Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
I.

LATAR BELAKANG
Tubuh memiliki sistem imun yang memiliki banyak komponen.
Komponen-komponen tersebut bekerja secara bersamaan jika tubuh mendapat
serangan dari penyakit yang berasal dari dalam mauapun dari luar tubuh.
Sistem imun dibagi menjadi dua yaitu sitem imun kongenital/ nonspesifik dan
sistem imun adaptif/ spesifik. Pertahanan tubuh oleh sistem imun kongenital
bersifat spontan, tidak spesifik, dan tidak berulang dengan pathogen yang
sama. Sistem imun adaptif muncul setelah proses mengenal oleh limfosit
(clonal selection) yang tergantung pada paparan terhadap pathogen
sebelumnya (Charul, 2012).
Beberapa senyawa tertentu yang dapat meningkatkan mekanisme
pertahanan tubuh secara spesifik maupun nonspesifik yang disebut
imunomodulator. Terdapat dua jenis imunomodulator yaitu imunomodulator
sintesis dan imunomodulator alam. Imunomodulator sintesis misalnya
isoprinosis, levamisol, vaksin BCG, dan lain-lain. Akan tetapi penggunaan
dari imunomodulator sintetik ini mempunyai beberapa kekurangan seperti
reaksi alergi, dan hipersensitivitas pada beberapa orang.

Adanya efek

samping ini alangkah lebih baiknya menggunakan imunomodulator alami


karena efek samping lebih ringan dibandingkan dengan imunomodulator
sintetik (Charul, 2012).
Tanaman yang digunakan sebagai obat setelah diketahui mengandung
antioksidan alami serta dapat meningkatkan aktivitas sistem imun. Adapun
beberapa persyaratan imunomodulator diantaranya secara kimiawi murni atau
dapat didefinisikan secara kimia, secara biologik dapat diuraikan dengan
cepat, tidak bersifat karsinogenik, baik secara akut ataupun kronis tidak toksik
dan tidak mempunyai efek samping farmakologi yang merugikan (Charul,
2012).

Salah satu tanaman sebagai imunomodulator adalah meniran


(Phyllanthus niruri L). Meniran memiliki kandungan zat kimia yaitu
flavonoid, lignin, tannin, alkaloid, dan saponin. Selain itu meniran memiliki
aktivitas untuk meningkatkan proliferasi dari sel B dan sel T limfosit yang
memproduksi antibodi (Fraudenstein, 2002).

II.

TUJUAN
1. Mahasiswa

dapat

menjelaskan

deskripsi

ciri-ciri

dari

tanaman Phyllanthus niruri L.


2. Mahasiswa dapat mengetahui uji pre-klinik apa saja yang pernah
dilakukan untuk tanaman Phyllanthus niruri L sebagai tanaman
immunomodulator.
3. Mahasiswa dapat mengetahui uji klinik apa saja yang pernah dilakukan
untuk tanaman Phyllanthus niruri L sebagai tanaman immunomodulator.
4. Mahasiswa dapat menjelaskan kandungan yang terdapat dalam tanaman
Phyllanthus niruri L sebagai tanaman immunomodulator.
5. Mahasiswa dapat mengetahui dosis yang digunakan dan efek samping dari
tanaman Phyllanthus niruri L sebagai tanaman immunomodulator.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.

DESKRIPSI TANAMAN
Meniran atau Phyllantus niruri L. merupakan tumbuhan suku
euphorbiaceae yang berasal dari daerah tropis. Tumbuhan liar ini banyak
ditemukan di hutan, ladang, kebun, dan pekarangan rumah. Meniran dapat
tumbuh subur di tempat yang lembap pada dataran rendah sampai ketinggian
1.000 meter di atas permukaan laut (Latief, 2012).
Tumbuhan meniran merupakan tumbuhan terna, dengan tinggi sekitar
50-100 cm. Batang berwarna hijau pucat atau hijau kemerahan, batang basah,
dan berbentuk bulat. Daun bersirip genap. Helaian daun berbentuk bundar
telur sampai bundar memanjang (Latief, 2012).
Ujung daun tumpul, pangkal membulat, permukaan bawah berbintik
dan tepi daun rata. Setiap tangkai terdiri atas daun-daun majemuk berukuran
kecil. Bunga kecil mirip menir berada di ketiak daun menghadap ke bawah.
Buah terdapat di bawah daun dan letaknya berjajar sepanjang tangkai utama
daun.
Dosis meniran:
3 x 50 mg per hari selama 6 hari (Galuh, 2008)
efek samping meniran :
Efek samping terhadap ginjal yaitu dapat terjadi pembengkakan pada
epitel tubulus kontortus proksimal, sehingga dapat menyebabkan terjadinya
pembengkakan pada tubulus kontortus proksimal. Kerusakan pada epitel
tubulus kontortus proksimal ini dapat meningkat seiring dengan meningkatnya
dosis ekstrak meniran yang diberikan. Hal tersebut terjadi karena terdapat zat

toksik dalam ekstrak meniran yang dapat menyebabkan kerusakan pada


tubulus kontortus proksimal (Alboneh, 2010).
Pemberian ekstrak meniran secara akut dapat menyebabkan degenerasi
parenkimatosa, degenerasi hidropik, dan nekrosis (Firdaus, 2010).

II.

UJI PRE KLINIK


Judul

dan Metode

Hasil

Kesimpulan

pengarang
Pengaruh pemberian 30 ekor mencit Phyllanthus niruri L Pemberian
phyllanthus niruri L jantan

dibagi meningkatkan jumlah Phyllanthus

terhadap

respon menjadi 5

imunitas

seluler kelompok yaitu dan

mencit balb/C yang P1


di

infeksi

limfosit

teraktivasi niruri L dapat


meningkatkan

(diinfeksi kemampuan

dengan S.typhimurium

fagositosis

jumlah limfosit
makrofag teraktifasi

salmonella

dan ekstrak PnL secara

indeks

thypimurium

125 g),

bermakna(p=0,003

fagositosis

(Lestarini, 2008)

P2 (diinfeksi

dan p=0,001), dengan namun

S.typhimurium

uji

sejalan

dan

tidak
dengan

dan ekstrak PnL post hoc Bonfferoni peningkatan


250 g),
P3

tidak ada perbedaan dosis.

(diinfeksi bermakna

antar

S.typhimurium

kelompok perlakuan

dan ekstrak

(perbedaan

PnL 500 g),

Tidak ada perbedaan

K1

dosis).

(diinfeksi yang bermakna pada

S.typhimurium)

jumlah

K2 (sehat).

hitung
jenis

leukosit,
limfosit

produksi
kelompok

NO

dan
pada

perlakuan

dan kelompok kontrol.

Pengaruh

Meniran 18 ekor mencit

(Phyllanthus
L.)

niruri jantan yang di

terhadap infeksi

patogenesis

infeksi salmonella

Perbandingan antara

Phyllanthus

jumlah koloni

niruri L.

kelompok kontrol

bermanfaat

dengan kelompok

untuk

salmonella

thyphimurium

perlakuan 1 adalah

menghambat

(Sunarno,2009)

secara

116, untuk kelompok

patogenesis

intraperitoneal,

kontrol dengan

infeksi

dibagi dalam

kelompok perlakuan 2

salmonella. Hal

K Kontrol

adalah 54,83,

ini dibuktikan

P1 (ekstrak

sedangkan kelompok

dengan adanya

Phyllanthus

perlakuan 1 dengan

perbedaan

niruri L.

perlakuan 2 adalah

jumlah koloni,

3x125g/hari)

61,17

dimana jumlah

P2 (ekstrak

koloni lebih

Phyllanthus

rendah ketika

niruri L. 3x250

mendapatkan
Phyllanthus
niruri L.
dibanding yang
tidak

Perbandingan efikasi 30
infusa

mencit Rata-rata kesembuhan Meniran

meniran diinfeksi dengan dengan kontrol 26,87 berpotensi untuk

(Phyllanthus

niruri s.aureus

L.)

secara hari,

dan subkutan,

perlakuan

kotrimoksazol pada kemudian dibagi 22,10


pengobatan

infeksi dalam

kulit
aureus
2001)

P1

(Praseno, kering
dengan

adalah infeksi

hari

adalah 20,77 hari

Meniran
direbus
air

kulit

dan yang disebabkan

kelompok perlakuan 2 oleh

oleh K Kontrol

staphylococcus

kelompok pengobatan

s.aureus

pada hewan uji


mencit

karena

menujukkan
efek

yang

sampai mendidih

hampir

sama

selama 1 jam

dengan

P2

kotrimoksazol

Kotrimoksazol
2,49mg
dilarutkan dalam
0,2cc air
Pemberian obat
secara

oral

selama 7 hari

III. UJI KLINIK


Thyagarajan et al (1988) melakukan sebuah RCT dengan kontrol
plasebo untuk membuktikan efek Phyllanthus niruri pada penderita hepatitis
B asimtomatik kronik. Penelitian dilakukan

terhadap 78 pasien dengan

HBsAg dan anti-HBcIgM positif selama 6 bulan berturut-turut. Kelompok uji


mendapatkan kapsul yang berisi 200 mg bubuk P.niruri kering, sedangkan
kelompok plasebo mendapatkan kapsul serupa berisi laktosa, diberikan 3 kali
sehari selama 30 hari. Hasil pemeriksaan serologi pada kunjungan kontrol
pertama menunjukkan bahwa HBsAg 22 dari 37 pasien uji (59%) ternyata
negatif, hal ini hanya terjadi pada 1 dari 23 pasien plasebo (4%). Secara
statistik perbedaan ini bermakna, dengan P<0.0001. Karier dengan HBsAg
dan HbeAg positif kurang memberikan respon dibandingkan dengan karier
yang tidak memiliki HBeAg (5 dari 17[29%] vs 17 dari 20[85%]; p<0.001).
Amin et al (2001) melakukan sebuah RCT dengan kontrol plasebo
untuk mengetahui manfaat penggunaan ekstrak Phyllanthus niruri sebagai
terapi tambahan pada pasien tuberkulosis (TB). Penelitian ini melibatkan 67
pasien TB dengan sputum basil tahan asam (BTA) (+) dan lesi radiologis
minimal hingga sedang yang dibagi menjadi kelompok uji (n=34) yang

mendapatkan 50mg esktrak P. niruri 3 kali sehari selama pengobatan TB dan


kontrol (n=31) yang mendapatkan plasebo. Hasil yang diperoleh setelah 2
bulan terapi adalah proporsi pasien yang mengalami konversi sputum BTA
pada minggu I pengobatan lebih banyak pada kelompok uji (52%)
dibandingkan dengan kelompok kontrol (39%). Perbedaan ini tidak bermakna
secara statistik (P=0.172), namun penulis menyatakan bahwa hal ini memiliki
implikasi klinis yang cukup besar.
Radityawan (2003) melakukan sebuah uji klinis untuk mengetahui
peranan P. niruri terhadap kadar IFNg. Penelitian ini melibatkan 40 pasien TB
yang dibagi dalam 2 kelompok uji dan kontrol. Kelompok uji mendapat
ekstrak P. niruri 50mg 3 kali sehari selain terapi OAT, sedangkan kelompok
kontrol mendapatkan plasebo. Didapatkan hasil bahwa kelompok uji
mengalami peningkatan kadar IFNg yang bermakna dibandingkan kelompok
kontrol.
Raveinal (2003) melakukan sebuah uji klinis untuk menilai pengaruh
pemberian ekstrak P. niruri terhadap respon imun seluler penderita TB paru.
Hasil yang didapat setelah 4 minggu pengobatan adalah, terjadi peningkatan
kadar CD4 limfosit T, (10.7 sel/mm3) yang bermakna (p=0.001) pada
kelompok uji jika dibandingkan dengan kelompok kontrol (4.45 sel/mm3).
Demikian pula dengan rasio CD4/CD8 limfosit T, terdapat peningkatan
bermakna pada kelompok uji dibandingkan dengan kelompok plasebo
(phyllanthus 0.32 vs kontrol 0.05, P=0.01). Setelah 2 bulan terapi, peningkatan
IFNg pada kelompok uji lebih bermakna dibandingkan dengan peningkatan
yang terjadi pada kelompok kontrol (7.24 pg/ml, p=0.01 vs 0.41 pg/ml,
p=0.261).

IV. KANDUNGAN TANAMAN


Herba meniran (Phyllanthus niruri L.) banyak mengandung beberapa zat
kimia yaitu :
1.

Flavonoid
Merupakan senyawa larut dalam air yang dapat diekstraksi dengan
etanol 70% dan tetap ada lapisan air setelah dikocok dengan eter minyak

bumi. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya berubah


apabila ditambah basa atau amoniak. Flavonoid umumnya terdapat dalam
tumbuhan terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon. Flavonoid yang
merupakan bentuk kombinasi glikosida, terdapat dalam semua tumbuhan
berpembuluh. Beberapa turunan flavonoid terdapat pada tumbuhan tingkat
tinggi dan hanya terdapat pada organ-organ tertentu dari tumbuhan seperti
akar, batang, daun, bunga, biji, dan kulit kayu. Senyawa-senyawa ini
umumnya ditemukan pada tumbuh-tumbuhan yang berwarna merah, ungu,
biru, atau kuning. Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang
terdiri atas 15 atom karbon. Dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu
rantai propane (C3) sehingga membentuk suatu cincin C6-C3C6. Susunan ini menghasilkan tiga jenis struktur, yaitu flavonoida atau
1,3-diarilpropana, isoflavonoida atau 1,2-diarilpropana, dan neoflavonoida
atau 1,1-diarilpropana. Senyawa-senyawa flavon ini mempunyai kerangka
2-fenilkroman, yaitu posisi orto dari cincin A dan atom karbon yang
terikat pada cincin B 1,3-diarilpropana dihubungkan oleh jembatan
oksigen sehingga membentuk cincin heterosiklik yang baru (struktur C).
Jenis-jenis senyawa flavonoid tergantung pada tingkat oksidasi dari
rantai propane pada system 1,3-diarilpropana. Flavon, flafonol, dan
antosianidin adalah jenis yang banyak ditemukan di alam sehingga sering
disebut sebagai flavonoida utama. Banyaknya senyawa flavonoida ini
disebabkan oleh hidroksilasi, alkoksilasi, atau glikosilasi dari struktur
tersebut. Senyawa-senyawa isoflavonoida dan neoflavonoida hanya
ditemukan dalam beberapa jenis tumbuhan, termasuk suku Leguminosae.
Masing-masing jenis senyawa flavonoida mempunyai struktur
dasar tertentu. Flavonoida mempunyai beberapa cirri struktur, yaitu cincin
A dari struktur flavonoida mempunyai pola oksigenasi yang berselangseling pada posisi 2, 4, dan 6. Cincin B flavonoida mempunyai satu gugus
fungsi oksigen pada posisi para, atau dua pada posisi para dan meta, atau
tiga pada posisi satu di para dan dua di meta.

Cincin A mempunyai gugus hidroksil yang letaknya sedemikian


rupa sehingga memberikan kemungkinan untuk terbentuk cincin
heterosiklik dan senyawa trisiklik. Beberapa senyawa flavonoida tersebut
antara lain: (1) hidroalkon atau cincin A COCH2CH2 - cincin B, (2)
flavanon, kalkon atau cincin A COCH2CHOH - cincin B, (3) flavon atau
cincin A COCH2CO - cincin B, (4) antosianin atau cincin A
CH2COCO - cincin B, (5) auron atau cincin A COCOCH2 - cincin B.
Menurut Suprapto (2006), flavonoid pada meniran banyak
ditemukan di bagian akar dan daun. Flavonoid pada meniran menempel
pada sel imun dan memberikan sinyal intraseluler atau rangsangan untuk
mengaktifkan kerja sel imun lebih baik. Selain itu, meniran berfungsi juga
sebagai senyawa antioksidan yang mampu merangsang kekebalan tubuh.
2.

Lignan
Lignan berupa zat padat hablur tanpa warna yang menyerupai
senyawa aromatik sederhana yang lain dalam sifat kimianya. Lignan
tersebar luas pada tumbuhan, terdapat dalam kayu, daun, eksudat, damar,
dan bagian tumbuhan lain. Lignan terkadang dijumpai sebagai glikosida.
Lignan digunakan sebagai antioksidan dalam makanan. Selain itu lignan
juga merupakan kandungan kimia yang aktif dalam tumbuhan obat
tertentu. Lignan dapat diekstraksi dengan aseton atau etanol dan seringkali
diendapkan sebagai garam kalium yang sukar larut (Robbinson, 1995).

3.

Tanin
Tanin tersebar dalam setiap tanaman yang berbatang. Tanin
berada dalam jumlah tertentu, biasanya berada pada bagian spesifik
tanaman seperti daun, buah, akar, batang. Tanin merupakan senyawa
kompleks, biasanya merupakan campuran polifenol yang sukar untuk
dipisahkan karena tidak dalam bentuk kristal. Di dalam tumbuhan letak
tanin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma, tetapi bila jaringan rusak
maka reaksi penyamaan dapat terjadi. Reaksi ini menyebabkan protein
lebih sukar dicapai oleh cairan pencernaan. Salah satu fungsi utama tanin

yaitu sebagai penolak hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang


sepat. Tanin dapat meringankan diare dengan menciutkan selaput lendir
usus (Tjay dan Raharja, 2002).
4.

Alkaloid
Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang
terbesar. Alkaloid termasuk senyawa bersifat basa yang mengandung satu
atau atom nitrogen dan berbentuk kristal. Untuk alkaloid dalam daun atau
buah segar adalah rasanya pahit di lidah serta mempunyai efek fisiologis
kuat atau keras terhadap manusia. Sifat lain yaitu sukar larut dalam air
dengan suatu asam akan membentuk garam alkaloid yang lebih mudah
larut (Nwanjo, 2007).

5.

Saponin
Saponin adalah senyawa aktif yang menimbulkan busa jika
dikocok dengan air. Pada konsentrasi rendah sering menyebabkan
hemolisis sel darah. Saponin dapat bekerja sebagai antimikroba. Kelarutan
saponin dalam air dan etanol tetapi tidak larut dalam eter (Robbinson,
1995).

BAB III
PENUTUP
I.

KESIMPULAN
Meniran (Phyllanthus niruri L) merupakan salah satu tanaman sebagai
imunomodulator yang memiliki kandungan zat kimia yaitu flavonoid, lignan,
tannin, alkaloid, dan saponin. Pada beberapa penelitian menyebutkan meniran
memiliki aktivitas untuk meningkatkan proliferasi dari sel B dan sel T limfosit
yang memproduksi antibodi.
Tumbuhan meniran merupakan tumbuhan terna, dengan tinggi sekitar
50-100 cm. Batang berwarna hijau pucat atau hijau kemerahan, batang basah,

dan berbentuk bulat. Daun bersirip genap. Helaian daun berbentuk bundar
telur sampai bundar memanjang. Ujung daun tumpul, pangkal membulat,
permukaan bawah berbintik dan tepi daun rata. Setiap tangkai terdiri atas
daun-daun majemuk berukuran kecil. Bunga kecil mirip menir berada di
ketiak daun menghadap ke bawah. Buah terdapat di bawah daun dan letaknya
berjajar sepanjang tangkai utama daun.
II.

SARAN
1. Sebagai tenaga kesehatan, sebaiknya tanaman meniran lebih dikenalkan
kepada masyarakat terkait khasiatnya sebagai imunomodulator.
2. Masyarakat sebaiknya sejak dini dikenalkan kepada pengobatan herbal
khususnya meniran sebagai imunomodulator.
3. Penggunaan meniran sebaiknya tidak dianjurkan pada penderita gagal
ginjal dan ibu hamil.
4. Penggunaan

meniran

sebaiknya

memperhatikan

efeknya

seperti

hipoglikemi, hipotensi, ketidakseimbangan kadar mineral dalam tubuh dan


impotensi.
5. Untuk

penggunaan

meniran

dalam

jangka

panjang

sebaiknya

dikonsultasikan terlebih dahulu pada dokter.

DAFTAR PUSTAKA
Charul., Praptiwi. 2012. Uji Efektivitas Imunomodulator Tiga JenisZingiberaceae
Secara In-Vitro melalui Pengukuran Aktivitas SelMakrofage dan Kapasitas
Fagositosis. Jakarta: Pusat Biologi LIPI.
Fraudenstein, J., Teuscher, E., Lindequst, U., Bodinet, C. 2002. Effect Of
AnOrally Applied Herbal Immunomodulator On Cytokine Induction
AndAntibody

Response

In

Normal

Mice.Phytomedicine.(9)7.
Latief, Abdul. 2012. Obat tradisional. Jakarta: EGC.

And

Immunosuppressed

Julianus, K., Arini,D.I.D., Halawane,J., Nurani, L., Halida, Kafiar,Y., dan


Karundeng, M.C., 2011. Tumbuhan Obat Tradisional di Sulawesi Utara.
Manado: Balai Penelitian Kehutanan Manado
Amin, Z., Rumende, M., Pitoyo C, W., Jamal. (2001) The Effect Of Phyllanti
Extract As An Additional Treatment In Tuberculosis Patients Withminimal
And Moderately Advanced Radiological Lesion.
Radityawan, D. (2003) Pengaruh Phyllanthus Niruri L Sebagai Imunostimulator
Terhadap Kadar IFN-G Penderita Tuberculosis Paru. Laporan Penelitian
Karya Akhir. Surabaya: SMF Ilmu Penyakit Paru FK Unair.
Galuh A. S. (2008). Pengaruh Pemberian Ekstrak Phyllanthus Niruri L Terhadap
Fungsi Fagositosis Makrofag Pada Mencit Balb/C Yang Diinfeksi
Salmonella

Typhimurium.

Diakses

di

http://eprints.undip.ac.id/24554/1/Galuh.pdf tanggal 19 Desember 2016.


Firdaus, Gugum Indra. (2010). Uji Toksisitas Akut Ekstrak Meniran (Phyllanthus
Niruri)

Terhadap

Hepar

Mencit

Balb/C.

Diakses

di

http://eprints.undip.ac.id/23379/1/Gugum.pdf tanggal 19 Desember 2016.


Alboneh, Syeikh F. H. (2010). Uji Toksisitas Akut Ekstrak Meniran (Phyllanthus
Niruri,

L)

Terhadap

Ginjal

Mencit

Balb/C.

Diakses

di

http://eprints.undip.ac.id/23787/1/Syeikh.pdf tanggal 19 Desember 2016.


Raveinal. (2003) Pengaruh Pemberian Imunomodulator Alami (Ekstrak Phyllanti
Herba) Terhadap Respon Imun Seluler Penderita Tuberculosis Paru.
Thyagarajan, S. P., Subramanian, S., Thirunalasundari, T., Venkateswaran, P. S.,
Blumberg, B. S., (1988) Effect Of Phyllanthus Amarus On Chronic Carriers
Of Hepatitis B Virus. Lancet, Vol 2: 764-6.
Nwanjo, H.U.,2007, Studies on The Effect of Aquous Extract of Phyllanthus niruri
Leaf on Plasma Glucose Level and Some Hepatospecific Markers in
Diabetic Wistar Rats. Internet J. Lab. Med., 2(2). 1-9
Robinson T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. ITB: Bandung.

Suprapto. 2006. Tubuh Kebal dengan Herba. http://www.depkes.go.id. Tanggal


akses 5 Januari 2012.
Tjay, T. H & Rahardja, K. 2002. Obat-obat Penting Khasiat dan Penggunannya.
PT. Elex Media Computindo: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai