Anda di halaman 1dari 70

HUKUM MENDEL

DAN PENYIMPANGAN SEMU

HUKUM MENDEL

DEWA NYOMAN OKA


I GEDE SUDIRGAYASA

Pustaka Larasan
2021
Hukum Mendel dan Penyimpangan Semu Hukum Mendel

Penulis
Dewa Nyoman Oka
I Gede Sudirgayasa

Pracetak
Slamat Trisila

Penerbit
Pustaka Larasan
(Anggota IKAPI Bali)
Jalan Tunggul Ametung IIIA No. 11B
Denpasar, Bali, Indonesia
Pos-el: pustaka.larasan@gmail.com
Ponsel: 0817353433

Cetakan Pertama
Maret 2021

ISBN 978-623-6013-13-7

ii
KATA PENGANTAR

T
erbitnya buku bacaan dengan tema Hukum Mendel
dan Penyimpangan Semu Hukum Mendel merupakan
produk ilmiah yang tak ternilai harganya. Oleh sebab
itu, selaku pimpinan Fakultas Pendidikan Matematika dan llmu
Pengetahuan Alam IKIP Saraswati saya memanjatkan puji
syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
rahmat-Nya lah buku ini akhirnya dapat diterbitkan.
Patut berbangga bisa mengantar buku ini kepada
masyarakat umum. Buku adalah produk ilmiah yang merupakan
hasil dari aktivitas ilmiah. Mengutip pernyataan Prof. Dwidjo
Seputro yang mengatakan bahwa: Alam ini terbuka tetapi penuh
dengan rahasia. Terbitnya buku merupakan kunci- kunci untuk
membuka satu persatu rahasia alam tersebut. Sebagai lembaga
yang bergerak di bidang pendidikan, FP MIPA IKIP Saraswati
merasa berkepentingan dan selalu berharap SDM-nya bisa
melahirkan karya-karya ilmiah.
Buku ini ditulis sudah barang tentu melalui proses panjang.
Berdasarkan pengalaman mengampu mata kuliah Genetika dan
menganalisis kesulitan-kesulitan belajar dari mahasiswa maka
terciptalah buku dengan variasi yang berbeda dari sumber-
sumber sebelumnya. Tampilan konten yang menarik didukung
dengan ilustrasi berwarna disertai contoh-contoh nyata yang
sesuai dengan kebutuhan pembaca merupakan ramuan lengkap
disajikan oleh penulis, untuk menambah daya tarik tersendiri
buku ini agar dibaca tuntas. Sehingga pemahaman terhadap
konsep yang disajikan akan menjadi lebih mudah.

iii
Atas dasar itu pula, saya mengucapkan terima kasih
kepada Prof. Dr. Drs. Dewa Nyoman Oka, M.Pd selaku penulis
utama dan I Gede Sudirgayasa, S.Pd., M.Pd. sebagai penulis
pembantu, atas segala usaha dan kerja sama yang produktif
selama penyusunan buku ini. Terima kasih juga disampaikan
kepada Rektor IKIP Saraswati dan semua pihak yang telah
berkontribusi atas terbitnya buku ini. Produk ilmiah ini menjadi
aset yang sangat berharga bagi lembaga sebagai bahan ajar
untuk memperkaya sumber bacaan. Sesuai dengan harapan
penulis semoga buku ini bermanfaat bagi semua pembaca dan
dapat berperan dalam mencerdaskan anak bangsa.
Tak ada gading yang tak retak, tak ada manusia yang
sempurna. Kalaupun ada kekurangan-kekurangan dalam buku
ini mudah-mudahan akan menjadi pelecut motivasi bagi penulis
untuk menghasilkan karya-karya yang lebih berkualitas ke
depannya. Semoga buku ini menjadi motivator gemar menulis
sebagai wahana pengembangan kompetensi bagi sumber daya
manusia FP. MIPA IKIP Saraswati.

Tabanan, Maret 2021


Dekan FP. MIPA IKIP Saraswati

iv
PENGANTAR PENULIS

P
uji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan yang maha
Esa, karena berkat rahmat-Nya, buku ini dapat terselesaikan
sengan lancar. Buku ini kami susun sebagai pelengkap dalam
mengantarkan mahasiswa pendidikan biologi dalam memahami
konsep biologi pada umumnya.
Buku ini secara khusus membahas hukum Mendel I dan II serta
penyimpangan hukum Mendel terkait interaksi gen. Mahasiswa
akan disajikan konsep secara menarik karena buku ini telah
didukung dengan ilustrasi berwarna untuk memudahkan mahasiswa
memahami konsep yang disajikan. Di akhir setiap bab, mahasiswa
diberikan kesempatan untuk melatih pemahamannya melalui
pertanyaan-pertanyaan sebagai umpan balik. Dengan demikian,
mahasiswa mampu secara mandiri mengukur ketercapaian apa
yang telah mereka pelajari.
Selesainya buku ini tidak terlepas dari dukungan berbagai
pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini tim penulis mengucapkan
banyak terima kepada semua pihak yang telah mendukung. Akhir
kata, buku ini masih jauh dari sempurna yang perlu terus direvisi
dan disempurnakan. Oleh karena itu, kami mohon masukan dan
saran yang membangun sehingga kedepannya karya kami ini
akan lebih sempurna sehingga doa dan harapan kami dalam turut
mencerdaskan anak bangsa dapat terwujud. Terima kasih

Tabanan, Maret 2021


Tim penulis

v
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................. iii


PENGANTAR PENULIS ....................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .............................................................. vii

I PENDAHULUAN ................................................................ 1
1. Pengertian Genetika ................................................... 1
2. Mendel Sebagai Peletak Landasan Ilmu Genetika .... 2
3. Terminologi Dalam Ilmu Genetika ............................ 3
4. Keanekaragaman Gen Dan Jenis ............................... 9

II HUKUM MENDEL ............................................................ 13


1. Hukum Mendel I ........................................................ 13
2. Testcross .................................................................... 24
3. Ko-Dominan .............................................................. 25
4. Hukum Mendel II ...................................................... 28
5. Persilangan Trihibrid ................................................. 31

III PENYIMPANGAN SEMU HUKUM MENDEL .............. 39


1. Kriptomeri ................................................................ 40
2. Polimeri .................................................................... 45
3. Epistasis Dan Hipostasis ........................................... 47
4. Komplementer ........................................................... 52

DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 57


INDEKS .................................................................................. 59
TENTANG PENULIS ............................................................ 61

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Hubungan Genotip dan Lingkungan dalam 7


Pembentukan Fenotip ....................................... 10
Gambar 1.2 Bunga mawar Rosa hybrid................................ 11
Gambar 1.3 Palem-paleman, contoh keanekaragaman jenis
Gambar 2.1 Percobaan Mendel pada Tanaman Ercis (Pisum
sativum) ........................................................... 15
Gambar 2.2 Hukum Segregasi Mendel ................................ 16
Gambar 2.3 Genotip vs Fenotip ........................................... 18
Gambar 2.4 Ilustrasi Persilangan Monohibrida Mendel P –
F2 ..................................................................... 19
Gambar 2.5 Hasil penyilangan tanamn generasi F1 untuk
tujuh karakter pada tanaman ercis .................... 20
Gambar 2.6 Persilangan Induk Monohibrida ............................... 21
Gambar 2.7 Generasi Pertama (F1) ...................................... 22
Gambar 2.8 Keturunan F2 Dan F3 dari Persilangan
Monohibrida ..................................................... 23
Gambar 2.9 Teknik untuk Mengetahui Genotife Homozigot
atau Heterozigot dari Individu ............................. 25
Gambar 2.10 Perkawinan Monohibrid Menghasilkan Sifat
Intermediate ..................................................... 26
Gambar 2.11 Generasi F3 Dominasi Tak Penuh/Kodominan
pada Ayam Andalusian ..................................... 28
Gambar 2.12 Persilangan Dihibrid Mendel ................................. 29
Gambar 2.13 Penyilangan Trihibrid pada Tanaman Ercis ...... 32

vii
Gambar 2.14 Digram Anak Garpu pada Persilangan Trihibrid 33
Gambar 3.1 (a) Single (rr pp), (b) Rose ( R- pp ), (c) Pea ( rr
P-) dan (d) walnut ( R- P- ). (Photos by Freyja
Imsland (A–C) and David Gourichon (D).
doi:10.1371/journal.pgen.1002775.g001) .......... 41
Gambar 3.2 Interaksi Gen Antara Alel R Dengan Alel P
Dalam Penentuan Model Pial Ayam ................. 42
Gambar 3.3 Linaria maroccana ............................................ 44
Gambar 3.4 Gandum ........................................................... 47
Gambar 3.5 Fenomena Epistasis Dominan Ada Persilangan
Labu .................................................................. 49
Gambar 3.6 Jalur Biokimia Pembentukan Zat Warna pada
Buah Labu Yang Melibatkan 2 Alel (W dan Y). 50
Gambar 3.7 Tikus Albino ..................................................... 52
Gambar 3.8 Lathyrus odoratus ............................................. 54

viii
I
PENDAHULUAN

G
1. Pengertian Genetika
enetika adalah cabang biologi yang mempelajari
pewarisan sifat pada organisme. Dahulu orang
beranggapan bahwa sifat seseorang diwarikan kepada
keturunannya lewat darah. Seseorang dikatakan berdarah biru kalau
dia lahir dari keluarga bangsaan, darah Belanda untuk menyatakan
keturunan Belanda dan sebagainya. Pendapat itu ternyata tidak
benar sebab kalau ada seseorang yang menerima darah dari orang
lain lewat transfusi darah ternyata dia tidak mewarisi sifat–sifat
apapun dari donornya. Kalau demikian halnya lewat apa dan dalam
bentuk apakah sifat–sifat menurun itu diwariskan. Sifat menurun itu
ternyata diwariskan lewat gen (DNA) yang ada di dalam kromosom
sel kelamin. Jadi, substansi dasar genetika adalah gen yang terdapat
dalam kromosom.
Genetika merupakan cabang ilmu dari biologi yang mencoba
menjelaskan persamaan dan perbedaan sifat yang diturunkan pada
makhluk hidup. Selain itu, genetika juga mencoba menjawab
pertanyaan yang berhubungan dengan apa yang diturunkan atau
diwariskan dari induk kepada turunannya, bagaimana mekanisme
materi genetika itu diturunkan, dan bagaimana peran materi
genetika tersebut. Konsep Genetika berkembang dari ilmu yang
membahas tentang bagaimana sifat diturunkan menjadi lebih luas
lagi yakni ilmu yang mempelajari tentang materi genetik. Secara

1
Dewa Nyoman Oka dan I Gede Sudirgayasa

luas genetika membahas: (1) struktur materi genetik, meliputi: gen,


kromosom, DNA, RNA, plasmid, episom, dan elemen tranposabel;
(2) reproduksi materi genetik, meliputi: reproduksi sel, replikasi
DNA, reverse transcription, rolling circle replication, cytoplasmic
inheritance, dan Mendelian inheritance; (3) kerja materi genetik,
meliputi: ruang lingkup materi genetik, transkripsi, modifikasi
pasca transkripsi, kode genetik, translasi, konsep one gene one
enzyme, interaksi kerja gen, kontrol kerja gen pada prokariotik,
kontrol kerja gen pada eukariotik, kontrol genetik terhadap respon
imun, kontrol genetik terhadap pembelahan sel, ekspresi kelamin,
perubahan materi genetic; (4) perubahan materi genetik, meliputi:
mutasi, dan rekombinasi; (5) genetika dalam populasi; dan (6)
perekayasaan materi genetik.

2. Mendel sebagai Peletak Landasan Ilmu Genetika


Mula-mula, pada tahun 1865, Mendel memaparkan
sebuah laporan mengenai percobaan penyilangan tanaman yang
dilakukannya selama sepuluh tahun. Ia membawakan makalahnya
dalam pertemuan bulan Februari dan Maret di perhimpunan
Ilmu Pengetahuan Alam di Brno. Tahun berikutnya makalah itu
diterbitkan dalam Bahasa Jerman di majalah Perhimpunan, dan
dikirimkan ke-133 perhimpunan naturalis lainnya di berbagai
negeri. Tanggapan ilmuwan sezaman Mendel sepi-sepi saja. Baru
pada tahun 1900, dalam selang waktu dua bulan diterbitkan tiga
makalah yang masing-masing ditulis oleh Hugo de Vries, Carl
Correns, dan Erich Von Tschermak yang berkarya secara mandiri.
Ketiga orang itu secara jujur mengakui bahwa mereka tertinggal
beberapa dasawarsa dari seorang biarawan tidak dikenal yang

2
Hukum Mendel dan Penyimpangan Semu Hukum Mendel

bekerja di Brno. Dengan demikian, tahun 1900 dianggap sebagai


titik-tolak ilmu hereditas.
Dalam kajiannya mengenai proses evolusi Darwin
mengumpulkan sejumlah informasi mengenai pembibitan
hewan dan tanaman, termasuk hasil penyilangan tanaman, serta
melakukan percobaan sendiri. Namun dalam karya utamnya, The
Origen of Species (1859), Darwin menyimpulkan bahwa “hukum
yang mengatur pewarisan sifat belum banyak dikenal orang.”
Ketika cetakan pertama buku Darwin mulai beredar, secara cermat
Gregor Mendel memperhatikan teka-teki mengenai hereditas. Para
pendahulunya dalam penelitian penyilangan tanaman telah meneliti
tanaman induk yang memiliki bermacam-macam sifat. Dengan
memandang tanaman sebagai suatu keseluruhan, mereka cendrung
melihat suatu pemaduan tipe-tipe induk pada hibrida, dan mereka
belum dapat menemukan pola tertentu dalam pewarisan hereditas.
Dalam melakukan eksperimen dengan kacang ercis yang dipakai
sebagai tanaman model, Mendel menciptakan pendekatan baru pada
masalah itu. Dia menyilangkan dua varietas kacang ercis galur murni
yang satu sama lainnya berbeda hanya pada satu sifat alternative
khusus yang tampak jelas dan mudah terlihat. Dengan demikian,
ia menempatkan masalah analisis pewarisan hereditas pada istilah
yang sesederhana mungkin; dan dia mampu menunjukan bahwa
semua tanaman mewarisi sifat yang sama dari induknya. Kemudian
ia melakukan penyerbukan buatan pada tanaman hibrida ini dengan
tepung sari dari tanaman itu sendiri, dan membuktikan bahwa pada
generasi berikutnya kedua sifat tanaman induk muncul kembali.
Dengan mengemukakan sejumlah besar pengamatan, ia mampu
menggambarkan segregasi sifat induk dalam suatu rasio konstan

3
Dewa Nyoman Oka dan I Gede Sudirgayasa

3:1. Dengan kata lain, sifat induk yang tidak muncul pada hibrida
dapat muncul kembali pada generasi berikutnya, demikian juga sifat
hibrida itu sendiri. Mendel menyimpulkan bahwa pewarisan sifat
diatur oleh suatu determinan melalui sel-sel kelamin dan bahwa
determinan ini berkombinasi menurut hukum peluang statistik.
Sifat-sifat itu tetap khusus, dan tidak tercampur.
Jadi, agak mirip dengan Copernicus yang menolak gagasan
kuno bahwa alam semesta bersifat geosentris, Mendel mencampakan
konsep pewarisan campuran yang sudah berusia seabad dan masih
beredar serta mengemukakan suatu konsep baru: konsep yang
meneliti pewarisan sifat khusus sebagaimana yang muncul pada
induk dan anak. Dengan demikian dia meletakkan landasan bagi
suatu ilmu baru, yang oleh William Bateson disebut ilmu genetika
pada tahun 1906.

3. Terminologi dalam Ilmu Genetika


a. Gen
Setiap sel organisme eukaryotik terdiri dari dua bagian
utama yaitu sitoplasma dan nukleus (inti). Di dalam nukleus
terdapat jalinan benang-benang halus disebut kromatin. Bila sel
mengalami proses pembelahan pilinan benang ini menjadi sangat
rapat, sehingga kromatin memendek dan membesar. Kromatin
yang telah memendek dan menebal seperti ini disebut kromosom.
Kromosom selalu terbentuk dimasa pembelahan sel, dan biasanya
diamati komposisinya pada metafase (dimasa kromosom terdiri
atas dua kromatid dan ada dibidang equator). Itulah sebabnya
kromosom selalu digambar dalam keadaan berganda atau
sepasang. Satu kromosom terdiri dari 2 bagian yaitu sentromer

4
Hukum Mendel dan Penyimpangan Semu Hukum Mendel

dan lengan. Sentromer adalah bagian kepala kromosom. Melalui


sentromer inilah kromosom menggantung pada benang-benang
spindle (serabut gelendong) pada saat pembelahan sel. Lengan
adalah badan kromosom sendiri. Berbeda dengan sentromer,
yang tidak mengandung kromonema dan gen. Lengan terdiri atas
selaput, matriks dan kromonema. Selaput ialah lapisan tipis yang
menyelaputi badan kromosom. Matriks merupakan cairan bening
yang mengesi seluruh lengan. Kromonema adalah benang halus
berpilin-pilin yang terendam dalam matriks.
Jika kromonema diperbesar akan kelihatan ada manik-manik
yang tersusun berjejer rapat. Besar manik itu tak teratur, jaraknya
pun tak sama. Manik-manik itu diberi nama kromomer. Di dalam
kromomer terdapat histon (protein) yang mengikat DNA. DNA
itu sendiri adalah gen yang menjadi unit bahan genetika. Jadi gen
merupakan suatu unit keturunan berupa suatu segmen tertentu
dari molekul DNA, umumnya terletak dalam kromosom, dan
memperlihatkan ekspresinya berupa fenotip. Biasanya dinyatakan
dengan symbol/tanda huruf tunggal dan merupakan huruf pertama
dari suatu sifat keturunan, misalnya T=tinggi; M=merah; B = bulat;
dan sebagainya.

b. Genotip
Genotip adalah susunan gen yang menentukan sifat dasar
suatu makhluk hidup dan bersifat tetap. Dalam genetika genotip
ditulis dengan menggunakan simbol huruf dari huruf paling depan
dari sifat yang dimiliki oleh individu. Setiap karakter sifat yang
dimiliki oleh suatu individu dikendalikan oleh sepasang gen yang
membentuk alela. Sehingga dalam genetika simbol genotip ditulis

5
Dewa Nyoman Oka dan I Gede Sudirgayasa

dengan dua huruf. Jika sifat tersebut dominan maka penulisannya


menggunakan huruf kapital dan jika sifatnya resesif maka ditulis
dengan huruf kecil. Genotip yang memiliki pasangan alela sama,
misalnya BB atau bb, merupakan pasangan alela yang homozigot,
Individu dengan genotip BB disebut homozigot dominan,
sedangkan individu dengan genotip bb disebut homozigot resesif.
Untuk genotip yang memiliki pasangan alela berbeda misalnya Bb,
merupakan pasangan alela yang heterozigot.

b. Fenotip
Fenotip adalah sifat yang tampak pada suatu individu dan
dapat diamati dengan panca indra, misalnya warna bunga merah,
rambut keriting, tubuh besar, buah rasa manis, dan sebagainya.
Fenotip merupakan perpaduan dari genotip dan faktor lingkungan.
Sehingga suatu individu dengan fenotip sama belum tentu
mempunyai genotip sama. Genotip menentukan potensi karakter,
sedangkan lingkungan menentukan sampai dimana tercapai batas
potensi itu. Seperti mobil yang dibikin berpotensi dengan kecepatan
200 km/jam. Kalau jalan rusak parah umpanya hanya bisa melaju
dengan kecepatan 30 km/jam. Orang yang keturunannya berpotensi
memiliki tubuh tinggi jangkung, tetapi sejak kecil anak itu mendapat
asupan makanan yang tidak bergizi bahkan jarang makan maka
setelah dewasa anak itu bertubuh pendek. Ada karakter yang sedikit
sekali dipengaruhi faktor lingkungan, ada pula yang banyak sekali.
Makin banyak factor lingkungan yang berperan dalam pernyataan
fenotip, makin banyak variasi yang terdapat tentang karakter itu di
masyarakat. Karakter kuantitatif banyak sekali di bawah pengaruh
lingkungan, sehingga banyak sekali variasi mutunya.

6
Hukum Mendel dan Penyimpangan Semu Hukum Mendel

Bagian tubuh yang yang lebih dahulu tumbuh lebih banyak


dipengaruhi oleh faktor genetis. Sebaliknya bagian tubuh yang
tumbuh kemudian lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Darah di bentuk di masa awal embrio, dan faktor lingkungan sedikit
sekali berperan. Pada umumnya dapat disebut golongan darah orang
tidak ada dipengaruhi lingkungan sedikitpun, semata-mata oleh
faktor genetis. Sedangkan ukuran tinggi atau besar tubuh ditentukan
ketika orang berhenti mengalami pertumbuhan (vertikal), yakni
sekitar umur 23 tahun. Oleh karena itu, faktor lingkungan untuk
fenotip tinggi tubuh banyak sekali berperan.
Hubungan genotif, lingkunagn dan fenotip diungkap oleh
Stern dalam teori konvergensi sebagai gambar di bawah ini.

Gambar 1.1 Hubungan Genotip dan Lingkungan dalam


Pembentukan Fenotip

Makin sesuai genotip yang diwariskan dari induknya dengan


lingkungannya maka genotip akan berkembang sesuai genotip
indukknya sehingga fenotipnya akan semakin sesuai dengan
induknya. Sudut pada gambar 1.1 yang terbentuk semakin kecil
sehingga garis diagonalnya akan semakin panjang. Sebaliknya
jika genotip yang diwariskan dari induknya tidak sesuai dengan

7
Dewa Nyoman Oka dan I Gede Sudirgayasa

lingkungan maka fenotipnya juga akan semakin menyimpang


dari fenotip induknya. Sudut pada gambar 1.1 akan semakin besar
sehingga garis dioagonalnya akan semakin pendek.

c. Dominan
Gen dikatakan dominan apabila gen tersebut bersama dengan
gen lain (gen pasangannya), akan menutup peran atau sifat gen
pasangannya tersebut dalam persilangan gen, dominan ditulis
dengan huruf besar contohnya B.

d. Resesif
Gen dikatakan resesif apabila berpasangan dengan gen lain
yang dominan ia akan tertutup sifatnya (tidak muncul), tetapi
bila bersama dengan gen resesif lainnya (alelanya) sifatnya akan
muncul. Dalam gen resesif ditulis dengan huruf kecil misalnya b.

e. Intermediet
Intermediet adalah sifat suatu individu yang merupakan
gabungan dari sifat kedua induknya. Hal ini dapat terjadi karena sifat
kedua induknya yang muncul sama kuat (kodominan). Misalnya,
bunga warna merah disilangkan dengan bunga warna putih, maka
akan menghasilkan keturunan bungan warna merah muda.

f. Hibrid
Hibrid merupakan perkawinan dua individu yang mempunyai
sifat beda. Berdasarkan banyaknya sifat beda individu yang
melakukan perkawinan, hibrid dibedakan menjadi (a) monohibrid,
yaitu suatu hibrid dengan satu sifat beda (Aa); (b) dihibrid, yaitu

8
Hukum Mendel dan Penyimpangan Semu Hukum Mendel

suatu hibrid dengan dua sifat beda (AaBb); (c) trihibrid, yaitu suatu
hibrid dengan tiga sifat beda (AaBbCc); (d) tetrahibrid, yaitu suatu
hybrid dengan empat sifat beda (AaBbCcDd).

g. Galur Murni
Galur murni adalah keturunan asal satu induk yang masing-
masing individu anggotanya memiliki seragam karena homozigot
untuk semua lokusnya akibat penyerbukan/pembuahan sendiri
yang berulang-ulang.

4. Keanekaragaman Gen dan Jenis


a. Keaneka Ragaman Gen
Keanekaragaman tingkat genetik terjadi karena adanya
keanekaragaman susunan gen. Jadi, perangkat gen itulah yang
menentukan ciri dan sifat yang dimiliki oleh suatu individu.
Contohnya? Ya perbedaan tipe rambut tadi. Adanya orang
yang berambut keriting, lurus, ikal, itu terjadi karena adanya
keanekaragaman tingkat genetik. Salah satu contoh lainnya ada pada
bunga mawar. Meski sama-sama bunga mawar dan mempunyai
nama spesies Rosa hybrid, tetapi warna mahkota pada bunga mawar
bisa berbeda. Hal ini karena susunan gen penyusun bunga mawar
yang satu dengan bunga mawar yang lain berbeda.

9
Dewa Nyoman Oka dan I Gede Sudirgayasa

Gambar 1.2 Bunga mawar Rosa hybrid (Kresnoadi, 2018)

b. Keanekaragaman Jenis
Berbeda dengan keanekaragaman tingkat genetik, ke­
anekaragaman tingkat individu/spesies ini menunjukkan adanya
jumlah dan variasi dari jenis-jenis organisme. Lalu, kenapa bisa
terjadi keanekaragaman tingkat individu/spesies?
Keanekaragaman ini bisa terjadi karena adanya pengaruh
kandungan genetik dengan habitatnya. Contoh dari keanekaragaman
individu/spesies ini ada pada Arecaceae atau palem-paleman.
Kalau kita perhatikan secara sekilas, bentuk fisik tanaman ini
mirip. Padahal, semuanya merupakan jenis/individu yang berbeda.
Misalnya, pohon Aren yang mempunyai nama latin Arenga
pinnata dan Pinang yang nama latinnya Areca catechu. Selain itu,
habitat pohon aren yang biasa tumbuh di pegunungan, mempunyai
struktur daun yang jauh berbeda dengan pohon kelapa yang tumbuh
di pantai. Perbedaan habitat inilah yang menyebabkan setiap
tanaman tadi mempunyai ciri khusus dari tiap spesiesnya.

10
Hukum Mendel dan Penyimpangan Semu Hukum Mendel

Gambar 1.3 Palem-paleman, contoh keanekaragaman jenis


(Kresnoadi, 2018)

11
12
II
HUKUM MENDEL

H
1. Hukum Mendel I (Hukum Segregasi Mendel)
ukum Mendel adalah hukum mengenai prinsip-prinsip
dasar tentang pewarisan-sifat yang dijabarkan oleh
Gregor Johann Mendel. Mendel menemukan konsep
dasar pewarisan-sifat dengan membudidayakan kacang ercis dalam
suatu percobaan yang terencana dan teliti. Mendel lahir di wilayah
Austria yang kini merupakan bagian dari Republik Ceko. Pada saat
berusia 21 tahun tepatnya pada tahun 1843, Mendel bergabung
dengan suatu biara Agustinan. Pada tahun 1851, ia meninggalkan
biaranya untuk belajar selama dua tahun di bidang fisika dan kimia
di University of Vienna. Setelah kembali ke biaranya Mendel diberi
tugas mengajar di sekolah lokal. Biara menyediakan lahan subur
yang cukup luas untuk penelitian Mendel. Sekitar tahun 1857,
Mendel mulai membiakkan tanaman ercis di kebun biara untuk
mempelajari prinsip-prinsip dasar pewarisan sifat. Prinsip-prinsip
dasar pewarisan sifat yang ditemukan Mendel dirumuskan dalam 2
hukum, yaitu (1) hukum pemisahan (segregation of allelic genes)
yang dikenal sebagai Hukum Mendel Pertama dan; (2) hukum
berpasangan secara bebas (independendent Assortment of genes)
yang dikenal sebagai Hukum Mendel Kedua.
Dengan menyilangkan dua varietas galur-murni suatu
organisme, ilmuwan dapat mempelajai pola-pola pewarisan-sifat.
Percobaan–percobaan kawin silang (hibridisasi) yang dilakukan

13
Dewa Nyoman Oka dan I Gede Sudirgayasa

Mendel merupakan contoh yang baik untuk penelitian ilmiah. Ia


memilih tanaman–tanaman yang mudah dikendalikan, merancang
percobaanya secara saksama, menganalisis data secara matematis
untuk menguji kebenaran hipotesisnya. Mendel melakukan
percobaan pewarisan sifat pada tanaman ercis/kapri (Pisum
sativum).
Ada beberapa alasan mengapa tanaman ercis dipilih oleh
Mendel untuk memulai percobaannya ini, di antaranya sebagai
berikut.
1. Tanaman ercis (Pisum sativum) memiliki variasi yang cukup
kontras, di antaranya:
a. warna biji: kuning dan hijau
b. kulit biji: kisut dan halus
c. bentuk buah/polong: halus dan bergelombang
d. warna bunga: ungu dan putih
e. tinggi batang: panjang dan pendek
f. posisi bunga: aksial (ketiak daun) dan terminal (ujung batang)
2. Dapat melakukan penyerbukan sendiri.
3. Cepat menghasilkan keturunan.
4. Mudah dikawinsilangkan.

Keuntungan lain dari penggunaan ercis adalah waktu


generasinya yang pendek dan jumlah keturunan yang banyak dari
setiap perkawinan. Disamping itu, Mendel juga dapat mengontrol
perkawinan antar tanaman dengan ketat. Ercis merupakan tanaman
yang bisa melakukan penyerbukan sendiri dimana serbuk sari dari
benang sarimenempel pada kepala putik bunga itu sendiri, dan
sperma yang dilepas dari serbuk sari dapat melakukan fertilisasi

14
Hukum Mendel dan Penyimpangan Semu Hukum Mendel

dengan sel telur yang ada pada putik. Hal ini dapat terjadi karena
di dalam satu bunga terdapat organ-organ reproduksi jantan dan
organ reproduksi betina. Pada setiap bunga ercis memiliki organ
penghasil benang sari (organ penghasil sperma) sekaligus memiliki
organ putik (organ penghasil sel telur). Agar terjadi penyerbukan
silang (cross-pollination, fertilisasi di antara tanaman-tanaman
yang berbeda), Mendel memotong dan membuang benang sari
(stamen) yang belum matang pada salah satu tanaman sebelum
menghasilkan serbuk sari. Ia kemudian memidahkan serbuk sari
dari tanaman lain ke bunga yang telah dibuang benang sarinya (lihat
Gambar 2.1). Setiap zigot yang dihasilkan kemudian berkembang
menjadi embrio tanaman yang terbungkus dalam biji. Baik melalui
penyerbukan sendiri yang dipaksakan atau melalului penyerbukan
buatan, Mendel selalu dapat memastikan garis keturunan biji-biji
yang dihasilkan.

Gambar 2.1 Percobaan Mendel pada Tanaman Ercis (Pisum


sativum) (Campbell, 2008)

15
Dewa Nyoman Oka dan I Gede Sudirgayasa

Ada tiga langkah penting yang dilakukan Mendel dalam per-


cobaannya, yaitu (1) mencari galur-murni (true breeding) sebagai
generasi induk atau generasi P (P atau parental generation) den-
gan cara mengembangbiakkan tanaman ercis melalui penyerbu-
kan sendiri sampai beberapa generasi, sampai akhirnya diperoleh
generasi yang mampu menghasilkalkan keturunan yang semuanya
mempunyai sifat persis sama dengan induknya; (2) menyilangkan
dua varietas galur-murni tersebut untuk memperoleh generasi per-
tama atau generasi F1 (gen-
erasi filial pertama); (3)
membiarkan F1 melakukan
penyerbukan sendiri untuk
memperoleh generasi kedua
atau generasi F2. Mendel
biasanya mengikuti sifat-
sifat tanaman hingga seti-
daknya generasi-generasi
P, F1, dan F2. Seandainya
Mendel menghentikanper-
cobaanya pada generasi
F1, pola pewarisan sifat ti-
dak akan teramati olehnya.
Untuk jelasnya perhatikan
Gambar 2.2

Gambar 2.2 Hukum


Segregasi Mendel
(Campbell, 2008)

16
Hukum Mendel dan Penyimpangan Semu Hukum Mendel

Dari gambar di atas jelas bahwa induk berbunga ungu dan


putih merupakan galur murni. Karena Mendel selalu memulai eks-
perimennya dengan tanaman galur murni. Kedua galur murni terse-
but dikawinkan secara silang, kedua generasi tersebut merupakan
generasi induk (P). Persilangan itu menghasilkan keturunan atau
generasi pertama (F1), semuanya berbunga ungu yang persis sama
dengan warna ungu induknya. Apa yang terjadi pada sumbangan ge-
netik tanaman berbunga putih pada hasil kawin silang (hibrid) ini?.
Apakah sifat putih itu hilang?. Jika sifat tersebut hilang maka tana-
man generasi F1 yang telah melakukan penyerbukan sendiri mesti-
nya hanya menghasilkan tanaman generasi F2 berbunga ungu. Akan
tetapi ketika mendel membiarkan tanaman generasi F1 melakukan
penyerbukan sendiri sifat warna putih muncul kembali pada genera-
si F2 dengan rasio 705 berbunga ungu dan 224 berbunga putih atau 3
ungu : 1 putih. Jadi warna putih tidak hilang pada generasi F1, tetapi
tertutupi ketika ada warna ungu. Dalam istilah Mendel warna bunga
ungu merupakan sifat dominan sedangkan warna bunga putih meru-
pakan sifat resesif. Kemunculan kembali tanaman berbunga putih
pada tanaman generasi F2 merupakan bukti bahwa faktor terwaris-
kan yang menyebabkan warna putih tidak menjadi lemah atau han-
cur oleh faktor bunga ungu yang ada bersama-sama dalam hybrid
tanaman generasi F1. Mendel mengamati bahwa ada pola pewarisan
yang sama pada enam karakter lainnya (warna biji, bentuk biji, ben-
tuk polong, warna polong, letak bunga, tinggi tanaman).
Pengelompokan keturunan tanaman generasi F2 dari
penyilangan monohybrid untuk warna bunga ungu menghasilkan
fenotipe dengan rasio 3 : 1. Berdasarkan genotipe, ternyata ada
2 kategori tanaman berbunga ungu : PP (Homozigot) dan Pp
(Heterozigot). Perhatikan gambar 2.3 berikut.

17
Dewa Nyoman Oka dan I Gede Sudirgayasa

Gambar 2.3 Genotip vs Fenotip (Campbell, 2008).

Apabila tanaman berbunga ungu pada tanaman generasi F2


dibiarkan melakukan penyerbukan sendiri ternyata 1/3 bagian tana-
man berbunga ungu menghasilkan keturunan semua tanaman ber-
bunga ungu (homozigot), sedangkan 2/3 bagian lainnya menghasil-
kan keturunan berbunga ungu dan putih dengan perbandingan 3 : 1
(heterozigot). Untuk tanaman berbunga putih pada tanamn generasi
F2 jika dikawinkan sesamanya semuanya menghasilkan turunan
berbunga putih. Dengan demikian tanaman berbunga ungu pada
tanaman generasi F2 1/3 bagian bersifat galur-murni dan 2/3 ba-
gian bersifat tidak galur-murni. Sedangkan tanaman berbunga putih
pada tanamn generasi F2 semuanya galur-murni (homozigot).

18
Hukum Mendel dan Penyimpangan Semu Hukum Mendel

Dalam satu percobaan, Mendel menyilangkan tanaman kacang


ercis galur murni (homozigot) untuk biji bundar dengan galur murni
untuk biji keriput (Gambar 2.4). Generasi pertama persilangan
ini disebut generasi P (induk). Setelah menyilangkan dua varietas
dalam generasi P, Mendel mengamati keturunan yang dihasilkan
dari persilangan. Keturunan induk dalam generasi P adalah generasi
F1. Ketika Mendel memeriksa generasi F1 dari persilangan ini, ia
menemukan bahwa mereka hanya mengekspresikan satu dari fenotip
yang ada dalam generasi induk: semua genersi F1 bulat. Mendel
melakukan 60 persilangan seperti itu dan selalu mendapatkan hasil
yang sama. Dia juga melakukan persilangan timbal: dalam satu
silang, serbuk sari (gamet jantan) diambil dari tanaman dengan
biji bundar dan, dalam persilangan timbal baliknya, serbuk sari
diambil dari tanaman
dengan biji keriput.
Persilangan timbal balik
memberikan hasil yang
sama: semua generasi F1
bulat.

Gambar 2.4
Ilustrasi Persilangan
Monohibrida Mendel
P – F2 (Pierce, 2016).

19
Dewa Nyoman Oka dan I Gede Sudirgayasa

Namun Mendel tidak puas hanya dengan memeriksa benih


yang muncul dari persilangan monohybrid ini. Pada musim semi
berikutnya, ia menanam benih F1, membudidayakan tanaman yang
berkecambah, dan membiarkan tanaman itu mengalami pemupu-
kan, menghasilkan generasi F2. Kedua sifat dari generasi P muncul
pada generasi F2: Mendel menghitung 5474 biji bundar dan 1850
biji keriput di F2 (lihat Gambar 2.5). Dia memperhatikan bahwa
jumlah biji bulat dan berkerut membentuk sekitar rasio 3 : 1, yaitu,
sekitar 3/4 dari biji F2 bulat dan 1/4 berkerut. Mendel melakukan
persilangan monohybrid
untuk ketujuh karakte­
ristik yang ia pelajari
di tanaman kacang, dan
di semua persilangan ia
memperoleh hasil yang
sama: semua generasi F1
menyerupai hanya satu
dari duainduknya, tetapi
kedua sifat induk muncul
di generasi F2 dalam se-
buah rasio perkiraan 3: 1
(Pierce, 2016).
Terdapat satu aspek
lebih lanjut dari persilan-
gan monohibrid Mendel.
Dalam setiap persilan-
gan, pola pewarisan F1 Gambar 2.5 Hasil penyilangan tanamn
dan F2 adalah serupa tan- generasi F1 untuk tujuh karakter pada
tanaman ercis (Campbell, 2008).

20
Hukum Mendel dan Penyimpangan Semu Hukum Mendel

pa memandang tanaman P1 mana yang berfungsi sebagai sumber


serbuk sari (sperma) dan yang berfungsi sebagai sumber sel telur
(telur). Berikut ini adalah hasil penyilangan tanamn Mandel untuk
tujuh karakter pada tanaman ercis. Perhatikan karakter yang bersi-
fat dominan dan resesif serta rasio yang diperoleh.
Mendel menarik beberapa kesimpulan penting dari hasil per-
silangan monohibridnya. Pertama, ia beralasan bahwa, meskipun
tanaman F1 menampilkan fenotip hanya satu induk, mereka harus
mewarisi faktor genetik dari kedua induk karena mereka mentrans-
misikan kedua fenotip ke generasi F2. Kehadiran biji bundar dan
berkerut pada tanaman F2 dapat dijelaskan hanya jika tanaman F1
memiliki faktor genetik bulat dan keriput yang mereka warisi dari
generasi Parental. Dia menyimpulkan bahwa setiap tanaman kare-
nanya harus memiliki dua faktor genetik yang mengkodekan suatu
karakteristik. Faktor genetik (sekarang disebut alel) yang Mendel
temukan, secara kon-
vensional, ditunjuk de­
ngan huruf: alel untuk
biji bundar biasanya
diwakili oleh R dan alel
untuk benih keriput oleh
r. Tumbuhan dalam ge­
nerasi Parental dari per-
silangan Mendel memi-
liki dua alel yang iden-
tik: RR pada induk ber-
Gambar 2.6 Persilangan Induk Monohibrida
biji bulat dan rr pada in- (Pierce, 2016).
duk berbiji keriput (2.6).

21
Dewa Nyoman Oka dan I Gede Sudirgayasa

Kesimpulan kedua yang diambil Mendel dari persilangan


monohibridnya adalah bahwa dua alel pada setiap tanaman terpisah
ketika gamet terbentuk, dan satu alel masuk ke setiap gamet. Ketika
dua gamet (satu dari masing-masing induk) bergabung untuk meng-
hasilkan zigot, alel dari induk jantan bersatu dengan alel dari induk
betina untuk menghasilkan genotip keturunannya. Dengan demiki-
an, tanaman F1 Mendel mewarisi alel R dari tanaman unggulan bu-
lat dan r alel dari tanaman unggulan berkerut (Gambar 2.7). Na-
mun, hanya sifat yang disandikan oleh alel bulat (R) yang diamati di
generasi F1: semua keturunan F1 memiliki biji bulat. Ciri-ciri yang
muncul tidak berubah dalam keturunan heterozigot F1 yang disebut
Mendel dominan, dan ciri-ciri yang menghilang dalam keturunan
heterozigot F1 yang ia sebut resesif. Alel untuk sifat dominan pada
tanaman sering disimbolkan dengan huruf besar (mis., R), sedang-
kan alel untuk sifat resesif sering dilambangkan dengan huruf kecil
(mis., R). Ketika alel dominan dan resesif hadir bersama-sama, alel
resesif ditutupi, atau
ditekan. Konsep domi-
nasi adalah kesimpulan
penting ketiga yang
Mendel dapatkan dari
persilangan monohi-
bridnya.

Gambar 2.7 Generasi Pertama (F1)


(Pierce, 2016)

22
Hukum Mendel dan Penyimpangan Semu Hukum Mendel

Kesimpulan keempat Mendel adalah bahwa dua alel dari


masing-masing tanaman terpisah dengan probabilitas yang sama ke
dalam gamet. Ketika tanaman F1 (dengan genotip Rr) menghasilkan
gamet, setengah dari gamet menerima R allele untuk biji bundar
dan setengahnya menerima r allele untuk benih keriput. Gamet ke-
mudian dipasangkan secara acak untuk menghasilkan genotip beri-
kut dalam proporsi yang sama di antara generasi F2: RR, Rr, rR, rr
(Gambar 2.8). Karena bundar (R) lebih dominan daripada berkerut
(r), ada tiga biji
bundar dengan
genotip (RR, Rr,
rR) untuk setiap
satu biji berkerut
(rr) digenerasi
F2. Rasio 3: 1. Ini
dari progeni bulat
dan berkerut yang
diamati Mendel
dalam generasi F2
dapat diperoleh
hanya jika dua
alel genotip dip-
isahkan menjadi
gamet dengan
probabilitas yang
sama (Pierce,
2016).
Gambar 2.8 Keturunan F2 Dan F3
dari Persilangan Monohibrida (Pierce, 2016).

23
Dewa Nyoman Oka dan I Gede Sudirgayasa

Kesimpulan yang Mendel kembangkan tentang pewarisan


dari persilangan monohibridnya telah dikembangkan lebih lanjut
dan diformalkan ke dalam prinsip segregasi. Prinsip segregasi me-
nyatakan bahwa setiap organisme diploid individu memiliki dua
alel untuk karakteristik tertentu, satu diwarisi dari induk betina dan
satu dari jantan. Dalam pembentukan sel kelamin atau gamet setiap
anggota dari pasangan gen (alela) berpisah secara bebas ke gamet-
gamet dengan peluang yang sama, prinsip ini dikenal sebagai prin-
sip segeresi bebas yang dikenal dengan hukum mendel pertama.

2. Testcross
Dengan melihat fenotip warna ungu pada tanaman ercis kita
tidak bisa menentukan genotip warna ungu tersebat karena genotip
PP dan Pp memiliki fenotip yang sama yaitu bunga ungu. Untuk
mengungkap apakah fenotip bunga ungu itu dikendalikan oleh
genotip homzigot PP atau heterozigot Pp dapat dilakukan testcross
(pengujian silang) atau menyilangkan homzigot resesif putih (pp)
dengan induk yang genotipnya tidak diketahui. Genotip pada
tanaman berbunga putih diketahui uu karena warna putih merupakan
sifat resesif, tanaman ini pasti homozigot. Jika semua keturunan dari
penyilangan tersebut mempunyai bunga ungu, maka induk lainnya
pasti homozigot untuk alel dominan (PP). Tetapi jika fenotip warna
ungu dan putih kedua duanya muncul di antara keturunannya, induk
bunga ungu pasti heterozigot (Pp). Perkawinan homozigot resesif
dengan organisme yang mempunyai fenotip dominan tetapi tidak
diketahui genotifnya disebut testcross (pengujian silang). Cara ini
diperkenalkan oleh Mendel dan hingga kini masih menjadi metode
yang penting bagi ahli genetika. Untuk lebih memahami tekniknya,
perhatikan Gambar 2.5 berikut.

24
Hukum Mendel dan Penyimpangan Semu Hukum Mendel

Gambar 2.9 Teknik untuk Mengetahui Genotife Homozigot


atau Heterozigot dari Individu (Campbell, 2008).

3. Ko-dominan/Intermediate
Selain sifat dominan penuh juga terdapat sifat dominan tak
penuh. Ini berarti alela resesifnya juga tidak resesif penuh. Fenotip
dominan dalam keadaan homozigot berbeda dengan keadaan
heterozigot. Jadi, yang dimaksud dengan sifat intermedier adalah
gen-gen sealel yang sifatnya sama-sama tidak dominan atau tidak
resesif, sehingga jika berada bersama-sama akan memunculkan
fenotip dari sifat keduanya.

25
Dewa Nyoman Oka dan I Gede Sudirgayasa

Peristiwa itu menunjukkan adanya sifat intermediat. Sifat


intermediate dapat dilihat pada penyerbukan silang tanaman bunga
pukul empat (Mirabilis jalapa L.). Jika serbuk sari berasal dari
tanaman homozigot berbunga merah (MRMR) disilangkan ke putik
tanaman homozigot berbunga putih (MWMW), semua keturunan
generasi F1 berbunga merah muda (MRMW). Perhatikan diagram
pada gambar 2.6 di bawah.
Perbandingan fenotip tanaman generasi F2 merah : merah
muda : putih = 1 : 2 : 1 Perbandingan genotip MRMR : MRMW :
MWMW = 1 : 2 : 1. Berdasarkan diagram persilangan di atas
diperoleh semua tanaman generasi F1 heterozigot berbunga merah
muda (MRMW). Warna
ini merupakan sifat
intermediat (antara merah
dan putih). Jika tanamn
generasi F1 mengadakan
penyerbukan sendiri,
maka tanaman generasi
F2 akan memperlihatkan
perbandingan 1 merah : 2
merah muda : 1 putih.
Pada ayam Anda-
lusian yang bulunya ber-
warna hitam, jika disilang
dengan betina berbulu
putih, menghasilkan ke-
turunan generasi pertama
yang semuanya berbulu Gambar 2.10 Perkawinan Monohibrid
Menghasilkan Sifat Intermediate

26
Hukum Mendel dan Penyimpangan Semu Hukum Mendel

biru keabu-abuan. Jika generasi F1 dikawinkan dengan sesame gen-


erasi F1 diperoleh generasi F2 berbulu hitam, biru keabu–abuan dan
putih dengan perbandingan 1 : 2 :1.

27
Dewa Nyoman Oka dan I Gede Sudirgayasa

Bulu hitam pada generasi F2 dikawinkan sesamanya diperoleh


generasi F3, semuanya berbulu hitam. Hal yang sama juga terjadi
jika generasi F2 berbulu putih dikawinkan sesamanya. Tetapi jika
generasi F2 berbulu biru keabu-abuan dikawinkan sesamanya,
generasi F3 yang dihasilkan berbulu hitam, biru keabu-abuan dan
putih kembali dengan rasio 1 : 2 : 1. Untuk jelasnya perhatikan
gambar 2.7

Gambar 2.11 Generasi F3 Dominasi Tak Penuh/Kodominan


pada Ayam Andalusian

4. Hukum Mendel II (Hukum Pengelompokan Bebas Mendel)


Pada percobaan berikutnya, Mendel menggunakan persilangan
dengan dua sifat beda atau disebut persilangan dihibrid. Persilangan
dihibrid merupakan persilangan yang menggunakan dua tanda
beda atau dua pasangan kromosom yang berbeda. Suatu sifat dari
organisme tidak hanya diturunkan melalui satu jenis alel saja, tetapi
beberapa sifat juga dapat diturunkan oleh beberapa alel secara
bersamaan. Sifat ini dipelajari oleh Mendel dalam percobaan kacang
ercisnya. Mendel melihat adanya beberapa sifat kacang ercis yang
disilangkan muncul dalam generasi selanjutnya. Ia mulai dengan

28
Hukum Mendel dan Penyimpangan Semu Hukum Mendel

menyilangkan dua sifat beda, seperti kacang ercis biji bulat warna
kuning dengan biji kisut warna hijau. Jika kacang ercis biji bulat
adalah BB dan kacang ercis biji warna kuning adalah KK maka
kacang ercis biji bulat warna kuning adalah BBKK dan kacang
ercis biji kisut warna hijau adalah bbkk. Dari persilangan parental
kacang ercis biji bulat warna kuning (BBKK) dengan kacang ercis
biji kisut warna hijau (bbkk), diperoleh generasi F1 bulat kuning
seluruhnya (BbKk). Perkawinan sesama generasi F1 diperoleh
generasi F2 dengan perhitungan seperti yang tampak pada gambar
2.8.

Gambar 2.12 Persilangan Dihibrid Mendel (Campbel, 2008)

29
Dewa Nyoman Oka dan I Gede Sudirgayasa

Jika rasio fenotip Mendel dalam persilangan dihibrid di atas


dibandingkan dengan rasio fenotip dalam persilangan monohibrid,
maka pada prinsipnya sama saja. Jumlah biji bulat pada generasi F2
adalah 315 + 108 atau 423 biji, sedang jumlah biji keriput adalah
101 + 32 atau 133 biji. Perbandingan bulat dan keriput menjadi
423 : `133 atau 3 : 1. Demikian pula terhadap warna biji kuning dan
hijau, perbandingan menunjukkan (315 + 101 = 416) biji kuning :
(108 + 32 = 140) biji hijau atau 3 : 1.
Berdasarkan petunjuk itu maka pada persilangan dihibrida
juga terjadi pemisahan pasangan gen yang sealela dan selanjut
alela-alela tersebut bergabung secara acak satu sama lainnya dalam
satu gamet. Dengan demikian persilangan galur-murni dua varietas
ercis dengan dua sifat beda yaitu tanaman berbiji bulat-kuning
(BBKK) dengan berbiji keriput-hijau (bbkk), akan menghasilkan
tanaman generasi F1 berbiji bulat-kuning dengan genotif yang
heterozigot (BbKk). Jika tanaman generasi F1 dibiarkan melakukan
penyerbukan sendiri (F1 X F1), tanaman generasi F1 akan
menghasilkan menghasilkan empat macam gamet, yaitu BK, Bk,
Bk, dan bk masing-masing dalam jumlah yang sama. Setelah terjadi
fertilisasi, maka dihasilkan tanaman generasi F2 dengan empat
macam penotif yaitu bulat-kuning, bulat-hijau, kisut-kuning dan
kisut hijau dengan rasio 9 : 3 :3 : 1. Rasio fenotip merupakan hasil
perkalian dari rasio fenotip monohibrid, yaitu (3 : 1) (3 : 1) atau 9 :
3 : 3 : 1. Pengelompokan secara bebas dari alela-alela yang berpisah
pada waktu pembentukan gamet merupakan prinsip yang kedua dari
hasil percobaan Mendel, yang kemudian disebut hukum Mendel
kedua yaitu “pengelompokan gen secara bebas” atau disebut juga
“The Law of Independent Assrtment of Genes.”

30
Hukum Mendel dan Penyimpangan Semu Hukum Mendel

5. Persilangan Trihibrid
Persilanagn trihibrid adalah persilanagn dengan tiga karakter
yang berbeda. Dalam percobaannya Mendel menyilangkan galur-
murni tanam ercis biji bulat, warna kuning, bunga ungu (genotip
BBKKUU) dengan galur-murni tanaman ercis biji keriput, hijau,
bunga putih (genotip bbkkuu). Diperoleh keturunan generasi pertama
(F1) biji bulat, warna kuning bunga ungu (genotip BbKkUu), F1
dibiarkan melakukan penyerbukan sendiri, akan terjadi pemisahan
pasangan gen sealela dan selanjutnya terjadi penggabungan alela
secara bebas dalam satu gamet sehingga dihasilkan 8 macam
gamet. Kedelapan macam gamet itu adalah BKU, BKu, BkU, Bku,
bKU, bKu, bkU, bku. Sesuai dengan jumlah macam gamet jumlah
penotipnya juga ada 8 macam. Kedelapan penotip itu adalah (1)
bulat-kuning-bunga ungu: (2) bulat-kuning-bunga putih; (3) bulat-
hijau-bunga ungu; (4) kisut-kuning-bunga ungu; (5) kisut-kuning-
bunga putih; (6) bulat-hijau-bunga putih; (7) kisut-hijau-bunga
ungu; (8) kisut-kuning-bunga putih dengan rasio 27 : 9 : 9 : 9 : 3 :
3 : 3 : 1.

31
Dewa Nyoman Oka dan I Gede Sudirgayasa

Gambar 2.13 Penyilangan Trihibrid pada Tanaman Ercis

Secara matematis jumlah macam gamet/jumlah macam


fenotip dapat dicari denga rumus 2n. di mana n = jumlah pasagan
gen yang heterozigot. Pada generasi F1 trihibrid pasangan gen yang
heterozigot adalah 3 (BbKkUu), maka jumlah macam gamet yang
terbentuk adalah 23 sama dengan 8 macam gamet sedangkan pada

32
Hukum Mendel dan Penyimpangan Semu Hukum Mendel

pasangan F1 tetrahibrid pasangan gen yang heterozigot adalah 4


(BbKkUuTt) jumlah macam gamet yang terbentuk adalah 24 sama
dengan 16 macam gamet. Kalua generasi F1 dengan pasangan
gen AaBBCcDdEE disilangkan sesamanya maka jumlah macam
gametnya adalah 23 sama dengan 8 macam gamet bukan 25,
karena jumlah pasangan gen yang heterozigot cuma tiga. Diagram
kombinasi gamet ♂ dan gamet ♀ dalam menghasilkan individu
generasi F2 seperti pada Gambar 2.9 dinamakan diagram Punnett.
Ada cara lain yang dapat digunakan untuk menentukan kombinasi
gamet pada individu generasi F2, yaitu menggunakan diagram anak
garpu (fork line). Cara ini didasarkan pada perhitungan matematika
bahwa persilangan dihibrid merupakan dua kali persilangan
monohibrid. Untuk contoh persilangan sesama individu BbKkUu,
diagram anak garpunya adalah sebagai berikut:

Gambar 2.14 Digram Anak Garpu pada Persilangan


Trihibrid

33
Dewa Nyoman Oka dan I Gede Sudirgayasa

Ternyata penentuan nisbah fenotipe generasi F2 menggunakan


diagram anak garpu dapat dilakukan dengan lebih cepat dan dengan
risiko kekeliruan yang lebih kecil daripada penggunaan diagram
Punnett. Kelebihan cara diagram anak garpu ini akan lebih terasa
apabila persilangan yang dilakukan melibatkan lebih dari dua pasang
gen (trihibrid, tetrahibrid, dan seterusnya) atau pada persilangan-
persilangan di antara individu yang genotipenya tidak sama.

34
Hukum Mendel dan Penyimpangan Semu Hukum Mendel

Soal-soal Hukum Mendel


1. Tanaman berbatang tinggi, buah kuning, dan biji bulat
disilangkan dengan tanaman berbatang pendek, buah
kuning, dan biji kisut. Semua keturunan Fl memiliki batang
pendek, buah kuning, dan biji bulat. Jika pewarisan dari
ketiga sifat tersebut sesuai dengan hukum Mendel II
(independent assortment), tentukan:
a. Perbandingan fenotip yang dihasilkan dari perkawinan
sesama F1! 

b. Perbandingan fenotip yang dihasilkan jika F1
disilangkan dengan 
tumbuhan bcrbatang tinggi,
buah hijau, dan biji bulat!

2. Lengkapilah bagan
dari persilangan
monohybrid berikut
sesuai dengan aturan
dalam hukum Mendel
I!

35
Dewa Nyoman Oka dan I Gede Sudirgayasa

3. Lengkapilah bagan dari


persilangan dihybrid
berikut sesuai dengan
aturan dalam hukum
Mendel II !

4. Diketahui biji bulat pada kacang ercis bersifat dominan


terhadap biji kisut. Seorang petani memiliki kacang ercis
yang menghasilkan biji bulat. Bagaimana cara mengetahui
kacang tersebut homozigot atau heterozigot!
5. Tentukan berapa macam gamet yang dapat dihasilkan dari
persilanga sesame organisme dengan genotip AABbCcddFF
6. Pada tanaman sejenis mentimun, warna buah oranye
(J) dominan terhadap warna buah krem 0). Persilangan
mentimun berbuah jingga dengan mentimun berbuah krem
menghasilkan mentimun berbuah jingga dan mentimun
berbuah krem dengan perbandingan 1:1.
Tentukanlah genotip dari parental yang berwarna oranye!
Jika
keturunan berbuah kuning melakukan fertilisasi sendiri, tentukanlah
rasio fenotip dari keturunannya! 


36
Hukum Mendel dan Penyimpangan Semu Hukum Mendel

7. Tentukanlah peluang memperoleh organisme dengan


genotip AaBBCcDDee dari persilangan organisme
bergenotip AABbccDdEe dengan organisme bergenotip
aaBbCcddee!
8. Tak bertanduk [P] pada sapi dominant terhadap bertanduk
[p], warna kulit merah [M] kodominan terhadap putih [m]
dimana dalam susunan heterozigot [Mm] berwarna roan.
Carilah rasio fenotip perkawinan berikut:
a. PpMm X ppMm
b. Ppmm X PpMM
c. PPMm X ppMm
9. Pada kacang kapri kotelidon kuning dominan terhadap
hijau, polong bulat dominan terhadap kisut. Jika F1 kuning
bulat di test cross diperoleh ketururan bulat kuning 310,
bulat hijau 265, kisut kuning 275, kisut hijau 270.
Buatlah diagram genotif sampai F2!
10. Marmut kuning bulu pendek dikawinkan dengan putih bulu
panjang. F1 disilang dengan F1 diperoleh F2 sebagai berikut:
30 kuning pendek, 60 krem pendek, 28 putih pendek, 10
kuning panjang, 18 krem panjang, 10 puih panjang.
a. Ceritakan sifat genetik marmut itu!
b. Kalau krem pendek disilang dengan krem panjang
melanjutkan keturunan di atas, carilah rasio fenotip
hasil persilangan tersebut!
11. Pada kacang kapri Mendel menemukan biji kuning dominan
terhadap biji hijau dan biji bulat dominan terhadap biji
kisut. Jika F1 kuning bundar di back cross, berapa bagiankah
keturunannya yang kuning bundar?

37
Dewa Nyoman Oka dan I Gede Sudirgayasa

12. Pada tomat batang tinggi [T] dominan terhadap batang ker-
dil [t], batang berbulu [B] dominan terhadap batang licin
[b]. Jika tinggi berbulu di test cross, didapat turunan 118
tinggi berbulu, 121 kerdil licin, 112 tinggi licin, 109 kerdil
berbulu. Carilah genotip individu yang di test cross itu?
13. Pada marmot bulu pendek [P] dominan terhadap panjang
[p] sedangkan bulu kuning kodominan terhadap putih yang
hasil hibridnya berwarna krem. Dikawinkan sama-sama
bulu pendek krem.
Buatlah punnet square hasil perkawinan itu. Berapa bagian
yang berbulu panjang kuning?
14. Dengan berbahan awal 2 varietas murni kacang kapri: biji
bulat hijau [BBkk] dan biji kisut kuning [bbKK], carilah
cara hibrid yang paling mudah dan cepat didapat (paling
sedikit generasi), agar didapatkan kacang kapri yang
bijinya murni homozigot bundar kuning!
15. Seorang peneliti menyilangkan galur murni kacang kapri
berbiji bulat warna kuning (BBKK) dan biji keriput warna
hijau (bbkk). Persilangan dilakukan sampai mendapat
keturunan F2 yang menhasilkan biji sejumlah 3.200 buah.
Berapakah jumlah biji:
a. warna kuning
b. bulat
c. bulat warna kuning
d. bulat warna hijau
e. keriput warna hijau

38
III
PENYIMPANGAN SEMU HUKUM MENDEL

P
enyimpangan Semu Hukum Mendel merupakan suatu
bentuk persilangan yang dapat menghasilkan rasio fenotip
yang berbeda dengan dasar dihibrid berdasarkan hukum
Mendel. Fenotip sendiri merupakan suatu karakteristik yang bisa
diamati dari suatu organisme yang dapat diatur oleh genotip dengan
lingkungan atau interaksi antar keduanya. Karakteristik dari fenotip
mencangkup biokimia, struktural, perilaku, dan fisiologis serta
dari berbagai tingkat gen dari suatu organisme. Kenapa disebut
penyimpangan semu? Disebut semu karena sebenarnya hukum
mendel masih berlaku dalam pola pewarisan tersebut, hanya
terdapat sedikit kelainan akibat sifat gen-gen yang unik.
Pada umumnya, gen memiliki pekerjaan sendiri-sendiri
untuk menumbuhkan karakter/sifat. Tapi ada beberapa gen yang
berinteraksi atau dipengaruhi oleh gen lain untuk menumbuhkan
sifat. Gen-gen tersebut mungkin terdapat pada kromosom yang
sama atau mungkin pula pada kromosom yang berbeda. Interaksi
antargen akan menimbulkan perbandingan fenotipe yang
keturunannya menyimpang dari penemuan Mendel. Perbandingan
fenotip seperti 3:1 dan 9:3:3:1, pada turunan generasi F2 tidak
selalu ditemukan. Misalnya pada suatu pembastaran diperoleh hasil
turunan generasi F2 dengan perbandingan 9:7 atau 9:3:4, bukan
9:3:3:1. Penyimpangan yang terjadi seperti itu disebut sebagai
penyimpangan semu dari temuan Mendel karena sebenarnya

39
Dewa Nyoman Oka dan I Gede Sudirgayasa

perbandingan yang diperoleh seperti di atas dapat dilihat sebagai


perbandingan gabungan dari perbandingan 9:3:3:1 yang ada.
Perbandingan 9:7 merupakan perbandingan 9:(3+3+1), dan
perbandingan 9:3:4 merupakan perbandingan 9:3:(3+1).
Interaksi gen yang menyebabkan terjadinya penyim­pangan
semu hukum Mendel dimasa Mendel belum dikenal. Setidaknya
tidak pernah dia laporkan, meski mungkin pernah ia temukan.
Adanya interaksi gen ini ditemukan pertama kali oleh William
Bateson (1861-1926) dan R.C. Punnet tahun 1906. Diikuti oleh
H. Nilsson-Ehle (1873-1949) dan E.M. East tahun1913. Interaksi
gen yang menyebabkan terjadinya penyimpangan hukum Mendel
terdapat beberapa bentuk, yaitu kriptomeri, polimeri, epistasis, dan
komplementer.

1. Kriptomeri
Kriptomeri pada Jengger Ayam
Interaks yang menyembunyikan karakter yang terdapat pada
leluhur disebut atavisme. Kriptomeri pada pial (jengger) ayam
diungkap pertama kali oleh W. Bateson dan R.C. Punnet. Karakter
jengger tidak hanya diatur oleh satu gen, tetapi oleh dua gen yang
berinteraksi. Ada 4 macam bentuk jennger yaitu (a) tunggal (single)
terdapat pada ayam Leghorn; (b) mawar (rose) terdapat pada ayam
Wyandotte; (c) kacang (pea) terdapat pada ayam Brahma; (d)
walnut terdapat pada ayam silangan Malaya.
Keempat macam jawer itu ditentukan olem kombinasi kedua
macam gen di atas bersama alel masing-masing. Gen-gen itu adalah
R-r dan P-p. R dari rose, P dari Pea. Ayam Wyandotte bergenotipe
RRpp, Brahma rrPP, dan walnut RrPp, yang terjadi dari persilangan

40
Hukum Mendel dan Penyimpangan Semu Hukum Mendel

antara kedua ras di atas. Ayam Leghorn bergenotipe rrpp, berjawer


tunggal.
Jika P Wyandotte dan Brahma, maka pada generasi F1 karakter
jawer kedua induk hilang atau tersembunyi, muncul karakter jawer
baru walnut. Jika generasi F1 dikawinkan sesamanya maka generasi
F2 terdidiri dari empat kelas, dimana perbandingan Fenotipnya
ialah 9:3:3:1 antara walnut : mawar : kacang : tunggal. Berarti pada
generasi F2 karakter induk (leluhur) muncul kembali. Inilah yang
dimaksud dengan atavisme atau kriptomeri. Suatu karakter yang
suatu ketika tersembunyi, pada keturunan berikut akan muncul
kembali seperti pada leluhur.

Gambar 3.1 (a) Single (rr pp), (b) Rose ( R- pp ), (c) Pea ( rr P-)
dan (d) walnut ( R- P- ). (Photos by Freyja Imsland (A–C) and
David Gourichon (D). doi:10.1371/journal.pgen.1002775.g001)

41
Dewa Nyoman Oka dan I Gede Sudirgayasa

Gambar 3.2. Interaksi Gen Antara Alel R Dengan Alel P


Dalam Penentuan Model Pial Ayam (Efendi, 2020).

Berdasarkan hasil persilangan tersebut, kita mendapatkan


rasio fenotipe sebagai berikut: 9 Walnut : 3 Ros : 3 Pea : 1 Singel.
Berbeda dengan persilangan yang dilakukan oleh Mendel dengan
kacang ercisnya maka sifat dua buah bentuk jengger dalam satu
ayam sangatlah ganjil. Dengan adanya interaksi antara dua gen
dominan dan gen resesif seluruhnya akan menghasilkan variasi
fenotipe baru, yakni ros dan pea. Gen dominan R yang berinteraksi
dengan gen resesif P akan menghasilkan bentuk jengger ros dan gen
resesif r yang bertemu dengan gen dominan P akan menghasilkan
bentuk jengger pea.

42
Hukum Mendel dan Penyimpangan Semu Hukum Mendel

Kriptomeri pada Bunga Linaria maroccana


Salah satu penyimpangan dari hukum Mendel adalah
adanya kriptomeri, yaitu gen dengan sifat dominan yang hanya
akan muncul jika hadir bersama dengan gen dominan lainnya.
Peristiwa ini pertama kali diamati oleh Correns pada saat pertama
kali mendapatkan hasil perbandingan persilangan bunga Linaria
maroccana dari galur alaminya yaitu warna merah dan putih.
Hasil F1 dari persilangan tersebut ternyata menghasilkan bunga
berwarna ungu seluruhnya. Dari hasil persilangan antara generasi F1
berwarna ungu ini, dihasilkan generasi Linaria maroccana dengan
perbandingan F2 keseluruhan antara bunga warna ungu : merah :
putih adalah 9 : 3 : 4. Setelah dilakukan penelitian, warna bunga
merah ini disebabkan oleh antosianin, yakni suatu pigmen yang
berada dalam bunga. Bunga berwarna merah diidentifikasi sebagai
bunga yang tidak memiliki antosianin.
Dari penelitian lebih jauh, ternyata warna merah disebabkan
oleh antosianin yang hadir dalam kondisi sel yang asam dan jika
hadir dalam kondisi basa akan dihasilkan bunga dengan warna
ungu. Bunga tanpa antosianin akan tetap berwarna putih jika hadir
dalam kondisi asam ataupun basa. Bunga merah ini bersifat dominan
terhadap bunga putih yang tidak berantosianin. Jika kita misalkan
bunga dengan antosianin adalah A dan bunga tanpa antosianin
adalah a, sedangkan pengendali sifat sitoplasma basa adalah B dan
pengendali sitoplasma bersuasana asam adalah b, persilangan antara
bunga putih dengan bunga merah hingga dihasilkan keturunan
kedua adalah sebagai berikut.

43
Dewa Nyoman Oka dan I Gede Sudirgayasa

AABB, 2 AABb, 2 AaBB, 4 AaBb = 9 ungu


AAbb, 2 Aabb = 3 merah
aaBB, 2 aaBb, aabb = 4 putih

Gambar 3.3 Linaria maroccana (google.com)

44
Hukum Mendel dan Penyimpangan Semu Hukum Mendel

2. Polimeri
Salah satu tujuan dari persilangan adalah menghasilkan varietas
yang diinginkan atau hadirnya varietas baru. Dari persilangan yang
dilakukan oleh Nelson Ehle pada gandum dengan warna biji merah
dengan putih, ia menemukan variasi warna merah yang dihasilkan
pada keturunannya. Peristiwa ini mirip dengan persilangan dihibrid
tidak dominan sempurna yang menghasilkan warna peralihan
seperti merah muda. Hanya saja, warna yang dihasilkan ini tidak
hanya dikontrol oleh satu pasang gen saja, melainkan oleh dua gen
yang berbeda lokus, namun masih memengaruhi terhadap sifat
yang sama. Peristiwa ini dinamakan dengan polimeri. Pada contoh
kasus persilangan antara biji gandum berwarna merah dengan biji
gandum berwarna putih dapat Anda perhatikan pada bagan berikut.

Hasil persilangan di atas menghasilkan perbandingan


fenotipe 15 kulit biji berwarna merah dan hanya satu kulit biji

45
Dewa Nyoman Oka dan I Gede Sudirgayasa

berwarna putih. Warna merah dihasilkan oleh gen dominan yang


terkandung di dalam gandum tersebut, baik M1 maupun M2. Pada
kenyataannya, warna merah yang dihasilkan sangat bervariasi,
mulai dari warna merah tua, merah sedang, merah muda, hingga
merah pudar mendekati putih. Semakin banyak gen dominan yang
menyusunnya, semakin merah juga warna kulit gandum tersebut.

Peristiwa polimeri ini melibatkan beberapa gen yang berada


di dalam lokus berbeda namun memengaruhi satu sifat yang sama.
Pada kasus warna kulit biji gandum ini, efek dari hadirnya gen
dominan bersifat akumulatif terhadap penampakan warna merah.
Jadi, semakin banyak gen dominan pada organisme, akan semakin
merah juga dihasilkan warna kulit biji gandumnya.

46
Hukum Mendel dan Penyimpangan Semu Hukum Mendel

Gambar 3.4 Gandum (google.com)

3. Epistasis dan Hipostasis


Dalam interaksi beberapa gen ini, kadang salah satu gen
bersifat menutupi baik terhadap alelnya dan alel lainnya. Sifat ini
dikenal dengan nama epistasis dan hipostatis. Epistasis adalah sifat
yang menutupi, sedangkan hipostasis adalah sifat yang ditutupi.
Pasangan gen yang menutup sifat lain tersebut dapat berupa gen
resesif atau gen dominan. Apabila pasangan gen dominan yang
menyebabkan epistasis, prosesnya dinamakan dengan epistasis
dominan, sedangkan jika penyebabnya adalah pasangan gen
resesif, prosesnya dinamakan dengan epistasis resesif. Peristiwa
dominan epistasis ini dapat ditemukan pada pembentukan warna
kulit biji tanaman sejenis gandum dan pembentukan warna kulit
labu (Cucurbita pepo). Sedangkan peristiwa resesif epistasis dapat
ditemukan pada pembentukan warna rambut tikus.

47
Dewa Nyoman Oka dan I Gede Sudirgayasa

3.1 Epistasis pada Warna Kulit Biji Gandum


Pada pembentukan warna kulit biji gandum, Nelson Ehle
menyilangkan dua varietas gandum warna kulit biji hitam dengan
warna kulit biji kuning. Nelson Ehle adalah seorang peneliti yang
pertama kali mengamati pengaruh epistasis dan hipostatis pada
pembentukan warna kulit biji gandum. Hasil pengamatannya
menunjukkan bahwa 100% warna kulit biji yang dihasilkan adalah
hitam. Pada persilangan sesama generasi F2, dihasilkan gandum
dengan kulit biji berwarna hitam, kuning, dan putih. Perbandingan
fenotipenya dapat diperhatikan pada diagram persilangan berikut
ini.


Dari diagram tersebut dapat kita peroleh perbandingan
fenotipenya, yaitu 12 hitam : 3 kuning : 1 putih. Dapat dilihat pada
persilangan ini, setiap kemunculan gen H dominan maka fenotipe
yang dihasilkannya adalah langsung warna biji hitam. Warna biji

48
Hukum Mendel dan Penyimpangan Semu Hukum Mendel

kuning hanya akan hadir apabila gen dominan K bertemu dengan


gen resesif h, sedangkan warna putih disebabkan oleh interaksi
sesama gen resesif. Dengan demikian, gen dominan H bersifat
epistasis terhadap gen K sehingga peristiwa ini dinamakan dengan
epistasis dominan.

3.2 Epistasis pada Pembentukan Warna Kulit Labu (Cucurbita


pepo)
Epistasis dominan terlihat pada interaksi 2 lokus yang
menentukan warna buah pada labu yang umumnya ditemukan salah
satu dari 3 warna labu: kuning, putih atau hijau. Ketika tanamn
homozigot warna putih disilangkan dengan tanaman homozigot
hijau, pada generasi F1 dihasilkan tanaman dengan buah berwarna
putih semua. Dan persilangan sesama tanaman F1 dihasilkan
kombinasi seperti pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5 Fenomena Epistasis Dominan Ada


Persilangan Labu (Pierce, 2016)

49
Dewa Nyoman Oka dan I Gede Sudirgayasa

Pada persilangan tersebut dihasilkan perbandaing 12 : 3 : 1


(putih : kuning : hijau], hasil ini menunjukkan bahwa sifat warn kulit
buah labu ditentukan oleh 2 alel berbeda seperti halnya pesilangan
dihibrid hukum Mendel. Namun perbandingan fenotip keturunanan
F2 tidak lagi 9 : 3 : 3 : 1, bagaimana hal tersebut dapat terjadi?.
Penjelasannya adalah karena salah satu dari alel bersifat menutupi
efek dari alel lainnya dalam jalur biokimia pembentukan zat warna.
Ilustrasinya sebagi berikut. Misalnya alel W mewakili alel dominan
yang menghambat proses pembentukan zat warna yang dikode oleh
alel Y. Kedua alel berada dalam satu jalur biokimia pembentukan
zat warna buah labu. Ilustrasinya ditunjukan pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Jalur Biokimia Pembentukan Zat Warna pada


Buah Labu Yang Melibatkan 2 Alel (W dan Y). (Pierce, 2016)

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa warna hijau akan


muncul hanya jika alel ww yang ada pada tanaman labu. Begitu juga
untuk warna kuning hanya akan muncul jika alel Y dimiliki oleh

50
Hukum Mendel dan Penyimpangan Semu Hukum Mendel

tanaman labu dan alel ww resesif homozogot. Namun jika tanaman


memilik alel W dominan, maka warna labu akan menjadi putih
tanpa melihat kondisi alel Y. Pada fenomena ini, alel W bersifat
epistasis dominan terhadap alel Y_ maupun yy.

3.3 Epistasis pada Warna Rambut Tikus


Peristiwa epistasis lainnya dapat ditemukan pada pembentukan
warna rambut tikus. Warna hitam pada rambut tikus disebabkan oleh
adanya gen R dan C bersama, sedangkan warna krem disebabkan
oleh rr dan C. Apabila terdapat gen cc, akan dihasilkan warna
albino. Perhatikan diagram berikut.

Keterangan : Persilangan antar tikus berwarna hitam homozigot dengan


tikus berwarna albino menghasilkan generasi pertama F1 tikus berwarna
hitam semua. Berdasarkan hasil persilangan kedua, ternyata dihasilkan
rasio fenotipe 9 hitam : 3 krem : 4 albino. Kita dapat melihat, adanya
gen resesif cc menyebabkan semua warna rambut tikus albino. Adapun
kombinansi gen dominan menyebabkan warna hitam. Hadirnya gen
dominan C menyebabkan warna rambut tikus krem.

51
Dewa Nyoman Oka dan I Gede Sudirgayasa

Gambar 3.7 Tikus Albino (google.com)

4. Komplementer
Salah satu tipe interaksi gen-gen pada organisme adalah saling
men- dukung munculnya suatu fenotipe atau sifat. W. Bateson
dan R.C. Punnet yang bekerja pada bunga Lathyrus odoratus
menemukan kenyataan ini. Mereka melakukan persilangan sesama
bunga putih dan menghasilkan keturunan F2 bunga berwana ungu
seluruhnya. Pada persilangan bunga-bunga berwarna ungu F2,
ternyata dihasilkan bunga dengan warna putih dalam jumlah yang
banyak dan berbeda dengan perkiraan sebelumnya, baik hukum
Mendel atau sifat kriptomeri. Penelitian lebih lanjut yang dilakukan
oleh keduanya mengungkapkan ada dua gen yang berinteraksi
memengaruhi warna bunga, yakni gen yang mengontrol munculnya
bahan pigmen (C) dan gen yang mengaktifkan bahan tersebut (P).
Jika keduanya tidak hadir bersamaan, tentu tidak saling melengkapi
antara sifat satu dengan yang lainnya dan menghasilkan bunga dengan

52
Hukum Mendel dan Penyimpangan Semu Hukum Mendel

Warna putih (tidak berpigmen). Apabila tidak ada bahan pigmen,


tentu tidak akan muncul warna, meskipun ada bahan pengaktif
pigmennya. Begitupun sebaliknya, apabila tidak ada pengaktif
pigmen maka pigmen yang telah ada tidak akan dimunculkan
dan tetap menghasilkan bunga tanpa pigmen (berwarna putih).
Persilangan yang dilakukan oleh Bateson dan Punnet dapat diamati
pada diagram berikut ini.

Keterangan : warna ungu muncul akibat adanya pigmen ( gen C) bertemu


dengan enzim pengaktif pigmen (gen P). jika salah tidaka ada apalagi
keduanya maka yang muncul warna putih. Akibatnya rasio fenotip F2
Menjadi 9 ungu : 7 putih (albino dank rem)

Sifat yang dihasilkan oleh interaksi gen yang saling


melengkapi dan bekerja sama ini dinamakan dengan komplementer.
Ketidakhadiran sifat dominan pada suatu pasangan gen tidak akan
memunculkan sifat fenotipe dan hanya akan muncul apabila hadir
bersama-sama dalam pasangan gen dominannya.

53
Dewa Nyoman Oka dan I Gede Sudirgayasa

Gambar 3.8 Lathyrus odoratus (google.com)

54
Hukum Mendel dan Penyimpangan Semu Hukum Mendel

Soal-soal Penyimpangan Semu Hukum Mendel


1. Pada ayam interaksi gen R-r dan B-b adalah sebagai berikut:
RB jawer walnut, Rb ros, rB biji, rb bilah carilah ratio tipe
bentuk jawer anak-anak ayam dari perkawinan berikut:
(a) RrBb X rrBb;
(b) Rrbb X Rr BB
2. Pada pernyilangan bunga Linaria marocana bunga
merah (AAbb) dengan bunga putih (aaBB) menghasilkan
bunga ungu (AaBb). Jika F1 disilangkan dengan bunga
merah (Aabb), Berapakah ratio fenotif F2-nya antara
ungu:merah:putih
3. Pada gandum 3 pasang gen berinteraksi secara kumulatif
untuk menumbuhkan warna biji merah W1w1, W2w2, W3w3.
Jika ketiga alela alela dominan W1, W2, W3 hadir semua,
warna merahnya lebih gelap dari pada hanya 2 atau1saja.
Jika yang hadir hanya alela resesif tak satupun alela
dominan, warna biji gandum putih. Carilah rasio fenotipe
F2 antara merah dan putih jika F1 menyerbuki sendiri. F1 itu
adalah:
(a) W1w1, W2w2, W3w3;
(b) W1w1, w2w2, W3W3.
4. Pada tomat 2 pasang gen mengatur warna buah matang:
R=daging merah, r=daging kuning, Y=kulit kuning, kulit
putih. Terjadi interaksi antara gen-gen itu sebagai berikut:
RY merah, Ry merah muda, rY kuning, dan ryk rem. Carilah
rasio fenotipe persilangan berikut:
(a) Rryy (merah muda) X rrYy (kmuning);
(b) RrYy (merah) X rryy krem);
(c) RrYY (merah) X Rryy (merah muda);

55
Dewa Nyoman Oka dan I Gede Sudirgayasa

(d) RRYy (merah) X rrYy (kuning).


5. Marmot kuning bulu pendek dikawinkan dengan putih-
panjang. Generasi F1 disilang sesamanya. Diperoleh
generasi F2 sebagai berikut 15 kuning-pendek, 29 krem-
pendek, 14 putih-pendek, 5 kuning-panjang, 9 krem-
panjang, 5 puti-panjang. Ceritakanlah sifat genetis bulu
itu. Kalau marmut krem-panjang dikawinkan sesamanya
melanjutkan keturunan di atas, carilah rasio fenotipe
keturunannya.
6. Sejenis tanaman bunga merah disilang dengan yang ber-
bunga putih. F1 semua merah, F2 yang didapat dari perka-
winan interse adalah sebagai berikut 92 merah, 30 krem, 39
putih. Terangkanlah sifat genetis karakter bunga itu.
7. Pigmen pada Tikus Fur hanya akan diproduksi ketika tikus
memiliki alel C. Individu dengan genotip cc berwarna
putih. Sedangkan warna pada tikus ditentukan oleh alel
A dan a. AA atau Aa akan menghasilkan warna agouti,
sedangkan aa menghasilkan warna hitam. (a) Bagaimana
rasio genotip dan fenotipnya keturunan (F1 and F2) jika
dilakukan persilangan antara tikus berfenotip AACC dan
aacc? (b) Pada 3 persilangan terpisah, betina agouti dengan
genotip tidak diketahui disilangkandenganjantanbergenotip
aacc. Dari 3 persilangantersebutdihasilan keturunan dengan
rasio fenotip sebagai berikut:

Tentukan genotip induk-induk betinanya !

56
DAFTAR PUSTAKA

Aryulina, D., Musim, C., Manaf, S., Winarni, E. E. 2004. Biologi


SMA. Jakarta: Erlangga

Brooker , Robert J. et al.. 2011. Biology 2nd ed. USA: The McGraw-
Hill Companies, Inc

Campbell, Neil A. 2008. Biologi Edisi Kedelapan jilid 1. Jakarta:


Erlangga

Campbell, Neil A. 2008. Biologi Edisi Kedelapan jilid 2. Jakarta:


Erlangga

Efendi, Y. 2020. Buku Ajar Genetika. Magelang: Pustaka Rumah


Cinta.

Ferdinan P, Fictor & Ariebowo, Moekti. 2009. Praktis Belajar


Biologi 3 : untuk Kelas XII Sekolah Menengah Atas/
Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta:
Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional

Kresnoadi. 2018. Keanekaragaman Hayati Tingkat Genetik,


Individu dan Ekosistem. Jakarta: Ruang Guru

Orel, V. 1991. Mendel Bapak Genetika Modern. Jakarta; PT


Temprint

Pierce, B. A. 2016. Genetiks Essentials Concepts and Connections.


3rd edn. New York: W.H Freeman & Company.

Raven, Peter H., et al. 2011. Biology 9th ed. USA: The McGraw-
Hill Companies, Inc

57
Sembiring, Langkah & Sudjino. 2009. Biologi : Kelas XII untuk
SMA dan MA. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen
Pendidikan Nasional

Starr, C. et al. 2011. Biology: Concepts and Applications, Eighth


Editionr. USA: Cengage Learning, Inc

Taiz, L. & Eduardo, S. 2002. Plant Physiology, 3rd ed . Sunderland:


Sinauer Associates.

Yatim, W. 1980. Genetika. Bandung: Tarsito

58
INDEKS

A ercis 3, 13, 14, 15, 16, 19, 20, 21,


24, 28, 29, 30, 31, 36
albino 51, 53 Ercis 14, 15, 32
Albino 52 Erich Von Tschermak 2
Austria 13
F
B
fenotip 5, 6, 7, 8, 19, 21, 24, 25,
Bali ii 26, 30, 32, 35, 36, 37, 39,
Belanda 1 50, 53, 56
Brno 2, 3 Fenotip 7, 39
C G
Carl Correns 2 Galur Murni 9, 60
Ceko 13 Gen v, 4, 8, 9, 39, 40, 42, 60
Copernicus 4 genetika 1, 2, 4, 5, 24
Correns 2, 43 Genetika 57, 58
cytoplasmic inheritance 2

D H
Darwin 3 hibrid 8, 9, 17, 38
Digram Anak Garpu 33, 60 Hibrid 8
DNA 1, 2, 5 Hipostasis v, 47, 60
dominan 6, 8, 17, 21, 22, 23, 24, H. Nilsson-Ehle 40
25, 36, 37, 38, 42, 43, 45, 46, Hugo de Vries 2
47, 48, 49, 50, 51, 53, 55, 60 Hukum Mendel 13
Dominan 8, 49 Hukum Segregasi Mendel 13, 16,
60
E
E.M. East 40 I
epistasis 40, 47, 48, 49, 51 Intermediate 25, 26, 60
Epistasis 47, 48, 49, 51 Intermediet 8, 60

59
J Persilangan Monohibrida 19, 23,
60
Jerman 2 Persilangan Trihibrid v, 31, 33, 60
polimeri 40, 45, 46
K
Polimeri 45
Keanekaragaman v, 9, 10, 57
Keaneka Ragaman Jenis 10 R
Ko-dominan 25, 60 R.C. Punnet 40, 52
komplementer 40, 53 resesif 6, 8, 17, 21, 22, 24, 25, 42,
Komplementer 52 47, 49, 51, 55
Kriptomeri v, 40, 43, 60 Resesif 8
kromatin 4 reverse transcription 2
RNA 2
M
rolling circle replication 2
Mendel, G.J. 13, 14, 15, 16, 17, 35,
36, 37, 39, 40, 42, 43, 50, 52, S
55, 57 Stern 7
Mendelian inheritance 2
U
N
University of Vienna 13
Nelson Ehle 45, 48
W
P
William Bateson 4, 40
Penyimpangan Semu 39, 55
persilangan dihibrid 28, 33, 45

60
TENTANG PENULIS

Prof. Dr. Drs. Dewa Nyoman Oka, M.Pd


lahir di Denpasar, Bali pada tanggal 12
Desember 1958. Menyelesaikan pendidikan
SD di Desa Mambal, SMP di Abiansemal,
dan SMA di Denpasar tahun 1977. Sarjana
Muda dan Sarjana (S-1) ditempuh pada
Jurusan Pendidikan Biologi di FKIP
Universitas Udayana di Singaraja pada
tahun 1978 hingga 1983. Meraih gelar Megister Pendidikan dengan
Predikat Lulusan Terbaik pada bidang Ilmu Pendidikan Biologi Program
Pasca Sarjana IKIP Malang tahun 1993. Sebagai lulusan tercepat dengan
predikat Cum Laude pada Program Pasca Sarjana Program Doktor
Program Studi Ilmu Kedokteran Universitas Udayana tahun 2011.
Diangkat sebagai Dosen Kopertis Wilayah VIII yang di­pekerjakan
pada IKIP Saraswati Tabanan tahun 1984. Jabatan yang pernah diemban
di IKIP Saraswati Tabanan mulai dari Ketua Jurusan, Sekretaris Dekan,
Dekan, Pembantu Rektor, dan terakhir sebagai Rektor sejak tahun 2010
hingga sekarang. Kini duduk sebagai pengurus Asosiasi Perguruan Tinggi
Swasta Indonesia (APTISI) Wilayah VIII A Bali dan pengurus wilayah
Asosiasi Dosen Indonesia (ADI) Provinsi Bali, serta juga sebagai pengurs
dewan pengurus wilayah (DPW) Aliansi Relawan Perguruan Tinggi Anti
Penyalahgunaan Narkoba (ARTIPENA) Provinsi Bali masa bakti tahun
2019-2021. Buku yang telah diterbitkan, antara lain Implementasi Strategi
Pembelajaran Kooperatif Jigsaw Bermodul, Meningkatkan Pemahaman
dan Perilaku Pencegahan Demam Berdarah Dengue pada Pebelajar
SMPN Abiansemal (2017).

61
I Gede Sudirgayasa, S.Pd., M.Pd.
lahir di Tabanan Bali pada tanggal 22
Juli 1986. Menyelesaikan pendidikan
S1 di IKIP Saraswati Tabanan pada
program studi pendidikan biologi pada
tahun 2009. Tahun 2014 meraih gelar
megister pada program studi pendidikan
IPA program pascasarjana Universitas
Pendidikan Ganesha. Sejak 2009 mulai diangkat sebagai dosen tetap
yayasan pada program studi pendidikan biologi di IKIP Saraswati
Tabanan. Selain aktif sebagai dosen, juga aktif mengembangkan
media pembelajaran biologi melalui kanal Youtube Dirga Biology
Channel.

62

Anda mungkin juga menyukai