Pleura viseralis: terletak disebelah dalam, yang melekat pada permukaan paru.
2.
Pleura parietalis: terletak disebelah luar, yang berhubungan dengan dinding dada.
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi efusi pleura adalah 320 kasus per 100.000 orang di negara-negara maju, dengan
distribusi etiologi terkait dengan prevalensi penyakit yang mendasarinya. Secara umum, kejadian
efusi pleura sama antara laki-laki dan perempuan. Sekitar dua per tiga efusi pleura ganas terjadi
pada perempuan. Efusi pleura ganas berhubungan secara signifikan dengan keganasan payudara
dan ginekologi.3
ETIOLOGI
1. Berdasarkan Jenis Cairan
Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui pengukuran kadar
Laktat Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan, pleura.1,4
PARAMETER
Warna
BJ
Jumlah sel
TRANSUDAT
Jernih
< 1,016
Sedikit
EKSUDAT
Keruh, darah
> 1,016
Banyak (> 500 sel/mm2)
Jenis sel
Rivalta
Glukosa
Protein
Negatif
= GD plasma
< 2,5 g/dl
Positif
<GD plasma
>2,5 g/dl
2) Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang
berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen. Bakteri penyebab
dapat
merupakan
bakteri
aerob
maupun
anaerob
(Streptococcus
paeumonie,
Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb pada hemothoraks
selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah hemothorak yang baru diaspirasi tidak
membeku beberapa menit. Hal ini mungkin karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan
fibrinnya diambil oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka biasanya
darah tersebut berasal dari trauma dinding dada.
PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura berfungsi
untuk melicinkan kedua pleura viseralis dan pleura parietalis yang saling bergerak karena
pernapasan. Dalam keadaan normal juga selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura
melalui kapiler pleura parietalis dan diabsorpsi oleh kapiler dan saluran limfe pleura parietalis
dengan kecepatan yang seimbang dengan kecepatan pembentukannya.4
Gangguan yang menyangkut proses penyerapan dan bertambahnya kecepatan proses
pembentukan cairan pleura akan menimbulkan penimbunan cairan secara patologik di dalam
rongga pleura. Mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya efusi pleura yaitu:4
1). Kenaikan tekanan hidrostatik dan penurunan tekan onkotik pada sirkulasi kapiler
2). Penurunan tekanan kavum pleura
3). Kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran limfe dari rongga pleura.
Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh peradangan. Bila
proses
radang
oleh
kuman
piogenik
akan
terbentuk
pus/nanah,
sehingga
terjadi
empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan
hemothoraks. Proses terjadinya pneumothoraks karena pecahnya alveoli dekat parietalis sehingga
udara akan masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini sering disebabkan oleh trauma dada atau
alveoli pada daerah tersebut yang kurang elastik lagi seperti pada pasien emfisema paru.4
PENEGAKAN DIAGNOSIS
1. Anamnesa :
Sesak napas
Batuk
Nyeri dada, nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi jika penyakit pleura
Perlu ditanyakan factor resiko dan gejala dari etiologi penyakit, seperti gejala-gejala pada :
Inspeksi :pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena. Ruang
1. Foto thoraks
Pada foto dada posterior anterior (PA) permukaan cairan yang terdapat dalam rongga
pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi
dari pada bagian medial, tampak sudut kostrofrenikus menumpul. Pada pemeriksaan foto dada
posisi lateral dekubitus, cairan bebas akan mengikuti posisi gravitasi.
5
2. Torakosentesis.
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) sebagai sarana diagnostik maupun terapeutik.
Pelaksanaannya sebaiknya dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela
iga garis aksilaris posterior dengan jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura
sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap aspirasi.
PENATALAKSANAAN
Tatalaksana
Tatalaksana pada efusi leura bertujuan untuk menghilangkan gejala nyeri dan sesak yang
dirasakan pasien, mengobati penyakit dasar, mencegah fibrosis pleura, dan mencegah
kekambuhan.5
Aspirasi cairan pleura
Aspirasi cairan pleura (torakosintesis) berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun
terapeutik.Berikut ini cara melakukan torakosentesis :
Pasien dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau diletakkan di atas bantal. Jika
tidak mungkin duduk, aspirasi dapat dilakukan dalam posisi tidur terlentang.
Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di daerah sedikit medial
dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media di bawah batas suara sonor dan redup.
Setelah dilakukan anestesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan jarum ukuran besar,
KLASIFIKASI
Berdasarkan gambaran histopatologisnya, limfoma dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:5
a. Limfoma Hodgkin (LH)
Limfoma jenis ini memiliki dua tipe. yaitu tipe klasik dan tipe nodular predominan limfosit, di
mana limfoma hodgkin tipe klasik memiliki empat subtipe menurut Rye, antara lain:
Nodular Sclerosis
Lymphocyte Predominance
Lymphocyte Depletion
Mixed Cellularity
Ada empat tumor dalam kategori ini, yaitu limfoma folikuler sel besar, limfoma
difus sel belah kecil, limfoma difus campuran sel besar dan kecil, dan limfoma
difus sel besar.
Perbedaan antara LH dengan LNH ditandai dengan adanya sel Reed-Sternberg yang
bercampur dengan infiltrat sel radang yang bervariasi. Sel Reed-Sternberg adalah suatu sel besar
berdiameter 15-45 mm, sering berinti ganda (binucleated), berlobus dua (bilobed), atau berinti
banyak (multinucleated) dengan sitoplasma amfofilik yang sangat banyak. Tampak jelas di
dalam inti sel adanya anak inti yang besar seperti inklusi dan seperti mata burung hantu (owleyes), yang biasanya dikelilingi suatu halo yang bening.5
(a)
(b)
Gambar 3. Gambaran histopatologis (a) Limfoma Hodgkin dengan Sel Reed Sternberg dan (b) Limfoma
Non Hodgkin6
EPIDEMIOLOGI
Pada tahun 2002, tercatat 62.000 kasus LH di seluruh dunia. Di negara-negara
berkembang ada dua tipe limfoma hodgkin yang paling sering terjadi, yaitu mixed cellularity dan
limphocyte depletion, sedangkan di negara-negara yang sudah maju lebih banyak limfoma
hodgkin tipe nodular sclerosis. Limfoma hodgkin lebih sering terjadi pada pria daripada wanita,
dengan distribusi usia antara 15-34 tahun dan di atas 55 tahun.1
Berbeda dengan LH, LNH lima kali lipat lebih sering terjadi dan menempati urutan ke-7
dari seluruh kasus penyakit kanker di seluruh dunia. Secara keseluruhan, LNH sedikit lebih
banyak terjadi pada pria daripada wanita. Rata-rata untuk semua tipe LNH terjadi pada usia di
atas 50 tahun.6
Di Indonesia sendiri, LNH bersama-sama dengan LH dan leukemia
menduduki urutan keenam tersering. Sampai saat ini belum diketahui
sepenuhnya mengapa angka kejadian penyakit ini terus meningkat. Adanya
hubungan yang erat antara penyakit AIDS dan penyakit ini memperkuat
dugaan adanya hubungan antara kejadian limfoma dengan kejadian infeksi
sebelumnya.4
Tabel 1. Prevalensi dan Estimasi Jumlah Penderita Limfoma pada Penduduk di Indonesia
Menurut Provinsi Tahun 2013
limfoma
berdasarkan
hasil
wawancara
mengenai
diagnosis
deteksi
dini
kanker,
khususnya
limfoma,
serta
menambah
ETIOLOGI
Penyebab limfoma hodgkin dan non-hodgkin sampai saat ini belum
diketahui secara pasti1,2,6. Beberapa hal yang diduga berperan sebagai
penyebab penyakit ini antara lain:
a. Infeksi (EBV, HTLV-1, HCV, KSHV, dan Helicobacter pylori)
b. Faktor lingkungan seperti pajanan bahan kimia (pestisida, herbisida,
bahan kimia organik, dan lain-lain), kemoterapi, dan radiasi.
c. Inflamasi kronis karena penyakit autoimun
d. Faktor genetik
11
Limpa berada di kuadran kiri atas abdomen. Tidak seperti jaringan limfoid lainnya, darah
juga mengalir melewati limpa. Hal ini dapat membantu untuk mengontrol volume darah dan
jumlah sel darah yang bersirkulasi dalam tubuh serta dapat membantu menghancurkan sel darah
yang telah rusak.2
PATOFISIOLOGI
Ada empat kelompok gen yang menjadi sasaran kerusakan genetik
pada
sel-sel
tubuh
manusia,
termasuk
sel-sel
limfoid,
yang
dapat
tumor
adalah
gen
yang
dapat
menekan
proliferasi
sel
13
GEJALA KLINIS
Baik tanda maupun gejala limfoma hodgkin dan limfoma non-hodgkin
dapat dilihat pada tabel berikut ini.1,7
14
Limfoma Non-Hodgkin
Asimtomatik limfadenopati
Gejala
Anamnesis
sistemik
Asimtomatik limfadenopati
(demam Gejala
sistemik
(demam
BB turun)
BB turun)
Urinary tract.
tulang
atau
nyeri
punggung
Pemeriksaan Fisik
perifer
Hepatomegali
&
Splenomegali
Hepatomegali
&
Massa di abdomen dan testis
Splenomegali
Sindrom Vena Cava Superior
Gejala susunan saraf pusat
(degenerasi
serebral
dan
neuropati)
Selain tanda dan gejala di atas, stadium limfoma maligna secara klinis
juga dapat ditentukan berdasarkan klasifikasi Ann Arbor yang telah
dimodifikasi Costwell.1,3,6
Tabel 3. Klasifikasi Limfoma Menurut Ann Arbor yang telah dimodifikasi oleh Costwell1,3,6
Keterlibatan/Penampakan
Stadium
I
Kanker mengenai 1 regio kelenjar getah bening atau 1 organ ekstralimfatik (IE)
II
Kanker mengenai lebih dari 2 regio yang berdekatan atau 2 regio yang letaknya
III
IV
Suffix
A
B
mediastinum dengan ukuran > 1/3 dari diameter transthoracal maximum pada foto
polos dada PA
17
terapi,
dapat
DIAGNOSIS BANDING
-
Ca paru
Tuberculosis
Citomegalovirus
SLE
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan limfoma maligna dapat dilakukan melalui berbagai cara, yaitu:
a. Pembedahan
Tata laksana dengan pembedahan atau operasi memiliki peranan yang terbatas dalam
pengobatan limfoma. Untuk beberapa jenis limfoma, seperti limfoma gaster yang terbatas
pada bagian perut saja atau jika ada resiko perforasi, obstruksi, dan perdarahan masif,
pembedahan masih menjadi pilihan utama. Namun, sejauh ini pembedahan hanya
dilakukan untuk mendukung proses penegakan diagnosis melalui surgical biopsy.7
b. Radioterapi
Radioterapi memiliki peranan yang sangat penting dalam pengobatan limfoma, terutama
limfoma hodgkin di mana penyebaran penyakit ini lebih sulit untuk diprediksi. Beberapa
jenis radioterapi yang tersedia telah banyak digunakan untuk mengobati limfoma hodgkin
seperti radioimunoterapi dan radioisotope. Radioimunoterapi menggunakan antibodi
monoclonal seperti CD20 dan CD22 untuk melawan antigen spesifik dari limfoma secara
langsung, sedangkan radioisotope menggunakan
131
sel-sel tumor secara selektif7. Teknik radiasi yang digunakan didasarkan pada stadium
limfoma itu sendiri1, yaitu:
18
19
20
d. Imunoterapi
Bahan yang digunakan dalam terapi ini adalah Interferon-, di mana interferon-
berperan untuk menstimulasi sistem imun yang menurun akibat pemberian kemoterapi.7
e. Transplantasi sumsum tulang
Transplasntasi sumsum tulang merupakan terapi pilihan apabila limfoma tidak membaik
dengan pengobatan konvensional atau jika pasien mengalami pajanan ulang (relaps). Ada
21
dua cara dalam melakukan transplantasi sumsum tulang, yaitu secara alogenik dan secara
autologus. Transplantasi secara alogenik membutuhkan donor sumsum yang sesuai
dengan sumsum penderita. Donor tersebut bisa berasal dari saudara kembar, saudara
kandung, atau siapapun asalkan sumsum tulangnya sesuai dengan sumsum tulang
penderita. Sedangkan transplantasi secara autologus, donor sumsum tulang berasal dari
sumsum tulang penderita yang masih bagus diambil kemudian dibersihkan dan dibekukan
untuk selanjutnya ditanamkan kembali dalam tubuh penderita agar dapat menggantikan
sumsum tulang yang telah rusak.2
KOMPLIKASI
Ada dua jenis komplikasi yang dapat terjadi pada penderita limfoma maligna, yaitu
komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dan komplikasi karena penggunaan
kemoterapi. Komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dapat berupa pansitopenia,
perdarahan, infeksi, kelainan pada jantung, kelainan pada paru-paru, sindrom vena cava superior,
kompresi pada spinal cord, kelainan neurologis, obstruksi hingga perdarahan pada traktus
gastrointestinal, nyeri, dan leukositosis jika penyakit sudah memasuki tahap leukemia.
Sedangkan komplikasi akibat penggunaan kemoterapi dapat berupa pansitopenia, mual dan
muntah, infeksi, kelelahan, neuropati, dehidrasi setelah diare atau muntah, toksisitas jantung
akibat penggunaan doksorubisin, kanker sekunder, dan sindrom lisis tumor.1,6
PROGNOSIS
Menurut The International Prognostic Score, prognosis limfoma hodgkin ditentukan oleh
beberapa faktor di bawah ini, antara lain:
Stadium IV
22
Jumlah limfosit < 600/mm3 atau < 8% dari total jumlah sel darah putih
Jika pasien memiliki 0-1 faktor di atas maka harapan hidupnya mencapai 90%, sedangkan pasien
dengan 4 atau lebih faktor-faktor di atas angka harapan hidupnya hanya 59%.1
Sedangkan untuk limfoma non-hodgkin, faktor yang mempengaruhi prognosisnya antara
lain:
yang kemudian dikelompokkan menjadi tiga kelompok resiko, yaitu resiko rendah (memiliki 0-1
faktor di atas), resiko menengah (memiliki 2 faktor di atas), dan resiko buruk (memiliki 3 atau
lebih faktor di atas).6
23