Anda di halaman 1dari 23

3.

1 ANATOMI FISIOLOGI PLEURA


Pleura adalah membran serosa yang licin, mengkilat, tipis dan transparan. Membran ini
membungkus jaringan paru. Pleura terdiri dari 2 lapis:1
1.

Pleura viseralis: terletak disebelah dalam, yang melekat pada permukaan paru.

2.

Pleura parietalis: terletak disebelah luar, yang berhubungan dengan dinding dada.

Gambar 1. Anatomi Pleura2


Pleura parietalis dan viseralis terdiri atas selapis mesotel (yang memproduksi cairan),
membran basalis, jaringan elastik dan kolagen, pembuluh darah dan limfe. Membran pleura
bersifat semipermiabel. Sejumlah cairan terus menerus merembes keluar dari pembuluh darah
yang melalui pleura parietal. Cairan ini diserap oleh pembuluh darah pleura viseralis, dialirkan
ke pembuluh limfe dan kembali kedarah.1
Rongga pleura adalah rongga potensial, mempunyai ukuran tebal 10-20 mm, berisi
sekitar 10 cc cairan jernih yang tidak bewarna, mengandung protein < 1,5 gr/dl dan 1.500
sel/ml. Sel cairan pleura didominasi oleh monosit, sejumlah kecil limfosit, makrofag dan sel
mesotel. Sel polimormonuklear dan sel darah merah dijumpai dalam jumlah yang sangat kecil
didalam cairan pleura. Keluar dan masuknya cairan dari dan ke pleura harus berjalan seimbang
agar nilai normal cairan pleura dapat dipertahankan.1
3.2 EFUSI PLEURA
DEFINISI
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam kavum
pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau cairan
eksudat. Pada keadaan normal rongga pleura hanya mengandung cairan sebanyak 10-20 ml.2
1

EPIDEMIOLOGI
Prevalensi efusi pleura adalah 320 kasus per 100.000 orang di negara-negara maju, dengan
distribusi etiologi terkait dengan prevalensi penyakit yang mendasarinya. Secara umum, kejadian
efusi pleura sama antara laki-laki dan perempuan. Sekitar dua per tiga efusi pleura ganas terjadi
pada perempuan. Efusi pleura ganas berhubungan secara signifikan dengan keganasan payudara
dan ginekologi.3

ETIOLOGI
1. Berdasarkan Jenis Cairan
Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui pengukuran kadar
Laktat Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan, pleura.1,4
PARAMETER
Warna
BJ
Jumlah sel

TRANSUDAT
Jernih
< 1,016
Sedikit

EKSUDAT
Keruh, darah
> 1,016
Banyak (> 500 sel/mm2)

Jenis sel

PMN < 50%

PMN > 50%

Rivalta
Glukosa
Protein

Negatif
= GD plasma
< 2,5 g/dl

Positif
<GD plasma
>2,5 g/dl

a. Eksudat, disebabkan oleh :


1) Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus coxsackie, Rickettsia, Chlamydia. Cairan
efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-6000/cc.

2) Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang
berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen. Bakteri penyebab
dapat

merupakan

bakteri

aerob

maupun

anaerob

(Streptococcus

paeumonie,

Staphylococcus aureus, Pseudomonas, Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas, Bakteriodes,


Fusobakterium, dan lain-lain).
3) Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus, Kriptococcus, dll.
Karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap fungi.
4) Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi melalui focus
subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat juga secara hematogen dan
menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya cairan efusi disebabkan oleh rupturnya
focus subpleural dari jaringan nekrosis perkijuan, sehingga tuberkuloprotein yang ada
didalamnya masuk ke rongga pleura, menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe lambat.
Efusi yang disebabkan oleh TBC biasanya unilateral pada hemithoraks kiri. Pada pasien
pleuritis tuberculosis ditemukan gejala febris, penurunan berat badan, dyspneu, dan nyeri
dada pleuritik.
5) Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-paru, mammae,
kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan ukuran jantung yang
tidak membesar.
b. Transudat, disebabkan oleh :
1) Gangguan kardiovaskular
Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab lainnya adalah
perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior. Patogenesisnya adalah akibat
terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler dinding dada sehingga
terjadi peningkatan filtrasi pada pleura parietalis.
2) Hipoalbuminemia
Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura dibandingkan
dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan bersifat
transudat. Pengobatan adalah dengan memberikan diuretik dan restriksi pemberian garam.
Tapi pengobatan yang terbaik adalah dengan memberikan infus albumin.
c. Darah
3

Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb pada hemothoraks
selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah hemothorak yang baru diaspirasi tidak
membeku beberapa menit. Hal ini mungkin karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan
fibrinnya diambil oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka biasanya
darah tersebut berasal dari trauma dinding dada.
PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura berfungsi
untuk melicinkan kedua pleura viseralis dan pleura parietalis yang saling bergerak karena
pernapasan. Dalam keadaan normal juga selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura
melalui kapiler pleura parietalis dan diabsorpsi oleh kapiler dan saluran limfe pleura parietalis
dengan kecepatan yang seimbang dengan kecepatan pembentukannya.4
Gangguan yang menyangkut proses penyerapan dan bertambahnya kecepatan proses
pembentukan cairan pleura akan menimbulkan penimbunan cairan secara patologik di dalam
rongga pleura. Mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya efusi pleura yaitu:4
1). Kenaikan tekanan hidrostatik dan penurunan tekan onkotik pada sirkulasi kapiler
2). Penurunan tekanan kavum pleura
3). Kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran limfe dari rongga pleura.

Gambar 2. Patofisiologi efusi pleura4


4

Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh peradangan. Bila
proses

radang

oleh

kuman

piogenik

akan

terbentuk

pus/nanah,

sehingga

terjadi

empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan
hemothoraks. Proses terjadinya pneumothoraks karena pecahnya alveoli dekat parietalis sehingga
udara akan masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini sering disebabkan oleh trauma dada atau
alveoli pada daerah tersebut yang kurang elastik lagi seperti pada pasien emfisema paru.4
PENEGAKAN DIAGNOSIS
1. Anamnesa :

Sesak napas

Batuk

Nyeri dada, nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi jika penyakit pleura

Perlu ditanyakan factor resiko dan gejala dari etiologi penyakit, seperti gejala-gejala pada :

Gagal jantung kongestif


Sirosis hati
Sindrom nefrotik
Dialisis peritoneum
Hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan
Keganasan
Pneumotoraks.
TB paru
2. Manifestasi Klinis

Pada pemeriksaan fisik paru, dapat didapatkan :

Inspeksi :pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena. Ruang

interkostal menonjol (efusi pleura berat)


Palpasi : fremitus vocal dan raba berkurang pada bagian yang terkena.
Perkusi : perkusi meredup di atas efusi pleura
Auskultasi : suara napas berkurang di atas efusi pleura
3. Pemeriksaan penunjang

1. Foto thoraks
Pada foto dada posterior anterior (PA) permukaan cairan yang terdapat dalam rongga
pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi
dari pada bagian medial, tampak sudut kostrofrenikus menumpul. Pada pemeriksaan foto dada
posisi lateral dekubitus, cairan bebas akan mengikuti posisi gravitasi.
5

2. Torakosentesis.
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) sebagai sarana diagnostik maupun terapeutik.
Pelaksanaannya sebaiknya dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela
iga garis aksilaris posterior dengan jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura
sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap aspirasi.
PENATALAKSANAAN
Tatalaksana
Tatalaksana pada efusi leura bertujuan untuk menghilangkan gejala nyeri dan sesak yang
dirasakan pasien, mengobati penyakit dasar, mencegah fibrosis pleura, dan mencegah
kekambuhan.5
Aspirasi cairan pleura
Aspirasi cairan pleura (torakosintesis) berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun
terapeutik.Berikut ini cara melakukan torakosentesis :

Pasien dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau diletakkan di atas bantal. Jika

tidak mungkin duduk, aspirasi dapat dilakukan dalam posisi tidur terlentang.
Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di daerah sedikit medial

dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media di bawah batas suara sonor dan redup.
Setelah dilakukan anestesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan jarum ukuran besar,

misalnya nomor 18.


Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000- 1500 cc pada sekali aspirasi. Aspirasi
lebih baik dikerjakan berulang-ulang daripada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat
menimbulkan pleura shock (hipotensi) atau edema paru akut. Edema paru dapat terjadi karena
paru-paru mengembang terlalu cepat.6

3.3 LIMFOMA MALIGNA


DEFINISI
Limfoma atau limfoma maligna adalah sekelompok kanker di mana sel-sel limfatik
menjadi abnormal dan mulai tumbuh secara tidak terkontrol. Karena jaringan limfe terdapat di
sebagian besar tubuh manusia, maka pertumbuhan limfoma dapat dimulai dari organ apapun.2
6

KLASIFIKASI
Berdasarkan gambaran histopatologisnya, limfoma dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:5
a. Limfoma Hodgkin (LH)
Limfoma jenis ini memiliki dua tipe. yaitu tipe klasik dan tipe nodular predominan limfosit, di
mana limfoma hodgkin tipe klasik memiliki empat subtipe menurut Rye, antara lain:

Nodular Sclerosis

Lymphocyte Predominance

Lymphocyte Depletion

Mixed Cellularity

b. Limfoma Non-Hodgkin (LNH)


Formulasi Kerja (Working Formulation) membagi limfoma non-hodgkin menjadi tiga
kelompok utama, antara lain:

Limfoma Derajat Rendah


Kelompok ini meliputi tiga tumor, yaitu limfoma limfositik kecil, limfoma
folikuler dengan sel belah kecil, dan limfoma folikuler campuran sel belah besar
dan kecil.

Limfoma Derajat Menengah

Ada empat tumor dalam kategori ini, yaitu limfoma folikuler sel besar, limfoma
difus sel belah kecil, limfoma difus campuran sel besar dan kecil, dan limfoma
difus sel besar.

Limfoma Derajat Tinggi


Terdapat tiga tumor dalam kelompok ini, yaitu limfoma imunoblastik sel besar,
limfoma limfoblastik, dan limfoma sel tidak belah kecil.

Perbedaan antara LH dengan LNH ditandai dengan adanya sel Reed-Sternberg yang
bercampur dengan infiltrat sel radang yang bervariasi. Sel Reed-Sternberg adalah suatu sel besar
berdiameter 15-45 mm, sering berinti ganda (binucleated), berlobus dua (bilobed), atau berinti
banyak (multinucleated) dengan sitoplasma amfofilik yang sangat banyak. Tampak jelas di
dalam inti sel adanya anak inti yang besar seperti inklusi dan seperti mata burung hantu (owleyes), yang biasanya dikelilingi suatu halo yang bening.5

(a)

(b)

Gambar 3. Gambaran histopatologis (a) Limfoma Hodgkin dengan Sel Reed Sternberg dan (b) Limfoma
Non Hodgkin6

EPIDEMIOLOGI
Pada tahun 2002, tercatat 62.000 kasus LH di seluruh dunia. Di negara-negara
berkembang ada dua tipe limfoma hodgkin yang paling sering terjadi, yaitu mixed cellularity dan
limphocyte depletion, sedangkan di negara-negara yang sudah maju lebih banyak limfoma
hodgkin tipe nodular sclerosis. Limfoma hodgkin lebih sering terjadi pada pria daripada wanita,
dengan distribusi usia antara 15-34 tahun dan di atas 55 tahun.1
Berbeda dengan LH, LNH lima kali lipat lebih sering terjadi dan menempati urutan ke-7
dari seluruh kasus penyakit kanker di seluruh dunia. Secara keseluruhan, LNH sedikit lebih
banyak terjadi pada pria daripada wanita. Rata-rata untuk semua tipe LNH terjadi pada usia di
atas 50 tahun.6
Di Indonesia sendiri, LNH bersama-sama dengan LH dan leukemia
menduduki urutan keenam tersering. Sampai saat ini belum diketahui
sepenuhnya mengapa angka kejadian penyakit ini terus meningkat. Adanya
hubungan yang erat antara penyakit AIDS dan penyakit ini memperkuat
dugaan adanya hubungan antara kejadian limfoma dengan kejadian infeksi
sebelumnya.4
Tabel 1. Prevalensi dan Estimasi Jumlah Penderita Limfoma pada Penduduk di Indonesia
Menurut Provinsi Tahun 2013

Pada Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013, didapatkan prevalensi


penderita

limfoma

berdasarkan

hasil

wawancara

mengenai

diagnosis

limfoma oleh dokter. Berdasarkan table diatas bahwa prevalensi limfoma di


Indonesia pada tahun 2013 sebesar 0,06% atau diperkirakan sebanyak
14.905 orang. Provinsi DI Yogyakarta memiliki presentase prevalensi limfoma
tertinggi, yaitu sebesar 0,25% atau diperkirakan sebanyak 890 orang.
Sedangkan provinsi Jawa Barat memiliki estimasi jumlah penderita terbanyak
yaitu sebanyak 2.728 orang. Jumlah penderita limfoma ini dirasa cukup
fantastis sehingga patut diwaspadai. Hendaknya masyarakat lebih peduli
terhadap

deteksi

dini

kanker,

khususnya

limfoma,

serta

menambah

pengetahuan mengenai penyakit limfoma agar jumlah penderita limfoma


tidak semakin bertambah.
10

ETIOLOGI
Penyebab limfoma hodgkin dan non-hodgkin sampai saat ini belum
diketahui secara pasti1,2,6. Beberapa hal yang diduga berperan sebagai
penyebab penyakit ini antara lain:
a. Infeksi (EBV, HTLV-1, HCV, KSHV, dan Helicobacter pylori)
b. Faktor lingkungan seperti pajanan bahan kimia (pestisida, herbisida,
bahan kimia organik, dan lain-lain), kemoterapi, dan radiasi.
c. Inflamasi kronis karena penyakit autoimun
d. Faktor genetik

Anatomi Sistem Limfatik


Sistem limfatik terdapat di seluruh bagian tubuh manusia, kecuali
sistem saraf pusat. Bagian terbesarnya terdapat di sumsum tulang, lien,
kelenjar timus, limfonodi dan tonsil. Organ-organ lain termasuk hepar, paruparu, usus, jantung, dan kulit juga mengandung jaringan limfatik.

11

Gambar 4. Anatomi Sistem Limfatik

Limfonodi berbentuk seperti ginjal atau bulat, dengan diameter sangat


kecil sampai dengan 1 inchi. Limfonodi biasanya membentuk suatu
kumpulan (yang terdiri dari beberapa kelenjar) di beberapa bagian tubuh
yang berbeda termasuk leher, axilla, thorax, abdomen, pelvis, dan inguinal.
Kurang lebih dua per tiga dari seluruh kelenjar limfe dan jaringan limfatik
berada di sekitar dan di dalam tractus gastrointestinal.
Pembuluh limfe besar adalah ductus thoracicus, yang berasal dari sekitar
bagian terendah vertebrae dan mengumpulkan cairan limfe dari extremitas inferior, pelvis,
abdomen, dan thorax bagian inferior. Pembuluh limfe ini berjalan melewati thorax dan bersatu
dengan vena besar di leher sebelah kiri. Ductus limfatikus dextra mengumpulkan cairan limfe
dari leher sebelah kanan, thorax, dan extremitas bagian superior kemudian menyatu dengan vena
besar pada leher kanan.
12

Limpa berada di kuadran kiri atas abdomen. Tidak seperti jaringan limfoid lainnya, darah
juga mengalir melewati limpa. Hal ini dapat membantu untuk mengontrol volume darah dan
jumlah sel darah yang bersirkulasi dalam tubuh serta dapat membantu menghancurkan sel darah
yang telah rusak.2

PATOFISIOLOGI
Ada empat kelompok gen yang menjadi sasaran kerusakan genetik
pada

sel-sel

tubuh

manusia,

termasuk

sel-sel

limfoid,

yang

dapat

menginduksi terjadinya keganasan. Gen-gen tersebut adalah proto-onkogen,


gen supresor tumor, gen yang mengatur apoptosis, gen yang berperan
dalam perbaikan DNA.
Proto-onkogen merupakan gen seluler normal yang mempengaruhi
pertumbuhan dan diferensiasi, gen ini dapat bermutai menjadi onkogen yang
produknya dapat menyebabkan transformasi neoplastik, sedangkan gen
supresor

tumor

adalah

gen

yang

dapat

menekan

proliferasi

sel

(antionkogen). Normalnya, kedua gen ini bekerja secara sinergis sehingga


proses terjadinya keganasan dapat dicegah. Namun, jika terjadi aktivasi
proto-onkogen menjadi onkogen serta terjadi inaktivasi gen supresor tumor,
maka suatu sel akan terus melakukan proliferasi tanpa henti.
Gen lain yang berperan dalam terjadinya kanker yaitu gen yang
mengatur apoptosis dan gen yang mengatur perbaikan DNA jika terjadi
kerusakan. Gen yang mengatur apoptosis membuat suatu sel mengalami
kematian yang terprogram, sehingga sel tidak dapat melakukan fungsinya
lagi termasuk fungsi regenerasi. Jika gen ini mengalami inaktivasi, maka selsel yang sudah tua dan seharusnya sudah mati menjadi tetap hidup dan
tetap bisa melaksanakan fungsi regenerasinya, sehingga proliferasi sel
menjadi berlebihan. Selain itu, gagalnya gen yang mengatur perbaikan DNA

13

dalam memperbaiki kerusakan DNA akan menginduksi terjadinya mutasi sel


normal menjadi sel kanker.5

Gambar 5. Skema Patofisiologi Terjadinya Keganasan 5

GEJALA KLINIS
Baik tanda maupun gejala limfoma hodgkin dan limfoma non-hodgkin
dapat dilihat pada tabel berikut ini.1,7
14

Tabel 2. Manifestasi Klinis dari Limfoma1,7


Limfoma Hodgkin

Limfoma Non-Hodgkin

Asimtomatik limfadenopati
Gejala

Anamnesis

sistemik

Asimtomatik limfadenopati

(demam Gejala

sistemik

(demam

intermitten, keringat malam,

intermitten, keringat malam,

BB turun)

BB turun)

Nyeri dada, batuk, napas Mudah lelah


pendek
Gejala obstruksi GI tract dan
Pruritus
Nyeri

Urinary tract.
tulang

atau

nyeri

punggung
Pemeriksaan Fisik

Teraba pembesaran limonodi Melibatkan banyak kelenjar


pada satu kelompok kelenjar

perifer

(cervix, axilla, inguinal)


Cincin Waldeyer dan kelenjar
Cincin Waldeyer & kelenjar

mesenterik sering terkena


15

Hepatomegali

mesenterik jarang terkena

&

Splenomegali

Hepatomegali

&
Massa di abdomen dan testis

Splenomegali
Sindrom Vena Cava Superior
Gejala susunan saraf pusat
(degenerasi

serebral

dan

neuropati)

Selain tanda dan gejala di atas, stadium limfoma maligna secara klinis
juga dapat ditentukan berdasarkan klasifikasi Ann Arbor yang telah
dimodifikasi Costwell.1,3,6

Tabel 3. Klasifikasi Limfoma Menurut Ann Arbor yang telah dimodifikasi oleh Costwell1,3,6
Keterlibatan/Penampakan
Stadium
I
Kanker mengenai 1 regio kelenjar getah bening atau 1 organ ekstralimfatik (IE)
II
Kanker mengenai lebih dari 2 regio yang berdekatan atau 2 regio yang letaknya
III
IV
Suffix
A
B

berjauhan tapi masih dalam sisi diafragma yang sama (IIE)


Kanker telah mengenai kelenjar getah bening pada 2 sisi diafragma ditambah
dengan organ ekstralimfatik (IIIE) atau limpa (IIIES)
Kanker bersifat difus dan telah mengenai 1 atau lebih organ ekstralimfatik
Tanpa gejala B
Terdapat salah satu gejala di bawah ini:

Penurunan BB lebih dari 10% dalam kurun waktu 6 bulan sebelum


16

diagnosis ditegakkan yang tidak diketahui penyebabnya


Demam intermitten > 38 C
Berkeringat di malam hari
Bulky tumor yang merupakan massa tunggal dengan diameter > 10 cm, atau , massa

mediastinum dengan ukuran > 1/3 dari diameter transthoracal maximum pada foto
polos dada PA

Gambar 6. Penentuan Stadium Limfoma berdasarkan Klasifikasi Ann Arbor


DIAGNOSIS
Diagnosis limfoma hodgkin maupun non-hodgkin dapat ditegakkan
melalui prosedur-prosedur di bawah ini.3
1. Anamnesis lengkap yang mencakup pajanan, infeksi, demam, keringat
malam, berat badan turun lebih dari 10 % dalam waktu kurang dari 6
bulan.
2. Pemeriksaan fisik dengan perhatian khusus pada sistem limfatik
(kelenjar getah bening, hati, dan lien dengan dokumentasi ukuran),
infiltrasi kulit atau infeksi.
3. Hitung sel darah rutin, pemeriksaan differensiasi sel darah putih, dan
hitung trombosit.
4. Pemeriksaan kimia darah, mencakup tes faal hati dan ginjal, asam
urat, laktat dehidrogenase (LDH), serta alkali fosfatase.

17

5. Pembuatan radiogram dada untuk melihat adanya adenopati di hilus


(pembesaran kelenjar getah bening bronkus, efusi pleura, dan
penebalan dinding dada.
6. CT scan atau MRI dada, abdomen, dan pelvis.
7. Scan tulang jika ada nyeri tekan pada tulang.
8. Scan galium, dilakukan sebelum dan sesudah

terapi,

dapat

menunjukkan area penyakit atau penyakit residual pada mediastinum.


9. Biopsi dan aspirasi sumsum tulang pada limfoma stadium III dan IV.
10.
Evaluasi sitogenetik dan sitometri aliran.

DIAGNOSIS BANDING
-

Ca paru
Tuberculosis
Citomegalovirus
SLE

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan limfoma maligna dapat dilakukan melalui berbagai cara, yaitu:
a. Pembedahan
Tata laksana dengan pembedahan atau operasi memiliki peranan yang terbatas dalam
pengobatan limfoma. Untuk beberapa jenis limfoma, seperti limfoma gaster yang terbatas
pada bagian perut saja atau jika ada resiko perforasi, obstruksi, dan perdarahan masif,
pembedahan masih menjadi pilihan utama. Namun, sejauh ini pembedahan hanya
dilakukan untuk mendukung proses penegakan diagnosis melalui surgical biopsy.7
b. Radioterapi
Radioterapi memiliki peranan yang sangat penting dalam pengobatan limfoma, terutama
limfoma hodgkin di mana penyebaran penyakit ini lebih sulit untuk diprediksi. Beberapa
jenis radioterapi yang tersedia telah banyak digunakan untuk mengobati limfoma hodgkin
seperti radioimunoterapi dan radioisotope. Radioimunoterapi menggunakan antibodi
monoclonal seperti CD20 dan CD22 untuk melawan antigen spesifik dari limfoma secara
langsung, sedangkan radioisotope menggunakan

131

Iodine atau 90Yttrium untuk irradiasi

sel-sel tumor secara selektif7. Teknik radiasi yang digunakan didasarkan pada stadium
limfoma itu sendiri1, yaitu:
18

Untuk stadium I dan II secara mantel radikal


Untuk stadium III A/B secara total nodal radioterapi
Untuk stadium III B secara subtotal body irradiation
Untuk stadium IV secara total body irradiation

Gambar 7. Berbagai macam teknik radiasi1


c. Kemoterapi1,6,7
Merupakan teknik pengobatan keganasan yang telah lama digunakan dan banyak obatobatan kemoterapi telah menunjukkan efeknya terhadap limfoma.
Pengobatan Awal:
1. MOPP regimen: setiap 28 hari untuk 6 siklus atau lebih.
o

Mechlorethamine: 6 mg/m2, hari ke 1 dan 8

Vincristine (Oncovine): 1,4 mg/m2 hari ke 1 dan 8

Procarbazine: 100 mg/m2, hari 1-14

Prednisone: 40 mg/m2, hari 1-14, hanya pada siklus 1 dan 4


2. ABVD regimen: setiap 28 hari untuk 6 siklus

Adriamycin: 25 mg/m2, hari ke 1 dan 15

Bleomycin: 10 mg/m2, hari ke 1 dan 15

Vinblastine: 6 mg/m2, hari ke 1 dan 15

19

Dacarbazine: 375 mg/m2, hari ke 1 dan 15


3. Stanford V regimen: selama 2-4 minggu pada akhir siklus
o Vinblastine: 6 mg/m2, minggu ke 1, 3, 5, 7, 9, 11
o Doxorubicin: 25 mg/m2, minggu ke 1, 3, 5, 9, 11
o Vincristine: 1,4 mg/m2, minggu ke 2, 4, 6, 8, 10, 12
o Bleomycin: 5 units/m2, minggu ke 2, 4, 8, 10, 12
o Mechlorethamine: 6 mg/m2, minggu ke 1, 5, 9
o Etoposide: 60 mg/m2 dua kali sehari, minggu ke 3, 7, 11
o Prednisone: 40 mg/m2, setiap hari, pada minggu ke 1-10, tapering of pada
minggu ke 11,12
4. BEACOPP regimen: setiap 3 minggu untuk 8 siklus

Bleomycin: 10 mg/m2, hari ke- 8

Etoposide: 200 mg/m2, hari ke 1-3

Doxorubicin (Adriamycine): 35 mg/m2, hari ke-1

Cyclophosphamide: 1250 mg/m2, hari ke-1

Vincristine (Oncovine): 1,4 mg/m2, hari ke-8

Procarbazine: 100 mg/m2, hari ke 1-7

Prednisone: 40 mg/m2, hari ke 1-14


Jika pengobatan awal gagal atau penyakit relaps:
1. ICE regimen

20

a. Ifosfamide: 5 g/m2, hari ke-2


b. Mesna: 5 g/m2, hari ke-2
c. Carboplatin: AUC 5, hari ke-2
d. Etoposide: 100 mg/m2, hari ke 1-3
2. DHAP regimen
a. Cisplatin: 100 mg/m2, hari pertama
b. Cytarabine: 2 g/m2, 2 kali sehari pada hari ke-2
c. Dexamethasone: 40 mg, hari ke 1-4
3. EPOCH regimen Pada kombinasi ini, etoposide, vincristine, dan
doxorubicin diberikan secara bersamaan selama 96 jam IV secara
berkesinambungan.
a. Etoposide: 50 mg/m2, hari ke 1-4
b. Vincristine: 0.4 mg/m2, hari ke 1-4
c. Doxorubicin: 10 mg/m2, hari ke 1-4
d. Cyclophosphamide: 750 mg/m2, hari ke- 5
e. Prednisone: 60 mg/m2, hari ke 1-6

d. Imunoterapi
Bahan yang digunakan dalam terapi ini adalah Interferon-, di mana interferon-
berperan untuk menstimulasi sistem imun yang menurun akibat pemberian kemoterapi.7
e. Transplantasi sumsum tulang
Transplasntasi sumsum tulang merupakan terapi pilihan apabila limfoma tidak membaik
dengan pengobatan konvensional atau jika pasien mengalami pajanan ulang (relaps). Ada
21

dua cara dalam melakukan transplantasi sumsum tulang, yaitu secara alogenik dan secara
autologus. Transplantasi secara alogenik membutuhkan donor sumsum yang sesuai
dengan sumsum penderita. Donor tersebut bisa berasal dari saudara kembar, saudara
kandung, atau siapapun asalkan sumsum tulangnya sesuai dengan sumsum tulang
penderita. Sedangkan transplantasi secara autologus, donor sumsum tulang berasal dari
sumsum tulang penderita yang masih bagus diambil kemudian dibersihkan dan dibekukan
untuk selanjutnya ditanamkan kembali dalam tubuh penderita agar dapat menggantikan
sumsum tulang yang telah rusak.2
KOMPLIKASI
Ada dua jenis komplikasi yang dapat terjadi pada penderita limfoma maligna, yaitu
komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dan komplikasi karena penggunaan
kemoterapi. Komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dapat berupa pansitopenia,
perdarahan, infeksi, kelainan pada jantung, kelainan pada paru-paru, sindrom vena cava superior,
kompresi pada spinal cord, kelainan neurologis, obstruksi hingga perdarahan pada traktus
gastrointestinal, nyeri, dan leukositosis jika penyakit sudah memasuki tahap leukemia.
Sedangkan komplikasi akibat penggunaan kemoterapi dapat berupa pansitopenia, mual dan
muntah, infeksi, kelelahan, neuropati, dehidrasi setelah diare atau muntah, toksisitas jantung
akibat penggunaan doksorubisin, kanker sekunder, dan sindrom lisis tumor.1,6

PROGNOSIS
Menurut The International Prognostic Score, prognosis limfoma hodgkin ditentukan oleh
beberapa faktor di bawah ini, antara lain:

Serum albumin < 4 g/dL

Hemoglobin < 10.5 g/dL

Jenis kelamin laki-laki

Stadium IV

Usia 45 tahun ke atas

22

Jumlah sel darah putih > 15,000/mm3

Jumlah limfosit < 600/mm3 atau < 8% dari total jumlah sel darah putih

Jika pasien memiliki 0-1 faktor di atas maka harapan hidupnya mencapai 90%, sedangkan pasien
dengan 4 atau lebih faktor-faktor di atas angka harapan hidupnya hanya 59%.1
Sedangkan untuk limfoma non-hodgkin, faktor yang mempengaruhi prognosisnya antara
lain:

usia (>60 tahun)


Ann Arbor stage (III-IV)
hemoglobin (<12 g/dL)
jumlah area limfonodi yang terkena (>4) and
serum LDH (meningkat)

yang kemudian dikelompokkan menjadi tiga kelompok resiko, yaitu resiko rendah (memiliki 0-1
faktor di atas), resiko menengah (memiliki 2 faktor di atas), dan resiko buruk (memiliki 3 atau
lebih faktor di atas).6

23

Anda mungkin juga menyukai