Anda di halaman 1dari 33

TUTORIAL JANTUNG

HIPERTENSI ESENSIAL

Oleh :

Pandu Tridana Sakti H1A 010 041

Ela Noviana H1A 009 012

Pembimbing : dr. Basuki Rahmat, Sp.JP

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM / SMF JANTUNG

RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB

2014
HIPERTENSI PRIMER

DEFINISI
Hipertensi primer atau hipertensi esensial adalah hipertensi yang
penyebabnya tidak diketahui secara pasti atau idiopatik. Kesulitan dalam
menemukan mekanisme yang bertanggung jawab atas terjadinya hipertensi primer
adalah karena banyaknya sistem yang terlibat dalam pengaturan tekanan darah.
Sistem saraf adrenergik baik sentral maupun perifer, sistem pengaturan ginjal,
sistem pengaturan hormon, dan pembuluh darah adalah sistem-sistem yang
mempengaruhi tekanan darah. Sistem-sistem ini saling mempengaruhi dengan
susunan yang kompleks dan dipengaruhi oleh gen-gen tertentu1.

EPIDEMIOLOGI
WHO 2000 menunjukkan, diseluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau
26,4% penghuni bumi mengidap hipertensi dengan perbandingan 26,6% pria dan
26,1% wanita. Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun
2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di Negara maju dan 639
sisanya berada di Negara sedang berkembang, termasuk Indonesia2.
The National Health and Nutrition Examination Survey menunjukan
bahwa di negara maju pada tahun 1999-2000 insiden hipertensi pada orang
dewasa yaitu 29-31% (58-65 juta di amerika). Perbandingan antara hipertensi
esensial dan hipertensi sekunder, lebih banyak hipertensi esensial yaitu 95%,
sedangkan hipertensi sekunder 5%. Prevalensi hipertensi didunia yaitu 5-18% dan
di indonesia sendiri yaitu 6-15%. Dari sekitar 50 juta penderita hipertensi di
Amerika Serikat hanya 70% yang menyadari mereka menderita hipertensi dan
hanya 59% yang telah menjalani terapi dan 34% yang terkontrol3.
Di Amerika Serikat dan negara maju, prevalensi hipertensi meningkat
seiring dengan bertambahnya usia. Prevalensi hipertensi pada usia sebelum 50
tahun lebih meningkat pada wanita daripada pria. Orang dewasa ras kulit hitam di
Amerika Serikat menderita hipertensi lebih banyak (40%) dibandingkan dengan
ras kulit putih dan Hispanics (25%)4.

1
FAKTOR RISIKO
1. Faktor yang tidak dapat diubah
a. Umur
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin
besar risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko
terkena hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih
besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu
sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 % diatas umur 60 tahun. Arteri
kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya dan tekanan darah seiring
bertambahnya usia terutama pada dekade ke-lima dan ke-enam2.
Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi meningkat.
Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai
pada orang berusia 35 tahun atau lebih. Sebenarnya wajar bila tekanan darah
sedikit meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan oleh perubahan
alami pada jantung, pembuluh darah dan hormon. Tetapi bila perubahan tersebut
disertai faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi2.

b. Jenis Kelamin
Pria lebih berisiko mengidap hipertensi lebih banyak dibandingkan dengan
wanita2.

c. Riwayat Keluarga
Orang-orang dengan riwayat keluarga yang mempunyai hipertensi lebih
sering menderita hipertensi. Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi
(faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama pada
hipertensi primer. Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung
meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat. Jika kedua orang tua mempunyai
hipertensi, kemungkinan mengidap penyakit tersebut adalah 60%.

2
d. Genetik
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan
ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot
(satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang
mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara
alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan
hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda
dan gejala.

2. Faktor yang dapat diubah/dikontrol


a. Kebiasaan Merokok
Hubungan antara rokok dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah
banyak dibuktikan. Selain dari lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada
jumlah rokok yang dihisap perhari. Seseoramg lebih dari satu pak rokok sehari
menjadi 2 kali lebih rentan hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok. Zat-
zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui
rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh
darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi.

b. Konsumsi Garam
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis
hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan
asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari
menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan garam
antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20 %.
Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan
volume plasma, curah jantung dan tekanan darah2.
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik
cairan diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan
tekanan darah. Pada manusia yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang
ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar 7-8

3
gram tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan
tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari2.

c. Konsumsi Lemak Jenuh


Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat
badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga
meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan
darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang
bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya
yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber
dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah2.

e. Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol


Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol berat
cenderung hipertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi belum diketahui
secara pasti. Orang yang minum alkohol terlalu sering atau yang terlalu banyak
memiliki tekanan yang lebih tinggi dari pada individu yang tidak minum atau
minum sedikit. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih
belum jelas. Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume
sel darah merah serta kekentalan darah merah berperan dalam menaikkan tekanan
darah2.

f. Obesitas
Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi makanan yang
mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi
karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang
dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti
volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga
memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga
meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah.
Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air. Berat badan

4
dan indeks Massa Tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah,
terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada
orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya
normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30 % memiliki berat
badan lebih2.

g. Aktivitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena
meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga
cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot
jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan
sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada
arteri2.
1
h. Stres
Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan bila
stres sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali. Peristiwa mendadak
menyebabkan stres dapat meningkatkan tekanan darah, namun akibat stress
berkelanjutan yang dapat menimbulkan hipertensi belum dapat dipastikan2.
ETIOLOGI
Hipertensi primer adalah hipertensi yang dimana penyakit yang mendasari
tidak diketahui adanya. Meskipun etiologi dari hipertensi ini tidak diketahui
dengan jelas, namun diduga penyebab multifaktorial yang memainkan peranan
pada terjadinya hipertensi esensial, diantaranya1 :
Genetik atau keturunan
- faktor keturunan bersifat poligenik terlihat dari adanya riwayat
penyakit cardiovascular
- riwayat predesposisi genetic, berupa sensitifitas terhadap natrium
kepekaan terhadap stress, peningkatan reaktivitas vascular, dan
resistensi insulin
Lingkungan

5
- Intake garam
Sejumlah besar penderita dewasa dengan hipertensi esensial
sensitive terhadap masukan garam. Mekanisme sensitifitas garam
tidak jelas, namun mungkin melibatkan ion klorida bukan ion
natrium. Individu dengan sensitive garam tampak mengalami
gangguan dalam kemampuan untuk mengeksresikan urin beban
natrium
- Stress
- Obesitas

PATOFISIOLOGI
Hipertensi primer atau hipertensi esensial adalah hipertensi yang
penyebabnya tidak diketahui secara pasti atau idiopatik. Faktor-faktor yang
diketahui memiliki pengaruh terhadap patofisiologi hipertensi primer antara lain
adalah faktor-faktor lingkungan seperti asupan natrium, obesitas, pekerjaan,
asupan alkohol, riwayat keluarga, dan kepadatan penduduk. Faktor-faktor ini telah
diasumsikan sebagai faktor yang berperan penting dalam peningkatan tekanan
darah seiring bertambahnya usia setelah membandingkannya antara kelompok
masyarakat yang lebih banyak terpapar dengan yang lebih sedikit terpapar dengan
faktor-faktor tersebut1.
Faktor genetik atau faktor keturunan juga memiliki pengaruh terhadap
kejadian hipertensi karena sistem-sistem yang mempengaruhi tekanan darah diatur
oleh gen. Hipertensi merupakan salah satu kelainan genetik kompleks yang paling
umum ditemukan dan diturunkan pada rata-rata 30% keturunannya. Namun,
faktor keturunan ini dipengaruhi oleh penyebab-penyebab yang multifaktorial
sehingga setiap kelainan genetik yang berbeda dapat memiliki manifestasi
hipertensi sebagai salah satu ekspresi fenotipnya1.
Berdasarkan hal di atas dan penelitian-penelitian di bidang tersebut, maka
faktor-faktor seperti usia, ras, jenis kelamin, merokok, asupan alkohol, kolesterol
serum, intoleransi glukosa, dan berat badan dapat mempengaruhi prognosis dari

6
hipertensi. Semakin muda seseorang mengetahui kelainan hipertensinya, semakin
besar umur harapan hidup orang tersebut1.
Etnis seseorang juga mempunyai pengaruh terhadap kejadian hipertensi,
namun penelitian mengenai hubungan etnis dan kejadian hipertensi menghasilkan
hasil yang beragam. Hal ini disebabkan, karena selain faktor etnis, terdapat juga
faktor lingkungan dan faktor perilaku yang ikut mempengaruhi kejadian
hipertensi. Sehingga penelitian terhadap etnis yang sama di tempat yang berbeda,
menghasilkan data yang berbeda. Secara umum, banyak penelitian yang
menunjukkan kejadian hipertensi lebih banyak terjadi pada etnis Afro-Karibia dan
Asia Selatan dibandingkan dengan etnis kulit putih1.
Korelasi positif antara obesitas dengan hipertensi juga sudah banyak
dibuktikan dalam berbagai penelitian. Peningkatan berat badan telah dihubungkan
dengan peningkatan kejadian hipertensi dan penurunan berat badan dapat
menurunkan tekanan darah arterinya. Namun, belum diketahui apakah perubahan
ini berhubungan dengan perubahan sensitivitas dari insulin1.
Aterosklerosis merupakan penyakit yang sering ditemukan bersamaan
dengan hipertensi dan memiliki hubungan timbal balik positif. Tekanan darah
yang tinggi akan memberikan beban terhadap dinding pembuluh darah dan
melalui proses yang kronis, tekanan berlebih ini akan menyebabkan kerusakan
pada dinding pembuluh darah. Kerusakan dinding arteri ini merupakan pencetus
terjadinya proses aterosklerosis. Aterosklerosis sendiri akan menyebabkan
hipertensi jika terjadi secara menyeluruh di pembuluh darah sistemik. Maka,
bukanlah hal yang tidak wajar, jika faktor-faktor risiko yang mempengaruhi
kejadian aterosklerosis seperti tingginya kadar kolesterol serum, intoleransi
glukosa dan kebiasaan merokok juga mempengaruhi kejadian hipertensi5.
Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem
sirkulasi dilakukan oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output/CO) dan
dukungan dari arteri (peripheral resistance/PR). Fungsi kerja masing-masing
penentu tekanan darah ini dipengaruhi oleh interaksi dari berbagai faktor yang
kompleks. Hipertensi sesungguhnya merupakan abnormalitas dari faktor-faktor
tersebut, yang ditandai dengan peningkatan curah jantung dan atau ketahanan

7
periferal. Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output (curah
jantung) dengan total tahanan perifer. Cardiac output (curah jantung) diperoleh
dari perkalian antara stroke volume dengan heart rate (denyut jantung).
Pengaturan tahanan perifer dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi
hormon1.
Empat sistem kontrol yang berperan dalam mempertahankan tekanan
darah antara lain sistem baroreseptor arteri, pengaturan volume cairan tubuh,
sistem renin angiotensin aldosteron, dan autoregulasi vaskuler6.
1. Baroreseptor arteri
Baroreseptor arteri terutama ditemukan di sinus carotid, namun juga
terdapat dalam aorta dan dinding ventrikel kiri. Baroreseptor ini memonitor
derajat tekanan arteri. Sistem baroreseptor meniadakan peningkatan tekanan arteri
melelui mekanisme perlambatan jantung oleh respon vagal (stimulasi
parasimpatis) dan vasodilatasi dengan penurunan tonus otot simpatis. Oleh karena
itu, refleks kontrol sirkulasi meningkatkan arteri sistemik bila tekanan
baroreseptor turun dan menurunkan tekanan arteri sistemik bila tekanan
baroreseptor meningkat. Alasan pasti mengapa kontrol ini gagal pada hipertensi
belum diketahui. Hal ini ditujukan untuk menaikkan re-setting sensitivitas
baroreseptor sehingga tekanan meningkat secara tidak adekuat, sekalipun
penurunan tekanan tidak ada6.
2. Pengaturan volume cairan tubuh
Perubahan volume cairan memengaruhi tekanan arteri sistemik. Bila tubuh
mengalami kelebihan garam dan air, tekanan darah meningkat melalui mekanisme
fisiologi kompleks yang mengubah aliran balik vena ke jantung dan
mengakibatkan peningkatan curah jantung. Bila ginjal berfungsi secara adekuat,
peningkatan tekanan arteri mengakibatkan diuresis dan penurunan tekanan darah.
Kondisi patologis yang mengubah ambang tekanan pada ginjal dalam
mengekskresikan garam dan air akan meningkatkan tekanan arteri sistemik6.
3. Sistem Renin Angiotensin Aldosteron
Renin dan angiotensin memegang peranan dalam pengaturan tekanan
darah. Ginjal memproduksi renin yaitu suatu enzim yang bertindak sebagai

8
substrat protein plasma untuk mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I,
yang kemudian diubah oleh angiotensin converting enzym dalam paru menjadi
bentuk angiotensin II. Angiotensin II mempunyai aksi vasokonstriktor yang kuat
pada pembuluh darah dan merupakan makanisme kontrol terhadap pelepasan
aldosteron. Aldosteron sangat bermakna dalam hipertensi terutama pada
aldosteronisme primer. Melalui peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis,
angiotensin II juga mempunyai efek penghambatan ekskresi garam (natrium)
dengan akibat peningkatan tekanan darah6.
Sekresi renin yang tidak tepat diduga sebagai penyebab meningkatnya
tahanan periver vaskular pada hipertensi esensial. Pada tekanan darah tinggi,
kadar renin tinggi harus diturunkan karena peningkatan tekanan arteriolar renal
mungkin menghambat sekresi renin. Namun demikian, sebagian orang dengan
hipertensi esensial mempunyai kadar renin normal.
Peningkatan tekanan darah terus-menerus pada klien hipertensi esensial akan
mengakibatkan kerusakan pembuluh darah pada organ-organ vital. Hipertensi
esensial mengakibatkan hyperplasia medial (penebalan) arteriole-arteriole. Karena
pembuluh darah menebal, maka perfusi jaringan menurun dan mengakibatkan
kerusakan organ tubuh. Hal ini menyebabkan infark miokard, stroke, gagal
jantung, dan gagal ginjal6.
4. Autoregulasi vaskular
Autoregulasi vaskular adalah suatu proses yang mempertahankan perfusi
jaringan dalam tubuh relatif konstan. Jika aliran berubah, proses-proses
autoregulasi akan menurunkan tahanan vaskular sebagai akibat pengurangan
aliran, sebaliknya akan meningkatkan tahanan vaskular sebagai akibat dari
peningkatan aliran. Autoregulasi vaskular nampak menjadi mekanisme penting
dalam menimbulkan hipertensi berkaitan dengan overload garam dan air6.

Genetic predisposition
Hipertensi primer dapat diturunkan secara genetik dalam suatu garis
keturunan, namun genotype spesifik yang mengantur tentang hal tersebut belum
dapat dijelaskan dengan pasti. Sampai saat ini, dugaan yang mendasari terjadinya

9
faktor genetik dari hipertensi primer adalah adanya mutasi gen yang mengantur
aktivitas angiotensinogen, renin, 11 beta hydroxylase, aldosterone syntase, dan
alfa-1 adrenoreceptor6.

Abnormal cell membrane ion transport


Pada hipertensi primer terjadi penurunan aktivitas dari Na-K-ATPase
pump (berfungsi mempompa Na keluar dari sel). Kemudian terjadi peningkatan
aktivitas Na-H-exchage antiporter (berfungsi mempompa Na masuk ke dalam sel).
Kedua mekanisme tersebut meningkatkan kadar natrium intrasesular. Tingginya
konsentrasi natrium intraselular dsan rendahnya pH intraselular menyebabkan
penghambatan pertukaran Na-Ca (normalnya Na masuk dan Ca keluar sel)
sehingga terjadi peningkatan Ca intaselular, sehingga terjadi peningkatan tonus
vaskular dan stimulasi hipertropi pembuluh darah6.

Endothelial dysfunction
Berdasarkan penelitian pada binatang ditemukan adanya gangguan pada
biosintesis atau pelepasan nitric oxide dan vascular endothelium-derived relaxing
factor yang berfungsi sebagai vasodilator, dan hal ini juga ditemukan pada
manusia yang menderita hipertensi primer. Pada plasma darah orang yang
mengalami hipertensi didapatkan peningkatan kadar endothelin, alfa 21-amino-
acid vasocontrictor yang berfungsi sebagai vasokontriktor yang dihasilkan oleh
endothelial cells6.

Insulin resistance and hyperinsulinemia


Hipertensi lebih sering terjadi pada orang yang obesitas, hal ini mungkin
terjadi karena adanya resistensi insulin yang menyebabkan hiperinsulinemia.
Mekanisme resistensi insulin atau hiperinsulinemia meningkatkan tekanan darah
belum jelas diketahui, mungkin disebabkan oleh peningkatan reabsorpsi sodium
renal dan absorpsi air, peningkatan renin-angiotensin atau aktivasi saraf simpatis,
dan vaskular hipertropi, yang berkaitan dengan kerja insulin. Leptin yaitu hormon

10
yang diproduksi oleh sel lemak dapat menstimulasi kerja saraf simpatis dan sistem
renin angiotensin6.

Gambar 1. Alur hipotetis hipertensi primer

11
Gambar 2. Sistem Renin Angiotensin Aldosteron

MANIFESTASI KLINIS
Anamnesis3
Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
Indikasi adanya hipertensi sekunder
- Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal
- Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih,
hematuri,pemakaian obat-obatan analgesik dan obat/bahanlain
Hipertensi esensial ringan :
- jarang menimbulkan gejala
- Seiring memburuknya kondisi
- Sakit kepala namun tidak spesifik

12
- Sakit kepala pada bagian suboccipital (suboccipital pulsating
headache) yang biasnya terjadi di pagi hari
o Hipertensi dengan pheochromocytomas :
- Sakit kepala
- Cemas
- Tremor
- Mual muntah
- Berdebar
- Berkeringat
- Pucat
o Hipertensi pada aldosteronisme primer
- Kelemahan otot dan tetani
- Polyuria
- Polyfagia
- Polydipsia
- Nokturia yang disebabkan oleh hipokalemia
Faktor-faktor resiko
- Riwayat hipertensi atau kardiovascular pasien atau keluarga pasien
- Riwayat hiperlipidimiavpada pasien atau keluarganya
- Riwayat dabetes militus pada pasien atau keluarganya
- Kebiasaan merokok
- Pola makan
- Kegemukan, intensitas olah raga
- Kepribadian
Gejala kerusakan organ
- Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan pengelihatan, ,
transien iscemic attact, defisit sensoris atau motoris.
- Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki
- Ginjal : haus, polouria, nokturia, hematuri
- Arteri perifer : ekstremitas dingin, klaudikasio intermitten
Pengobatan antihipertensi sebelumnya

13
Faktor-faktor pribadi, keluarga dan lingkungan.

PEMERIKSAAN FISIK
a. Pengukuran tekanan darah
Macam- macam cara pengukuran tekanan darah yaitu3 :
Pengukuran di kamar periksa dilakukan pada posisi duduk di korsisetelah
pasien istirahat selama 5 menit, kaki di lantai dan lengan pada posisi
setinggi jantung . ukuran dan peletakan manset (lebarnya 12-13 cm,
Panjang 35 cm untuk setandar orang dewasa) dan stetoskop harus benar
(gunakan suara korotkoff pase I dan V untuk menentukan suara sistolik
dan diastolik). Pengukuran dilakukan dua kali dengan sela antara satu
sampai lima menit, pengukuran tambahan dilakukan bila hasil kedua
pengukuran sebelumnya sangat berbeda. Konfirmasi pengukuran pada
lengan kontralateral dilakukan pada kunjungan pertama dan jika
didapatkan kenaikan tekanan darah. Pengukuran denyut jantung dengan
menghitung nadi (30 detik) dilakukan saat duduk segera sesudah
pengukuran tekanan darah. Untuk orang dengan usia lanjut, diabetes dan
kondisi lain dimana diperkirakan terjadi hipotensi ortostatik, perlu
dilakukan juga pengukuran tekanan darah pada posisi berdiri
Beberapa indikasi menggunakan ABPM antara lain :
- Hipertensi yang bordline atau yang bersifat yang episodik
- Hipertensi office atau white coat
- Adanya disfungsi saraf otonom
- Hipertensi sekunder
- Sebagai pedoman dalam pemilihan jenis obat antihipertensi
- Gejala hipotensi yang berhubungan dengan pengobatan antihipertensi
Pengukuran sendiri di rumah memiliki kekurangan dan kelebihan .
kekurangannya adalah masalah ketepatan pengukuran, sedangkan
kelebihannya antara lain dapat menyingkirkan efek White coat dan
memberikan banyak hasil pengukuran. Beberapa peneliti mengatakan
bahwa pengukuran di rumah lebih mewakili kondisi tekanan darah

14
sehari-hari. Pengukuran tekanan darah di rumah juga diharapkan dapat
meningkatkan kepatuhan pasien dan meningkatkan keberhasilan
pengendalian tekanan darah serta menurunnya biaya.
b. Pengukuran tinggi dan berat badan serta kalkulasi BMI.
c. Pemeriksaan sistem kardiovaskuler terutama ukuran jantung, bukti adanya
gagal jantung, penyakit arteri karotis, renal dan perifer lain serta koarktasio
aorta.
d. Pemeriksaan paru, adanya ronkhi dan bronkhospasme serta bising abdomen,
pembesaran ginjal serta tumor yang lain.
e. Pemeriksaan fundus optikus dan sistem saraf untuk mengetahui kemungkinan
adanya kerusakan kardiovaskuler.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
o Pemeriksaan rutin3
Urinalisis untuk darah, protein dan gula serta pemeriksaan mikroskopik
urin.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan penyakit ginjal baik sebagai penyebab
atau disebabkan oleh hipertensi atau dapat dianggap hipertensi adrenal.
Serum kalium, kreatinin, gula darah puasa dan 2 jam serta kolesterol total.
EKG
Untuk menetapkan adanya hipertrofi ventrikel kiri
o Pemeriksaan tambahan3
Kolesterol HDL, kolesterol LDL dan trigliserida.
Asam urat.
Pemeriksaan hormonal seperti pengukuran aktifitas renin plasma,
aldosteron plasma dan katekolamin urine atas indikasi khusus (hipertensi
sekunder).
Ekokardiografi diperiksa bila mencurigakan adanya penyakit arteri karotis,
aorta atau pembulh perifer lainnya.
Ultrasonografi renal bila dicurigai adanya penyakit ginjal.

15
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN
Kriteria diagnosis berdasarkan JNC7, JNC8 dan NICE Guideline:
1. JNC 7

16
Lifestyle Modification :
1. Menurunkan BB sesuai BMI <25 kg/m2 (5-20 mmHg/10 kg weight
loss)
2. DASH (banyak sayur buah, mengurangi kolesterol & lemak jenuh,
membatasi asupan garam 6g/hari
3. Meningkatkan aktivitas fisik sekurang-kurangnya 30mnt/hari
4. Kurangi alkohol dan berhenti konsumsi merokok
5. Meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung K+, Ca+, Mg2+
6. Hindari stress

17
2. JNC 8
a. Rekomendasi 1
Pada pasien berusia 60 tahun, inisiasi terapi farmakologi untuk menurunkan
tekanan darah (TD) pada systolic blood pressure (SBP) 150 mmHg, atau
diastolic blood pressure (DBP) 90 mmHg dan diturunkan sampai SBP
150 mmHg dan DBP 90 mmHg. (Rekomendasi Kuat-Grade A)
Corollary Recommendation
Pada populasi umum usia 60 tahun, jika terapi farmakologi ternyata
menurunkan tekanan darah SBP lebih rendah dari target (SBP 140 mmHg)
dan terapi dapat ditoleransi tanpa ada efek samping yang menganggu maka
terapi tidak perlu penyusuaian ( Pendapat Ahli-Grade E).

18
b. Rekomendasi 2
Pada populasi umum dengan usia < 60 tahun, inisiasi terapi farmakologi untuk
menurunkan TD pada DBP 90 mmHg dan sedangkan DBP 90 mmHg.
(untuk usia 30-59 tahun, Rekomendasi Kuat- Grade A; untuk usia 18-29
tahun, pendapat ahli-Grade E)
c. Rekomendasi 3
Pada populasi umum dengan usia < 60 tahun, inisiasi terapi farmakologi untuk
menurukan TD pada SBP 140 mmHg dan diturunkan sampai tekanan SBP <
140 mmHg. (Pendapat Ahli-Grade E)
d. Rekomendasi 4
Pada populasi umum usia 18 tahun dengan Chronic Kidney Disease (CKD),
inisiasi terapi farmakologi untuk menurunkan TD pada SBP 140 mmHg atau
DBP 90 mmHg dan target menurunkan sampai SBP < 140 mmHg dan DBP
< 90 mmHg.(Pendapat Ahli-Grade E)
e. Rekomendasi 5
Pada populasi umum usia 18 tahun dengan diabetes, inisiasi terapi
farmakologi untuk menurunkan TD pada SBP 140 mmHg atau DBP 90
mmHg dan target menurunkan sampai SBP < 140 mmHg dan DBP < 90
mmHg.(Pendapat Ahli-Grade E)
f. Rekomendasi 6
Pada populasi bukan kulit hitam, termasuk dengan penyakit diabetes, inisiasi
terapi farmakologi harus mencakup, diuretik tipe thiazide, calcium channel
blocker (CCB), angiostensin-converting enzym inhibitor (ACEI) atau
angiostensin receptor blocker (ARB). (Rekomendasi : Sedang-Grade B)
g. Rekomendasi 7
Pada populasi kulit hitam, termasuk orang-orang dengan diabetes, initiasi
terapi farmakologi antihipertensi harus mencakup diuretik tipe thiazide,
calcium channel blocker (CCB) (Untuk orang kulit hitam rekomendasi
sedang-grade B; untuk orang kulit hitam dengan diabetes rekomendasi lemah-
grade C)

19
h. Rekomendasi 8
Pada populasi umum usia 18 tahun dengan CKD, inisiasi terapi farmakologi
antihipertensi harus mencakup obat ACEI atau ARB untuk meningkatkan
fungsi ginjal (Rekomendasi Sedang-Grade B)
i. Rekomendasi 9
Tujuan objektif dari terapi hipertensi adalah untuk mencapai dan
mempertahankan tekanan darah sesuai target terapi. Jika tekanan darah tidak
dapat mencapai target terapi yang diinginkan dalam waktu 1 bulan terapi
tekanan darah, dapat dilakukan peningkatan dosis obat atau menambah
golongan obat kedua dari salah satu golongan obat pada rekomendasi 6
(diuretik tipe thiazide, CCB, ACEI atau ARB). Dokter harus terus menilai
perkembangan TD dan menyesuaikan regimen obat antihipertensi sampai TD
yang diinginkan dapat dicapai. Jika target tekanan darah tidak dapat dicapai
dengan pengunaan 2 jenis golongan obat antihipertensi, dapat dilakukan
penambahan dan titrasi obat ke 3 dari daftar yang telah tersedia. Jangan
pernah mengunakan obat ACEI dan ARB secara bersamaan pada 1 orang
pasien. Jika target tekanan darah tetap tidak dapat dicapai mengunakan terapi
obat pada rekomendasi 6 karena ada kontraindikasi obat atau membutuhkan
lebih dari 3 jenis obat, maka obat dari golongan antihipertensi lainnya dapat
digunakan. Rujukan ke spesialis perlu dilakukan jika pasien tidak dapat
mencapai target tekanan darah mengunakan strategi yang di atas atau perlu
dilakukan managemen komplikasi pada pasien.

20
Algoritma Penatalaksanaan Hipertensi

21
Dosis Obat Hipertensi JNC 8

Inisial Dosis Target Jumlah


Obat Antihipertensi
Dosis Harian (mg) RCT (mg) Obat / Hari

ACE inhibitors

1. Captopril 50 150-200 2

2. Enalapril 5 20 1-2

3. Lisinopril 10 40 1

Angiostensi receptor blockers (ARB)

1. Eprosartan 400 600-800 1-2

2. Candesartan 4 12-32 1

3. Losartan 50 100 1-2

4. Valsartan 40-80 160-320 1

5. Irbesartan 75 300 1

-Blockers

1. Atenolol 25-50 100 1

22
2. Metoprolol 50 100-200 1-2

Calcium Channel Blockers

1. Amlodipine 2,5 10 1

2. Diltiazem extended 120-180 360 1


release
3. Nitredipine 10 20 1-2

Thiazide-type diuretics

1. Bendroflumethiazide 5 10 1

2. Chlorthalidone 12,5 12,5-25 1

3. Hydrochlorothiazide 12,5-25 25-100 1-2

4. Indapamide 1,25 1,25-2,5 1

Strategi Dosis Obat Antihiprtensi


Strategi Deskripsi Detail
A Dimulai dengan satu obat, Jika target tekanan darah tidak tercapai dengan
kemudian dititrasi hingga inisiasi pengobatan, maka dosis titrasi obat
dosis maksimum, dan dinaikkan sampai dosis maksimum yang dianjurkan
kemudian tambahkan obat untuk mencapai target tekanan darah.
kedua. Jika target pengobatan pertama tersebut tidak
tercapai tambahkan 2 obat, seperti : diuretic-
thiazide, CCB, ACEI, atau ARB, dan titrasi obat
kedua sampai dosis maksimum yang dianjurkan
untuk mencapai target tekanan darahnya.
Jika target tekanan darah tidak tercapai dengan 2
obat pilih pengobatan ketiga, seperti diuretic-
thiazide, CCB, ACEI, atau ARB, hindari
penggunaan kombinasi ACEI dan ARB. Titrasi obat
ketiga sampai dosis maksimum yang dianjurkan
untuk target tekanan darah tercapai.
B Dimulai dengan satu obat, Mulailah dengan satu obat kemudian tambahkan
kemudian tambahkan obat obat kedua sebelum obat pertama mencapai dosis

23
kedua sebelum obat pertama maksimum yang dianjurkan, kemudian titrasi kedua
mencapai dosis maksimal. obat (obat pertama dan obat kedua) sampai dosis
maksimum yang dianjurkan untuk mencapai target
tekanan darahnya.
Jika target tekanan darah tidak tercapai dengan 2
obat maka pilih pengobatan ketiga : diuretic-
thiazide, CCB, ACEI, atau ARB, hindari
penggunaan kombinasi ACEI dan ARB.
Titrasi obat ketiga hingga dosis maksimum yang
dianjurkan untuk target tekanan darahnya tercapai.
C Dimulail dengan 2 obat pada Memulai terapi dengan 2 obat secara bersamaan,
waktu yang sama, baik baik sebagai 2 obat yang terpisah atau sebagai
sebagai 2 pil yang terpisah kombinasi tunggal.
atau sebagai kombinasi Beberapa anggota komite merekomendasikan terapi
tunggal. dimulai dengan 2 obat ketika SBP > 160 mm Hg
dan/atau DBP > 100 mm Hg, atau jika SBP > 20
mm Hg dan/atau DBP > 10 mm Hg di atas target
tekanan darahnya.
Jika target BP tidak tercapai dengan 2 obat, pilih
obat ketiga (sperti: diuretic tipe thiazide, CCB,
ACEI, atau ARB), hindari penggunaan kombinasi
ACEI dan ARB. Titrasi obat ketiga sampai dengan
dosis maksimum yang dianjurkan.
Keterangan: ACEI, angiotensin-converting enzyme; ARB, angiotensin receptor
blocker; BP, blood pressure; CCB, calcium channel blocker; DBP, diastolic blood
pressure; SBP, systolic blood pressure.

24
3. NICE Guideline
Diagnosis hipertensi berdasarkan NICE guideline :
A. Hipertensi Derajat 1
Suatu kondisi dimana tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih dan
kemudian dilakukan pemantauan di Rumah Sakit atau dengan melakukan
pemantauan tekanan darah harian di rumah dengan rata-rata tekanan darah
135/85 mmHg atau lebih.

25
B. Hipertensi Derajat 2
Tekanan darah 160/100 mmHg atau lebih kemudian dilakukan Rumah
sakit atau di rumah dengan rata-rata tekanan darah hariannya sebesar
150/95 mmHg atau lebih.
C. Hipertensi Berat
Suatu kondisi dimana tekanan darah sistol 180 mmHg dan diastole 110
mmHg.

Pengobatan antihipertensi:
1. Pengobatan Step 1
- Pasien dengan usia <55 tahun, pengobatan antihipertensi step 1 dengan
ACEI atau ARB. Jika ACEI diresepkan dan tidak dapat ditoleransi
karena batuk, disarankan menggunakan low cost ARB.
- Jangan mengkombinasi ACEI dengan ARB dalam pengobatan
hipertensi.
- Pengobatan antihipertensi step 1 dengan CCB pada pasien usia >55
tahun dan pada orang kulit hitam atau pada banyak usia. Jika CCB
tidak sesuai, misalnya pada edema atau intolerasi ataupun juga pada
orang dengan resiko tinggi gagal jantung, dapat berikan diuretic
(thiazid).
- Jika pengobatan diuretic digunakan atau diubah, disarankan untuk
diberi diuretic (thiazid), seperti chlortalidone (12,5-25 mg sekali
sehari) atau indapamide (1,5 mg dengan modifikasi sekali sehari atau
2,5 mg sekali sehari), dan pilihan untuk diuretic-tiazid konfensional
seperti bendroflumethiazide atau hidroklortiazid.
- Untuk orang yang di terapi dengan bendroflumetiazide atau
hidroklortiazide dan dengan tekanan darah yang stabil dan terkontrol,
kemudian pengobatan dilanjutkan dengan bendroflumethiazide atau
hidrochlorthiazide.

26
- Beta blockers (BB) bukan merupakan pilihan utama untuk terapi awal,
tetapi dapat digunakan pada orang yang usianya lebih muda,
khususnya dengan :
a. Pasien intoleransi atau kontraindikasi dengan ACEI atau ARB.
b. Wanita dalam kehamilan
c. Orang yang terbukti mengalami peningkatan sistem simpatis
- Jika terapi inisiasi dengan beta blocker dan pengobatan kedua
diperlukan, lebih baik ditambah dengan CCB daripada diuretic-tiazid
untuk menurunkan resiko diabetes.

2. Pengobatan Step 2
- Jika tekanan darah tidak terkontrol oleh pengobatan pertama,
disarankan untuk pengobatan kedua dengan mengkombinasi CCB
dengan ACEI atau ARB.
- Jika CCB tidak cocok pada pengobatan kedua, misalnya karena edema
atau intoleransi atau jika terdapat tanda-tanda gagal jantung ataupun
peningkatan resiko gagal jantung, maka disarankan memilih diuretic-
tiazid.
- Pada orang Afrika atau keluarga Caribben (orang kulit putih),
dipertimbangkan ARB, ACEI dikominasi dengan CCB.

3. Pengobatan Step 3
- Sebelum mempertimbangkan pengobatan step 3, lihat kembali pengobatan
sebelumnya sudah optimal atau dosisnya sudah tertoleransi baik.
- Jika pengobatannya memerlukan tiga obat, kombinasi ACEI atau
Angiotensin II receptor blocker , CCB dan diuretic-tiazid dapat digunakan.

4. Pengobatan Step 4
- Tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mmHg setelah pengobatan secara
optimal atau dosis toleransi yang baik dari ACEI atau ARB plus diuretic

27
dari resistensi hipertensi dan ditambah empat obat antihipertensi dan/atau
konsultasikan ke spesialis.
- Untuk terapi hipertensi resisten pada tahap 4:
a. Disarankan untuk menggunakan further diuretic therapy dengan
lowdose spironolactone (25 mg sekali sehari) jika kadar kalium serum
4,5 mmol/liter. Hati-hati dengan penggunaan pada orang dengan
penurunan GFR, karena dapat meningkatkan resiko hiperkalemia.
b. Disarankan menggunakan higher dose thiazide like diuretic jika nilai
kalium serum >4,5 mmol.
- Ketika menggunakan further diuretic therapy, diperlukan monitor natrium
serum dan potassium serum serta fungsi ginjal dalam satu bulan dan dapat
diulang jika diperlukan.
- Jika further diuretic therapy tidak toleransi atau dikontraindikasikan atau
tidak efektif, disarankan menggunakan Alpha atau beta blocker.
- Jika tekanan darah tetap tidak dapat dikontrol dengan optimal atau
toleransi maksimum dari ke empat dosis tetap tidak bisa, perlu
dikonsultasikan kepada ahlinya.

28
29
Obat Anti Hipertensi

30
PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI
A. Komplikasi akut
Hipertensi emergency dan urgency
B. Komplikasi kronik
a. Tanpa komplikasi
b. Hipertensi malignant/accelerated
c. LVH, gagal jantung, IMA
d. Aneurisma (dilatasi pembuluh darah lokal) aorta, aorta disekan
(pecahnya aorta)
e. STROKE (iskemia, trombosis, perdarahan otak) dan
f. Nefrosklerosis, gagal ginjal menahun
g. Mata : edema pupil, pendarahan, eksudasi pada HT maligna

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Fisher NDL, Williams GH. Hypertensive vascular disease. In : Kasper DL,


Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, et all, editors. Harrisons
principle of internal medicine. 16th edition. New York : McGraw Hill; 2005.
2. World Health Organization (WHO), 2003, International Society of
Hypertension Statement on Management of Hypertension, Australia:
Lippincott Wiliam & Wilkins.
3. Joint National Committee, 2004, The Seventh Report of the Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure, Department Of Health And Human Services National
Institutes of Health National Heart, Lung, and Blood Institute.
4. Braunwalds, Eugene. 2012. Heart Disease A Textbook of Cardiovascular
Disease. 9th Edition. Philadelphia: Elsevier.
5. Chang L. Hypertension : high blood pressure and atherosclerosis. In :
WebMD medical reference. 2005. (Accessed 20 May 2014). Available from:
URL: http://www.webmd.com/content/article/96/103778.htm.
6. Rosendorff, Clive. 2005. Essential Cardiology : Principles and Practice.
2nd Edition. New York: Humana Press.
7. Horacio J, Nicolaos E. Sodium and Potassium in the Pathogenesis of
Hypertension. N Engl J Med 2007;356:1966-78
8. James, A Paul. 2013. 2014 Evidence-Based Guideline for the Management
of High Blood Pressure in Adults Report from the Panel Members
Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8). JAMA journal.
United States: American Medical Association.
9. Natinal Institute for Health and Clinical Excellence. 2011. Hypertension
Clinical Management of Primary Hipertension in Adults. London: NICE
Clinical Guideline.

32

Anda mungkin juga menyukai