Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik
peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang terjadi akibat kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau keduanya. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang
dikonsumsi dan secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Insulin
merupakan suatu hormon yang diproduksi pankreas yang berfungsi mengendalikan
kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya
Secara klinis terdapat dua tipe DM yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. DM tipe 1
disebabkan karena kurangnya insulin secara absolut akibat proses autoimun sedangkan
DM tipe 2 merupakan kasus terbanyak (90-95% dari seluruh kasus diabetes) yang
umumnya mempunyai latar belakang kelainan diawali dengan resistensi. DM tipe 2
berlangsung lambat dan progresif, sehingga tidak terdeteksi karena gejala yang dialami
pasien sering bersifat ringan seperti kelelahan, iritabilitas, poliuria,polidipsi dan luka
yang lama sembuh. Kemampuan tubuh untuk bereaksi dengan insulin dapat menurun
pada pasien DM, keadaan ini dapat menimbulkan komplikasi baik akut maupun kronik.
DM sudah merupakan salah satu ancaman bagi kesehatan umat manusia pada
abad 21. Terjadi kecenderungan peningkatan insidens dan prevalensi DM tipe-2 di dunia
kemungkinan disebabkan karena meningkatnya pasien obesitas dan aktivitas fisik yang
kurang. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang
cukup besar untuk tahun-tahun mendatang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Diabetes Melitus (DM)
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes
Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya.1
Klasifikasi DM
Klasifikasi DM dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : 2

Epidemiologi DM
Terjadi kecenderungan peningkatan insidens dan prevalensi DM tipe-2 di
dunia kemungkinan disebabkan karena meningkatnya pasien obesitas dan
aktivitas fisik yang kurang. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah
penyandang diabetes yang cukup besar untuk tahun-tahun mendatang. 1 WHO
memprediksi kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi
sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 di Indonesia. Sedangkan International Diabetes

Federation (IDF) memprediksi adanya kenaikan jumlah penyandang DM di


Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035.1
Faktor risiko DM
Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi :
Ras dan etnik
Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes)
Umur.Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring
dengan meningkatnya usia. Usia > 45 tahun harus dilakukan pemeriksaan

DM.
Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi>4000 gram atau riwayat

pernah menderita DM gestasional (DMG).


Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang
lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding
dengan bayi lahir dengan BB normal.

Faktor risiko yang bisa dimodifikasi :

Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2).


Kurangnya aktivitas fisik.
Hipertensi (> 140/90 mmHg)
Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL)
Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi gula dan rendah serat
akan meningkatkan risiko menderita prediabetes/intoleransi glukosa dan
DM tipe 2.

Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes :

Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain

yang terkait dengan resistensi insulin


Penderita sindrom metabolik memiliki riwayat toleransi glukosa
terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT)

sebelumnya.
Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJK, atau PAD
(Peripheral Arterial Diseases).

Patofisiologi DM
Pada DM tipe 1 atau yang disebut IDDM (Insulin Dependent Diabetes
Mellitus)

terjadi

ketiadaan

insulin

yang

mutlak,

sehingga

penderita

membutuhkan pasokan insulin dari luar. Kondisi ini disebabkan karena adanya
lesi pada sel beta pankreas. Pembentukan lesi ini disebabkan karena mekanisme
gangguan autoimun dan infeksi virus yang terlibat dalam kerusakan sel-sel beta.
Adanya antibodi atau autoimun yang menyerang sel beta biasanya dideteksi
beberapa tahun sebelum timbulnya penyakit. DM tipe 1 dapat berkembang
secara tiba-tiba, dengan tiga gejala pokok: (1) meningkatnya glukosa darah, (2)
peningkatan penggunaan lemak untuk energi dan pembentukan kolesterol oleh
hati, dan (3) penipisan protein tubuh.
Pada diabetes mellitus tipe 2, penurunan respons jaringan perifer
terhadap insulin, atau resistensi insulin, dan penurunan kemampuan sel
pancreas untuk menskresi insulin sebagai respons terhadap beban glukosa
dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral. Konsentrasi insulin yang tinggi
mengakibatkan reseptor insulin berupaya melakukan pengaturan sendiri (self
regulation) dengan menurunkan jumlah reseptor atau down regulation. Hal ini
membawa dampak pada penurunan respons reseptornya dan lebih lanjut
mengakibatkan terjadinya resistensi insulin. Kondisi hiperinsulinemia juga dapat
mengakibatkan desensitisasi reseptor insulin pada tahap postreceptor, yaitu
penurunan aktivasi kinase reseptor, translokasi glucose transporter dan aktivasi
glycogen synthase. Kejadian ini mengakibatkan terjadinya resistensi insulin.
Pada resistensi insulin, terjadi peningkatan produksi glukosa dan penurunan
penggunaan glukosa sehingga mengakibatkan peningkatan kadar gula darah
(hiperglikemik). Pada tahap ini, sel pancreas mengalami adaptasi diri sehingga
responnya untuk mensekresi insulin menjadi kurang sensitif, dan pada akhirnya
membawa akibat pada defisiensi insulin.2,3
Belakangan diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan
lebih berat daripada yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver dan sel
beta, organ lain seperti: jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal
(defisiensi incretin), sel alpha pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan
4

absorpsi glukosa), dan otak (resistensi insulin), kesemuanya ikut berperan dalam
menimbulkan terjadinya gangguan toleransi glukosa pada DM tipe-2.1
DeFronzo pada tahun 2009 menyampaikan, bahwa tidak hanya otot, liver
dan sel beta pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis penderita
DM tipe-2 tetapi terdapat organ lain yang berperan yang disebutnya sebagai the
ominous octet (gambar-1).1

Secara garis besar patogenesis DM tipe-2 disebabkan oleh delapan hal (omnious octet)
berikut :
1. Kegagalan sel beta pancreas.

Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat
berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea,
meglitinid, GLP-1 agonis dan DPP-4 inhibitor.
2. Liver.
Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver
(HGP = hepatic glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui jalur
ini adalah metformin, yang menekan proses gluconeogenesis.
3. Otot.
Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multiple di
intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul gangguan
transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan
oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini adalah metformin, dan
tiazolidindion.
4. Sel lemak.
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan
peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas (FFA = Free Fatty
Acid) dalam plasma. Penigkatan FFA akan merangsang proses glukoneogenesis,
dan mencetuskan resistensi insulin di liver dan otot. FFA juga akan mengganggu
sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini disebutsebagai
lipotoxocity. Obat yang bekerja dijalur ini adalah tiazolidindion.
5. Usus.
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding kalau
diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini
diperankan oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1) dan GIP
(glucose-dependent insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric
inhibitory polypeptide). Pada penderita DM tipe-2 didapatkan defisiensi LP-1
dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut incretin segera dipecah oleh
keberadaan ensim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat
yang bekerja menghambat kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor.
Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat
melalui kinerja ensim alfa-glukosidase yang memecah polisakarida menjadi
monosakarida yang kemudian diserap oleh usus dan berakibat meningkatkan

glukosa darah setelah makan. Obat yang bekerja untuk menghambat kinerja
ensim alfa-glukosidase adalah akarbosa.
6. Sel Alpha Pancreas.
Sel- pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia dan
sudah diketahui sejak 1970. Sel- berfungsi dalam sintesis glukagon yang
dalam keadaan puasa kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan
ini menyebabkan HGP dalam keadaan basal meningkat secara signifikan
dibanding individu yang normal. Obat yang menghambat sekresi glukagon atau
menghambat reseptor glukagon meliputi GLP-1 agonis, DPP-4 inhibitor dan
amylin.
7. Ginjal.
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis DM tipe-2.
Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh persen dari
glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium
Glucose coTransporter) pada bagian convulated tubulus proksimal. Sedang 10%
sisanya akan di absorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan
asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita DM
terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang menghambat kinerja SGLT2 ini akan menghambat penyerapan kembali glukosa di tubulus ginjal sehingga
glukosa akan dikeluarkan lewat urine. Obat yang bekerja di jalur ini adalah
SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin adalah salah satu contoh obatnya.
8. Otak.
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obes
baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan
mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini asupan
makanan justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di
otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah GLP-1 agonis, amylin dan
bromokriptin.

Manifestasi klinis DM
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan
adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:

Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat

badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.


Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

Diagnosis DM
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.1Pada anamnesis
perlu ditanyakan mengenai berat badan, riwayat keluarga dengan DM dan
komplikasinya, faktor risiko untuk kelainan kardiovaskular, dan gaya hidup.
Pada pasien yang telah terbukti DM, untuk anamnesis perlu ditanyakan
mengenai penanganan DM yang dilakukan sebelumnya, termasuk jenis terapi,
nilai HbA1C sebelumnya, hasil self-monitoring glukosa darah, frekuensi
hipoglikemia, adanya komplikasi spesifik DM, dan menilai tingkat pengetahuan
pasien mengenai DM, aktifitas fisik, dan nutrisi (diet). Komplikasi kronik dapat
mempengaruhi beberapa sistem organ, dan pasien dapat menunjukkan gejala
yang berhubungan dengan komplikasi. Dicari juga kemungkinan adanya
penyakit komorbid yang berhubungan dengan DM.1,2,4
Pada pemeriksaan fisik, perhatian khusus harus diberikan pada aspek
yang relevan dengan DM, seperti berat badan atau BMI, pemeriksaan retina,
tekanan darah ortostatik, pemeriksaan ekstremitas bawah, pulsasi perifer, dan
tempat injeksi insulin.
Tabel 1. Kriteria diagnosis DM
Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dl. Puasa adalah kondisi
tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma 200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl dengan keluhan klasik.
Atau
Pemeriksaan HbA1c 6,5% dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program
(NGSP).

Catatan: Saat ini tidak semua laboratorium di Indonesia memenuhi standard


NGSP, sehingga harus hati-hati dalam membuat interpretasi terhadap hasil
pemeriksaan HbA1c. Pada kondisi tertentu seperti: anemia, hemoglobinopati,
riwayat transfusi darah 2-3 bulan terakhir, kondisikondisi yang mempengaruhi
umur eritrosit dan gangguan fungsi ginjal maka HbA1c tidak dapat dipakai
sebagai alat diagnosis maupun evaluasi.

Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa dapat


dilihat pada bagan 1. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal
atau DM, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam
kelompok pradiabetes yang meliputi:

toleransi glukosa terganggu (TGT) atau

glukosa darah puasa terganggu (GDPT).1

TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan

glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).
GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma
puasa didapatkan antara 100 125 mg/dL (5,6 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan

TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL.


Diagnosis pradiabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan
HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4 %.

Cara pelaksanaan TTGO : 1

Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari
(dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti

biasa
Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum

air putih tanpa gula tetap diperbolehkan


Diperiksa kadar glukosa darah puasa
Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/ kgBB (anak-anak),

dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit


Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam

setelah minum larutan glukosa selesai


Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa
Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok
9

Bagan 1.. Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi


glukosa.

10

Penatalaksanaan DM
Ada Eepat pilar penatalaksanaan DM:
1. Edukasi
2. Terapi nutrisi medis
3. Latihan jasman
4. Intervensi farmakologis
Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai
bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari
pengelolaan DM secara holistik. Edukasi yang perlu diberikan adalah mengenai : 1,2

Perjalanan penyakit DM.


Pentingnya pengendalian dan pemantauan DM dan cara-cara yang dapat

dilakukan.
Penyulit DM dan resikonya serta cara mengatasi sementara keadaan gawat

darurat.
Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat hipoglikemik oral

atau insulin serta obat-obatan lain.


Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin

mandiri.
Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia
Pentingnya latihan jasmani secara teratur
Pentingnya perawatan kaki
Permasalahan khusus yang dihadapi, misalnya hiperglikemi saat kehamilan,
dan lain-lain.

Terapi Gizi Medis


Prinsip pengaturan diet pada pasien DM hampir sama dengan orang
normal, yaitu sangat penting menjaga asupan makanan dengan gizi seimbang
dan sesuai kebutuhan kalori. Hal yang perlu diperhatikan pada penderita DM
adalah jadwal makan yang harus teratur, jenis dan jumlah makanan.1,2
A. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari :
Karbohidrat

Karbohidrat dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energy

Pembatasan karbohidrat total 130gr/hari tidak anjurkan

Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi


11

Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyendang diabetes dapat


makan bersama dengan makanan keluarga yang lain

Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi

Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat


dalam sehari.

Lemak

Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak


diperkenankan melebihi 30% total asupan energy

Lemak jenuh < 7% kebutuhan kalori

Lemak tidak jenuh ganda < 10%, selebihnya dari lemak tidak jenuh
tunggal

Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung


lemak jenuh dan lemak trans antara lain : daging berlemak dan susu
penuh

Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari.

Protein

Dibutuhkan sebesar10-20% total asupan energi

Sumber protein yang baik adalah seefood (ikan,udang, cumi, dll),


daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak,
kacang-kacangan, tahu, dan tempe.

Pada pasien dengann nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi


0,8 g/KgBB perhari atau 10% dari kebutuhan energy dan 65%
hendaknya bernilai biologic tinggi.

Natrium

Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan


anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau
sama dengan 6-7 gram (1 sendok the) garam dapur.

Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg

12

Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan
bahan pengawet seperti natrium benzoate dan natrium nitrit.

Serat

Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan


mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran
serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung
vitamin, mineral, dan serat.

Anjurkan konsumsi serat adalah 25 g/hari.

B. Kebutuhan Kalori
Kebutuhan kalori total untuk pasien diabetes adalah sebesar 25-30
kalori/kgBB ideal.
Perhitungan berat badan ideal (BBI) menggunakan rumus Broca yang
dimodifikasi:

Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.


Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150

cm, rumus dimodifikasi menjadi: BBI = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.


o BB Normal: BB ideal 10 %
o Kurus: kurang dari BBI - 10 %
o Gemuk: lebih dari BBI + 10 %
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT). Indeks
massa tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB(kg)/TB(m 2)
o Klasifikasi IMT*
BB Kurang <18,5
BB Normal 18,5-22,9
BB Lebih 23,0
Dengan risiko 23,0-24,9
Obes I 25,0-29,9
Obes II 30
Kebutuhan kalori ini dapat dikurangi atau ditambah tergantung faktor-

faktor berikut : 1,2

Jenis kelamin : Pada wanita kebutuhan kalori lebih sedikit dibanding


pria.

13

Umur: pasien usia > 40 thn kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk usia
40-59thn, 10% untuk usia 60-69 thn dan 20% untuk usia > 70 thn.

Aktivitas fisik atau pekerjaan: kebutuhan kalori ditambah sesuai dengan


intensitas aktivitas fisik. (penambahan kebutuhan kalori 10% dari
kebutuhan basal pada keadaan istirahat, 20 % pada keadaan aktivitas
ringan, 30% pada aktivitas sedang dan 50% pada aktivitas sangat berat).

Berat badan: pada kegemukan, kebutuhan energi dikurangi 20-30%


tergantung derajat kegemukan, pada pasien kurus ditambah 20-30%.
Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling
sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200-1600 kkal perhari
untuk pria.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas

dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore
(25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) diantaranya.
Latihan Jasmani
Latihan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit). Latihan jasmani selain untuk menjaga
kebugaran juga dapat menurunkan BB dan memperbaiki sensitifitas insulin,
sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki,
bersepeda santai, jogging, dan berenang.1
Terapi Farmakologi DM
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani.
Obat Antihiperglikemia Oral
Berdasarkan cara kerjanya, OHO (Obat Hipoglikemik Oral) dibagi 5
golongan: 1
1. Pemicu sekresi insulin (Insulin secretagogue) : sulfonylurea dan glinid
o Sulfonilurea

14

Sulfonilurea bekerja pada sel pankreas. Ikatan reseptor-sulfonilurea


akan menghambat kerja kanal ion K+-ATPase. Penutupan kanal ini
akan menyebabkan depolarisasi sel sehingga merangsang masuknya
Ca2+ dan selanjutnya memulai proses sekresi hormon insulin. Efek
samping utama adalah hipoglikemia dan peningkatan berat badan.
o

Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea ,


dengan

penekanan

pada

peningkat

sekresi

insulin

fasepertama.Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid


(derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini
diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi
secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post
prandial. Efek samping yang mungkin terjadi adalah hipoglikemia.
2. Peningkat sensitifitas terhadap insulin : metformin dan tiazolidindion
o Metformin
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan
perifer. Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar
kasus DMT2. Dosis Metformin diturunkan pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal (GFR 30-60 ml/menit/1,73 m2). Metformin
tidak boleh diberikan pada beberapa keadaan sperti: GFR<30
mL/menit/1,73 m2, adanya gangguan hati berat, serta pasien-pasien
dengan

kecenderungan

hipoksemia

(misalnya

penyakit

serebrovaskular, sepsis, renjatan, PPOK,gagal jantung [NYHA FC IIIIV]). Efek samping yang mungkin berupa gangguan saluran
pencernaan seperti halnya gejala dispepsia.
o Tiazolidindion (TZD)
TZNs bekerja mengurangi resistensi insulin dengan cara mengaktivasi
PPAR-, reseptor inti yang meregulasi transkripsi dari beberapa gen
responsive-insulin yang mengatur metabolisme KH dan lemak. Jadi
kerja obat ini terutama pada stimulasi metabolisme glukosa pada
jaringan perifer, selain itu juga berperan dalam menghambat lipolisis
dan meredistribusi simpanan lemak dari hepar dan otot menuju
15

jaringan subkutan. Efek tambahan yang dihasilkan obat ini juga


mempengaruhi jumlah adipocytokine yang bersirkulasi (terutama
adiponectine), dimana pada pasien yang mendapat terapi TZDs
kadarnya meningkat hingga 2-3 kali.
3. Penghambat absorbsi glukosa di saluran pencernaan : penghambat
glukosidase alfa
o Penghambat Alfa Glukosidase.
Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus
halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah
sesudah makan. Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan pada
keadaan: GFR30ml/min/1,73 m 2, gangguan faal hati yang berat,
irritable bowel syndrome. Efek samping yang mungkin terjadi berupa
bloating (penumpukan gas dalam usus) sehingga sering menimbulkan
flatus. Guna mengurangi efek samping pada awalnya diberikan
dengan dosis kecil. Contoh obat golongan ini adalah Acarbose.
4. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)
Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV
sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang
tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi
insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung kadar glukosa darah
(glucose dependent). Contoh obat golongan ini adalah Sitagliptin dan
Linagliptin.
5. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2).
Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral
jenis baru yang menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli distal
ginjal dengan cara menghambat kinerja transporter glukosa SGLT-2. Obat
yang termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin, Empagliflozin,
Dapagliflozin, Ipragliflozin. Dapagliflozin baru saja mendapat approvable
letter dari Badan POM RI pada bulan Mei 2015.

16

Obat Antihiperglikemia Suntik


Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1 dan
kombinasi insulin dan agonis GLP-1.
Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolik
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Krisis Hiperglikemia
Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)
Kehamilan dengan DM/Diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali

dengan

perencanaan makan
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

17

Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi


Jenis dan Lama Kerja Insulin
Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 5 jenis, yakni :
Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)
Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)
Insulin kerja menengah (Intermediateacting insulin)
Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)
Insulin kerja ultra panjang (Ultra longacting insulin)
Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja cepat
dengan menengah (Premixed insulin) Jenis dan lama kerja masing-masing
insulin dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.Efek
samping

yang

lain

berupa

reaksi

alergi

terhadap

insulin.

18

19

Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial.
Terapi insulin diupayakan mampu menyerupai pola sekresi insulin yang
fisiologis. Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin
prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya
hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan
menimbulkan hiperglikemia setelah makan.
Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi
terhadap defisiensi yang terjadi. Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah
mengendalikan glukosa darah basal (puasa, sebelum makan). Hal ini dapat
dicapai dengan terapi oral maupun insulin.
Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah basal
adalah insulin basal (insulin kerja sedang atau panjang). Penyesuaian dosis
insulin basal untuk pasien rawat jalan dapat dilakukan dengan menambah 2-4
unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum tercapai.
Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai, sedangkan
HbA1c belum mencapai target, maka dilakukan pengendalian glukosa darah

20

prandial (meal related). Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran


glukosa darah prandial adalah insulin kerja cepat (rapid acting) yang disuntikan
5-10 menit sebelum makan atau insulin kerja pendek (short acting) yang
disuntikkan 30 menit sebelum makan. Insulin basal juga dapat dikombinasikan
dengan obat antihiperglikemia oral untuk menurunkan glukosa darah prandial
seperti golongan obat peningkat sekresi insulin kerja pendek (golongan glinid),
atau penghambat penyerapan karbohidrat dari lumen usus (acarbose), atau
metformin (golongan biguanid).
Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan
pasien dan respons individu, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa
darah harian.

21

Algoritma Pengobatan DMT2 tanpa dekompensasi metabolik

22

Tabel 1.4 Target Pengendalian DM.

Komplikasi DM
Komplikasi Akut
1. Diabetic Ketoacidosis
Diabetik Ketoacidosis (DKA) paling sering terjadi pada Diabetes Melitus
tipe 1. DKA dapat pula terjadi pada DM tipe 2 pada kondisi yang ekstrim.
Selain berfungsi dalam proses pemasukan glukosa ke intraseluler, insulin juga
berfungsi dalam menghambat glukoneogenesis, glikogenolisis, meningkatkan
sintesis protein pada sel hepar dan sel otot, serta meningkatkan proses
lipogenesis atau sintesis lipid pada hepar dan adiposit.1,2
Jika tidak ada cukup insulin yang bekerja, baik akibat kekurangan
sintesis insulin maupun resistensi insulin, akan terjadi efek yang
berkebalikan. Salah satu di antaranya adalah menyebabkan penurunan sintesis
lipid dan meningkatkan proses pemecahan lipid atau lipolosis. Hasil dari
23

proses lipolisis tersebut adalah asam lemak bebas (Free Fatty Acid), yang
sebagian ada yang dikonversi menjadi Keton. Penumpukan keton ini dapat
menyebabkan peningkatan keasaman dalam sirkulasi sistemik.1,2
Terdapat beberapa kelainan metabolik pada DKA, antara lain : 1
6.
Hiperglikemia Glukosa darah >250 mg/dL.
Menimbulkan : Diuresis Osmotik akibat hiperglikemia (Poliuria) dan
7.

Polidipsia yang muncul dalam 1-2 hari.


Ketosis dan Asidosis metabolic, Ketonemia dan ketonuria sedang, serum
Bikarbonat yang rendah(<15 mEq/L) dan pH <7.3.
Menimbulkan : Pernapasan Kussmaul, Nafas beraroma buah.

Prinsip penatalaksanaan untuk kondisi ini adalah untuk memperbaiki kelainan


metabolik yang terjadi. Hal ini dapat dilakukan dengan : 1
Memberikan insulin.
Menggantikan cairan dan elektrolit secara intravena.
2. Hyperosmolar Hyperglikemika
Kondisi ini paling sering ditemukan pada Diabetes Melitus tipe 2.
Kondisi ini ditandai dengan : 1
1. Hiperglikemia yang berlebihan yaitu >600 mg/dL.
2. Hiperosmolaritas : Osmolaritas plasma >310 mOsm/L.
3. Dehidrasi tanpa disertai dengan ketoasidosis.
Kondisi ini dapat terjadi akibat resistensi insulin dan intake glukosa
yang berlebihan. Prognosis penyakit ini lebih buruk jika dibandingkan
dengan DKA. Manifestasi klinisnya berupa dehidrasi, gejala dan tanda
neurologis (hemiparesis, penurunan kesadaran, hemianopia, nistagmus), dan
rasa haus yang berlebih. Kondisi ini sering ditemukan pada lansia, oleh
karena itu seringkali disalah-artikan sebagai stroke.
3.

Hipoglikemika
Kondisi ini paling sering terjadi akibat peningkatan kadar insulin yang
berlebih yang disertai dengan penurunan kadar glukosa di bawah normal.

24

Keadaan ini paling banyak terjadi akibat injeksi insulin yang tidak terkontrol
dan penggunaan obat hipoglikemik oral yang berkepanjangan.1,2
-

Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60

mg/dL.
Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandang diabetes harus selalu

dipikirkan kemungkinan terjadinya hipoglikemia.


Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan
insulin. Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat berlangsung lama,
sehingga harus diawasi sampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja
obat telah habis. Terkadang diperlukan waktu yang cukup lama untuk
pengawasannya (24-72 jam atau lebih, terutama pada pasien dengan gagal

ginjal kronik atau yang mendapatkan terapi dengan OHO kerja panjang).
Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan suatu hal yang harus dihindari,
mengingat dampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran mental
bermakna pada pasien. Perbaikan kesadaran pada DM usia lanjut sering

lebih lambat dan memerlukan pengawasan yang lebih lama.


Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebardebar, banyak
keringat, gemetar, dan rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing,

gelisah, kesadaran menurun sampai koma).


Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yang memadai.
Bagi pasien dengan kesadaran yang masih baik, diberikan makanan yang
mengandung karbohidrat atau minuman yang mengandung gula berkalori
atau glukosa 15-20 gram melalui intra vena. Perlu dilakukan pemeriksaan
ulang glukosa darah 15 menit setelah pemberian glukosa. Glukagon

diberikan pada pasien dengan hipoglikemia berat.


Untuk penyandang diabetes yang tidak sadar, sementara dapat diberikan
glukosa 40% intravena terlebih dahulu sebagai tindakan darurat, sebelum
dapat dipastikan penyebab menurunnya kesadaran.

Komplikasi Kronis
Prinsip-prinsip timbulnya kelainan pada pembuluh darah dan beberapa
organ lain seperti ginjal dan mata adalah akibat adanya proses glikolisasi

25

enzimatik yaitu pembentukan AGEs (Advanced Glycolisation End products)


atau Glucose Protein akibat adanya pajanan yang berulang terhadap glukosa
pada kondisi hiperglikemik. AGEs terbentuk setelah glukosa mengalami
ikatan enzimatik terhadap protein yang bersirkulasi dalam darah. AGEs ini
akan berikatan dengan berbagai sel-sel tubuh (memiliki reseptor khusus
AGEs) yang selanjutnya akan menyebabkan defek struktural pada sel-sel
tubuhyang menyebabkan kerusakan pada struktur kardiovaskuler, mata, dan
ginjal.1,2
A. Mikroangiopati
Terjadi akibat akumulasi AGEs pada pembuluh darah mikro, dan
menyebabkan kerusakan pembuluh darah sehingga akan terjadi
gangguan perfusi organ, yang bermanifestasi pada : 1,2
Retinopati (kerusakan arteri yang memvaskularisasi retina).
Nefropati (penurunan perfusi ginjal).
B. Makroangiopati
Pembuluh darah jantung
Pembuluh darah otak
Pembuluh darah tepi

C. Neuropati
Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah neuropati
perifer, berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk
terjadinya ulkus kaki dan amputasi.
Ada dua perubahan patologis yang terkait dengan neuropati perifer :
o Penebalan dinding pembuluh darah yang mensuplai nutrisi ke
sel-sel saraf atau neuron terjadi iskemia seluler.
o Demielinisasi pada sel Schwann sehingga terjadi penurunan
konduksi neuron.

26

Kedua kondisi tersebut masih disebabkan oleh adanya glukosa


protein yang bersifat degeneratif sehingga terjadi kerusakan
struktural sel.
Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah neuropati
perifer, berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk
terjadinya ulkus kaki dan amputasi.
Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar
sendiri, dan lebih terasa sakit di malam hari.
Semua penyandang diabetes yang disertai neuropati perifer harus
diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus
kaki. Untuk penatalaksanaan penyulit ini seringkali diperlukan kerja
sama dengan bidang/disiplin ilmu lain.
Prognosis DM
Pada umumnya diabetes mellitus tidak dapat disembuhkan, namun dapat
dikendalikan dengan terapi non-farmakologi (penyuluhan, pencegahan DM,
pengaturan pola makan, latihan jasmani, dan lain-lain) dan didukung dengan
pemberian terapi farmakologi.1 Pada saat diagnosis, sebagian besar diabetes
mellitus tipe 2 sudah mengalami komplikasi, perubahan telah terjadi dalam 5
12 tahun sebelum diagnosis ditegakkan.1,2

27

Daftar Pustaka
1. PERKENI. Konsensus Pengolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di
Indonesia. Jakarta. 2015.
2. Sudoyo AW, dkk. Buku Ajar Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta. Interna
Publishing. 2009.
3. Guyton & Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta: EGC. 2007.
4. American Diabetes Association. Diagnosis and Classification of
Diabetes Mellitus. Diabetes Care. Volume 37, 2014. Available at :
http://care.diabetesjournals.org/content/37/Supplement_1/S81.full.pdf+html
5. Syarif A, dkk. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta. 2007.
6. Darmono. Status Glikemi dan Komplikasi Vaskuler Diabetes Mellitus
dalam Naskah lengkap Kongres Nasional V Persatuan Diabetes Indonesia
(Persadia) dan Pertemuan Ilmiah Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
(Perkeni), Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2002.
7. Powers A C, Diabetes Mellitus in Horrisons Principles of Internal
Medicine 15 th Edition [monograph in CD Room] , Mc Graw Hill ; 2001.

28

Anda mungkin juga menyukai