PENDAHULUAN
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik
peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang terjadi akibat kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau keduanya. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang
dikonsumsi dan secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Insulin
merupakan suatu hormon yang diproduksi pankreas yang berfungsi mengendalikan
kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya
Secara klinis terdapat dua tipe DM yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. DM tipe 1
disebabkan karena kurangnya insulin secara absolut akibat proses autoimun sedangkan
DM tipe 2 merupakan kasus terbanyak (90-95% dari seluruh kasus diabetes) yang
umumnya mempunyai latar belakang kelainan diawali dengan resistensi. DM tipe 2
berlangsung lambat dan progresif, sehingga tidak terdeteksi karena gejala yang dialami
pasien sering bersifat ringan seperti kelelahan, iritabilitas, poliuria,polidipsi dan luka
yang lama sembuh. Kemampuan tubuh untuk bereaksi dengan insulin dapat menurun
pada pasien DM, keadaan ini dapat menimbulkan komplikasi baik akut maupun kronik.
DM sudah merupakan salah satu ancaman bagi kesehatan umat manusia pada
abad 21. Terjadi kecenderungan peningkatan insidens dan prevalensi DM tipe-2 di dunia
kemungkinan disebabkan karena meningkatnya pasien obesitas dan aktivitas fisik yang
kurang. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang
cukup besar untuk tahun-tahun mendatang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Diabetes Melitus (DM)
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes
Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya.1
Klasifikasi DM
Klasifikasi DM dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : 2
Epidemiologi DM
Terjadi kecenderungan peningkatan insidens dan prevalensi DM tipe-2 di
dunia kemungkinan disebabkan karena meningkatnya pasien obesitas dan
aktivitas fisik yang kurang. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah
penyandang diabetes yang cukup besar untuk tahun-tahun mendatang. 1 WHO
memprediksi kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi
sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 di Indonesia. Sedangkan International Diabetes
DM.
Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi>4000 gram atau riwayat
sebelumnya.
Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJK, atau PAD
(Peripheral Arterial Diseases).
Patofisiologi DM
Pada DM tipe 1 atau yang disebut IDDM (Insulin Dependent Diabetes
Mellitus)
terjadi
ketiadaan
insulin
yang
mutlak,
sehingga
penderita
membutuhkan pasokan insulin dari luar. Kondisi ini disebabkan karena adanya
lesi pada sel beta pankreas. Pembentukan lesi ini disebabkan karena mekanisme
gangguan autoimun dan infeksi virus yang terlibat dalam kerusakan sel-sel beta.
Adanya antibodi atau autoimun yang menyerang sel beta biasanya dideteksi
beberapa tahun sebelum timbulnya penyakit. DM tipe 1 dapat berkembang
secara tiba-tiba, dengan tiga gejala pokok: (1) meningkatnya glukosa darah, (2)
peningkatan penggunaan lemak untuk energi dan pembentukan kolesterol oleh
hati, dan (3) penipisan protein tubuh.
Pada diabetes mellitus tipe 2, penurunan respons jaringan perifer
terhadap insulin, atau resistensi insulin, dan penurunan kemampuan sel
pancreas untuk menskresi insulin sebagai respons terhadap beban glukosa
dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral. Konsentrasi insulin yang tinggi
mengakibatkan reseptor insulin berupaya melakukan pengaturan sendiri (self
regulation) dengan menurunkan jumlah reseptor atau down regulation. Hal ini
membawa dampak pada penurunan respons reseptornya dan lebih lanjut
mengakibatkan terjadinya resistensi insulin. Kondisi hiperinsulinemia juga dapat
mengakibatkan desensitisasi reseptor insulin pada tahap postreceptor, yaitu
penurunan aktivasi kinase reseptor, translokasi glucose transporter dan aktivasi
glycogen synthase. Kejadian ini mengakibatkan terjadinya resistensi insulin.
Pada resistensi insulin, terjadi peningkatan produksi glukosa dan penurunan
penggunaan glukosa sehingga mengakibatkan peningkatan kadar gula darah
(hiperglikemik). Pada tahap ini, sel pancreas mengalami adaptasi diri sehingga
responnya untuk mensekresi insulin menjadi kurang sensitif, dan pada akhirnya
membawa akibat pada defisiensi insulin.2,3
Belakangan diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan
lebih berat daripada yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver dan sel
beta, organ lain seperti: jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal
(defisiensi incretin), sel alpha pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan
4
absorpsi glukosa), dan otak (resistensi insulin), kesemuanya ikut berperan dalam
menimbulkan terjadinya gangguan toleransi glukosa pada DM tipe-2.1
DeFronzo pada tahun 2009 menyampaikan, bahwa tidak hanya otot, liver
dan sel beta pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis penderita
DM tipe-2 tetapi terdapat organ lain yang berperan yang disebutnya sebagai the
ominous octet (gambar-1).1
Secara garis besar patogenesis DM tipe-2 disebabkan oleh delapan hal (omnious octet)
berikut :
1. Kegagalan sel beta pancreas.
Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat
berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea,
meglitinid, GLP-1 agonis dan DPP-4 inhibitor.
2. Liver.
Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver
(HGP = hepatic glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui jalur
ini adalah metformin, yang menekan proses gluconeogenesis.
3. Otot.
Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multiple di
intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul gangguan
transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan
oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini adalah metformin, dan
tiazolidindion.
4. Sel lemak.
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan
peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas (FFA = Free Fatty
Acid) dalam plasma. Penigkatan FFA akan merangsang proses glukoneogenesis,
dan mencetuskan resistensi insulin di liver dan otot. FFA juga akan mengganggu
sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini disebutsebagai
lipotoxocity. Obat yang bekerja dijalur ini adalah tiazolidindion.
5. Usus.
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding kalau
diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini
diperankan oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1) dan GIP
(glucose-dependent insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric
inhibitory polypeptide). Pada penderita DM tipe-2 didapatkan defisiensi LP-1
dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut incretin segera dipecah oleh
keberadaan ensim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat
yang bekerja menghambat kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor.
Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat
melalui kinerja ensim alfa-glukosidase yang memecah polisakarida menjadi
monosakarida yang kemudian diserap oleh usus dan berakibat meningkatkan
glukosa darah setelah makan. Obat yang bekerja untuk menghambat kinerja
ensim alfa-glukosidase adalah akarbosa.
6. Sel Alpha Pancreas.
Sel- pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia dan
sudah diketahui sejak 1970. Sel- berfungsi dalam sintesis glukagon yang
dalam keadaan puasa kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan
ini menyebabkan HGP dalam keadaan basal meningkat secara signifikan
dibanding individu yang normal. Obat yang menghambat sekresi glukagon atau
menghambat reseptor glukagon meliputi GLP-1 agonis, DPP-4 inhibitor dan
amylin.
7. Ginjal.
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis DM tipe-2.
Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh persen dari
glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium
Glucose coTransporter) pada bagian convulated tubulus proksimal. Sedang 10%
sisanya akan di absorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan
asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita DM
terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang menghambat kinerja SGLT2 ini akan menghambat penyerapan kembali glukosa di tubulus ginjal sehingga
glukosa akan dikeluarkan lewat urine. Obat yang bekerja di jalur ini adalah
SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin adalah salah satu contoh obatnya.
8. Otak.
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obes
baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan
mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini asupan
makanan justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di
otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah GLP-1 agonis, amylin dan
bromokriptin.
Manifestasi klinis DM
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan
adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:
Diagnosis DM
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.1Pada anamnesis
perlu ditanyakan mengenai berat badan, riwayat keluarga dengan DM dan
komplikasinya, faktor risiko untuk kelainan kardiovaskular, dan gaya hidup.
Pada pasien yang telah terbukti DM, untuk anamnesis perlu ditanyakan
mengenai penanganan DM yang dilakukan sebelumnya, termasuk jenis terapi,
nilai HbA1C sebelumnya, hasil self-monitoring glukosa darah, frekuensi
hipoglikemia, adanya komplikasi spesifik DM, dan menilai tingkat pengetahuan
pasien mengenai DM, aktifitas fisik, dan nutrisi (diet). Komplikasi kronik dapat
mempengaruhi beberapa sistem organ, dan pasien dapat menunjukkan gejala
yang berhubungan dengan komplikasi. Dicari juga kemungkinan adanya
penyakit komorbid yang berhubungan dengan DM.1,2,4
Pada pemeriksaan fisik, perhatian khusus harus diberikan pada aspek
yang relevan dengan DM, seperti berat badan atau BMI, pemeriksaan retina,
tekanan darah ortostatik, pemeriksaan ekstremitas bawah, pulsasi perifer, dan
tempat injeksi insulin.
Tabel 1. Kriteria diagnosis DM
Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dl. Puasa adalah kondisi
tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma 200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl dengan keluhan klasik.
Atau
Pemeriksaan HbA1c 6,5% dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program
(NGSP).
glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).
GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma
puasa didapatkan antara 100 125 mg/dL (5,6 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan
Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari
(dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti
biasa
Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum
10
Penatalaksanaan DM
Ada Eepat pilar penatalaksanaan DM:
1. Edukasi
2. Terapi nutrisi medis
3. Latihan jasman
4. Intervensi farmakologis
Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai
bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari
pengelolaan DM secara holistik. Edukasi yang perlu diberikan adalah mengenai : 1,2
dilakukan.
Penyulit DM dan resikonya serta cara mengatasi sementara keadaan gawat
darurat.
Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat hipoglikemik oral
mandiri.
Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia
Pentingnya latihan jasmani secara teratur
Pentingnya perawatan kaki
Permasalahan khusus yang dihadapi, misalnya hiperglikemi saat kehamilan,
dan lain-lain.
Lemak
Lemak tidak jenuh ganda < 10%, selebihnya dari lemak tidak jenuh
tunggal
Protein
Natrium
12
Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan
bahan pengawet seperti natrium benzoate dan natrium nitrit.
Serat
B. Kebutuhan Kalori
Kebutuhan kalori total untuk pasien diabetes adalah sebesar 25-30
kalori/kgBB ideal.
Perhitungan berat badan ideal (BBI) menggunakan rumus Broca yang
dimodifikasi:
13
Umur: pasien usia > 40 thn kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk usia
40-59thn, 10% untuk usia 60-69 thn dan 20% untuk usia > 70 thn.
dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore
(25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) diantaranya.
Latihan Jasmani
Latihan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit). Latihan jasmani selain untuk menjaga
kebugaran juga dapat menurunkan BB dan memperbaiki sensitifitas insulin,
sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki,
bersepeda santai, jogging, dan berenang.1
Terapi Farmakologi DM
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani.
Obat Antihiperglikemia Oral
Berdasarkan cara kerjanya, OHO (Obat Hipoglikemik Oral) dibagi 5
golongan: 1
1. Pemicu sekresi insulin (Insulin secretagogue) : sulfonylurea dan glinid
o Sulfonilurea
14
Glinid
penekanan
pada
peningkat
sekresi
insulin
kecenderungan
hipoksemia
(misalnya
penyakit
serebrovaskular, sepsis, renjatan, PPOK,gagal jantung [NYHA FC IIIIV]). Efek samping yang mungkin berupa gangguan saluran
pencernaan seperti halnya gejala dispepsia.
o Tiazolidindion (TZD)
TZNs bekerja mengurangi resistensi insulin dengan cara mengaktivasi
PPAR-, reseptor inti yang meregulasi transkripsi dari beberapa gen
responsive-insulin yang mengatur metabolisme KH dan lemak. Jadi
kerja obat ini terutama pada stimulasi metabolisme glukosa pada
jaringan perifer, selain itu juga berperan dalam menghambat lipolisis
dan meredistribusi simpanan lemak dari hepar dan otot menuju
15
16
dengan
perencanaan makan
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
17
yang
lain
berupa
reaksi
alergi
terhadap
insulin.
18
19
Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial.
Terapi insulin diupayakan mampu menyerupai pola sekresi insulin yang
fisiologis. Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin
prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya
hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan
menimbulkan hiperglikemia setelah makan.
Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi
terhadap defisiensi yang terjadi. Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah
mengendalikan glukosa darah basal (puasa, sebelum makan). Hal ini dapat
dicapai dengan terapi oral maupun insulin.
Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah basal
adalah insulin basal (insulin kerja sedang atau panjang). Penyesuaian dosis
insulin basal untuk pasien rawat jalan dapat dilakukan dengan menambah 2-4
unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum tercapai.
Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai, sedangkan
HbA1c belum mencapai target, maka dilakukan pengendalian glukosa darah
20
21
22
Komplikasi DM
Komplikasi Akut
1. Diabetic Ketoacidosis
Diabetik Ketoacidosis (DKA) paling sering terjadi pada Diabetes Melitus
tipe 1. DKA dapat pula terjadi pada DM tipe 2 pada kondisi yang ekstrim.
Selain berfungsi dalam proses pemasukan glukosa ke intraseluler, insulin juga
berfungsi dalam menghambat glukoneogenesis, glikogenolisis, meningkatkan
sintesis protein pada sel hepar dan sel otot, serta meningkatkan proses
lipogenesis atau sintesis lipid pada hepar dan adiposit.1,2
Jika tidak ada cukup insulin yang bekerja, baik akibat kekurangan
sintesis insulin maupun resistensi insulin, akan terjadi efek yang
berkebalikan. Salah satu di antaranya adalah menyebabkan penurunan sintesis
lipid dan meningkatkan proses pemecahan lipid atau lipolosis. Hasil dari
23
proses lipolisis tersebut adalah asam lemak bebas (Free Fatty Acid), yang
sebagian ada yang dikonversi menjadi Keton. Penumpukan keton ini dapat
menyebabkan peningkatan keasaman dalam sirkulasi sistemik.1,2
Terdapat beberapa kelainan metabolik pada DKA, antara lain : 1
6.
Hiperglikemia Glukosa darah >250 mg/dL.
Menimbulkan : Diuresis Osmotik akibat hiperglikemia (Poliuria) dan
7.
Hipoglikemika
Kondisi ini paling sering terjadi akibat peningkatan kadar insulin yang
berlebih yang disertai dengan penurunan kadar glukosa di bawah normal.
24
Keadaan ini paling banyak terjadi akibat injeksi insulin yang tidak terkontrol
dan penggunaan obat hipoglikemik oral yang berkepanjangan.1,2
-
mg/dL.
Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandang diabetes harus selalu
ginjal kronik atau yang mendapatkan terapi dengan OHO kerja panjang).
Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan suatu hal yang harus dihindari,
mengingat dampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran mental
bermakna pada pasien. Perbaikan kesadaran pada DM usia lanjut sering
Komplikasi Kronis
Prinsip-prinsip timbulnya kelainan pada pembuluh darah dan beberapa
organ lain seperti ginjal dan mata adalah akibat adanya proses glikolisasi
25
C. Neuropati
Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah neuropati
perifer, berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk
terjadinya ulkus kaki dan amputasi.
Ada dua perubahan patologis yang terkait dengan neuropati perifer :
o Penebalan dinding pembuluh darah yang mensuplai nutrisi ke
sel-sel saraf atau neuron terjadi iskemia seluler.
o Demielinisasi pada sel Schwann sehingga terjadi penurunan
konduksi neuron.
26
27
Daftar Pustaka
1. PERKENI. Konsensus Pengolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di
Indonesia. Jakarta. 2015.
2. Sudoyo AW, dkk. Buku Ajar Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta. Interna
Publishing. 2009.
3. Guyton & Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta: EGC. 2007.
4. American Diabetes Association. Diagnosis and Classification of
Diabetes Mellitus. Diabetes Care. Volume 37, 2014. Available at :
http://care.diabetesjournals.org/content/37/Supplement_1/S81.full.pdf+html
5. Syarif A, dkk. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta. 2007.
6. Darmono. Status Glikemi dan Komplikasi Vaskuler Diabetes Mellitus
dalam Naskah lengkap Kongres Nasional V Persatuan Diabetes Indonesia
(Persadia) dan Pertemuan Ilmiah Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
(Perkeni), Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2002.
7. Powers A C, Diabetes Mellitus in Horrisons Principles of Internal
Medicine 15 th Edition [monograph in CD Room] , Mc Graw Hill ; 2001.
28