Anda di halaman 1dari 20

Referat Bedah Plastik

Periode 14 Maret 19 Maret 2016

VULNUS

Oleh:
Nisaul Amalia R
G99151006

Pembimbing:
dr. Dewi Haryanti Kurniasih, Sp.BP-RE

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2016

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Luka
Luka adalah terputusnya kontinuitas atau hubungan anatomis jaringan
sebagai akibat dari ruda paksa. Luka dapat merupakan luka yang sengaja dibuat
untuk tujuan tertentu, seperti luka insisi pada operasi atau luka akibat trauma seperti
luka akibat kecelakaan (Hunt,2003; Mann ,2001).
B. Jenis Jenis Luka
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan
menunjukan derajat luka (Taylor,1997).
Berdasarkan waktu penyembuhan
Luka akut
Luka akut adalah luka trauma yang biasanya segera mendapat penanganan dan biasanya
dapat sembuh dengan baik bila tidak terjadi komplikasi. Kriteria luka akut adalah luka
baru, mendadak dan penyembuhannya sesuai dengan waktu yang diperkirakan.
Contohnya adalah luka sayat, luka bakar, luka tusuk.
Luka kronis
Luka akut adalah luka yang berlangsung lama atau sering timbul kembali (rekuren) atau
terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang biasanya disebabkan oleh masalah
multi faktor dari penderita. Pada luka kronik luka gagal sembuh pada waktu yang
diperkirakan, tidak berespon baik terhadap terapi dan punya tendensi untuk timbul
kembali. Contohnya adalah ulkus tungkai, ulkus vena, ulkus arteri (iskemi), penyakit
vaskular perifer ulkus dekubitus, neuropati perifer ulkus dekubitus (Bryant, 2007).
Berdasarkan derajat kontaminasi
Luka bersih
Luka bersih adalah luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi, yang merupakan luka
sayat elektif dan steril dimana luka tersebut berpotensi untuk terinfeksi. Luka tidak ada
kontak dengan orofaring,traktus respiratorius maupun traktus genitourinarius. Dengan
demikian kondisi luka tetap dalam keadaan bersih. Kemungkinan terjadinya infeksi
luka sekitar 1% - 5%.
Luka bersih terkontaminasi
Luka bersih terkontaminasi adalah luka pembedahan dimana saluran pernafasan, saluran
pencernaan dan saluran perkemihan dalam kondisi terkontrol. Proses penyembuhan luka
akan lebih lama namun luka tidak menunjukkan tanda infeksi. Kemungkinan timbulnya
infeksi luka sekitar 3% - 11%.
Luka terkontaminasi
Luka terkontaminasi adalah luka yang berpotensi terinfeksi, dan dapat ditemukan pada
luka terbuka karena trauma atau kecelakaan (luka laserasi), fraktur terbuka maupun luka
penetrasi. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
Luka kotor
Luka kotor adalah luka lama, luka kecelakaan yang mengandung jaringan mati dan luka
2

dengan tanda infeksi seperti cairan purulen. Luka ini bisa sebagai akibat pembedahan
yang sangat terkontaminasi. Bentuk luka seperti perforasi visera, abses dan trauma
lama.
Berdasarkan penyebab
Vulnus ekskoriasi atau luka lecet/gores adalah cedera pada permukaan epidermis akibat
bersentuhan dengan benda berpermukaan kasar atau runcing. Luka ini banyak dijumpai
pada kejadian traumatik seperti kecelakaan lalu lintas, terjatuh maupun benturan benda
tajam ataupun tumpul.
Vulnus scissum adalah luka sayat atau iris yang di tandai dengan tepi luka berupa garis
lurus dan beraturan. Vulnus scissum biasanya dijumpai pada aktifitas sehari-hari seperti
terkena pisau dapur, sayatan benda tajam ( seng, kaca ), dimana bentuk luka teratur .
Vulnus laseratum atau luka robek adalah luka dengan tepi yang tidak beraturan atau
compang camping biasanya karena tarikan atau goresan benda tumpul. Luka ini dapat
kita jumpai pada kejadian kecelakaan lalu lintas dimana bentuk luka tidak beraturan dan
kotor, kedalaman luka bisa menembus lapisan mukosa hingga lapisan otot.
Vulnus punctum atau luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda runcing yang
biasanya kedalaman luka lebih dari pada lebarnya. Misalnya tusukan pisau yang
menembus lapisan otot, tusukan paku dan benda-benda tajam lainnya. Kesemuanya
menimbulkan efek tusukan yang dalam dengan permukaan luka tidak begitu lebar.
Vulnus morsum adalah luka karena gigitan binatang. Luka gigitan hewan memiliki
bentuk permukaan luka yang mengikuti gigi hewan yang menggigit. Dengan kedalaman
luka juga menyesuaikan gigitan hewan tersebut.
Vulnus combutio adalah luka karena terbakar oleh api atau cairan panas maupun
sengatan arus listrik. Vulnus combutio memiliki bentuk luka yang tidak beraturan
dengan permukaan luka yang lebar dan warna kulit yang menghitam. Biasanya juga
disertai bula karena kerusakan epitel kulit dan mukosa.
C. Penyembuhan Luka
1. Tahapan penyembuhan luka
Tanpa memandang penyebab, tahapan penyembuhan luka terbagi atas :
1) Fase koagulasi : Koagulasi merupakan respon yang pertama terjadi sesaat
setelah luka terjadi dan melibatkan platelet. Pengeluaran platelet akan
menyebabkan vasokonstriksi. Proses ini bertujuan untuk homeostatis
sehingga mencegah perdarahan lebih lanjut. Proses ini diikuti oleh proses
selanjutnya yaitu fase inflamasi.
2) Fase inflamasi : Fase inflamasi mempunyai prioritas fungsional yaitu
menggalakkan hemostasis, menyingkirkan jaringan mati, dan mencegah
infeksi oleh bakteri patogen terutama bakteria. Pada fase ini platelet yang
membentuk klot hematom mengalami degranulasi, melepaskan faktor
pertumbuhan

seperti

platelet

derived

growth

factor

(PDGF)

dan

transforming growth factor (TGF), granulocyte colony stimulating factor


3

(G-CSF), C5a, TNF, IL-1 dan IL-8. Fase inflamasi memungkinkan


pergerakan leukosit (utamanya neutrofil). Neutrofil selanjutnya memfagosit
dan membunuh bakteri dan masuk ke matriks fibrin dalam persiapan
pembentukan jaringan baru. Terjadi deposit matriks fibrin yang mengawali
proses penutupan luka. Proses ini terjadi pada hari 2-4.
3) Fase proliperatif : Apabila tidak ada infeksi atau kontaminasi pada fase
inflamasi, maka proses penyembuhan selanjutnya memasuki tahapan
Proliferasi atau rekonstruksi. Fase proliperatif terjadi dari hari ke 4-21
setelah trauma. Keratinosit disekitar luka mengalami perubahan fenotif.
Regresi hubungan desmosomal antara keratinosit pada membran basal
menyebabkan sel keratin bermigrasi kearah lateral. Keratinosit bergerak
melalui

interaksi

dengan

matriks

protein

ekstraselular

(fibronectin,vitronectin dan kolagen tipe I). Faktor proangiogenik dilepaskan


oleh makrofag, vascular endothelial growth factor (VEGF) sehingga terjadi
neovaskularisasi dan pembentukan jaringan granulasi.
Tujuan utama dari fase ini adalah:

Proses granulasi (untuk mengisi ruang kosong pada luka).

Angiogenesis (pertumbuhan kapiler baru).


Secara klinis akan tampak kemerahan pada luka. Angiogenesis
terjadi bersamaan dengan fibroplasia. Tanpa proses angiogenesis selsel penyembuhan tidak dapat bermigrasi, replikasi, melawan infeksi
dan pembentukan atau deposit komponen matrik baru.

Proses kontraksi (untuk menarik kedua tepi luka agar saling


berdekatan).
Menurut Hunt (2003) kontraksi adalah peristiwa fisiologi yang
menyebabkan terjadinya penutupan pada luka terbuka. Kontraksi
terjadi bersamaan dengan sintesis kolagen. Hasil dari kontraksi akan
tampak dimana ukuran luka akan tampak semakin mengecil atau
menyatu.

4) Fase remodeling : Remodeling merupakan fase yang paling lama pada


proses penyembuhan luka,terjadi pada hari ke 21-hingga 1 tahun. Terjadi
kontraksi luka, akibat pembentukan aktin myofibroblas dengan aktin
4

mikrofilamen yang memberikan kekuatan kontraksi pada penyembuhan luka.


Pada fase ini terjadi juga remodeling kolagen. Kolagen tipe III digantikan
kolagen tipe I yang dimediasi matriks metalloproteinase yang disekresi
makrofag, fibroblas, dan sel endotel. Pada masa 3 minggu penyembuhan,
luka telah mendapatkan kembali 20% kekuatan jaringan normal (Hunt,2003;
Mann ,dkk;2001, Ting,dkk;2008).

2. Tipe Penyembuhan Luka


Terdapat 3 macam tipe penyembuhan luka, dimana pembagian ini
dikarakteristikkan dengan jumlah jaringan yang hilang.
a. Primary Intention Healing

(penyembuhan luka primer) yaitu

penyembuhan yang terjadi segera setelah diusahakan bertautnya tepi


luka biasanya dengan jahitan. Penutupan ini akan merapatkan jaringan
yang terputus dengan bantuan benang, klip dan verban perekat. Setelah
beberapa waktu, maka sintesis, penempatan dan pengerutan jaringan
kolagen akan memberikan kekuatan dan integritas pada jaringan
tersebut. Pertumbuhan kolagen tersebut sangat penting pada tipe
penyembuhan ini. Pada penutupan primer tertunda, perapatan jaringan
5

ditunda beberapa hari setelah luka di buat atau terjadi. Penundaan


penutupan luka ini bertujuan mencegah infeksi pada luka-luka yang
jelas terkontaminasi oleh bakteri atau yang mengalami trauma jaringan
yang hebat. Fase-fase dalam intention primer :
1) Fase inisial berlangsung 3-5 hari
2) Sudut insisi merapat, migrasi sel-sel epitel,mulai pertumbuhan sel
3) Fase granulasi (5 hari 4 mg)
Fibroblas bermigrasi kedalam bagian luka dan mensekresi kolagen.
Selama fase granulasi luka berwarna merah muda dan mengandung
pembuluh darah. Tampak granula-granula merah. Luka beresiko
dehiscence dan resisten terhadap infeksi. Epitelium pada permukaan
tepi luka mulai terlihat. Dalam beberapa hari lapisan epithelium
yang tipis akan bermigrasi menyebrangi permukaan luka. Epitel
menebal dan mulai matur dan luka mulai merapat. Pada luka
superficial, reepitelisasi terjadi 3-5 hari.
4) Fase kontraktur scar (7 hari beberapa bulan)
Serabut-serabut kolagen terbentuk dan terjadi proses remodeling.
Pergerakan miofibroblast yang aktif menyebabkan kontraksi area
penyembuhan, menutup defek dan membawa ujung kulit tertutup
bersama-sama. Skar yang matur selanjutnya terbentuk. Skar yang
matur tidak mengandung pembuluh darah dan pucat, serta lebih
terasa nyeri dari pada fase granulasi.
b. Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu luka
yang tidak mengalami penyembuhan primer. Tipe ini dikarakteristikkan
oleh adanya luka yang luas dan hilangnya jaringan dalam jumlah besar.
Proses penyembuhan terjadi lebih kompleks dan lebih lama. Luka jenis
ini biasanya tetap terbuka.
c. Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka tertier) yaitu luka yang
dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridement.
Setelah diyakini bersih, tepi luka dipertautkan (4-7 hari). Luka ini
merupakan tipe penyembuhan luka yang terakhir (Mansjoer,2000;
InETNA, 2004:4).
6

Primary Intention Healing

Secondary Intention Healing

Delayed Primary Intention Healing


7. Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
a. Faktor yang mempercepat penyembuhan luka terdiri dari:
1) Pertimbangan perkembangan
Anak dan orang dewasa lebih cepat lebih cepat penyembuhan
luka daripada orang tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis,
penurunan fungsi hati yang dapat mengganggu sintesis dari faktor
pembekuan darah (Kozier, 1995).
7

2) Nutrisi
Penyembuhan

menempatkan

penambahan

pemakaian

metabolisme pada tubuh. Klien memerlukan diit kaya Protein,


Karbonhidrat, Lemak, Vitamin dan Miniral (Fe, Zn) Bila kurang nutrisi
diperlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi setelah pembedahan
jika mungkin. Klien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan
penyembuhan lama karena supply darah jaringan adipose tidak adekwat
(Taylor, 1997).
3) Infeksi
Ada tidaknya infeksi pada luka merupakan penentu dalam
percepatan penyembuhan luka. Sumber utama infeksi adalah bakteri.
Dengan adanya infeksi maka fase-fase dalam penyembuhan luka akan
terhambat.
4) Sirkulasi dan Oksigenasi
Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka.
Saat kondisi fisik lemah atau letih maka oksigenasi dan sirkulasi jaringan
sel tidak berjalan lancar. Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan
jaringan lemak yang memiliki sedikit pembuluh darah berpengaruh
terhadap kelancaran sirkulasi dan oksigenisasi jaringan sel.
Pada orang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan
lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah Infeksi dan lama untuk sembuh.
Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa yang mederita
gangguan pembuluh darah prifer, hipertensi atau DM. Oksigenasi
jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan
pernafasan kronik pada perokok.
5) Keadaan luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan
efektifitas penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu
dengan cepat. Misalnya luka kotor akan lambat penyembuhannya
dibanding dengan luka bersih.
6) Obat

Obat antiinflamasi (seperti aspirin dan steroid), heparin dan


antineoplasmik

mempengaruhi

penyembuhan

luka.

Penggunaan

antibiotik yang lama dapat membuat tubuh seseorang rentan terhadap


Infeksi luka. Dengan demikian pengobatan luka akan berjalan lambat dan
membutuhkan waktu yang lebih lama.
b. Faktor yang memperlambat penyembuhan luka
Tidak adanya penyembuhan luka akibat dari kerusakan pada satu atau
lebih dari proses penyembuhan normal. Proses ini diklasifikasikan menjadi
faktor intrinsik dan ekstrinsik
1) Faktor Intrinsik
Ketika luka terinfeksi, respon inflamatori berlangsung lama dan
penyembuhan luka terlambat. Luka tidak akan sembuh selama ada
infeksi. Infeksi dapat berkembang saat pertahanan tubuh lemah.
Diagnosa dari infeksi jika nilai kultur luka melebihi nilai normal. Kultur
memerlukan waktu 24-48 jam dan selama menunggu pasien di beri
antibiotika spektrum luas. Kadang-kadang benda asing dalam luka adalah
sumber infeksi.
Suplai darah yang adekuat perlu bagi tiap aspek penyembuhan.
Suplai darah dapat terbatas karena kerusakan pada pembulu darah
jantung/paru. Hipoksia mengganggu aliran oksigen dan nutrisi pada luka,
serta aktifitas dari sel pertumbuhan tubuh. Neutropil memerlukan oksigen
untuk menghasilkan oksigen peroksida untuk membunuh patogen.
Demikian juga fibroblast dan fagositosis terbentuk lambat. Satu-satunya
aspek yang dapat meningkatkan penyembuhan luka pada keadaan
hipoksia adalah angio genesis.
2) Faktor ekstrinsik
Faktor ektrinsik dapat memperlambat penyembuhan luka meliputi
malnutrisi, perubahan usia dan penyakit seperti diabetes melitus.
Malnutrisi dapat mempengaruhi beberapa area dari proses penyembuhan.
Kekurangan protein menurunkan sintesa dari kolagen dan leukosit.
Kekurangan lemak dan karbonhidrat memperlambat semua fase
penyembuhan luka karena protein di rubah menjadi energi selama
9

malnutrisi. Kekurangan vitamin menyebabkan terlambatnya produksi


dari kolagen, respon imun dan respon koagulasi.
Pasien tua yang mengalami penurunan respon inflamatari yang
memperlambat proses penyembuhan. Usia tua menyebabkan penurunan
sirkulasi migrasi sel darah putih pada sisa luka dan fagositasis terlambat.
Ditambah pula kemungkinan Pasien mengalami gangguan yang secara
bersamaan menghambat penyembuhan luka seperti Diabetes Melitus.
Diabetes Melitus adalah gangguan yang menyebabkan banyak
pasien mengalami kesulitan dalam proses penyembuhan karena
gangguan sintesa kolagen, angiogenesis dan fagositosis. Peningkatan
kadar glucosa mengganggu transport sel asam askorbat kedalaman
bermacam sel termasuk fibroblast dan leukosit. Hiperglikemi juga
menurunkan leukosit kemotaktis, arterosklerosis, kususnya pembuluh
darah kecil, juga pada gangguan suplai oksigen jaringan.
Neuropati diobotik mrupakan gangguan penyembuhan lebih
lanjut dengan mengganggu komponen neurologis dari penyembuhan.
Kontrol dari gulu darah setelah operasi memudahkan penyembuhan luka
secara normal.
Merokok adalah gangguan Vaso kontriksi dan hipoksia karena
kadar CO2 dalam rokok serta membatasi suplai oksigen ke jaringan.
Merokok meningkatkan arteri sklerosis dan platelet agregasi. Lebih
lanjut kondisi ini membatasi jumlah oksigen dalam luka.
Penggunaan

steroid

memperlambat

penyembuhan

dengan

menghambat kologen sintesis, Pasien yang minum steroid mengalami


penurunan strenght luka, menghambat kontraksi dan menghalangi
epitilisasi.
Untungnya Vitamin A ada untuk meningkatkan penyembuhan
luka yang terhambat karena gangguan atau penggunaan steroid.
8. Komplikasi Penyembuhan Luka
Meliputi Infeksi, pendarahan, dehiscence dan evicerasi
a.

Infeksi

10

Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan
atau setelah pembedahan. Gejala dari Infeksi sering muncul dalam 2-7 hari
setelah pembedahan.gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent,
peningkatan drainage, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka,
peningkatan suhu, dan peningkatan leukosit.
b.

Pendarahan
Dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis
jahitan, infeksi atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti
darain). Hipovolemia mungkin tidak cepat tampak, sehingga balutan jika
mungkin harus sering di lihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan
dan tiap 8 jam setelah itu. Jika terjadi perdarahan yang berlegihan,
penambahan tekanan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan &
intervensi pembedahan mungkin diperlukan.

c. Dehiscence dan Eviscerasi


Dehiscence dan Eviscerasi adalah komplikasi post operasi yang serius.
Dehiscence yaitu terbukanya lapisan luka partial. Eviscerasi yaitu keluarnya
pembuluh kapiler melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi ;
kegemukan, kurang nutrisi, multiple trauma, gagal untuk menyatu, bentuk
yang berlebihan, muntah dan dehidrasi dapat mempertinggi resiko klien
mengalami dehiscence luka. Ketika dehiscence & eviscerasi terjadi luka,
harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar kompres dengan
normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada
daerah luka.
D. Pengkajian Luka
1.

Lokasi
Lokasi luka dapat mempengaruhi penyembuhan luka, dimana tidak
semua lokasi tubuh mendapatkan peredaran darah yang sama. Ditinjau dari
prinsip fisiologis, pada bagian tubuh yang memiliki pembuluh darah yang
banyak akan mendapatkan aliran darah yang banyak. Hal ini akan mendukung
penyembuhan luka lebih cepat dibandingkan dari bagian tubuh yang lebih
sedikit mendapat aliran darah.
11

2. Ukuran luka
Diukur panjang, lebar dan diameternya bila bentuk luka bulat dengan
sentimeter, gambarkan bentuk luka tersebut dengan lembar transparan yang telah
dicatat berpola kotak-kotak berukuran sentimeter.
3. Kedalaman luka
Kedalaman luka dapat diukur dengan kapas lidi steril yang sudah
dilembabkan dengan normal saline, masukan dengan hati-hati kedalam luka
dengan posisi tegak lurus (90o) hingga kedasar luka. Beri tanda pada lidi sejajar
dengan permukaan kulit disekitar luka. Ukur dengan sentimeter.
4. Goa atau terowongan
Goa dan terowongan dapat diketahui denga melakukan palpas jaringan
disekeliling pinggir luka, dimana akan teraba tenderness/perlukan. Masukan
saline melalui mulut lubang ke dasar luka/ujung terowongan. Beri tanda pada
lidi sejajar dengan permukaan kulit disekitar luka. Beri tekanan /palpasi dengan
hati-hati dan kaji saluran yang abnormal tersebut.
Jangan pernah menggunakan kekuatan dorongan yang berlebilan bila
menggunakan kapas lidi. Ukur lokasi dan kedalaman lubang/penetrasi. Untuk
penentuan lokasi ditetepkan dengan pola arah jarum jam dengan pusat pada
tengah luka dan jam 12 sesuai garis anatomis sumbu tubuh manusia. Misalnya
lokasi mulut lubang terdapat pada posisi jam 8 dengan kedalaman 5 cm atau
dapat dibuatkan gambar jam dengan tanda pada posisi jam 8.
5. Warna dasar luka
Warna dasar luka sangat penting dikaji karena berhububungan dengan
penentuan terapi topikal dan jenis balutan luka. Ada beberapa macam warna
dasar luka yang membutuhkan perlakuan spesifik terhadap masing-masing
sesuai warna dasar tersebut.
a) Nekrotik
Biasanya warna dasar hitam, tampak kering dan keras disebut
keropeng. Kering tidak berarti jaringan dibawahnya tidak terinfeksi atau
tidak ada sksudat, ini tidak dapat dipastikan tanpa dilakukan palpasi terlebih
dahulu. Dengan melakukan palpasi dapat dirasakan ada tenderness atau
tidak dibawah jaringan keropang tersebut dan disekitar luka teraba panas
12

dan tampak tanda radang disekelilingnya yang perlu diperhatikan. Dan juga
tidak terlepas dari keluhan penderita apakah merasa nyeri berdenyut
dibawah jaringan nekroit tersebut. Untuk luka seperti ini membutuhkan
suasana yang lembab sehingga nekrotik yang kering tersebut dapat lepas
dengan sendirinya. Jenis balutan yang baik adalah hidrogel. Diatasnya
diletakan kasa dan balutan transparan.
b) Sloughy
Warna dasar luka ini tampak kekuningan, sangat eksudatif atau
tampak berair/basah. Sloughy ini harus diangkat dari permukaan luka karena
jaringan ini juga sedang mengalami nekrotik, dengan demikian pada dasar
luka akan tumbuh jaringan granulasi buntuk proses penyembuahan. Untuk
luka seperti ini dibutuhkan hydrogen untuk melepas jaringan nekroit.
Gunakan hydrofiber untuk menyerap eksudat yang berlebihan sehingga
tercipta

lingkungan

yang

konduksif.

(moist/lembab)

untuk

proses

panyembuhan luka. Bila luka mudah berdarah lebih baik digunakan calcium
alginate.

Hydrofiber

yang

mengandung

calcium

alginato

dapat

menghentikan pendarahan dengan segera.


c) Granulasi
Warna dasar luka ini adalah merah. Perlu diketahui bahwa ini
merupakan pertumbuhan jaringan yang baik, namun tidak dapay dibiarkan
tanpa pambalut. Tetap harus diberi pelindung sebagai pengganti kulit utuk
mencegah kontaminasi dari dunia luar dan menciptakan kondisi lingkungan
luka yang baru untuk pertumbuhan sel granulasi tersebut. Biasanya luka ini
sangat mudah berdarah. Boleh diberikan balutan hydrogen dan apabila
eksudat banyak dapat digunakan hydrofiber yang mengandung calcium
alginate labih efektif.
d) Epitelisasi
Warna dasarnya adalah pink, kadang-kadang sebagian luka ini masih
dalam proses glanulasi. Untuk itu perlu pemilihan balutan yang dapat
mendukung mutasi sel yaitu douderm tipis

extra thin). Balutan ini

berbentuk wafer/padat, tidak berbentuk seruk, namun cukup lunak dan


nyaman diletakan diatas permukaan luka dan tidak menimbulkan trauma
13

terghadap luka, dapat juga menyetap eksudut yang minimal melindungi luka
dari kontaminasi.
e) Infeksi
Luka ini banyak warna dasarnya, umumnya ada pada ke empat
warna diatas. Untuk luka ini balutan balutan dapat dikombinasi. Bila
cendrung berdarah dapat ditutup dengan calciun alginate diatas bagian yang
berdarah tersebut. Untuk eksudat yang banyak dapat dipilih hydrofiber dan
untuk bau yang tidak enak dapat diberikan Carboflex. Kemudian tutup
denga balutan transparan untuk memantau kondisi dari luar tanpa membuka
balutan
f) Funging malodours
Warna luka berfariasi, luka ini sangat kompleks biasanya dialami oleh
penderita kangker, terutama kanker mammae dimana sebagian permukaan
luka sangat mudah berdarah, eksudat banyak, bau tidak enak, ukurannya
besar dan lokasinya dekat dengan hidung. Untuk menentukan balutan yang
efektif dapat dilakukan sesuatu dengan petunjuk pada luka yang terinfeksi
yang telah ditulis sebelumnya.
Perawatan Luka
Perawatan luka adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk merawat luka agar
dapat mencegah terjadinya trauma (injuri) pada kulit membran mukosa atau jaringan
lain, fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit. Serangkaian kegiatan
itu meliputi pembersihan luka, memasang balutan, mengganti balutan, pengisian
(packing) luka, memfiksasi balutan, tindakan pemberian rasa nyaman yang meliputi
membersihkan kulit dan daerah drainase, irigasi, pembuangan drainase, pemasangan
perban (Bryant, 2007).
Bahan-bahan pada perawatan luka
Perawatan luka menggunakan berbagai bahan perawatan antara lain balutan, larutan
pembersih, larutan antiseptik, balutan sekunder dan semprotan perekat.
Pembalut luka
Pembalutan luka bertujuan untuk mengabsorsi eksudat dan melindungi luka dari
kontaminasi eksogen. Penggunaan balutan juga harus disesuaikan dengan karakteristik
luka.
Jenis-jenis balutan antara lain :
Balutan kering
Luka-luka dengan kulit yang masih utuh atau tepi kulit yang dipertautkan mempunyai
permukaan yang kering sehingga balutan tidak akan melekat, maka pada keadaan
seperti ini paling sering digunakan kasa dengan jala-jala yang lebar, kasa ini akan
melindungi luka dan memungkinkan sirkulasi udara yang baik melalui balutan. Dengan
14

demikian uap lembab dari kulit dapat menguap dan balutan tetap kering (Schrock,
1995).
Balutan basah kering
Balutan kasa terbuat dari tenunan dan serat non tenunan, rayon, poliester, atau
kombinasi dari serat lainnya. Kasa dari kapas digunakan sebagai pembalut pertama dan
kedua, kasa tersedia sebagai pembalut luka, spons, pembalut melingkar dan kaus kaki.
Berbagai produk tenunan ada yang kasar dan berlubang, tergantung pada benangnya.
Kasa berlubang yang baik sering digunakan untuk membungkus, seperti balutan basah
lembab normal salin. Kasa katun kasar, seperti balutan basah lembab normal salin,
digunakan untuk debridemen non selektif (mengangkat debris atau jaringan yang mati).
Balutan modern
Kemajuan ilmu pengetahuan dalam perawatan luka telah mengalami perkembangan
yang sangat pesat. Hal ini tidak terlepas dari dukungan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Perkembangan ilmu tersebut dapat dilihat dari banyaknya inovasi terbaru
dalam perkembangan produk bahan pembalut luka modern. Bahan pembalut luka
modern adalah produk pembalut hasil teknologi tinggi yang mampu mengontrol
kelembaban disekitar luka. Bahan balutan luka modern ini di disesuaikan dengan jenis
luka dan eksudat yang menyertainya. Jenis-jenis balutan luka yang mampu
mempertahankan kelembaban antara lain (Bryant, 2007) :
Alginat
Alginat banyak terkandung dalam rumput laut cokelat dan kualitasnya bervariasi.
Polisakarida ini digunakan untuk bahan regenerasi pembuluh darah, kulit, tulang rawan,
ikatan sendi dan sebagainya. Apabila pembalut luka dari alginat kontak dengan luka,
maka akan terjadi infeksi dengan eksudat, menghasilkan suatu jel natrium alginat. Jel ini
bersifat hidrofilik, dapat ditembus oleh oksigen tapi tidak oleh bakteri dan dapat
mempercepat pertumbuhan jaringan baru. Selain itu bahan yang berasal dari alginat
memiliki daya absorpsi tinggi, dapat menutup luka, menjaga keseimbangan lembab
disekitar luka, mudah digunakan, bersifat elastis. antibakteri, dan nontoksik.
Alginat adalah balutan primer dan membutuhkan balutan sekunder seperti film semipermiabel, foam sebagai penutup. Hal ini disebabkan karena balutan ini menyerap
eksudat, memberi kelembaban, dan melindungi kulit di sekitarnya agar tidak mudah
rusak. Untuk memperoleh hasil yang optimal balutan ini harus diganti sekali sehari.
Balutan ini dindikasi untuk luka superfisial dengan eksudat sedang sampai banyak dan
untuk luka dalam dengan eksudat sedang sampai banyak sedangkan kontraindikasinya
adalah tidak dinjurkan untuk membalut luka pada luka bakar derajat III.
Hidrogel
Hidrogel tersedia dalam bentuk lembaran (seperti serat kasa, atau jel) yang tidak
berperekat yang mengandung polimer hidrofil berikatan silang yang dapat menyerap air
dalam volume yang cukup besar tanpa merusak kekompakkan atau struktur bahan. Jel
akan memberi rasa sejuk dan dingin pada luka, yang akan meningkatkan rasa nyaman
pasien. Jel diletakkan langsung diatas permukaan luka, dan biasanya dibalut dengan
balutan sekunder (foam atau kasa) untuk mempertahankan kelembaban sesuai level
yang dibutuhkan untuk mendukung penyembuhan luka. Indikasi balutan ini adalah
digunakan pada jenis luka dengan cairan yang sedikit sedangkan kontraindikasinya
adalah luka yang banyak mengeluarkan cairan
Foam Silikon Lunak
Balutan jenis ini menggunakan bahan silikon yang direkatkan, pada permukaan yang
kontak dengan luka. Silikon membantu mencegah balutan foam melekat pada
15

permukaan luka atau sekitar kulit pada pinggir luka. Hasilnya menghindarkan luka dari
trauma akibat balutan saat mengganti balutan, dan membantu proses penyembuhan.
Balutan luka silikon lunak ini dirancang untuk luka dengan drainase dan luas.
Hidrokoloid
Balutan hidrokoloid bersifat water-loving dirancang elastis dan merekat yang
mengandung jell seperti pektin atau gelatin dan bahan-bahan absorben atau penyerap
lainnya. Balutan hidrokoloid bersifat semipermiabel, semipoliuretan padat mengandung
partikel hidroaktif yang akan mengembang atau membentuk jel karena menyerap cairan
luka. Bila dikenakan pada luka, drainase dari luka berinteraksi dengan komponenkomponen dari balutan untuk membentuk seperti jel yang menciptakan lingkungan yang
lembab yang dapat merangsang pertumbuhan jaringan sel untuk penyembuhan luka.
Balutan hidrokoloid ada dalam bermacam bentuk, ukuran, dan ketebalan. Balutan
hidrokoloid digunakan pada luka dengan jumlah drainase sedikit atau sedang. Balutan
jenis ini biasanya diganti satu kali selama 5-7 hari, tergantung pada metode aplikasinya,
lokasi luka, derajat paparan kerutan-kerutan dan potongan-potongan, dan inkontinensia.
Balutan ini diindikasi kan pada luka pada kaki, luka bernanah, sedangkan kontraindikasi
balutan ini adalah tidak digunakan pada luka yang terinfeksi.
Hidrofiber
Hidrofiber merupakan balutan yang sangat lunak dan bukan tenunan atau balutan pita
yang terbuat dari serat sodium carboxymethylcellusole, beberapa bahan penyerap sama
dengan yang digunakan pada balutan hidrokoloid. Komponen-komponen balutan akan
berinteraksi dengan drainase dari luka untuk membentuk jel yang lunak yang sangat
mudah dieliminasi dari permukaan luka. Hidrofiber digunakan pada luka dengan
drainase yang sedang atau banyak, dan luka yang dalam dan membutuhkan balutan
sekunder. Hidrofiber dapat juga digunakan pada luka yang kering sepanjang
kelembaban balutan tetap dipertahankan (dengan menambahkan larutan normal salin).
Balutan hidrofiber dapat dipakai selama 7 hari, tergantung pada jumlah drainase pada
luka (Bryant, 2007).
Larutan pembersih
Menurut pedoman AHCPR 1994, cairan pembersih yang dianjurkan adalah Sodium
klorida. Sodium klorida atau natrium klorida tersusun atas Na dan Cl yang sama seperti
plasma. Sodium klorida tersedia dalam beberapa konsentrasi, yang paling sering adalah
sodium klorida 0,90 %. Normal salin merupakan larutan isotonis yang aman untuk
tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga
kelembapan disekitar luka, membantu luka menjalani proses penyembuhan serta mudah
didapat dan harga relatif lebih murah (Bryant, 2007).
Agen topikal
Agen topikal terdiri dari antiseptik dan antibakteri. Antiseptik adalah bahan-kimia yang
dioleskan pada kulit atau jaringan yang hidup untuk menghambat dan membunuh
mikroorganisme (baik yang bersifat sementara maupun yang tinggal menetap pada luka)
dengan demikian akan mengurangi jumlah total bakteri yang ada pada luka.
Pada perawatan luka modern, pemakaian antiseptik yang diperkenalkan oleh Lister,
seperti povidone-iodine, hypoclorite, asam asetat tidak digunakan lagi pada luka-luka
terbuka dan luka bersih seperti luka bedah (akut) dan luka-luka kronik. Pemakaian
povidone iodine hanya digunakan pada luka-luka akut maupun kronik yang dapat
menunjukkan kesembuhan (healable wound), luka yang mengalami infeksi. Povidone
iodine juga digunakan untuk mensterilkan alat dan permukaan kulit yang utuh yang
akan dioperasi. Sehingga, untuk mencegah kerusakan jaringan baru pada luka, WHO
16

menyarankan agar tidak lagi menggunakan antiseptik pada luka bersih, tetapi
menggunakan normal salin sebagai agen pembersih (WHO, 2010).
Agen topikal golongan antibiotik yang sering digunakan adalah bacitracin, silver
sulfadiazine, neomysin, polymyxin. Pemberian antibakteri diindikasikan pada luka yang
memiliki tanda-tanda infeksi (Moon, 2003).
Balutan sekunder (Secondary dressing)
Balutan sekunder adalah bahan perawatan luka yang memberikan efek terapi atau
berfungsi melindungi, megamankan dan menutupi balutan primer. Jenis-jenis balutan
sekunder antara lain:
Pita perekat (adhesive tape)
Beberapa pita perekat yang sering digunakan dalam perawatan luka antara lain
(Knottenbelt, 2003) :
Plester cokelat terdiri dari bahan tenunan katun sewarna kulit dengan perekat Zinc
oksida berpori dengan daya lekat kuat namun tidak sakit saat dilepas. Plester ini
diindikasikan untuk plester serbaguna, retensi bantalan penutup luka, fiksasi infus.
Plester luka Non Woven, terbuat dari bahan akrilik yang hipoalergenik. Kertas pelindung
terbuat dari silikon bergaris dan memiliki crack back, yang memudahkan pemakaian
(teknik asepsis), mengikuti lekuk tubuh, perlindungan menyeluruh untuk mencegah
kontaminasi. Plester ini memiliki daya lekat optimal (tidak terlalu lengkat dikulit namun
tidak mudah lepas). Plester ini diindikasikan untuk retensi bantalan penutup luka, fiksasi
infus. Contoh : Biopore, Hipavix.
Balutan Perekat (Adhesive Dressing)
Contohnya : Perekat Alginat, perekat hidrokoloid, transparent film.
Perban
Contohnya: Balutan tubular, balutan kompresi tinggi.
Semprotan perekat
Semprotan perekat merupakaan cara lain untuk mempertahankan balutan agar tetap
pada tempatnya. Beberapa lapis kasa diletakkan langsung pada luka, kemudian balutan
dipenuhi dengan semprotan perekat, dan setelah mengering, kelebihan kasa digunting.
Jenis ini disemprotkan langsung pada luka yang akan segera mengering dan
memberikan perlindungan yang baik (Morrison, 2004).
Perawatan luka berdasarkan karakteristik luka
Perawatan luka yang memiliki jaringan nekrotik
Jaringan nekrotik sering dijumpai pada luka kronis seperti ulkus iskemi, ulkus
neuropatik, ulkus vena, dan ulkus dekubitus. Debridemen adalah pengangkatan jaringan
yang sudah mengalami nekrosis yang bertujuan untuk menyokong pemulihan luka.
Indikasi debridemen adalah luka akut atau kronik dengan jaringan nekrosis, luka
terinfeksi dengan jaringan nekrotik. Pemilihan metode debridemen harus berdasarkan
karakteristik jaringan nekrotik yang ada pada luka klien.
Menurut Suriadi (2007) ada beberapa cara debridemen diantaranya :
Debridemen mekanik, yaitu dengan kompres basah kering (wet to dry), hidroterapi, dan
irigasi luka. Metode debridemen mekanik ini diindikasikan untuk luka dengan jumlah
jaringan nekrotik yang banyak dan luka infeksi. Dengan demikian pemantauaan untuk
daerah yang terkena mudah untuk dilakukan.
Debridemen pembedahan (surgical), yaitu dengan bedah insisi. Metode ini merupakan
cara yang paling cepat untuk membuang jaringan nekrotik dalam jumlah banyak.
Dampak negatif dari debridemen ini adalah peningkatan resiko pasien terhadap
17

perdarahan, anestesi, dan sepsis. Fakta yang sering terjadi adalah banyak infeksi yang
terjadi setelah operasi terutama pada orang-orang yang memiliki status kesehatan yang
tidak optimal.
Debridemen autolisis, yaitu lisisnya jaringan nekrotik dengan sendirinya oleh enzim
badan sel darah putih, yang memasuki daerah luka selama proses inflamasi.
Debridemen autolisis hanya digunakan pada klien yang tidak terinfeksi dengan jumlah
jaringan nekrotik yang terbatas. Debridemen autolisis ini dapat dilakukan dengan
menggunakan balutan yang dapat mempertahankan kelembaban seperti hidrokoloid,
hidrogel, alginat.
Penatalaksanaan luka yang terinfeksi
Kebanyakan luka kronis dikontaminasi oleh mikroorganisme yang sangat banyak yang
tampaknya tidak memperlambat proses penyembuhan. Pada luka infeksi yang
menghasilkan bau dapat menggunakan balutan arang aktif (Activated charcoal dressing)
sebagai penghilang rasa bau (deodoriser) yang efektif. Jika terdapat eksudat dalam
jumlah yang tidak terlalu banyak, maka balutan busa yang menyerap dan dilapisi arang
(Morrison, 2004).
Penatalaksanaan luka dengan banyak eksudat
Sekalipun jaringan nekrotik dan jaringan tampak jelas terinfeksi telah diangkat dari
bidang luka, luka dapat terus menghasilkan eksudat dalam jumlah banyak yang dapat
menembus balutan non-oklusif dan meningkatkan risiko infeksi luka. Eksudat dapat
juga mengikis tepi luka jika jaringan sekitarnya menjadi terendam air. Volume eksudat
berkurang pada waktunya, tetapi sampai stadium tersebut diperlukan balutan yang bisa
menyerap dan tidak melekat. (Morrison, 2004).
Luka-luka yang bereksudat dibagi ke dalam tiga kategori, tergantung kedalaman dan
tingkat eksudat yang dihasilkan (Morrison, 2004), antara lain :
Untuk luka-luka superfisial dengan eksudat sedikit sampai sedang, pemilihan balutan
meliputi: Lembaran hidrokoloid. Lembar balutan ini tidak memerlukan balutan
sekunder dan cukup mudah untuk melihat kapan balutan tersebut perlu diganti.
Untuk luka superfisial dengan eksudat sedang sampai banyak, pilihan balutan seperti
balutan alginat.
Untuk luka dalam dengan eksudat sedang sampai banyak, pilihan balutan meliputi:
granula atau pasta hidrokoloid, hidrogel yang bergranulasi balutan alginat, balutan
alginat dalam bentuk pita atau tali sangat berguna untuk membungkus luka yang sempit,
balutan busa.
Perawatan luka dalam yang bersih dengan sedikit eksudat
Bila jumlah eksudat sudah berkurang, maka silastic foam merupakan suatu cara
pembalutan yang sangat bermanfaat khususnya pada luka dalam yang bersih berbentuk
cawan, seperti sinus pilonidal yang sudah dieksisi, atau dekubitus luas didaerah sakrum.
Untuk luka yang lebih kecil, pasien atau yang memberi perawatan, dapat melakukan
desinfeksi dua kali sehari dengan foam stent atau menutup luka tersebut.
Perawatan luka berdasarkan etiologinya (Suriadi, 2007)
Luka insisi bedah
Lakukan pengkajian kondisi area operasi yang meliputi kondisi balutan, adanya
perdarahan, drain, insisi atau jahitan. Lakukan pembersihan luka dimulai pada pusat
luka ke arah keluar dan secara perlahan-lahan karena luka setelah operasi terdapat
sedikit edema. Gunakan normal salin untuk membersihkan luka. Hindari penggunaan
larutan yang bersifat sitotoksik seperti hydrogen perokside dan povidone iodine karena
18

dapat merusak jaringan dan memperlambat penyembuhan luka. Pertahankan kondisi


luka tetap bersih dan termasuk lingkungan tempat tidur pasien. Penggantian balutan
tergantung pada kondisi balutan bersih atau kotor. Bila kondisi balutan kering dan
bersih balutan diganti 2 atau 3 hari sekali setelah operasi dan juga tergantung jenis
balutan yang digunakan. Jenis balutan yang disarankan adalah balutan yang dapat
mempertahankan kelembaban. Penggunaan kasa dan salin normal, saat penggantian
balutan kering akan menekan permukaan yang mengakibatkan pertumbuhan jaringan
sehat yang terganggu dan menimbulkan rasa nyeri.
Ulkus Arteri
Lakukan pengkajian tanda-tanda infeksi, bila keadaan luka kering dan eskar keras,
jangan lakukan debridemen. Hindari terapi (kompresi) karena dapat menghambat aliran
darah. Lakukan balutan dengan teknik steril dan pertahankan lingkungan dalam keadaan
lembab. Gunakan balutan hidrokoloid jika ada untuk menjaga kelembaban lingkungan
luka. Pada saat berbaring posisi kepala ditinggikan 5 sampai 7 derajat yang bertujuan
untuk menyokong sirkulasi daerah kulit dan ke bagian ekstremitas.
Ulkus Vena
Lakukan pengkajian kondisi area luka. Ganti balutan dengan teknik steril. Bersihkan
luka dengan salin normal. Bila terdapat jaringan nekrotik lakukan debridemen. Lakukan
terapi kompresi, yang bertujuan untuk memperlancar aliran limfatik, reduksi tekanan
vena superfisial dan mengurangi aliran balik ke pembuluh vena yang dalam. Pemberian
obat topikal tergantung jumlah eksudat dan ukuran luka, ada tidaknya infeksi dan
karakteristik sekeliling luka. Apabila menggunakan balutan untuk kelembaban
lingkungan dapat menggunakan hidrokoloid, transparan film, dan foam. Lakukan
peninggian posisi pada daerah kaki, hal yang dapat meningkatkan sensitivitas pada
sekeliling luka.; hindari larutan atimikrobial, hindari bahan yang sifatnya lengket.
Prinsip perawatan luka pada ulkus vena adalah meningkatkan pengisian kembali ke
vena, yang akan menyebabkan statis vena menurun.
Neuropati perifer ulkus diabetic
Penggunaan balutan pada neoropatik perifer ulkus diabetik dapat disesuaikan dengan
jumlah eksudat yang dihasilkan oleh luka. Balutan yang sering digunakan adalah
hidrogel. Balutan ini digunakan ketika luka sedang kering dengan tujuan menghasilkan
sedikit cairan untuk melembabkan permukaan luka. Balutan foam digunakan ketika luka
menghasilkan cairan eksudat yang banyak sampai sedang dan balutan alginat digunakan
ketika luka menghasilkan banyak cairan eksudat.
Ulkus Dekubitus
Perawatan luka dekubitus mencakup 3 prinsip : debridemen, pembersihan dan dressing.
Debridemen dilakukan untuk mencegah infeksi yang lebih luas. Debridemen bertujuan
untuk mengangkat jaringan yang sudah mengalami nekrosis. Pada setiap luka yang akan
diganti selalu dibersihkan. Bahan-bahan yang perlu dihindari untuk membersihkan luka
seperti povidone iodine, larutan sodium hypoclorite. Gunakan normal salin sebagai
larutan pembersih luka. Gunakan balutan hidrokoloid, tetapi jika luka menghasilkan
banyak cairan eksudat (lebih dari 50% balutan primer dalam rentang waktu kurang dari
24 jam dan balutan sekunder telah basah) gunakan alginat.
DAFTAR PUSTAKA
Bryant, Ruth. (2007). Acute & Chronic Wounds; Current Manangement Concept
19

Philadelphia : Mosby Elsevier.


Hunt KT. Wound Healing. In: Doherty MG. Current Surgical Diagnosis and
Treatment. 12th Ed., McGraw-Hills, USA. 2003; p75-87
Indonesia Enterostomal Therapy Nurse Association (InETNA) & Tim Perawatan
Luka dan Stoma Rumah Sakit Dharmais. 2004. Perawatan Luka, Makalah
Mandiri. Jakarta
Knottenbelt Dereck. (2003). Hand Book Of Equine Wound Management. UK :
Elsevier Science Limited.
Mann A, Breuhahn K, Schirmacher P, Blessing M. Keratinocyte-Drived
GranulocyteMacrophage Colony Stimulating Factor Accelerates Wound
Healing: Stimulation of Keratinocyte Proliferation, Granulation Tissue
Formation, and Vascularization. JInvest Dermatol.2001; 117:1382-1390
Morrison, Moya. (2004), Manajemen Luka. Jakarta : EGC.
Mansjoer.Arif, dkk. Eds.(2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta :
Media Aesculapius FKUI. .
Schrock, Theodore. (1995), Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
Suriadi (2007): Manajemen Luka. STIKEP Muhammadiyah. Pontianak.
Taylor, C. et al. (1997). Fundemental of Nursing The Art and science of Nursing
th
care. 4 edition. Philadelpia : JB Lippincoff hal 699-705.
Ting EA, Mays RW, Frey RM, Hof vW, Madicetty S, Deans R . Therapeutic
Pathway of Adult Stem Cells Repair. Critical Review in Oncology and
Hematology., Elsevier, Ireland.2008; p.81-93
WHO. (2010). Wound and Limphoedema Management. Diunduh tanggal 14 Maret
2016 dari http://whqlibdoc.who.int/publications/2010/9789241599139_eng.pdf

20

Anda mungkin juga menyukai