa pun sampai variasi-variasi menguntungkan berkebetulan
terjadi”.4 Karena itulah neo-Darwinisme harus mengangkat mutasi sejajar dengan
seleksi alam sebagai “penyebab perubahan-perubahan menguntungkan”. Akan
tetapi, seperti yang akan kita lihat, mutasi hanya dapat men-jadi “penyebab
perubahan-perubahan merugikan”.

Mutasi

Mutations add no
new information to
an organism's DNA:
As a result of
mutations, the
particles making up
the genetic
information are
either torn from
Mutasi didefinisikan sebagai pemutusan atau their places,
penggantian yang terjadi pada molekul DNA, yang destroyed, or
terdapat dalam inti sel makhluk hidup dan berisi semua carried off to
informasi genetis. Pemutusan atau penggantian ini different places.
diakibatkan pengaruh-pengaruh luar seperti radiasi Mutations cannot
atau reaksi kimiawi. Setiap mutasi adalah "kecelakaan" make a living thing
dan merusak nukleotida-nukleotida yang membangun acquire a new organ
DNA atau mengubah posisinya. Hampir selalu, mutasi or a new trait. They
menyebabkan kerusakan dan perubahan yang only cause
sedemikian parah sehingga tidak dapat diperbaiki oleh abnormalities like a
sel tersebut. leg sticking out of
the back, or an ear
Mutasi, yang sering dijadikan tempat berlindung from the abdomen.
evolusionis, bukan tongkat sihir yang dapat mengubah
makhluk hidup ke bentuk yang lebih maju dan sempurna. Akibat langsung mutasi
sungguh berbahaya. Perubahan-perubahan akibat mutasi hanya akan be-rupa
kematian, cacat dan abnormalitas, seperti yang dialami oleh penduduk Hiroshima,
Nagasaki dan Chernobyl. Alasannya sangat sederhana: DNA memiliki struktur
teramat kompleks, dan pengaruh-pengaruh yang acak hanya akan menyebabkan
kerusakan pada struktur tersebut. B.G. Ranganathan menyatakan:

Mutasi bersifat kecil, acak dan berbahaya. Mutasi pun jarang terjadi dan kalau-
pun terjadi, kemungkinan besar mutasi itu tidak berguna. Empat karakteristik
mutasi ini menunjukkan bahwa mutasi tidak dapat mengarah pada perkembangan
evolusioner. Suatu perubahan acak pada organisme yang sangat terspesialisasi
bersifat tidak berguna atau membahayakan. Perubahan acak pada sebuah jam
tidak dapat memperbaiki, malah kemungkinan besar akan merusaknya atau tidak
berpengaruh sama sekali. Gempa bumi tidak akan memperbaiki kota, tetapi
menghancurkannya.5

Tidak mengherankan, sejauh ini tidak ditemukan satu mutasi pun yang berguna.
Semua mutasi telah terbukti membahayakan. Seorang ilmuwan evolusionis, Warren
Weaver, mengomentari laporan The Committee on Genetic Effects of Atomic
Radiation, sebuah komite yang meneliti mutasi yang mungkin disebabkan oleh
senjata-senjata nuklir selama Perang Dunia II, sebagai berikut:

Banyak orang akan tercengang oleh pernyataan bahwa hampir semua gen mu-tan
yang diketahui ternyata membahayakan. Jika mutasi adalah bagian penting dalam
proses evolusi, bagaimana mungkin sebuah efek yang baik — evolusi ke bentuk
kehidupan lebih tinggi — berasal dari mutasi yang hampir semuanya berbahaya?
6
Setiap upaya untuk “menghasilkan mutasi yang menguntungkan” berakhir dengan
kegagalan. Selama puluhan tahun, evolusionis melakukan berbagai percobaan
untuk menghasilkan mutasi pada lalat buah, karena serangga ini bereproduksi
sangat cepat sehingga mutasi akan muncul dengan cepat pula. Dari generasi ke
generasi lalat ini telah dimutasikan, tetapi mutasi yang menguntungkan tidak
pernah dihasilkan. Seorang ahli genetika evolusionis, Gordon Taylor, menulis:

Pada ribuan percobaan pengembangbiakan lalat yang dilakukan di seluruh dunia


selama lebih dari 50 tahun, tidak ada spesies baru yang muncul... bahkan satu
enzim baru pun tidak. 7

Seorang peneliti lain, Michael Pitman, berkomentar tentang kegagalan percobaan-


percobaan yang dilakukan terhadap lalat buah:

Morgan, Goldschmidt, Muller, dan ahli-ahli genetika lain telah menempatkan


beberapa generasi lalat buah pada kondisi ekstrem seperti panas, dingin, terang,
gelap dan perlakuan dengan zat kimia dan radiasi. Segala macam jenis mutasi,
baik yang hampir tak berarti maupun yang positif merugikan, telah dihasilkan.
Inikah evolusi buatan manusia? Tidak juga. Hanya sebagian kecil monster buatan
ahli-ahli genetika tersebut yang mungkin mampu bertahan hidup di luar botol
tempat mereka dikembangbiakkan. Pada kenyataannya, mutan-mutan tersebut
mati, mandul, atau cenderung kembali ke bentuk asal.8

Hal yang sama berlaku bagi manusia.


Semua mutasi yang teramati pada
manusia mengakibatkan kerusakan
berupa cacat atau kelemahan fisik,
misalnya mongolisme, sindroma
Down, albinisme, dwarfisme atau
kanker. Namun, para evolusionis
berusaha mengaburkan permasalahan,
Efek mutasi yang mengenaskan pada bahkan dalam buku-buku pelajaran
tubuh manusia. Bocah laki-laki di evolusionis contoh-contoh mutasi yang
samping adalah korban kecelakaan merusak ini disebut sebagai “bukti
instalasi nuklir Chernobyl. evolusi”. Tidak perlu dikatakan lagi,
sebuah proses yang menyebabkan
manusia cacat atau sakit tidak mungkin menjadi “mekanisme evolusi” — evolusi
seharusnya menghasilkan bentuk-bentuk yang lebih baik dan lebih mampu bertahan
hidup.

Sebagai rangkuman, ada tiga alasan utama mengapa mutasi tidak dapat dijadikan
bukti yang mendukung pernyataan evolusionis:
1) Efek langsung dari mutasi membahayakan. Mutasi terjadi secara acak,
karenanya mutasi hampir selalu merusak makhluk hidup yang mengalaminya.
Logika mengatakan bahwa intervensi secara tak sengaja pada sebuah struktur
sempurna dan kompleks tidak akan mem-perbaiki struktur tersebut, tetapi
merusaknya. Dan memang, tidak per-nah ditemukan satu pun “mutasi yang
bermanfaat”.

2) Mutasi tidak menambahkan informasi baru pada DNA suatu


organisme. Partikel-partikel penyusun informasi genetika terenggut dari
tempatnya, rusak atau terbawa ke tempat lain. Mutasi tidak dapat memberi
makhluk hidup organ atau sifat baru. Mutasi hanya meng-akibatkan
ketidaknormalan seperti kaki yang muncul di punggung, atau telinga yang tumbuh
dari perut.

3) Agar dapat diwariskan pada generasi selanjutnya, mutasi harus terjadi pada
sel-sel reproduksi organisme tersebut. Perubahan acak yang terjadi pada sel
biasa atau organ tubuh tidak dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya.
Sebagai contoh, mata manusia yang berubah aki-bat efek radiasi atau sebab lain,
tidak akan diwariskan kepada generasi-generasi berikutnya.

Singkatnya, makhluk hidup tidak mungkin berevolusi karena di alam tidak ada
mekanisme yang menyebabkannya. Kenyataan ini sesuai dengan bukti-bukti
catatan fosil, yang menunjukkan bahwa skenario evolusi sangat menyimpang dari
kenyataan.

Semua Mutasi Membahayakan

A. Kiri 1. Mata, 2. Antena B. Kanan 3. Kaki


Seekor lalat buah (drosophila) Seekor lahat buah dengan kaki
normal. tumbuh di kepala; mutasi akibat
radiasi.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejak dahulu kala manusia selalu mempertanyakan asal-usul
kehidupan dan dirinya. Jawaban sementara atas pertanyaan tersebut ada
tiga altenatif, yaitu penciptaan, transformasi, atau evolusi biologi.
Definisi evolusi biologi bermacam-macam tergantung dari aspek
biologi yang dikaji. Beberapa definisi yang umum dijumpai di buku-buku
biologi, antara lain: evolusi pada makhluk hidup adalah perubahan-
perubahan yang dialami makhluk hidup secara perlahan-lahan dalam
kurun waktu yang lama dan diturunkan, sehingga lama kelamaan dapat
terbentuk species baru: evolusi adalah perubahan frekuensi gen pada
populasi dari masa ke masa; dan evolusi adalah perubahan karakter
adaptif pada populasi dari masa ke masa. Evolusi telah mempersatukan
semua cabang ilmu biologi.
Idea tentang terjadinya evolusi biologis sudah lama menjadi
pemikiran manusia. Namun, di antara berbagai teori evolusi yang pernah
diusulkan, nampaknya teori evolusi oleh Darwin yang paling dapat
diterima. Teori Darwin (1858) mengajukan 2 teori pokok yaitu spesies
yang hidup sekarang berasal dari spesies yang hidup sebelumnya, dan
evolusi terjadi melalui seleksi alam. Perkembangan tentang teori evolusi
sangat menarik untuk diikuti. Darwin berpendapat bahwa berdasarkan
pola evolusi bersifat gradual, berdasarkan arah adaptasinya bersifat
divergen dan berdasarkan hasilnya sendiri selalu dimulai terbentuknya
varian baru.
Dalam perkembangannya teori evolusi Darwin mendapat tantangan
(terutama dari golongan agama, dan yang menganut paham teori
penciptaan – Universal Creation), dukungan dan pengkayaan-
pengkayaan. Jadi, teori sendiri juga berevolusi sehingga teori evolusi
biologis yang sekarang kita kenal dengan label “Neo Darwinian” dan
“Modern Sintesis”, bukanlah murni seperti yang diusulkan oleh Darwin.
Berbagai istilah di bawah ini merupakan hasil pengkayaan yang
mencerminkan pergulatan pemikiran dan argumentasi ilmiah seputar teori
evolusi: berdasarkan kecepatan evolusi (evolusi quasi dan evolusi
quantum); berdasarkan polanya (evolusi gradual, evolusi punctual, dan
evolusi saltasi) dan berdasarkan skala produknya (evolusi makro dan
evolusi mikro).
1.2 Rumusan masalah
Apa itu Konsep Teori Seleksi Darwin dan Neo Darwinisme?

1.3 Tujuan
Mengetahui Konsep Teori Seleksi Darwin dan Neo Darwinisme

1.4 Manfaat
Dapat mengetahui dan memahami teori seleksi menurut Darwin dan Neo Darwinisme.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori Seleksi Darwin


Pada tahun 1859, Charles Darwin menerbitkan bukunya dengan
judul On the Origin of Species by Means of Natural Selection or the
Preservation of Favoured Races in The Struggle for Life. Dalam bukunya
ini ditekankan bahwa untuk dapat bertahan hidup agar tidak punah perlu
adanya perjuangan untuk hidup.
Teori evolusi Darwin merupakan teori yang didasar atas fakta-fakta
hasil observasi baik dari lingkungan sekitarnya maupun dari peristiwa
alam yang sesunggguhnya. Sebelumnya pada tahun 1858 Yoseph Hoken
menerbitkan bukunya yang berjudul On the Tendency of Species to Form
Variation, and on the Perpetuation of Varieties and Species by Natural
Mean of Sleection. Buku ini diterbitkan sebagai upaya menggabungkan
pendapat Charles Darwin dan Alfred Wallace. Gagasan Charles Darwin
dan Alfred Wallace tentang evolusi ditandai dengan adanya tiga observasi
dan dua kesimpulan, yaitu:
Observasi : Bila tidak ada tekanan dari lingkungannya, makhluk hidup
cenderung untuk memperbanyak diri seperti deret ukur.
Observasi : Dalam kondisi lapangan, meskipun anggota populasi sering
berubah dalam jangka waktu yang panjang, besarnya populasi adalah
tetap.
Kesimpulan : Tidak semua telur dan sperma dapat menjadi zigot. Tidak
semua zigot menjadi dewasa. Tidak semua makhluk dewasa dapat
bertahan dan mengadakan reproduksi. Untuk dapat bertahan perlu
adanya perjuangan.
Observasi : Tidak semua anggota suatu spesies adalah sama, dengan
perkataan lain terjadi variasi dalam spesies.
Kesimpulan : Dalam perjuangan untuk hidup, varian yang baik akan
menikmati hasil kompetisi terhadap varian lain. Varian tersebut akan
berkembang menjadi lebih banyak secara proporsional dan akan
mempunyai keturunan secara proporsional pula.
Asal mula spesies telah dipermasalahkan dengan pengertian bahwa
apa yang dinamakan spesies (baru) terjadi melalui seleksi alam, dan
lingkungan hidup telah diperhitungkan. Suatiu kelebihan dibandingkan
dengan para pendahulunya, Charles Darwin telah menyadari bahwa
makhluk hidup tidak dapat lepas dari lingkungannya.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Cambridge, dan
melakukan perjalanan mengelilingi dunia dengan para ahli ilmu alam
melalui ekspedisi H.M.S. Beagle (1832 – 1837) dan juga pada ekspedisi
Beagle yang berikutnya (1837 – 1838) ke kepulauan Galapagos, Darwin
mengalami masa-masa yang paling krusial dalam kehidupannya
berkenaan dengan kenyataan yang terlihat di alam. Dalam ekspedisi ini
yang dikerjakan oleh Darwin adalah mengoleksi burung-burung (burung
Finch) yang terdapat atau hidup di kepulauan Galapagos. Kenyataan yang
dilihat Darwin, bahwa terdapat variasi paruh burung Finch dari satu pulau
dengan pulau yang lain di kepulauan Galapagos. Awalnya, Darwin
menduga bahwa semua burung Finch yang terdapat di kepulauan
Galapagos adalah satu spesies, tetapi kenyataannya setiap pulau memiliki
spesies berbeda. Ia menduga bahwa burung-burung finch mengalami
perubahan dari suatu nenek moyang yang sama. Dari kenyataan ini
Darwin menerima idea yang menyatakan bahwa spesies dapat berubah.
Tahap berikutnya, ia mengemukakan teori yang dapat menjelaskan
mengapa spesies berubah. Ia mencatat dalam buku catatannya bahwa
ada waktu dimana organisme berjuang untuk tetap hidup (survive).
Teorinya tidak hanya menjelaskan mengapa spesies berubah, tetapi juga
mengapa mereka (burung finch) terbentuk berjuang untuk hidup.
Perjuangan untuk hidup (struggle for existence), menghasilkan adaptasi
ciri-ciri atau karakter terbaik yang dapat memunginkan organisme
tersebut tetap survive kemudian menurunkan ciri-ciri tersebut ke-
offspring dan secara otomatis meningkatkan frekuensi dari satu generasi
ke generasi berikutnya. Sementara kenyataan lain menunjukkan bahwa
lingkungan tidak pernah tetap, tetapi selalu berubah-ubah dari waktu ke
waktu.
Gagasan evolusi yang dicetuskan oleh Charles Darwin diilhami oleh
beberapa pendahulunya, antara lain (1) Erasmus, kakek Charles Darwin,
(2) Thomas Robert Malthus, ahli ekonomi, (3) Charles Lyell, yang ahli
geologi, (4) Jean Baptista Lamarck. Erasmus Darwin dalam bukunya
“Zoonomia”, menyatakan bahwa kehidupan itu berasal dari asal mula
yang sama, dan bahwa respons fungsional akan diwariskan pada
keturunannya. Thomas Robert Maltus menarik bagi Charles Darwin yang
selanjutnya memunculkan kata, “perjuangan untuk hidup”. Thomas
Robert Maltus mengemukakan pada bukunya “Essay On the Principle of
Population as it Affect the Fulture Improvement of Man Kind”, bahwa
tidak ada keseimbangan antara pertambahan penduduk dan makanan.
Dari Charles Lyell, Darwin mendapat ilham tentang adanya variasi karena
pengaruh alam. Dalam bukunya “Priciple of Geology” ia mengemukakan
bahwa perubahan terus menerus pada bumi, masih terus berlangsung
hingga kini.
Walaupun gagasan Lamarck tidak disetujui Darwin sepenuhnya, ia
tidak menolak gagasan Lamarck tentang diwariskannya sifat yang didapat
(acquired character). Terjemahan Darwin tentang sifat yang didapat,
yang lebih berbeda dengan Lamarck adalah mengenai sejarah panjang
leher jerapah. Pada dasarnya teori Darwin dapat dibedakan atas dua hal
pokok yaitu konsep tentang perubahan evolutif dan konsep mengenai
seleksi alam. Dalam hal ini Darwin menolak pendapat bahwa makhluk
hidup adalah produk ciptaan yang tak dapat berubah. Makhluk hidup yang
sekarang adalah produk dari perubahan sedikit demi sedikitdari nenek
moyang/dari makhluk asal yang berbeda dengan yang sekarang.
Selanjutnya seleksi alam yang menuntun terjadinya perubahan tersebut.
Konsep perubahan secara evolusi dari makhluk hidup merupakan
kesimpulan Darwin dari adanya fosil-fosil yang ditemukan pada
permulaan abad 19. Apa yang ditemukan tersebut berbeda dengan
makhluk yang ada sekarang dan walaupun tidak sepenuhnya
meyakinkan, fosil pada lapisan berbeda, berbeda pula dan dari lapisan
satu ke lapisan berikutnya, terlihat adanya perubahan berkesinambungan,
meskipun tidak sepenuhnya dan hanya lokasi-lokasi tertentu. Dan juga
penting untuk kejelasan kesinambungan tersebut perlu pengamatan dan
interpretasi yang tajam. Kesinambungan yang didasarkan pada kemiripan
fosil-fosil tersebut, bagi para ahli dapat memberikan gambaran prediktif
akan bentuk-bentuk fosil yang diharapkan dapat ditemukan.
Darwin telah menghabiskan waktu sekitar 20 tahun untuk mengumpulkan
data lapangan yang kemudian disusunnya dalam suatu deretan fakta
yang sangat banyak. Fakta tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa
sesungguhnya evolusi terjadi di lingkungan makhluk hidup, dan atas
dasar fakta tersebut Darwin menrumuskan wawasannya tentang seleksi
alam, dengan mengemukakan 2 makna wawasan yaitu adanya evolusi
organik dan evolusi organik terjadi karena peristiwa seleksi alam.
1. Fakta yang menjadi dasar Teori Seleksi Alam Darwin yang
dikenal sebagai prinsip-prisip seleksi alam Darwin adalah
a. Fertilitas makhluk hidup yang tinggi
Oleh karena tingkat kesuburan makhluk hidup yang tinggi, amka
apabila tidak hambatan atas perkembangbiakan suatu spesies dalam
waktu yang singkat seluruh dunia tidak akan mampu menampungnya.
Akan tertapi kenyataan yang terjadi tidaklah demikian, dan itulah
merupakan fakta yang kedua.
b. Jumlah individu secara keseluruhan yang hampir tidak berubah
Sekalipun tingkat kesuburan tinggi namun pada kenyataannya
jumlah individu tidak melonjak tanpa terkendali. Nampaknya ada faktor
lain yang membatasi dan mengatur pertambahan jumlah individu seuatu
spesies di satu tempat. Faktor-faktor pembatas dan yang mengatur
jumlah indovidu itulah yang menyebabkan individu-individu yang berhasil
tetap hidup tidak banyak jumlahnya sekalipun banyak individu turunan
yang dihasilkan tetapi banyak juga yang mati. Secara keseluruhan faktor-
faktor pembatas itulah yang menjadi fakta ketiga.
c. Perjuangan untuk hidup
Supaya dapat tetap hidup setiap makhluk hidup harus “berjuang”
baik secara aktif maupun pasif. Pada umumnya perjuangan untuk hidup
terjadi karena adanya Persaingan, baik antar individu sespesies atupun
yang berlainan spesies; Pemangsaan, termasuk juga parasitisme;
Perjuangan terhadap alam lingkungan yang tidak hidup seperti iklim, dsb.
d. Keanekaragaman dan hereditas
Makhluk hidup baik tumbuhan maupun hewan sangat beraneka
ragam. Keanekaragaman tersebut antara lain berkenaan dengan struktur,
tingkah laku, maupun aktifitas. Keanekaragaman terlihat mulai dari
tingkat antarfilum/antar divisi, antarklas sampai dengan atar individu se
spesies bahkan anatr individu seketurunan. Tidak sedikit ciri yang
menyebankan keaneragaman tersebut diturunkan kepada generasi
keturunannya, artinya dari generasi ke generasi selalu terdapat
keanekaragaman bahkan karena berbagai sebab keanekaragaman
tersebut bertambah luas.
Adanya keanekaragaman itulah yang menyebabkan keberhasilan
“perjuangan untuk hidup” tidak sama antar satu individu dengan individu
lainnya. Dalam hal ini ada individu yang tidak mustahil jauh lebih berhasil
dari yang lainnya. Itu pula alasannya sehingga banyak individu yang mati
lebih awal dan pada akhirnya individu pada generasi turunan tidak terlalu
melonjak jumlahnya sekalipun individu turunan yang dihasilkan
sebenarnya sangat banyak.
e. Seleksi alam
Kenyataan terdapatnya keberhasilan “perjuangan untuk hidup”
yang tidak sama antar individu disebabkan ada individu yang lebih sesuai
karena memiliki ciri-ciri yang lebih sesuai dari yang lainnya. Individu yang
lebih sesuai inilah yang lebih berhasil dalam “perjuangan untuk hidup”.
Individu yang lebih berhasil inilah yang mempunyai peluang lebih besar
untuk melanjutkan keturunan dan sekaligus mewariskan ciri-cirinya pada
generasi turunannya. Sebaliknya individu yang kurang berhasil lama
kelamaan akan tersisih dari generasi ke generasi.
f. Lingkungan yang terus berubah
Dalam situasi lingkungan yang terus mengalami perubahan,
makhluk hidup harus terus menerus mengadakan penyesuaian melalui
“perjuangan untuk hidup” yang tiada hentinya.Artinya peristiwa seleksi
alam berlangsung tiada hentinya dan sebagai akibatnya pada generasi
tertentu akan muncul individu yang memiliki ciri-ciri yang semakin adaptif
serta spesifik bagi situasi lingkungan yang melingkupi.
2. Evolusi Organik terjadi karena peristiwa seleksi alam
Makna utama wawasan Darwin dalam teori ini adalah bahwa evolusi
organik memang terjdi, dan bahwa evolusi organik tersebut terjadi
karena peristiwa seleksi alam. Dalam hubungannya dengan teori seleksi
alam Darwin, terdapat kesan yang cukup kuat bahwa peristiwa seleksi
alam adalah sebab utama terjadinya evolusi (G.G. Simpson, Life: An
Introduction to Biology, 1957); disamping itu peristiwa seleksi alam
diartikan sebagai suatu perjuangan langsung antar individu sespesies
ataupun antar spesies (direct combat: C.A. Villec, General Zoology,
1978). Munculnya teori seleksi alam Darwin ternyata menimbulkan
banyak kontroversi di kalangan para ahli biologi. Disamping itu pula
mendapatkan reaksi keras dan tantangan. Sejak semula teori seleksi
alam Darwin ini ditafsirkan secara keliru sebagai teori yang
memperkenalkan bahwa manusia berasal dari kera. Reaksi dan tantangan
masih berkelanjutan hingga sekarang dan menjadi demikian kacaunya
karena reaksi agama terlebih lagi dengan munculnya buku karya Harun
Yahya tentang Runtuhnya Teori Evolusi;. Dalam hal ini makna wawasan
Darwin telah dipertentangkan dengan ajaran agama atas dasar persepsi
yang salah. Oleh karena itu peluang munculnya pemikiran yang jernih
atas teori seleksi alam Darwin berkurang atau hilang sama sekali dan
pada akhirnya menutup kemungkinan ditemukannya manfaat terapan
dari teori tersebut. Sangat boleh jadi diantara kita tidak sedikit yang
masih mempunyai persepsi keliru atas teori seleksi alam Darwin.
Sesungguhnya makna wawasan Darwin adalah berkenaan dengan kedua
makna yang telah disebutkan sebelumnya dan sama sekali tidak
memperkenalkan ajaran yang menyatakan bahwa manusia berasal dari
kera. Namun demikian, sebagai suatu teori keilmuan yang berkenaan
dengan perkembangan (perubahan) makhluk hidup, pada kenyataannya
teori seleksi alam Darwin telah mengalami perkembangan dan
penyempurnaan. Hasil dari pengembangan dan penyempurnaan tersebut
telah melahirkan teori/paham baru tentang seleksi alam yang lebih
dikenal dengan Neo Darwinisme.
2.2 Neo Darwinisme
Saat buku yang ditulis oleh Darwin berjudul The Origin of
Spesies meluap di penjuru dunia, seorang ahli botani Austria bernama
Gregor Mendel menemukan hukum penurunan sifat pada tahun 1865.
Meskipun tidak banyak dikenal orang hingga akhir abad ke-19, penemuan
Mendel mendapat perhatian besar di awal tahun 1900-an. Inilah awal
kelahiran ilmu genetika. Beberapa waktu kemudian, struktur gen dan
kromosom ditemukan. Pada tahun 1950-an, penemuan struktur molekul
DNA yang berisi informasi genetis menghempaskan teori evolusi ke dalam
krisis. Alasannya adalah kerumitan luar biasa dari kehidupan dan
ketidakabsahan mekanisme evolusi yang diajukan Darwin.
Perkembangan ini seharusnya membuat teori Darwin terbuang
dalam keranjang sampah sejarah. Namun ini tidak terjadi, karena ada
kelompok-kelompok tertentu yang bersikeras merevisi, memperbarui dan
mengangkat kembali teori ini pada kedudukan ilmiah.Teori Darwin
terpuruk dalam krisis karena hukum-hukum genetika yang ditemukan
pada perempat pertama abad ke-20. Kelompok yang setuju akan teori
Darwin mengadakan sebuah pertemuan yang diadakan oleh Geological
Society of America pada tahun 1941. Ahli genetika G. Ledyard Stebbins
dan Theodosius Dobzhansky, ahli zoologi Ernst Mayr dan Julian Huxley,
ahli paleontologi George Gaylord Simpson dan Glenn L. Jepsen, dan ahli
genetika matematis Ronald Fisher dan Sewall Right hadir dalam
pertemuan tersebut. Setelah pembicaraan panjang akhirnya mereka
menyetujui untuk menambahkan teori Darwin menjadi Neo Darwinisme.
Untuk menghadapi fakta “stabilitas genetic” kelompok ilmuwan ini
menggunakan konsep “mutasi” yang diperkenalkan oleh ahli botani asal
Belanda, Hugo de Vries pada awal abad ke-20. Mutasi adalah kerusakan
yang terjadi untuk alas an yang tidak diketahui dalam mekanisme
penurunan sifat pada makhluk hidup. Beberapa dekade berikutnya
menjadi era perjuangan berat untuk membuktikan kebenaran Neo
Darwinisme. Telah diketahui bahwa mutasi yang terjadi pada gen-gen
makhluk hidup selalu membahayakan. Neo Darwinis berupaya
memberikan contoh “mutasi yang menguntungkan” dengan melakukan
ribuan eksperimen mutasi. Selama beberapa dasawarsa mereka
melakukan percobaan mutasi pada lalat buah dan berbagai jenis lainnya.
Namun tak satupun dari percobaan ini yang memperlihatkan mutasi yang
memperbaiki informasi genetik pada makhluk hidup. Semua upaya
mereka berakhir dengan kegagalan total.
Teori Neo Darwinis telah ditumbangkan pula oleh catatan
fosil. Tidak pernah ditemukan di belahan dunia mana pun “bentuk-bentuk
transisi” yang diasumsikan teori Neo Darwinis sebagai bukti evolusi
bertahap pada makhluk hidup dari spesies primitif ke spesies lebih maju.
Begitu pula perbandingan anatomi menunjukkan bahwa spesies yang
diduga telah berevolusi dari spesies lain ternyata memiliki ciri-ciri anatomi
yang sangat berbeda, sehingga mereka tidak mungkin menjadi nenek
moyang dan keturunannya. Sebagian besar ilmuwan yang mempercayai
evolusi menerima teori Neo Darwinis bahwa evolusi terjadi secara
perlahan dan bertahap. Pada beberapa dekade terakhir ini, telah
dikemukakan sebuah model lain yang dinamakan “punctuated
equilibrium”. Model ini menolak gagasan Darwin tentang evolusi yang
terjadi secara kumulatif dan sedikit demi sedikit. Sebaliknya, model ini
menyatakan evolusi terjadi dalam “loncatan” besar yang diskontinu.
Pembela fanatik pendapat ini pertama kali muncul pada awal tahun
1970-an. Awalnya, dua orang ahli paleontologi Amerika, Niles
Eldredge dan Stephen Jay Gould, sangat sadar bahwa pernyataan Neo
Darwinis telah diruntuhkan oleh catatan fosil. Fosil-fosil telah
membuktikan bahwa makhluk hidup tidak berasal dari evolusi bertahap,
tetapi muncul tiba-tiba dan sudah terbentuk sepenuhnya. Hingga
sekarang Neo Darwinis senantiasa berharap bahwa bentuk peralihan yang
hilang suatu hari akan ditemukan. Eldredge dan Gould menyadari bahwa
harapan ini tidak berdasar, namun di sisi lain mereka tetap tidak mampu
meninggalkan dogma evolusi. Karena itulah akhirnya mereka
mengemukakan sebuah model baru yang disebut punctuated equilibrium.
Inilah model yang menyatakan bahwa evolusi tidak terjadi sebagai hasil
dari variasi minor, namun dalam perubahan besar dan tiba-tiba.
Model ini hanya sebuah khayalan. Sebagai contoh, O.H. Shindewolf,
seorang ahli paleontologi dari Eropa yang merintis jalan bagi Eldredge dan
Gould, menyatakan bahwa burung pertama muncul dari sebutir telur
reptil, sebagai “mutasi besar-besaran” (gross mutation). Menurut teori
tersebut, seekor binatang darat dapat menjadi paus raksasa setelah
mengalami perubahan menyeluruh secara tiba-tiba. Pernyataan yang
sama sekali bertentangan dengan hukum-hukum genetika, biofisika dan
biokimia. Dalam ketidakberdayaan karena pandangan Neo Darwinis
terpuruk dalam krisis, sejumlah ahli paleontologi pro-evolusi
mempercayai teori ini, teori baru yang bahkan lebih ganjil daripada Neo
Darwinisme itu sendiri.
Satu-satunya tujuan model ini adalah memberikan penjelasan
untuk mengisi celah dalam catatan fosil yang tidak dapat dijelaskan
model Neo Darwinis. Namun, usaha menjelaskan kekosongan fosil dalam
evolusi burung dengan pernyataan bahwa “seekor burung muncul tiba-
tiba dari sebutir telur reptil” sama sekali tidak rasional. Sebagaimana
diakui oleh evolusionis sendiri, evolusi dari satu spesies ke spesies lain
membutuhkan perubahan besar informasi genetis yang menguntungkan.
Akan tetapi, tidak ada mutasi yang memperbaiki informasi genetis atau
menambahkan informasi baru padanya. Mutasi hanya merusak informasi
genetis. Dengan demikian, “mutasi besar-besaran” yang digambarkan
oleh model punctuated equilibrium hanya akan menyebabkan
pengurangan atau perusakan “besar-besaran” pada informasi genetis.
Lebih jauh lagi, model punctuated equilibrium runtuh sejak pertama kali muncul
karena ketidakmampuannya menjawab pertanyaan tentang asal usul kehidupan, pertanyaan
serupa yang menggugurkan model Neo Darwinis sejak awal. Karena tidak satu protein pun
yang muncul secara kebetulan, perdebatan mengenai apakah organisme yang terdiri dari
milyaran protein mengalami proses evolusi secara “tiba-tiba” atau “bertahap” tidak masuk
akal.

1. Teori dalam Krisis

Seorang ahli biokimia Australia yang bernama Prof. Michael Denton menyanggah teori
Darwinisme. Menurutnya, terdapat pertentangan mencolok ketika teori evolusi dihadapkan
dengan penemuan-penemuan ilmiah dalam berbagai bidang seperti asal-usul kehidupan,
genetika populasi, anatomi perbandingan, ilmu fosil, dan biokimia. Menurutnya, evolusi
adalah sebuah teori yang sedang dilanda krisis.
Dalam bukunya Evolution: A Theory in Crisis (1985) yang artinya evolusi sebuah teori
dalam krisis, Denton menguji teori ini ditinjau dari berbagai cabang ilmu dan menyimpulkan
bahwa teori seleksi alam sangatlah jauh dalam memberikan penjelasan bagi kehidupan di
bumi. Tujuan Denton dalam mengajukan sanggahannya bukanlah untuk menunjukkan
kebenaran dari pandangan lain, tetapi hanya membandingkan Darwinisme dengan fakta-fakta
ilmiah. Selama dua dasawarsa terakhir, banyak evolusionis lain menerbitkan karya-karya
penting yang mempertanyakan keabsahan teori evolusi Darwin.

2. Teori Harun Yahya

Harun Yahya dalam buku-buku karyanya membahas tentang beberapa hal menanggapi
teori evolusi yang sebelumnya dicetuskan oleh Darwin dan kaum evolusionis lainnya. Dalam
bukunya, Harun Yahya menyampaikan tentang variasi dan spesies, mitos homologi,
ketidakabsahan pernyataan homologi molekuler. Pendapat Harun Yahya terhadap hal-hal itu
adalah sebagai berikut:
a. Variasi dan Spesies
Evolusi menyebut variasi dalam suatu spesies sebagai bukti kebenaran teorinya.
Namun menurut Harun Yahya, variasi bukanlah bukti evolusi karena variasi hanya hasil
aneka kombinasi informasi genetis yang sudah ada, dan tidak menambahkan karakteristik
baru pada informasi genetis.
Variasi selalu terjadi dalam batasan informasi genetis yang ada. Dalam ilmu genetika,
batas-batas ini disebut “kelompok gen” (gene pool). Variasi menyebabkan semua
karakteristik yang ada di dalam kelompok gen suatu spesies bisa muncul dengan beragam
cara. Misalnya, pada suatu spesies reptil, variasi menyebabkan kemunculan verietas yang
relatif berekor panjang atau berkaki pendek, karena baik informasi tentang kaki pendek
maupun panjang terdapat dalam kantong gen. Namun, variasi tidak mengubah reptil menjadi
burung dengan menambahkan sayap atau bulu-bulu, atau dengan mengubah metabolisme
mereka. Perubahan demikian memerlukan penambahan informasi genetis pada makhluk
hidup, yang tidak mungkin terjadi dalam variasi.
Dalam buku The Origin of Species, Darwin menyatakan bahwa paus berevolusi dari
beruang yang berusaha berenang. Darwin menganggap bahwa kemungkinan variasi dalam
spesies tidak terbatas. Pendapat ini dibantah oleh Harun Yahya. Ia berpendapat bahwa ilmu
pengetahuan abad ke-20 telah menunjukkan bahwa skenario evolusi ini hanya khayalan.
b. Mitos Homologi
Dalam ilmu biologi, kemiripan struktural di antara spesies yang berbeda disebut
homologi. Evolusionis mencoba mengajukan kemiripan tersebut sebagai bukti evolusi.
Darwin mengira bahwa makhluk-makhluk dengan organ yang mirip (homolog) memiliki
hubungan evolusi di antara mereka dan organ-organ ini diwarisi dari nenek moyang yang
sama. Menurut asumsinya, merpati dan elang memiliki sayap karena itu merpati, elang, dan
bahkan semua unggas bersayap berevolusi dari nenek moyang yang sama.
Menurut Harun Yahya, homologi merupakan argumen menyesatkan yang
dikemukakan hanya berdasarkan kemiripan fisik sejak zaman Darwin hingga sekarang,
argumen ini belum pernah dibuktikan oleh satu temuan konkret pun. Tidak pernah ditemukan
satu pun fosil nenek moyang imajiner yang memiliki struktur-struktur homolog. Harun Yahya
mengatakan ada hal-hal yang memperjelas bahwa homologi tidak membuktikan teori evolusi.
Pendapat Harun Yahya adalah sebagai berikut.
1) Organ-organ homolog ditemukan pula pada spesies-spesies yang sangat berbeda, bahkan
evolusionis tidak dapat menunjukkan hubungan evolusi di antara spesies-spesies tersebut.
2) Kode-kode genetis beberapa makhluk yang memiliki organ-organ homolog sama sekali
berbeda satu sama lain.
3) Perkembangan embriologis organ-organ homolog benar-benar berbeda pada makhluk-
makhluk yang berbeda.
Misalnya adanya organ-organ serupa pada spesies yang berbeda. Ada sejumlah organ
homolog yang sama-sama dimiliki berbagai spesies berbeda, namun evolusionis tidak mampu
menunjukkan hubungan evolusi di antara mereka, misalnya sayap. Selain burung, sayap
terdapat pula pada hewan mamalia (seperti kelelawar), pada serangga, bahkan pada jenis
reptil yang telah punah (beberapa dinosaurus). Tetapi evolusionis tidak menyatakan
hubungan evolusi atau kekerabatan di antara keempat kelompok hewan ini.
Contoh mencolok lainnya adalah kemiripan yang menakjubkan pada struktur mata
berbagai jenis makhluk. Misalnya, walaupun gurita dan manusia adalah dua spesies yang jauh
berbeda, struktur dan fungsi keduanya sangat mirip. Namun, evolusionis tidak menyatakan
bahwa mereka mempu nyai nenek moyang yang sama karena kemiripan mata. Contoh-contoh
ini dan banyak lagi lainnya memastikan bahwa pernyataan “organ-organ homolog
membuktikan spesies makhluk hidup berevolusi dari satu nenek moyang yang sama” tidak
memiliki landasan ilmiah.
c. Ketidakabsahan Pernyataan Homolog Molekuler
Pengajuan homologi sebagai bukti evolusi tidak saja gagal pada tingkat organ, tetapi
juga pada tingkat molekuler. Evolusionis mengatakan bahwa ada kemiripan antara kode-kode
DNA atau struktur-struktur protein pada spesies-spesies yang berbeda dan kemiripan ini
membuktikan bahwa makhluk-makhluk hidup ini telah berevolusi dari nenek moyang yang
sama atau dari satu sama lain. Sebagai contoh, media evolusionisme senantiasa menyatakan
bahwa “ada kemiripan besar antara DNA manusia dan DNA kera”. Kemiripan ini
dikemukakan sebagai bukti hubungan evolusi antara manusia dan kera.
Contoh paling berlebihan dari argumen ini mengacu pada terdapatnya 46 kromosom pada
manusia dan beberapa jenis kera seperti simpanse. Evolusionis menganggap kedekatan
jumlah kromosom antara spesies berbeda merupakan bukti evolusi. Namun, jika hal ini benar,
manusia memiliki kerabat lebih dekat dengan kentang, dibandingkan dengan kera atau
simpanse, karena kentang memiliki jumlah kromosom lebih dekat dibanding dengan jumlah
kromosom manusia, yaitu 46. Dengan kata lain, manusia dan kentang memiliki jumlah
kromosom yang sama. Contoh nyata tetapi menggelikan ini menunjukkan bahwa kemiripan
DNA tidak lagi dijadikan sebagai bukti hubungan evolusi. Di sisi lain, terdapat perbedaan
molekuler yang sangat besar di antara makhluk-makhluk yang tampaknya mirip dan
berkerabat. Sebagai contoh, struktur-C, salah satu protein penting bagi pernapasan, sangat
berbeda pada makhluk-makhluk hidup dalam kelas yang sama.
3. Teori Intellegent Desaign
John G. West, salah satu pendukung teori ID (Intellegent Desaign),
mengatakan bahwa ID didasarkan pada bukti ilmiah dan tidak terikat
untuk membela agama tertentu. Kemunculan teori ID ini menjadi
bantahan keras bagi teori evolusi (khususnya Neo Darwinian). Adanya
dua teori penciptaan mahluk hidup ini menghasilkan sebuah
“pertarungan” yang seru untuk disimak. Publikasi penelitian yang
mendukung teori masing-masing kubu terus dilakukan untuk meyakinkan
kepada publik akan kebenaran teorinya. Saling serang menjadi hal yang
biasa terlihat. Meskipun demikian, kondisi ini sebenarnya berpengaruh
positif terhadap pemahaman tentang asal-usul mahluk hidup. Dua
alternatif pilihan ini akan memacu publik untuk berpikir secara objektif,
tanpa terpatok dengan satu teori tertentu. Sayangnya, kebebasan untuk
mengkaji teori asal-usul mahluk hidup ini tidak sepenuhnya dijamin.
Terdapat beberapa negara yang cenderung untuk memihak teori tertentu.
Bahkan, teori yang tidak didukung akan dibatasi pengajaran dan
publikasinya pada publik.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Evolusi, teori evolusi, dan teori Darwin adalah tiga hal yang berbeda meskipun
berkaitan sangat erat. Evolusi dapat dipandang sebagai fakta dan sebagai teori. Sebagai
fakta, evolusi adalah perubahan. Teori evolusi menjelaskan mekanisme perubahan itu. Teori
Darwin hanyalah salah satu dari beberapa teori evolusi yang pernah diajukan, dan sekarang
telah banyak mengalami penyempurnaan. Menentang teori Darwin belum tentu menentang
teori evolusi karena bisa juga berarti mengajukan teori evolusi lain yang lebih baik dari
teori evolusi Darwin. Menentang teori evolusi seyogyanya dilakukan dengan memberikan
penjelasan (teori) lain yang lebih dapat diterima mengen ai berbagai fakta yang selama ini
diyakini sebagai bukti evolusi atau fakta yang selama ini dapat dijelaskan berdasarkan
konsep evolusi.

3.2. Saran
Melalui makalah ini Penulis mengharapkan bagi para pembaca untuk bisa
mengembangkan maksud dari evolusi itu dan juga ikut berperan dalam menggali evolusi di
muka bumi ini yang mana kita tahu bahwa evolusi adalah suatu hal yang belum jelas dan
dapat di buktikan secara langsung. Oleh karena itu teori – teori tentang evolusi janganlah
dijdikan sebuah momen untuk berperang pemikiran karena akan menimbulkan perpecahan.
Penulis juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk dapat mengevaluasi
hasil penyusunan makalah ini dan agar dapat disempurnakan kembali. Atas kritik dan
sarannya penulis sampaikan terima kasih.
http://agusper.blogspot.com/2014/03/teori-evolusi-darwin-
neodarwinisme.html

Bab 13: Pernyataan-Pernyataan Evolusionis Dan Fakta

Pada bab-bab sebelumnya telah dikaji ketidakabsahan teori evolusi berdasarkan


bukti-bukti fosil dan acuan biologi molekuler. Dalam bab ini, kita akan membahas
beberapa fenomena dan konsep biologi yang diajukan evolusionis sebagai bukti
teoretis. Topik-topik ini penting karena menunjukkan ketiadaan temuan ilmiah
yang mendukung evolusi, sebaliknya justru menyingkap betapa jauh penyimpangan
dan penipuan yang dilakukan evolusionis.

Variasi dan Spesies

Variasi dalam Spesies Bukanlah Evolusi

Dalam buku Origins, Darwin


mengacaukan dua konsep: variasi dalam
spesies dan kemunculan spesies baru.
Berdasarkan pengamatannya atas
varietas-varietas anjing, Darwin mengira
bahwa suatu saat berbagai varietas ini
akan berubah menjadi spesies baru.
Sampai sekarang, evolusionis berusaha
menunjukkan variasi dalam spesies
sebagai bentuk evolusi. Padahal fakta
ilmiah membuktikan bahwa variasi dalam
sebuah spesies bukanlah evolusi.
Misalnya, sebanyak apa pun varietas
dalam spesies anjing di alam, atau yang Variasi, istilah yang digunakan dalam
dibiakkan oleh manusia, mereka tetap ilmu genetika, merujuk pada
anjing. Tidak akan ada peralihan dari peristiwa genetis yang menyebabkan
satu spesies ke spesies lainnya individu atau kelompok spesies
tertentu memiliki karakteristik
berbeda satu sama lain. Sebagai contoh, pada dasarnya semua orang di bumi
membawa informasi genetis sama. Namun ada yang bermata sipit, berambut
merah, berhidung mancung, atau ber-tubuh pendek, tergantung pada potensi
variasi informasi genetisnya.

Evolusionis menyebut variasi dalam suatu spesies sebagai bukti kebenaran


teorinya. Namun, variasi bukanlah bukti evolusi, karena variasi hanya hasil
aneka kombinasi informasi genetis yang sudah ada, dan tidak menambahkan
karakteristik baru pada informasi genetis.

Variasi selalu terjadi dalam batasan informasi genetis yang ada. Dalam ilmu
genetika, batas-batas ini disebut "kelompok gen" (gene pool). Variasi menyebabkan
semua karakteristik yang ada di dalam kelompok gen suatu spesies bisa muncul
dengan beragam cara. Misalnya pada suatu spesies reptil, variasi menyebabkan
kemunculan varietas yang relatif berekor panjang atau berkaki pendek, karena
baik informasi tentang kaki pendek maupun panjang terdapat dalam kantung gen.
Namun, variasi tidak mengubah reptil menjadi burung dengan menambahkan sayap
atau bulu-bulu, atau dengan mengubah metabolisme mereka. Perubahan demikian
memerlukan penambahan informasi genetis pada makhluk hidup, yang tidak
mungkin terjadi dalam variasi.

Darwin tidak mengetahui fakta ini ketika merumuskan teorinya. Ia mengira tidak
ada batas dalam variasi. Dalam sebuah artikel yang ditulisnya pada tahun 1844, ia
menyatakan: "Banyak ahli yang menganggap bahwa ada batas dalam variasi di
alam, namun saya belum menemukan satu bukti pun yang melandasi keyakinan
ini".1

Dalam The Origin of Species, ia menyebutkan beragam contoh variasi sebagai bukti
terpenting bagi teorinya. Misalnya, menurut Darwin, para peternak yang
mengawinkan beragam varietas sapi untuk menghasilkan varietas baru yang
menghasilkan susu lebih banyak, akhirnya akan mengubah ternak itu menjadi
spesies berbeda. Gagasan Darwin tentang "variasi tanpa batas" jelas terungkap
dalam kalimat dari The
Origin of Species:

Apakah Ikan Paus Berevolusi Dari Beruang?


Saya tidak melihat
kesulitan bagi suatu ras
beruang, melalui seleksi
alam, menjadi semakin
terbiasa dengan
lingkungan akuatis,
dengan mulut semakin
lebar, sampai akhirnya
menjadi makhluk sebesar Dalam buku The Origin of Species, Darwin
menyatakan bahwa paus berevolusi dari beruang
paus.2
yang berusaha berenang! Darwin telah keliru
menganggap bahwa kemungkinan variasi dalam
Darwin mengemukakan spesies tidak terbatas. Ilmu pengetahuan abad ke-
contoh yang berlebihan 20 telah menunjukkan bahwa skenario evolusi ini
ini karena pemahaman hanya khayalan
yang primitif akan ilmu
pengetahuan di zamannya. Pada abad ke-20, ilmu pengetahuan telah menetapkan
prinsip "stabilitas genetis" (homeostasis genetis) berdasarkan hasil-hasil
eksperimen yang dilakukan pada makhluk-makhluk hidup. Prinsip ini menyatakan
bahwa semua usaha pengawinan untuk menghasilkan variasi-variasi baru tidak
meyakinkan, dan ada batasan-batasan ketat di antara spesies-spesies makhluk
hidup yang berbeda. Artinya, sangat mustahil para peternak dapat mengubah sapi
menjadi spesies berbeda dengan cara mengawinkan varietas-varietasnya, seperti
dinyatakan Darwin.

Norman Macbeth membantah Darwinisme dalam bukunya Darwin Retried:

Inti masalahnya adalah, kalaupun benar makhluk hidup dapat bervariasi tan-pa
batas… Spesies-spesies selalu stabil. Kita semua pernah mendengar bagaimana
peternak dan hortikulturis yang sudah berusaha sedemikian keras menjadi kecewa
mendapati hewan atau tumbuhan yang mereka kembangkan kembali ke varietas
asal. Sekalipun usaha keras dilakukan selama dua atau tiga abad, tidak mungkin
dihasilkan mawar biru atau tulip hitam.3

Luther Burbank*) yang dianggap sebagai hortikulturis paling berhasil, mengungkap


fakta ini saat mengatakan "ada batas-batas dalam pengembangan yang mungkin
terjadi, dan batas-batas ini mengikuti suatu aturan".4 Tentang hal ini, ilmuwan
Denmark, W.L. Johannsen berkomentar:

Variasi-variasi yang menjadi titik tekan Darwin dan Wallace tidak dapat dipaksakan
melampaui tahap tertentu. Variabilitas seperti ini tidak me-miliki rahasia
'perubahan tanpa batas'.5
Pernyataan Evolusi tentang Resistensi Antibiotis dan Kekebalan

Evolusionis mengajukan resistensi bakteri terhadap antibiotik dan kekebalan


beberapa jenis serangga terhadap DDT sebagai bukti evolusi. Mereka menyatakan
ini sebagai contoh resistensi dan kekebalan yang diperoleh akibat mutasi pada
makhluk hidup akibat bahan-bahan kimia tersebut.

Resistensi dan kekebalan yang muncul pada bakteri dan serangga ini bukan sifat
yang diperoleh akibat mutasi. Sebagian varietas dari makhluk hidup ini memiliki
karakteristik tersebut sebelum seluruh populasinya terkena antibiotik atau DDT.
Meski merupakan jurnal evolusionis, Scientific American mengakui hal ini dalam
edisi Maret 1998:

Banyak bakteri yang memiliki gen-gen resistensi, bahkan sebelum antibiotik


komersial digunakan. Para ilmuwan tidak tahu pasti mengapa gen-gen ini
berkembang dan dipertahankan.6

Tampaknya, informasi genetis yang mengandung resistensi dan sudah ada sebelum
penggunaan antibiotik ini tidak dapat dijelaskan oleh evolusionis. Ini membuktikan
kekeliruan teori mereka.

Fakta bahwa bakteri resisten ini sudah ada bertahun-tahun sebelum penemuan
antibiotik, diungkapkan dalam Medical Tribune, sebuah terbitan ilmiah terkemuka,
pada edisi 29 Desember 1998. Di situ diulas sebuah kejadian menarik: dalam
sebuah penelitian tahun 1986, ditemukan beberapa mayat yang terawetkan dalam
es. Mereka adalah pelaut yang sebelum-nya sakit dan meninggal ketika melakukan
ekspedisi kutub pada tahun 1845. Pada mayat-mayat tersebut ditemukan jenis-
jenis bakteri yang umum didapati pada abad ke-19. Ketika diuji, para peneliti
terkejut karena bakteri-bakteri ini resisten terhadap beragam antibiotik modern
yang baru dikembangkan pada abad ke-20.7

Adanya resistensi semacam ini pada banyak populasi bakteri sebelum penisilin
ditemukan merupakan fakta yang diketahui luas dalam lingkungan medis.
Karenanya, mendalilkan resistensi bakteri sebagai perkembangan evolusi adalah
bentuk penipuan. Lalu, bagaimana terjadinya proses "bakteri memperoleh
kekebalan"?

Resistensi Bakteri terhadap Antibiotik


Dalam satu jenis bakteri terdapat
variasi yang sangat beragam. Beberapa
memiliki informasi genetis untuk
resisten terhadap obat-obatan, bahan
kimia atau zat-zat lain. Jika
sekelompok bakteri terkena obat
tertentu, yang tidak resisten terhadap
obat tersebut akan mati, sedangkan
yang resisten akan tetap hidup dan
memiliki kesempatan berkembang
biak. Bakteri tidak resisten
selanjutnya akan musnah dari populasi
Evolutionists portray bacteria’s dan digantikan oleh bakteri resisten,
resistance to antibiotics as evidence yang lalu berkembang pesat. Akhirnya
of evolution—but in a deceptive way. koloni bakteri yang tertinggal hanya
terdiri dari individu-individu resisten
terhadap antibiotik tersebut. Sejak itu pula, antibiotik tersebut menjadi tidak
efektif lagi terhadap bakteri jenis ini. Hal penting yang harus diingat adalah bah-
wa bakteri tersebut masih bakteri yang sama dan begitu pula spesiesnya.

Penting untuk dicatat, bertentangan dengan pernyataan evolusionis, tidak terjadi


proses evolusi pada bakteri tersebut. Antibiotik tidak menyebabkan bakteri tidak
resisten bermutasi dan berubah menjadi jenis bakteri resisten, dan karenanya
memperoleh informasi genetis baru. Yang terjadi hanya kepunahan variasi bakteri
tidak resisten pada sebuah populasi yang terdiri dari variasi bakteri resisten dan
tidak resisten, yang hidup bersama sejak awal. Ini tidak menandai kemunculan
spesies bakteri baru. Ini bukan "evolusi". Sebaliknya, satu variasi atau lebih
menjadi punah, menyebabkan hilangnya sebagian informasi genetis; sebuah proses
kebalikan dari evolusi.

Kekebalan Serangga terhadap DDT

Persoalan lain yang didistorsi evolusionis dan diajukan sebagai bukti evolusi adalah
kekebalan terhadap DDT yang tampaknya "diperoleh" serangga. Kekebalan ini
berkembang seperti resistensi bakteri terhadap antibiotik. Kekebalan serangga
terhadap DDT sama sekali tidak dapat dikatakan "diperoleh" oleh individu-individu
di dalam populasi. Beberapa serangga telah kebal terhadap DDT. Setelah DDT
ditemukan, serangga yang tidak memiliki kekebalan bawaan dan terkena zat kimia
ini akan punah dari populasinya. Sejalan dengan waktu, serangga kebal yang
sebelumnya sedikit menjadi bertambah banyak. Akhirnya, seluruh spesies tersebut
menjadi populasi dengan anggota-anggota kebal terhadap DDT. Ketika ini terjadi,
DDT menjadi tidak efektif lagi terhadap spesies serangga tersebut. Untuk
menyesatkan, fenomena ini biasa dirujuk sebagai "perolehan kekebalan serangga
terhadap DDT".

Ahli biologi evolusionis, Francisco Ayala, mengakui fakta ini dengan mengatakan,
"Varian-varian genetis yang dibutuhkan agar resisten terhadap jenis pestisida yang
sangat beraneka tampaknya telah ada pada setiap anggota populasi yang terkena
senyawa buatan manusia ini".8

Karena menyadari bahwa kebanyakan orang tidak berkesempatan mempelajari


atau melakukan riset mikrobiologi, evolusionis membuat kebohongan terang-
terangan berkaitan dengan resistensi dan kekebalan. Mereka sering mengemukakan
contoh-contoh tadi sebagai bukti penting bagi evolusi. Kini sudah jelas bahwa
resistensi bakteri terhadap antibiotik dan kekebalan serangga terhadap DDT tidak
memberikan bukti apa pun bagi evolusi. Yang justru terungkap adalah contoh nyata
penyimpangan dan kebohongan yang dilakukan evolusionis untuk membenarkan
teori mereka.

Kekeliruan tentang Organ-Organ Peninggalan

Sejak lama, konsep "organ vestigial"*) atau "organ peninggalan" sering muncul
dalam literatur evolusionis sebagai "bukti" evolusi. Pada akhirnya konsep ini diam-
diam tidak digunakan lagi ketika terbukti tidak absah. Namun beberapa evolusionis
masih meyakininya dan kadang-kadang masih ada saja yang mencoba
mengajukannya sebagai bukti penting evolusi.

Gagasan "organ peninggalan" pertama kali dikemukakan seabad lalu. Menurut


evolusionis, di dalam tubuh beberapa jenis makhluk hidup terdapat sejumlah
organ-organ tubuh yang tidak fungsional. Organ-organ ini diwarisi dari nenek
moyang mereka dan perlahan-lahan menjadi peninggalan karena tidak digunakan.

Semua asumsi ini sangat tidak ilmiah dan hanya berlandaskan pada pengetahuan
yang tidak memadai. "Organ-organ tidak fungsional" ini pada kenyataannya adalah
organ-organ yang "fungsinya belum diketahui". Ini ditunjukkan dengan
berkurangnya organ peninggalan sedikit demi sedikit tetapi pasti dari daftar
panjang evolusionis. Seorang evolusionis bernama S.R. Scadding, dalam tulisannya
untuk majalah Evolutionary Theory yang berjudul "Can Vestigial Organs Constitute
Evidence for Evolution?" ("Dapatkan Organ Peninggalan Menjadi Bukti Evolusi?"),
menyetujui fakta ini:

Karena tidak mungkin mengidentifikasi secara pasti struktur-struktur tidak


berguna, dan karena struktur argumen yang digunakan tidak absah secara
keilmuan, saya menyimpulkan bahwa "organ-organ peninggalan" tidak
memberikan bukti khusus bagi teori evolusi.9

Daftar organ peninggalan yang dibuat ahli anatomi Jerman R. Wiedersheim pada
tahun 1895 terdiri dari sekitar 100 organ, termasuk usus buntu dan tulang ekor.
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan, ternyata semua organ dalam daftar ini
diketahui berfungsi penting dalam tubuh. Misalnya, usus buntu yang semula
dianggap sebagai organ peninggalan ternyata merupakan organ limfoid *) yang
memerangi infeksi dalam tubuh. Fakta ini menjadi jelas pada tahun 1997: "Organ-
organ dan jaringan tubuh lainnya — kelenjar timus, hati, limpa, usus buntu,
sumsum tulang, sejumlah jaringan limfatis seperti amandel dan lempeng Peyer
pada usus kecil — juga merupakan bagian dari sistem limfatis. Semuanya
membantu tubuh memerangi
infeksi."10

Ditemukan bahwa amandel, yang juga


digolongkan organ peninggalan,
berperan penting dalam melindungi
kerongkongan dari infeksi, khususnya
sampai usia dewasa. Tulang ekor pada
bagian bawah tulang belakang
ternyata menyokong tulang-tulang di
sekitar panggul dan merupakan titik
temu dari beberapa otot kecil. Tahun-
tahun berikutnya diketahui
bahwa kelenjar timus memicu sistem 1. Eyelid 3. Sclera
kekebalan tubuh dengan mengaktifkan 2. Pupil 4. iris
sel-sel T; kelenjar pineal berperan
dalam sekresi beberapa hormon Semua contoh organ peninggalan
penting; kelenjar gondok menunjang telah dibuktikan ketidakbenarannya.
pertumbuhan yang baik pada bayi dan Misalnya, lipatan cekung di ujung
anak-anak; dan kelenjar mata yang disebut sebagai struktur
pituitari mengendalikan banyak peninggalan dalam buku Origins,
kelenjar-kelenjar hormon agar sekarang terbukti berfungsi melumasi
berfungsi dengan benar. Sebelumnya, bola mata. Di zaman Darwin, fungsi
semua organ ini dianggap sebagai ini tidak diketahui.
"organ peninggalan". Lipatan cekung di
ujung mata yang diajukan Darwin sebagai organ peninggalan ternyata berperan
membersihkan dan melumasi bola mata.

Ada kesalahan logika yang sangat penting dalam pernyataan evolusionis tentang
organ peninggalan. Evolusionis menyatakan bahwa organ-organ peninggalan suatu
individu diwarisi dari nenek moyangnya. Namun, beberapa organ yang disebut
sebagai "peninggalan" tidak ditemui pada spesies hidup yang dinyatakan sebagai
nenek moyang manusia! Contoh-nya, usus buntu tidak dimiliki beberapa spesies
kera yang disebut sebagai nenek moyang manusia. Ahli biologi terkenal, H. Enoch,
penentang teori organ peninggalan, menyatakan kesalahan logika ini sebagai
berikut:

Kera memiliki usus buntu, sedangkan kerabat terdekat di bawahnya tidak; usus
buntu ini muncul lagi pada hewan mamalia lain yaitu opossum. Bagaimana
evolusionis dapat menjelaskan kenyataan ini?11

Singkatnya, skenario organ peninggalan yang dikemukakan evolusionis mengandung


sejumlah cacat logika serius dan secara ilmiah telah terbukti keliru. Dalam tubuh
manusia tidak ada organ peninggalan yang diwariskan karena manusia tidak
berevolusi dari makhluk lain secara kebetulan. Manusia diciptakan dalam
bentuknya seperti sekarang, lengkap dan sempurna.

Mitos Homologi

Dalam ilmu biologi, kemiripan struktural di antara spesies yang berbeda disebut
"homologi". Evolusionis mencoba mengajukan kemiripan tersebut sebagai bukti
evolusi.

Darwin mengira bahwa makhluk-makhluk dengan organ yang mirip (homolog)


memiliki hubungan evolusi di antara mereka, dan organ-organ ini diwarisi dari
nenek moyang yang sama. Menurut asumsinya, merpati dan elang memiliki sayap;
karena itu merpati, elang dan bahkan semua unggas bersayap berevolusi dari
nenek moyang yang sama.

agles, bats and insects all have wings. Yet just because they possess similar organs does not prove that they
volved from any common ancestor.

Homologi merupakan argumen menyesatkan yang dikemukakan hanya berdasarkan


kemiripan fisik. Sejak zaman Darwin hingga sekarang, argumen ini belum pernah
dibuktikan oleh satu temuan konkret pun. Tidak pernah ditemukan satu pun fosil
nenek moyang imajiner yang memiliki struktur-struktur homolog. Lagi pula, hal-hal
berikut ini memperjelas bahwa homologi tidak membuktikan bahwa evolusi telah
terjadi:

1. Organ-organ homolog ditemukan pula pada spesies-spesies yang sangat berbeda,


yang bahkan evolusionis pun tidak dapat menunjukkan hubungan evolusi di antara
spesies-spesies tersebut.

2. Kode-kode genetis beberapa makhluk yang memiliki organ-organ homolog sama


sekali berbeda satu sama lain.

3. Perkembangan embriologis organ-organ homolog benar-benar berbeda pada


makhluk-makhluk yang berbeda.
Mari kita lihat hal-hal ini satu per satu.

Organ-organ Serupa pada Spesies yang Berbeda

Ada sejumlah organ homolog yang sama-sama dimiliki berbagai spesies berbeda,
namun evolusionis tidak mampu menunjukkan hubungan evolusi di antara mereka.
Misalnya sayap. Selain pada burung, sayap terdapat pula pada hewan mamalia
(seperti kelelawar), pada serangga, bahkan pada jenis reptil yang telah punah
(beberapa dinosaurus). Tetapi evolusionis tidak menyatakan hubungan evolusi atau
kekerabatan di antara keempat kelompok hewan ini.

Contoh mencolok lainnya adalah kemiripan yang menakjubkan pada struktur mata
berbagai jenis makhluk. Misalnya, walau gurita dan manusia adalah dua spesies
yang jauh berbeda, struktur dan fungsi keduanya sangat mirip. Namun evolusionis
tidak menyatakan bahwa mereka mempunyai nenek moyang yang sama karena
kemiripan mata. Contoh-contoh ini, dan banyak lagi lainnya, memastikan bahwa
pernyataan "organ-organ homolog membuktikan spesies makhluk hidup berevolusi
dari satu nenek moyang yang sama" tidak memiliki landasan ilmiah.

Konsep organ-
organ homolog
justru sangat
mempermaluka
n evolusionis.
Pengakuan
evolusionis
In terms of structure, the eyes of humans and octopuses are terkenal, Frank
very much alike. However, the fact that the two species Salisbury,
have similar organs doesn’t imply that they evolved from a tentang
common ancestor. Not even evolutionists try to account for kemiripan mata
the similarity of the eyes of the octopus and man by positing berbagai
a common ancestor. spesies yang
sangat berbeda
menegaskan kebuntuan konsep homologi:

Bahkan struktur sekompleks mata telah muncul beberapa kali; misalnya pada
cumi-cumi, vertebrata dan artropoda. Menjelaskan salah satu asal usul struktur
tersebut saja sudah sangat sulit, memikirkan produksi struktur tersebut berulang-
ulang sesuai dengan teori sintetis modern membuat kepala saya pusing.12

Kebuntuan Genetis dan Embriologis pada Homologi


Agar konsep "homologi" evolusionis bisa diakui, organ-organ serupa (homolog) pada
makhluk yang berbeda harus dikode oleh kode-kode DNA yang juga serupa
(homolog). Namun kenyataannya tidak demikian. Dalam kebanyakan kasus, kode
genetis mereka sangat berbeda. Justru, kode-kode genetis serupa pada berbagai
makhluk sering terkait dengan organ-organ yang sama sekali berbeda.

Michael Denton, profesor biokimia Australia, dalam bukunya Evolution: A Theory in


Crisis, menjelaskan kebuntuan evolusionis menafsirkan homologi dari sudut
genetika: "Struktur-struktur homolog sering ditentukan oleh sistem genetis yang
tidak homolog, dan konsep homologi jarang bisa dirunut ke dalam embriologi."13

Agar konsep homologi dianggap sah, perkembangan embriologis (tahap-tahap


perkembangan pada telur atau rahim induk) pada spesies-spesies dengan organ-
organ homolog seharusnya memiliki kecenderungan atau arah yang sama.
Nyatanya, perkembangan embriologis organ-organ tersebut sangat berbeda pada
setiap makhluk hidup.

Sebagai kesimpulan, dapat kita katakan bahwa riset genetis dan embriologis telah
membuktikan bahwa konsep homologi yang dinyatakan Darwin sebagai "bukti
evolusi makhluk-makhluk hidup dari nenek mo-yang yang sama" tidak dapat
dianggap sebagai bukti sama sekali. Dalam hal ini, ilmu pengetahuan telah berkali-
kali membuktikan bahwa tesis Darwin salah.

Mammal Twins That Defy Homology

Two Unrelated Extinct Mammals With Giant Teeth

Another example of extraordinary


resemblance between placental and
marsupial mammal "twins," is that between
the extinct mammals Smilodon (1) and
Thylacosmilus (2), both predators with
enormous front teeth. The great degree of
resemblance between the skull and teeth
structures of these two mammals, between
which no evolutionary relationship can be
established, overturns the homological
view that similar structures are evidence in
favour of evolution.

Tasmanian Wolf and Its North American Counterpart


The presence of "twin" species between
marsupial and placental mammals deals a
serious blow to the claim of homology. For
example, the marsupial Tasmanian wolf
and the placental wolf found in North
America resemble each other to an
extraordinary degree. On the Right can be
seen the skulls of these two highly similar
animals. Such a close resemblance
between the two, which cannot be
suggested to have any "evolutionary
relationship", completely invalidates the
claim of homology

1. North American wolf skull


2. Tasmanian wolf skull

Ketidakabsahan Pernyataan Homologi Molekuler

Pengajuan homologi sebagai bukti evolusi tidak saja gagal pada tingkat organ
tetapi juga pada tingkat molekuler. Evolusionis mengatakan bahwa ada kemiripan
antara kode-kode DNA atau struktur-struktur protein pada spesies-spesies
berbeda, dan kemiripan ini membuktikan makhluk-makhluk hidup ini telah
berevolusi dari nenek moyang yang sama atau dari satu sama lain. Sebagai contoh,
media evolusionis senantiasa menyatakan bahwa "ada kemiripan besar antara DNA
manusia dan DNA kera". Kemiripan ini dikemukakan sebagai bukti hubungan evolusi
antara manusia dan kera.

Contoh paling berlebihan dari argumen ini mengacu pada


terdapatnya 46 kromosom pada manusia dan 48 pada
beberapa jenis kera seperti simpanse. Evolusionis menganggap
kedekatan jumlah kromosom antara spesies yang berbeda
merupakan bukti hubungan evolusi. Namun, jika hal ini benar,
maka manusia memiliki kerabat lebih dekat: kentang.
Dibandingkan dengan kera atau simpanse, kentang memiliki
jumlah kromosom lebih dekat dengan jumlah kromosom
manusia, yaitu 46! Dengan kata lain, manusia dan kentang
memiliki jumlah kromosom yang sama! Contoh nyata tetapi Prof. Michael
menggelikan ini menunjukkan bah-wa kemiripan DNA tidak Denton:
dapat dijadikan bukti hubungan evolusi. "Teori Evolusi
adalah teori
Di sisi lain, terdapat perbedaan molekuler yang sangat besar dalam krisis. "
di antara makhluk-makhluk yang tampaknya mirip dan
berkerabat. Sebagai contoh, struktur Sitokrom-C, salah satu protein penting bagi
pernapasan, sangat berbeda pada makhluk-makhluk hidup dalam kelas yang sama.

Menurut hasil riset, perbedaan antara dua spesies reptil lebih besar dibandingkan
perbedaan antara burung dan ikan atau antara ikan dan mamalia. Studi lain
menunjukkan bahwa perbedaan molekuler antara beberapa burung lebih besar
dibandingkan perbedaan molekuler antara burung-burung tersebut dengan
mamalia. Telah ditemukan pula bahwa antara bakteri-bakteri yang tampaknya
sama ternyata ada perbedaan molekuler lebih besar dibandingkan perbedaan
molekular antara mamalia dan amfibi atau serangga.14 Perbandingan serupa telah
dilakukan pada hemoglobin, mioglobin, hormon-hormon dan gen-gen dengan
kesimpulan yang sama.15

Berkenaan dengan temuan ini dan temuan terkait lainnya, Dr. Michael Denton
berkomentar:

Masing-masing kelas pada tingkat molekuler adalah unik, terisolasi dan tidak
dihubungkan oleh bentuk antara. Jadi, molekul-molekul, seperti halnya fosil-fosil,
telah gagal menyediakan bentuk antara yang selama ini dicari oleh biologi
evolusioner… Pada tingkat molekuler, tidak ada organisme "nenek moyang"
atau "lebih primitif" atau "lebih maju" di-bandingkan kerabatnya... Apabila
bukti molekuler ini diketahui satu abad yang lalu... gagasan evolusi organis ini
mungkin tidak akan pernah diterima.16

https://id.harunyahya.com/id/books/772/Keruntuhan-Teori-
Evolusi/chapter/2278/Bab-13-Pernyataan-Pernyataan-Evolusionis-Dan-
Fakta-

fakta Evolusi Biologi

Dokumentasi fakta-fakta terjadinya evolusi dilakukan oleh cabang biologi yang dinamakan
biologi evolusioner. Cabang ini juga mengembangkan dan menguji teori-teori yang
menjelaskan penyebab evolusi. Kajian catatan fosil dan keanekaragaman hayati organisme-
organisme hidup telah meyakinkan para ilmuwan pada pertengahan abad ke-19 bahwa
spesies berubah dari waktu ke waktu.

Namun, mekanisme yang mendorong perubahan ini tetap tidaklah jelas sampai pada publikasi
tahun 1859 oleh Charles Darwin, On the Origin of Species yang menjelaskan dengan detail
teori evolusi melalui seleksi alam. Karya Darwin dengan segera diikuti oleh penerimaan teori
evolusi dalam komunitas ilmiah.

Pada tahun 1930, teori seleksi alam Darwin digabungkan dengan teori pewarisan Mendel,
membentuk sintesis evolusi modern, yang menghubungkan satuan evolusi (gen) dengan
mekanisme evolusi (seleksi alam).

Kekuatan penjelasan dan prediksi teori ini mendorong riset yang secara terus menerus
menimbulkan pertanyaan baru, di mana hal ini telah menjadi prinsip pusat biologi modern
yang memberikan penjelasan secara lebih menyeluruh tentang keanekaragaman hayati di
bumi.

Teori Evolusi Biologi yang Berkembang

Meskipun teori evolusi selalu diasosiasikan dengan Charles Darwin, namun sebenarnya
biologi evolusioner telah berakar sejak zaman Aristoteles. Namun demikian, Darwin adalah
ilmuwan pertama yang mencetuskan teori evolusi yang telah banyak terbukti mapan
menghadapi pengujian ilmiah. Sampai saat ini, teori Darwin mengenai evolusi yang terjadi
karena seleksi alam dianggap oleh mayoritas komunitas sains sebagai teori terbaik dalam
menjelaskan peristiwa evolusi.

Belajar Biologi Teori Mutasi untuk Materi Dasar SMA

Saat ini teori evolusi biologi tidak lagi identik dengan prototype darwinisme dan neo-
darwinisme karena adanya tambahan beberapa petunjuk. Selain itu terdapat pula bukti-bukti
tidak langsung atau penjelasan yang berasal dari beberapa cabang biologi seperti genetika,
sistematika, morfologi perbandingan, palaeontologi, embriologi, ekologi, dan sebagainya.

TEORI EVOLUSI CHARLES DARWIN

110 Votes

Oleh: Drs. Bambang Agus Suripto, SU., M.Sc. (Dosen Fakultas Biologi UGM)

“In 1831 the Englishman set forth on his famous vayage in the Beagle.
After 28 years he published Origin of Species, which revolutionized
man’s view of nature and his place in it” (Loren C. Elseley, February
1956)

Pendahuluan
Sejak dahulu kala manusia selalu mempertanyakan asal-usul kehidupan dan dirinya.
Jawaban sementara atas pertanyaan tersebut ada tiga altenatif, yaitu penciptaan,
transformasi, atau evolusi biologi.

Definisi evolusi biologi bermacam-macam tergantung dari aspek biologi yang dikaji.
Beberapa definisi yang umum dijumpai di buku-buku biologi, antara lain: evolusi
pada makhluk hidup adalah perubahan-perubahan yang dialami makhluk hidup
secara perlahan-lahan dalam kurun waktu yang lama dan diturunkan, sehingga lama
kelamaan dapat terbentuk species baru: evolusi adalah perubahan frekuensi gen
pada populasi dari masa ke masa; dan evolusi adalah perubahan karakter adaptif
pada populasi dari masa ke masa. Evolusi telah mempersatukan semua cabang ilmu
biologi.

Idea tentang terjadinya evolusi biologis sudah lama menjadi pemikiran manusia.
Namun, di antara berbagai teori evolusi yang pernah diusulkan, nampaknya teori
evolusi oleh Darwin yang paling dapat teori . Darwin (1858) mengajukan 2 teori
pokok yaitu spesies yang hidup sekarang berasal dari spesies yang hidup
sebelumnya, dan evolusi terjadi melalui seleksi alam. Perkembangan tentang teori
evolusi sangat menarik untuk diikuti. Darwin berpendapat bahwa berdasarkan pola
evolusi bersifat gradual, berdasarkan arah adaptasinya bersifat divergen dan
berdasarkan hasilnya sendiri selalu dimulai terbentuknya varian baru.

Dalam perkembangannya teori evolusi Darwin mendapat tantangan (terutama dari


golongan agama, dan yang menganut paham teori penciptaan – Universal Creation),
dukungan dan pengkayaan-pengkayaan. Jadi, teori sendiri juga berevolusi sehingga
teori evolusi biologis yang sekarang kita kenal dengan label “Neo Darwinian” dan
“Modern Sintesis”, bukanlah murni seperti yang diusulkan oleh Darwin. Berbagai
istilah di bawah ini merupakan hasil pengkayaan yang mencerminkan pergulatan
pemikiran dan argumentasi ilmiah seputar teori evolusi: berdasarkan kecepatan
evolusi (evolusi quasi dan evolusi quantum); berdasarkan polanya (evolusi gradual,
evolusi punctual, dan evolusi saltasi) dan berdasarkan skala produknya (evolusi
makro dan evolusi mikro).

Topic yang akan dibahas dibawah ini meliputi perkembagan teori evolusi Darwin
dan implikasi dari teori evolusi biologi Darwin terhadap cara pandang kita tentang
keberadaan makhluk dan alam semesta.

Perkembangan Teori Evolusi Darwin

1. Sejarah Singkat Charles Darwin (1809 – 1882)

 1831-1836: Perjalanan laut dengan kapal Beagle.


 1844: Draft buku “Origin of Species by Means of Natural Selection” telah selesai.
 1858: Afred Russel Wallace mengirim manuscript kepada J. Hooker anggota
Royal Society, berisi tentang perluasan ide dari Malthus. Makalah bersama oleh
Darwin dan Wallace di forum Society.
 1859: Publikasi buku “ On The Origin of Species by Means of Natural Selection”
 1860: Perdebatan antara Huxley dan Wilbeforce tanpa kehadiran Darwin
 Darwin menghabiskan sisa masa hidupnya untuk penelitian dan publikasi buku
“Descen of Man” (1871) dan “The Expression of Emotion in Man and Animals”
(1871).

Buku “Origin of Species by Means of Natural Selection” yang diterbitkan tahun 1959
ini, menurut indeks sitasi merupakan buku yang paling banyak diacu oleh penulis
lain (selain kitab suci) selama ini.

2. Perkembangan Teori Evolusi

Banyak hal dan pemikiran ahli lain yang mempengaruhi perkembangan teori
Darwin, antara lain:

 Ekspedisi ke lautan Galapagos ditemukan bahwa perbedaan bentuk paruh


burung Finch disebabkan perbedaan jenis makanannya.
 Geolog Charles Lyell (1830) menyatakan bahwa batu-batuan di bumi selalu
mengalami perubahan. Menurut Darwin, hal-hal tersebut kemungkinan
mempengaruhi makhluk hidupnya. Pikiran ini juga didasarkan pada
penyelidikannya pada fosil.
 Pendapat ekonom Malthus yang menyatakan adanya kecendrungan kenaikan
jumlah penduduk lebih cepat dari kenaikan produksi pangan. Hal ini
menimbulkan terjadinya suatu persaingan untuk kelangsungan hidup. Oleh
Darwin hal ini dibandingkan dengan seleksi yang dilakukan oleh para peternak
untuk memperoleh bibit unggul.
 Pendapat beberapa ahli seperti Geoffroy (1829), WC Wells (1813), Grant (1826),
Freke (1851), dan Rafinisque (1836).

Tahun 1858 Darwin mempublikasikan The Origin yang memuat 2 teori utama yaitu:

1. Spesies yang hidup sekarang berasal dari spesies lain yang hidup di masa lampau.

2. Evolusi terjadi melalui seleksi alam.

Menurut Darwin, agen tunggal penyebab terjadinya evolusi adalah seleksi alam.
Seleksi alam adalah “process of preserving in nature favorable variations and
ultimately eliminating those that are ‘injurious’”.

Secara umum, tanggapan ahli lain terhadap teori Darwin adalah:

a. Mendapat tantangan terutama dari golongan agama, dan yang menganut paham
teori penciptaan (Universal Creation).

b. Mendapat pembelaan dari penganut Darwin antara lain , Yoseph Hooker dan
Thomas Henry Huxley (1825-1895).
c. Mendapat kritik dan pengkayaan dari banyak ahli antara lain Morgan (1915),
Fisher (1930), Dobzhansky (1937), Goldschmidt (1940) dan Mayr (1942).

Dengan berbagai perkembangan dalam perkembangan dalam ilmu biologi,


khususnya genetika maka kemudian Teori Evolusi Darwin diperkaya. Seleksi alam
tidak lagi menjadi satu-satunya agen penyebab terjadinya evolusi, melainkan ada
tambahan faktor-faktor penyebab lain yaitu: mutasi, aliran gen, dan genetic drift.
Oleh karenanya teori evolusi yang sekarang kita seirng disebut Neo-Darwinian atau
Modern Systhesis.

Secara singkat, proses evolusi oleh seleksi alam (Neo Darwinian) terjadi
karena adanya:

a. Perubahan frekuensi gen dari satu generasi ke generasi berikutnya.

b. Perubahan dan genotype yang terakumulasi seiring berjalannya waktu.

c. Produksi varian baru melalui pada materi genetic yang diturunkan (DNA/RNA).

d. Kompetisi antar individu karena keberadaan besaran individu melebihi sumber


daya lingkungan tidak cukup untuk menyokongnya.

e. Generasi berikut mewarisi “kombinasi gen yang sukses” dari individu fertile (dan
beruntung) yang masih dapat bertahan hidup dari kompetisi.

Implikasi Teori Evolusi Darwin

1. Asal Usul Spesies

Teori utama Darwin bahwa spesies yang hidup sekarang berasal dari spesies lain
yang hidup di masa lampau dan bila diurut lebih lanjut semua spesies makhluk
hidup diturunkan dari nenek moyang umum yang sama. Seperti yang juga
diperkirakan oleh Darwin. Teorinya akan ditentang banyak pihak. Para penentang
teori ini dikategorikan dalam tiga kelompok utama:

a. Kelompok yang berpendapat bahwa teori Darwin tersebut tidak cukup “ilmiah”.

b. Kelompok “Creationist” yang berpendapat bahwa masing-masing spesies


diciptakan khusus oleh yang Maha Kuasa untuk tujuan tertentu.

c. Kelompok penganut filsafat “idealist” yang berpendapat bahwa spesies tidak


berubah. Variasi yang ada merupakan tiruan tidak sempurna dari pola umum
“archetypes”. Goethe mengabstaksikan satu archetype atau Urbild untuk semua
tanaman (Urplanze) dan beberapa Bauplane untuk hewan.
Untuk para penentangnya dari dua kelompok pertama di atas Darwin cukup
menandaskan bahwa keajaiban-keajaiban atau intervensi dari kekauatan
supranatural dalam pembentukan spesies adalah tidak ilmiah. Dalam menanggapi
kelompok Idealist (seperti Owen dan Lois Agassiz) Darwin mampu menangkis
dengan baik. Pada Origin edisi pertama, Darwin (1959) di halaman 435,
menyimpulkan bahwa penjelasan Owen pada masalah archetype adalah “interesting”
dan “unity of type”nya merupakan “hukum” biologi yang penting. Kemudian setelah
Owen lebih keras lagi menentang teorinya. Darwin pada edisi berikutnya
menambahkan “…tetapi itu bukan penjelasan ilmiah”. Menurut Darwin penjelasan
tentang “homologi” dan “unity of types” terkait dengan nenek moyang adalah ilmiah,
sementara penjelasan terkait dengan archetype tidak ilmiah. Oleh karena Darwin
memandang masalah ini sebagai proses, sementara konsep archetype adalam
timeless. Secara umum Darwin adalam penganut paham Materialisme.

2. Seleksi Alam

Darwin mengemukakan bahwa seleksi alam merupakan agen utama penyebab


terjadinya evolusi. Darwin (dan Wallace) menyimpulkan seleksi dari prinsip yang
dikemukakan oleh Malthus bahwa setiap populasi cendrung bertambah jumlahnya
seperti deret ukur, dan sebagai akibatnya cepat atau lambat akan terjadi perbenturan
antar anggota dalam pemanfaatan sumber daya khususnya bila ketersediaannya
terbatas. Hanya sebagian, seringkali merupakan bagian kecil, dari keturunannya
bertahan hidup: sementara besar lainnya tereliminasi.

Dengan berkembangnya ilmu genetika, teori itu diperkaya sehingga muncul Neo
Darwinian. Menurut Lemer (1958), definisi seleksi alam adalah segala proses yang
menyebabkan pembedaan non random dalam reproduksi terhadap genotype; atau
allele gen dan kompleks gen dari generasi ke generasi berikutnya.

Anggota populasi yang membawa genotype yang lebih adaptif (superior) berpeluang
lebih besar untuk bertahan daripada keturunan yang inferior. Jumlah individu
keturunan yang superior akan bertambah sementara jumlah individu inferior akan
berkurang dari satu generasi ke generasi lainnya. Seleksi alampun juga masih
bekerja, sekalipun jika semua keturunan dapat bertahan hidup dalam beberapa
generasi. Contohnya adalah pada jenis fauna yang memiliki beberapa generasi dalam
satu tahun. Jika makanan dan sumberdaya yang lain tidak terbatas selama suatu
musim, populasi akan bertambah seperti deret ukur dengan tidak ada kematian di
antara keturunannya. Hal itu tidak berarti seleksi tidak terjadi, karena anggota
populasi dengan genotype yang berbeda memproduksi keturunan dalam jumlah
yang berbeda atau berkembang mencapai matang seksual pada kecepatan yang
berbeda. Musim yang lain kemungkinan mengurangi jumlah individu secara drastic
tanpa pilih-pilih. Jadi pertumbuhan eksponensial dan seleksi kemungkinan akan
dilanjutkan lagi pada tahun berikutnya. Pebedaan fekunditas, sesungguhnya juga
merupakan agent penyeleksi yang kuat karena menentukan perbedaan jumlah
individu yang dapat bertahan hidup atau dan jumlah individu yang akan mati, yang
ditunjukkan dalam angka kematian (Dobzhansky, 1970).

Darwin telah menerim, namun dengan sedikit keraguan, slogan Herbert Spencer
“survival of the fittest in the struggle for life” sebagai altenatif untuk menerangkan
proses seleksi alam, namun saat ini slogan itu nampaknya dipandang tidak
sepenuhnya tepat. Tidak hanya individu atau jenis yang terkuat tetapi mereka yang
lumayan pas dengan lingkungan dapat bertahan hidup dan bereproduksi. Dalam
kondisi seleksi yang lunak atau halus semua individu atau jenis pembawa genotype
yang bermacam-macam dapat bertahan hidup ketika populasi berkurang. Individu
yang fit (individu yang sesuai dengan lingkungan dapat bertoleransi dengan
lingkungan) tidak harus mereka yang paling kuat, paling agresif atau paling
bertenaga, melainkan mereka yang mampu bereproduksi menghasilkan keturunan
dengan jumlah terbanyak yang viable dan fertile.

Seleksi alam tidak menyebabkan timbulnya material baru (bahan genetic yang baru
yang di masa mendatang akan datang diseleksi lagi),melainkan justru menyebabkan
hilangnya suatu varian genetic atau berkurang frekuensi gen tertentu. Seleksi alam
bekerja efektif hanya bila populasi berisi dua atau lebih genotype, yang mana dari
varian itu ada yang akan tetap bertahan atau ada yang tereliminasi pada kecepatan
yang berbeda-beda. Pada seleksi buatan, breeder akan memilih varian genetic
(individu dengan genotype) tertentu untuk dijadikan induk untuk generasi yang akan
datang. permasalahan yang timbul adalah dari mana sumber materi dasar atau
bahan mentah genetic penyebab keanekaragaman genetic pada varian-varian yang
akan obyek seleksi oleh alam. Permasalahan itu terpecahkan setelah T.H Morgan
dan kawan-kawan meneliti mutasi pada lalat buah Drosophilia. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa proses mutasi menyuplai bahan mentah genetic yang
menyebabkan terjadinya keanekaragaman genetic dimana nantinya seleksi alam
bekerja (Dobzhansky, 1970).

Implikasi dari teori evolusi melalui ala mini sangat luas, tidak hanya mencakup
bidang filsafat namun juga social-ekonomi dan budaya:

 Penggantian cara pandang bahwa dunia tidak statis melainkan berevolusi.


 Paham creationisme berkurang pengaruhn ya.
 Penolakan terhadap teleology kosmis.
 Penjelasan “desain” di dunia oleh proses materialistic seleksi alam, proses yang
mencakup interaksi antara variasi yang tidak beraturan dan reproduksi yang
sukses bersifat oportunistik yang sepenuhnya jauh dari dogma agama.
 Penggatian pola pikir Essensialisme oleh pola pikir populasi.
 Memberikan inspirasi yang disalahgunakan untuk tujuan yang tidak baik seperti
gerakan Nazi di Jerman, Musolini di Italia, kebijakan “eugenic” di Singapura di
masa Lee Kuan Yu dan berkembangnya ekonomi liberal yang dikemas dengan
label Social-Darwinian.

Islam Dan Teori Darwin

Secara ilmiah teori evolusi Darwin utama belum dapat dikatakan runtuh, karena
sebelum ditemukan bukti-bukti empiris yang bertentangan dengan kesimpulan teori
tersebut, maka pernyataan dalam teori itu masih dianggap benar. Akan tetapi sampai
saat ini banyak kalangan masih meragukan kebenaran teori itu terutama dari
kalangan agama.
Saat ini Indonesia kebanjiran buku-buku Islam yang diproduksi Dr. Harun Yahya
yang “menyerang” teori Darwin. Dari segi teologis ada kekuatiran bahwa teori
Darwin akan mengusir Tuhan dari kehidupan, namun Haidar Bagir, pakar filsafat
Islam, tidak sepenuhnya sependapat dengan Harun Yahya. Bagir (2003)
menanggapinya dengan mengatakan “Sikap kita terhadap keyakinan Darwinian
mengenai sifat kebetulan dan materialistic asal-usul kehidupan yang terkandung
dalam teori itu sudah jelas. Kita menolaknya. Tidak demikian halnya dengan
kesimpulan utama teori ini mengenai sifat-sifat evolusioner kehidupan. Karena
betapapun demikian, tetap saja Tuhan bisa dipercayai sebagai Dzat di balik semua
gerakan evolusi itu…”. Tentang prinsip survival of the littest, Bagir justru
membenarkannya dan kita harus mengambil hikmahnya, karena hal itu sesuai
dengan kenyataan sehari-hari dan didukung oleh tidak bertentangan dengan
kandungan Alqur’an. Dingin dari dari dua sisi yaitu aspek teologis dan sisi etis.

Menurut Wibawa, B. (2010), Asas Hardy-Weinberg menyatakan bahwa frekuensi


alel dan frekuensi genotipe dalam suatu populasi akan tetap konstan, yakni berada
dalam kesetimbangan dari satu generasi ke generasi lainnya kecuali apabila
terdapat pengaruh-pengaruh tertentu yang mengganggu kesetimbangan tersebut.
Pengaruh-pengaruh tersebut meliputi perkawinan tak acak, mutasi, seleksi, ukuran
populasi terbatas, hanyutan genetik, dan aliran gen. Adalah penting untuk dimengerti
bahwa di luar laboratorium, satu atau lebih pengaruh ini akan selalu ada. Oleh
karena itu, kesetimbangan Hardy-Weinberg sangatlah tidak mungkin terjadi di alam.
Kesetimbangan genetik adalah suatu keadaan ideal yang dapat dijadikan sebagai
garis dasar untuk mengukur perubahan genetik.

Lebih lanjut Wibawa menambahkan bahwa syarat berlakunya asas Hardy-Weinberg:

1. Setiap gen mempunyai viabilitas dan fertilitas yang sama


2. Perkawinan terjadi secara acak
3. Tidak terjadi mutasi gen atau frekuensi terjadinya mutasi, sama besar
4. Tidak terjadi migrasi
5. Jumlah individu dari suatu populasi selalu besar

Anda mungkin juga menyukai