Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM

GENETIKA TUMBUHAN

ACARA V
PENYIMPANGAN HUKUM MENDEL

Semester:
Ganjil 2017

Oleh:
Ilham Rabbani
A1D016104 / 5

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2017

1
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tidak ada hukum yang sempurna, apalagi yang bersifat universal yang

mampu mengatur seluruh organisme dan muncul pada era keterbatasan teknologi.

Demikian pula halnya hukum Mendel. Kemajuan biologi, biokimia serta

molekular tidak dipungkiri telah menguak berbagai fenomena yang tidak sejalan

dengan teori Mendel. Walaupun prinsip-prinsip yang ditemukan Mendel diterima

secara umum, peneliti-peneliti lainnya sering menemukan perbandingan fenotipe

yang berbeda, yang tidak mengikuti aturan Hukum Mendel.

Pewarisan sifat dan kombinasi antar gen, tak jarang menghasilkan gen yang

kurang diinginkan, seperti gen hemofilia dan albinism. Gen yang kurang

diinginkan tersebut dapat dihindari dengan mempelajari pohon keluarga yang

merepresentasikan pewarisan sifat antar generasi. Penurunan sifat dapat terjadi

melalui perkawinan antara dua individu sejenis. Perkawinan antara dua individu

sejenis yang mempunyai sifat beda disebut persilangan. Sifat beda ditentukan oleh

gen di dalam kromosom yang di turunkan dari generasi ke generasi berikutnya.

Penyimpangan Hukum Mendel merupakan bentuk persilangan yang

menghasilkan rasio fenotif yang berbeda dengan dasar dihibrid menurut Hukum

Mendel. Meskipun tampak berbeda sebenarnya rasio fenotif yang diperoleh

merupakan modifikasi dari penjumlahan rasio fenotif hukum Mendel semula.

Penyimpangan Hukum Mendel terjadi karena adanya beberapa gen yang saling

memengaruhi dalam menghasilkan fenotip. Meskipun demikian, perbandingan

2
fenotip tersebut masih mengikuti prinsip-prinsip Hukum Mendel. Penyimpangan

semu Hukum Mendel tersebut meliputi interaksi gen, kriptomeri, polimeri,

epistasis-hipostasis, gen-gen komplementer, gen dominan rangkap dan gen

penghambat.

Terkadang interaksi salah satu gen bersifat menutupi baik terhadap alelnya

dan alel lainnya. Sifat ini dikenal dengan nama epistasis dan

hipostatis. Praktikum kali ini mengamati salah satu penyimpangan dari Hukum

Mendel yaitu epistasis. Epistasis adalah sifat yang menutupi, sedangkan hipostasis

adalah sifat yang ditutupi. Pasangan gen yang menutup sifat lain tersebut dapat

berupa gen resesif atau gen dominan. Apabila pasangan gen dominan yang

menyebabkan epistasis, prosesnya dinamakan dengan epistasis dominan,

sedangkan jika penyebabnya adalah pasangan gen resesif, prosesnya dinamakan

dengan epistasis resesif.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk mengetahui penyimpangan

Hukum Mendel.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

Mendel pertama kali mengetahui sifat monohibrid yakni saat melakukan

percobaan penyilangan pada kacang ercis (Pisum sativum). Sampai saat ini di

dalam persilangan monohibrid selalu berlaku Hukum Mendel I. Hukum Mendel I

yaitu pemisahan gen sealel yang dalam bahasa Inggris disebut : Segregation of

allelic genes. Hukum ini disebut juga Hukum Segregasi yang berdasarkan

percobaan menyilangkan 2 individu yang memiliki 1 karakter berbeda atau biasa

disebut Monohibrid. Peristiwa pemisahan alel ini terlihat ketika pembentukan

gamet individu yang memiliki genotipe heterozigot, sehingga tiap gamet

mengandung salah satu alel itu (Suryo, 1984).

Hukum Mendel II atau dikenal dengan The Law of Independent assortmen

of genes atau Hukum Pengelompokan Gen Secara Bebas dinyatakan bahwa

selama pembentukan gamet, gen-gen sealel akan memisah secara bebas dan

mengelompok dengan gen lain yang bukan alelnya. Pembuktian hukum ini

dipakai pada dihibrid atau polihibrid, yaitu persilangan dari 2 individu yang

memiliki satu atau lebih karakter yang berbeda. Persilangan dihibrid akan

menghasilkan keturunan F2 dengan perbandingan 9 : 3 : 3 : 1 (Campbell, 2002).

Karena adanya interaksi maka perbandingan fenotipe keturunan hibrid

menyimpang dari penemuan Mendel, disebut juga penyimpangan Hukum Mendel.

Peristiwa penyimpangan persilangan monohibrida dominan resesif menghasilkan

F2 dengan perbandingan dominan : resesif = 3 : 1, sedangkan dihibrida akan

menghasilkan perbandingan 9 : 3 : 3 : 1. Perbandingan pada kasus tertentu tidak

4
tepat sama dengan perbandingan tersebut. Misalnya, persilangan monohibrida

menghasilkan perbandingan 1 : 2 : 1, sedangkan persilangan dihibrida

menghasilkan perbandingan 9 : 6 : 1 (Gen duplikat dengan efek kumulatif) atau 15

: 1 (Polimeri atau Epistasis dominan duplikat). Kalau menurut Mendel fenotipe F2

itu ada 4 kelas, tetapi karena ada interaksi susut menjadi 2 atau 3 kelas (Yatim,

1996).

Penyimpangan hukum Mendel memiliki berbagai bentuk, seperti :

komplementer, polimeri, epistasis, hipostasis dan kriptometri.

1. Komplementer

Fenomena gen komplementer disampaikan pertama kali oleh W. Bateson dan

R.C Punnet. Komplementer merupakan interaksi gen yang saling melengkapi

jika salah satu gen tidak ada maka sifat yang muncul tidak sempurna. Hasil

yang di dapatkan adalah perbandingan fenotipe F2 9:7 (Crowder, 1986).

2. Polimeri

Fenomena dominan duplikat atau polimeri merupakan persitiwa munculnya

suatu sifat pada hasil persilangan heterozigot karena adanya pengaruh gen-

gen lain. Hal ini disebabkan terdapat dua atau lebih gen yang menempati

lokus berbeda, tetapi memiliki sifat yang sama. Perbandingan fenotipe F2 nya

adalah 15:1 (Yatim, 1996).

3. Epistasis dan Hipostasis

Fenomena epistasis dominan terjadi akibat penutupan oleh satu gen terhadap

gen yang lainnya. Jika sebuah maupun sepasang gen yang menutupi ekspresi

gen yang lain yang bukan alelnya dinamakan gen yang epistasis, sedangkan

5
gen yang dikalahkan dinamakan hipostasis. Perbandingan fenotipe F2 nya

adalah 12:3:1 (Campbell, 2002).

Epistasis adalah sebuah atau sepasang gen yang menutupi ekspresi gen lain

yang bukan alelnya. Gen yang dikalahkan disebut hipostasis. Sampai saat ini

masih belum diketahui tetua mana yang berperan membawa sifat ini

(Twientanata, 2016).

4. Kriptometri

Kriptometri berasal dari kata criptos yang artinya sembunyi. Kriptomeri

dikatakan sebagai gen dominan yang seolah-olah tersembunyi jika

berdiri sendiri dan akan tampak pengaruhnya apabila bersama-sama

dengan gen dominan yang lainnya (Wirjoseomarto et al., 2009).

6
III. METODE PRAKTIKUM

A. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam praktikum acara 5 penyimpangan Hukum

Mendel diantaranya adalah kantong plastik dan kancing warna. Sedangkan alat

yang digunakan dalam praktikum meliputi lembar pengamatan dan alat tulis.

B. Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum acara 5 adalah :

1. Satu kantong plastik berisi kancing warna diambil, kemudian kocok hingga

homogen.

2. Satu butir kancing diambil dan dicatat hasilnya.

3. Pengambilan kancing dilakukan 90x dan 160x, kemudian dicatat pada lembar

pengamatan yang disediakan pada saat praktikum.

4. Data dianalisa dengan uji X2.

5. Kode kantong dicantumkan di bagian atas.

7
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Epistasis dominan (12 : 3 : 1)

Tabel 1. Uji X2 epistasis dominan dengan perbandingan 12 : 3 : 1 sebanyak 90


kali pengulangan
Karakteristik yang diamati
Putih Hitam Merah Jumlah
Observasi (O) 67 17 6 90
12 3 1
90 = 90 = 90 =
Harapan (E) 16 16 16 90
67,5 16,875 5,625
(67-67,5)2 = (17-16,875)2 (6-5,625)2 =
( |O E| )2 0,407
0,25 = 0,016 0,141
( |O E| )2 0,25 0,016 0,141
= 0,004 = 0,001 = 0,025 0,03
67,5 16,875 5,625

X2 0,004 0,001 0,025 0,03
X2 tabel = 5,99

Kesimpulan: X2 hitung (0,03) < X2 tabel (3,84), maka hasil pengujian signifikan

dengan perbandingan 12:3:1.

Tabel 2. Uji X2 epistasis dominan dengan perbandingan 12 : 3 : 1 sebanyak 160


kali pengulangan
Karakteristik yang diamati
Putih Hitam Merah Jumlah
Observasi (O) 108 34 18 160
12 3 1
Harapan (E) 160 = 120 160 = 30 160 = 10 160
16 16 16
(108120)2 =
( |O E| )2 (34-30)2 = 16 (18-10)2 = 64 224
144
( |O E| )2 144 16 64
= 1,2 = 0,533 = 6,4 8,133
120 30 10
X2 1,2 0,533 6,4 8,133
X2 tabel = 5,99

8
Kesimpulan: X2 hitung (8,133) > X2 tabel (5,99) maka hasil pengujian tidak

signifikan dan tidak sesuai dengan perbandingan 12:3:1.

B. Pembahasan

Penyimpangan Hukum Mendel adalah ketidaksamaan rasio genotipe dan

fenotipe pada hasil persilangan dihibrid dengan rasio menurut Hukum Mendel

(Pai, 1987). Penyimpangan Hukum Mendel merupakan adanya interaksi pada

persilangan, maka perbandingan fenotipe keturunan hibrid menyimpang dari

penemuan Mendel atau dapat disimpulkan bahwa penyimpangan semu Hukum

Mendel merupakan bentuk persilangan yang menghasilkan rasio fenotipe yang

berbeda dengan dasar dihibrid menurut Hukum Mendel. Meskipun tampak

berbeda, sebenarnya rasio fenotipe yang diperoleh merupakan modifikasi dari

penjumlahan rasio fenotipe Hukum Mendel semula (Yatim, 1996). Penyimpangan

Hukum Mendel terjadi karena adanya beberapa gen yang saling mempengaruhi

dalam menghasilkan fenotip. Meskipun demikian, perbandingan fenotip tersebut

masih mengikuti prinsip-prinsip Hukum Mendel (Dwidjoseputro, 1999).

Walaupun terdapat perbedaan, pada dasarnya perbandingannya tetap sama

walaupun gen yang terekspresi berbeda sehingga disebut sebagai penyimpangan

semu. Penyimpangan tersebut terjadi karena interaksi antar gen yang terjadi

sehingga memungkinkan terjadinya penyimpangan Hukum Mendel (Crowder,

1986). Contoh penyimpangan hukum Mendel tersebut meliputi komplementer,

polimer, epistasis, hipostasis dan kriptometri.

9
Terdapat 6 macam penyimpangan Hukum Mendel epistasis menurut

Wirjosoemarto et al (2009), antara lain:

1. Epistasis dominan (perbandingan 12 : 3 : 1)

Epistasis dominan adalah peristiwa di mana gen dominan menutupi gen

dominan lain yang bukan alelnya. Faktor pembawa sifat yang menutup

disebut epistasis, sedangkan sifat yang tertutup disebut hipostasis. Contoh:

pada warna buah squash. Warna putih (W) dominan terhadap kuning (Y) dan

hijau (y). Kuning (Y) gen warnanya dihambat oleh W tapi dominan terhadap

warna hijau.

P WWYY x wwyy

putih hijau

F1 WwYy

putih

F2 9 W_Y_ : 3 W_yy : 3 wwYy : 1 wwyy

12 putih : 3 kuning : 1 hijau

2. Epistasis resesif (modifying gen) (perbandingan 9 : 3 : 4)

Epistasi resesif atau kriptomeri adalah peristiwa pembastaran, di mana suatu

faktor dominan tersembunyi oleh suatu faktor dominan lainnya dan baru

tampak bila tidak bersama-sama dengan faktor penutup itu. Contoh: warna

kulit tanaman bawang merah

C = gen dominan yang diperlukan untuk menghasilkan warna kuning

c = alel tak aktif yang menghalangi pembentukan warna.

R = gen dominan untuk warna merah

10
r = alel resesif untuk warna kuning

P CCrr x ccRR

kuning putih

F1 CcRr

merah

F2 9 C_R_ : 3 C_rr : 3ccR_ : 1ccrr

9 merah : 3 kuning : 4 putih

3. Epistasis dominan resesif (Inhibiting gen) (perbandingan 13 : 3)

Epistasis dominan resesif adalah penyimpangan semu yang terjadi karena

terdapat dua gen dominan yang jika bersama-sama pengaruhnya akan

menghambat pengaruh salah satu gen dominan tersebut. Contoh: pada warna

kulit bawang merah

C = dominan untuk pembentukan warna

c = resesif yang menghambat timbulnya warna

I = gen dominan epistatik yang menghambat pembentukan warna

P IICC x iicc

putih putih

F1 IiCc

putih

F2 9 I_C_ : 3 I_cc : 3 iiC_ : 1 iicc

12 putih : 3 berwarna : 1 putih atau 13 putih : 3 berwarna

11
4. Epistasis dominan duplikat (polimeri) (perbandingan 15 : 1)

Epistasis dominan duplikat adalah gen dengan banyak sifat beda yang berdiri

sendiri-sendiri, tetapi mempengaruhi bagian yang sama dari suatu organisme.

Contoh: pada bentuk polong tanaman Shepherds purse

T1 = gen dominan untuk bentuk segitiga

T2 = gen lain untuk bentuk segitiga

t1 dan t2 = gen resesif untuk bulat telur

P T1T1T2T2 x t1t1t2t2

segitiga bulat telur

F1 T1t1T2t2

segitiga

F2 9 T1_T2_ : 3 T1_t2t2 : 3 t1t1T2_ : 1 t1t1t2t2

15 segitiga : 1 bulat telur

5. Epistasis resesif duplikat (Complementary factor) (perbandingan 9 : 7)

Epistasis resesif duplikat adalah interaksi antara dua gen dominan, jika

terdapat bersama-sama akan saling melengkapi sehingga muncul fenotip

alelnya. Bila salah satu gen tidak ada maka pemunculan sifat terhalang.

Contoh: pada warna bunga tanaman kapri

C = dominan untuk pembentukan warna

P = dominan untuk penghasil pigmen warna ungu

P CCpp x ccPP

putih putih

F1 CcPp

12
ungu

F2 9 C_P_ : 3 C_pp : 3 ccP_ : 1 ccpp

9 ungu : 7 putih

6. Gen duplikat dengan efek kumulatif (perbandingan 9 : 6 :1).

Penyimpangan semu ini terjadi karena terdapat dua gen dominan yang

mempengaruhi bagian tubuh makhluk hidup yang sama. Jika berada bersama-

sama, fenotipnya merupakan gabungan dari kedua sifat gen-gen dominan

tersebut. Contoh: pada bentuk buah tanaman Squash. Dua gen dominan

apabila berdiri sendiri akan mempengaruhi diameter dan menghasilkan

bentuk bulat, tetapi apabila bersama-sama maka pengaruhnya adiktif dan

lebih memperbesar diameter sehingga diperoleh bentuk buah bulat pipih.

P AAbb x aaBB

bulat bulat

F1 AaBb

bulat pipih

F2 9 A_B_: 3 A_bb : 3 aaB_ : 1 aabb

9 bulat pipih : 6 bulat : 1 memanjang

Setelah mempelajari Hukum Mendel, penyimpangan yang terjadi tersebut

dapat dimanfaatkan karena sifat yang terekspresi tersebut merupakan sifat unggul.

Ilmu pengetahuan yang sudah sangat berkembang menjadikan hal yang tidak

mustahil untuk merakit varietas-varietas baru yang memiliki sifat-sifat unggul

dengan memanfaatkan penyimpangan Hukum Mendel. Ilmu tentang

penyimpangan Hukum Mendel dapat digunakan untuk mengetahui penyimpangan

13
apa yang terjadi pada saat melakukan persilangan dengan menggunakan ilmu

genetika. Oleh karena itu, mempelajari penyimpangan hukum Mendel sangat

berkaitan dengan genetika tumbuhan (Crowder, 1986).

Hasil dari praktikum acara 6 yaitu dilakukan pengujian 6 jenis epistasis

dengan cara pengambilan kancing warna pada kantong plasti sebanyak 90x dan

160x. Percobaan ke 1 menguji epistasis dominan dengan perbandingan 12 : 3 : 1.

Pengambilan sebanyak 90x didapat nilai X2 hitungnya adalah 0,03. X2 hitung < X2

tabel (5,99), maka hasil pengujian signifikan dan sesuai dengan perbandingan

12:3:1. Pengambilan sebanyak 160x didapat nilai X2 hitungnya adalah 8,133. X2

hitung > X2 tabel (5,99), maka hasil pengujian tidak signifikan dan tidak sesuai

dengan perbandingan 12:3:1. Pengambilan sebanyak 160x hasilnya tidak sesuai

dengan literatur karena faktor kesalahan praktikan pada saat mengambil.

Sedangkan menurut literatur, jika sebuah maupun sepasang gen yang menutupi

ekspresi gen yang lain yang bukan alelnya dinamakan gen yang epistasis,

sedangkan gen yang dikalahkan dinamakan hipostasis. Perbandingan fenotipe F2

nya adalah 12 : 3 : 1 (Campbell, 2002).

Percobaan ke 2 menguji epistasis resesif dengan perbandingan 9:3:4.

Pengambilan sebanyak 90x didapat nilai X2 hitungnya adalah 0,31. X2 hitung < X2

tabel (5,99), maka hasil pengujian signifikan dan sesuai dengan perbandingan

9:3:4. Pengambilan sebanyak 160x didapat nilai X2 hitungnya adalah 2,832. X2

hitung < X2 tabel (5,99), maka hasil pengujian signifikan dan sesuai dengan

perbandingan 9:3:4. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa

epistasis resesif adalah gen resesif yang menutupi pengaruh gen dominan dan

14
resesif lain yang bukan sealel. Gen resesif ini dapat menutupi pengaruh gen lain

apabila hadir dalam keadaan homozigot. Perbandingan fenotipe F2 nya adalah

9:3:4 (Campbell, 2002).

Percobaan ke 3 menguji epistasis dominan resesif dengan perbandingan

13:3. Pengambilan sebanyak 90x didapat nilai X2 hitungnya adalah 1,396. X2

hitung < X2 tabel (3,84), maka hasil pengujian signifikan dan sesuai dengan

perbandingan 13:3. Pengambilan sebanyak 160x didapat nilai X2 hitungnya adalah

0,502. X2 hitung < X2 tabel (3,84), maka hasil pengujian signifikan dan sesuai

dengan perbandingan 13:3. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan

bahwa fenomena epistasis dominan resesif terjadi akibat interaksi antara dua gen

yang berbeda alel yang saling epistasis atau menutupi. Jika disilangkan maka akan

dihasilkan rasio perbandingan F2 nya adalah 13:3 (Campbell, 2002).

Percobaan ke 4 menguji epistasis dominan duplikat dengan perbandingan

15:1. Pengambilan sebanyak 90x didapat nilai X2 hitungnya adalah 0,0029. X2

hitung < X2 tabel (3,84), maka hasil pengujian signifikan dan sesuai dengan

perbandingan 15:1. Pengambilan sebanyak 160x didapat nilai X2 hitungnya adalah

6,00. X2 hitung > X2 tabel (3,84), maka hasil pengujian tidak signifikan dan tidak

sesuai dengan perbandingan 15:1. Pengambilan sebanyak 160x hasilnya tidak

sesuai dengan literatur karena faktor kesalahan praktikan pada saat mengambil.

Sedangkan menurut literatur, fenomena dominan duplikat merupakan persitiwa

munculnya suatu sifat pada hasil persilangan heterozigot karena adanya pengaruh

gen-gen lain. Hal ini disebabkan terdapat dua atau lebih gen yang menempati

15
lokus berbeda, tetapi memiliki sifat yang sama. Perbandingan fenotipe F2nya

adalah 15 : 1 (Yatim, 1996).

Percobaan ke 5 menguji epistasis resesif duplikat dengan perbandingan 9:7.

Pengambilan sebanyak 90x didapat nilai X2 hitungnya adalah 2,134. X2 hitung <

X2 tabel (3,84), maka hasil pengujian signifikan dan sesuai dengan perbandingan

9:7. Pengambilan sebanyak 160x didapat nilai X2 hitungnya adalah 1,073. X2

hitung < X2 tabel (3,84), maka hasil pengujian signifikan dan sesuai dengan

perbandingan 9:7. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa

epistasis resesif adalah keadaan dimana gen resesif dari suatu pasangan gen,

katakanlah gen I, epistatis terhadap pasangan gen lain, katakanlah gen II, yang

bukan alelnya, sementara gen resesif dari pasangan gen II ini juga epistatis

terhadap pasangan gen I, maka epistasis yang terjadi dinamakan epistasis resesif

ganda. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 9 : 7 (Suryo, 1984).

Percobaan ke 6 menguji gen duplikat dengan efek kumulatif dengan

perbandingan 9:6:1. Pengambilan sebanyak 90x didapat nilai X2 hitungnya adalah

7,24. X2 hitung > X2 tabel (5,99), maka hasil pengujian tidak signifikan dan tidak

sesuai dengan perbandingan 9:6:1. Pengambilan sebanyak 160x didapat nilai X2

hitungnya adalah 0,1. X2 hitung < X2 tabel (5,99), maka hasil pengujian signifikan

dan sesuai dengan perbandingan 9:6:1. Pengambilan 90x hasilnya tidak sesuai

dengan literatur karena faktor kesalahan praktikan pada saat mengambil.

Sedangkan menurut literatur, fenomena gen duplikat dengan efek kumulatif

merupakan interaksi gen beda alel yang jika salah satu diantara dua gen yang

bersifat dominan terdapat pada persilangan maka akan menutupi sifat resesifnya.

16
Penutupan tersebut akan mengurangi sifat yang seharusnya terekspresi jika tidak

ada penyimpangan. Perbandingan fenotipe F2 nya adalah 9:6:1 (Crowder, 1986).

17
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Praktikum ini dapat disimpulkan bahwa untuk mengetahui penyimpangan

hukum Mendel dilakukan pengujian terhadap 6 jenis epistasis. Keenam jenis

epistasis tersebut yaitu epistasis dominan, epistasis resesif, epistasis dominan

resesif, epistasis dominan duplikat, epistasis resesif duplikat dan epistasis gen

duplikat dengan efek kumulatif.

B. Saran

Saran untuk acara 5 adalah praktikan lebih teliti lagi dalam melakukan

pengambilan kancing warna, agar hasil yang didapat bisa sesuai dengan

perbandingan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Campbell. 2002. Biologi. Erlangga. Jakarta.

Crowder, L.V. 1986. Genetika Tumbuhan. Gadjah Mada University Press.


Yogyakarta.

Dwidjoseputro, D. 1999. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia Pustaka


Utama. Jakarta.

Pai, A.C. 1987. Dasar-dasar Genetika. Erlangga. Jakarta.

Suryo. 1984. Genetika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Twientanata, P., N. Kendarini, dan A. Soegianto. 2016. uji daya hasil


pendahuluan 13 galur buncis (Phaseolus vulgaris L.) F4 berdaya hasil tinggi
dan berpolong ungu. Jurnal Produksi Tanaman. 4(3): 186-191

Wirjosoemarto, K., A. Fitri, T. Lestari, U. Rahayu, dan Ratnaningsih. 2009.


Genetika. Universitas Terbuka, Jakarta.

Yatim, W. 1996. Genetika. Tarsito. Bandung.

19
LAMPIRAN

Kantong plastik berisi kancing dengan perbandingan 12:3:1.

Pengambilan kancing dari kantong plastik.

20

Anda mungkin juga menyukai