BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN
1. Kajian Pustaka
1. Hakikat Belajar dan Pembelajaran
Istilah belajar dan pembelajaran dalam perpustakaan asing sering
dipadankan dengan istilah learning dan instruction. Istilah learning seperti
dikemukakan oleh Fontana (1981:147) mengandung pengertian proses
perubahan yang relatif tetap dalam perilaku individu sebagai hasil
pengalaman. Definisi tersebut memusatkan perhatian pada tiga hal, yaitu (1)
bahwa belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan tingkah laku, (2)
perubahan itu harus merupakan pengalaman, dan (3) perubahan itu terjadi
pada perilaku individu yang mungkin (Udin S. Winataputra dan Tita Rosita,
1997:2).
Romiszowski dalam Udin S. Winataputra dan Tita Rosita (1997:2)
menyatakan bahwa istilah instruction merujuk pada proses pengajaran yang
berpusat pada tujuan atau goal directed teaching process yang dalam banyak
hal dapat direncanakan sebelumnya (pre-planed). Selanjutnya dikatakan
karena sifat dari proses tersebut, maka proses belajar yang terjadi adalah
proses perubahan perilaku dalam konteks pengalaman yang memang sebagian
besar untuk dirancang. Oleh karenanya istilah instruction sering diartikan
sebagai proses pembelajaran yakni proses membuat orang melakukan proses
belajar sesuai rancangan dengan ciri hadirnya unsur kesengajaan dari luar
individu yang belajar.
10
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan.
sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan
lingkungan (Moh. Surya, 1981 dalam Kuat Pujo Asmoro, 1999: 2). Dimyati
Mahmud (1989 dalam Kuat Pujo Asmoro, 1999: 2) menyatakan bahwa belajar
adalah suatu perubahan tingkah laku, baik yang dapat diamati maupun yang
tidak dapat diamati secara langsung, dan terjadi dalam diri seseorang karena
pengalaman. Winkel (1983:36) menyatakan bahwa belajar adalah suatu
aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungan yang menghasilkan perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah
perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan nilai sikap. Perubahan itu
secara relatif konstan dan berbekas.
Kuat Pujo Asmoro, (1999: 3) menyatakan bahwa belajar pada
hakikatnya adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang disebabkan
karena adanya berbagai pengalaman. Perubahan tingkah laku yang dimaksud
meliputi perubahan keterampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan, pemahaman,
dan apresiasi. Sedangkan yang dimaksud dengan pengalaman dalam proses
belajar adalah adanya interaksi antar individu dengan lingkungannya. Oleh
karenanya dapatlah diungkapkan bahwa hakikat belajar dalam diri seseorang
itu dapat dikatakan merupakan proses atau usaha orang itu untuk mengubah
dirinya dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak dapat menjadi dapat.
11
Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat
maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri
seseorang itu merupakan perubahan dalam arti belajar. Perubahan tingkah laku
seseorang dalam artian belajar akan memiliki ciri: a) perubahan terjadi secara
sadar, b) perubaan bersifat kontinu dan fungsional, c) perubahan bersifat
positif dan aktif, d) perubahan bukan bersifat sementara, e) perubahan yang
terjadi memiliki tujuan dan terarah, dan f) perubahan mencakup seluruh aspek
tingkah laku (Slameto, 2003)
Berdasarkan pengertian di atas dapatlah dikatakan bahwa apabila
seseorang itu belajar, dia memiliki sejumlah tujuan. Ada pun tujuan orang
belajar adalah: (1) untuk mendapatkan pengetahuan, (2) untuk dapat
mengatasi kesulitan-kesulitan atau masalah-masalah dalam kehidupanya, (3)
untuk mengoreksi diri sehingga dapat menyesuaikan dengan lingkungan, dan
(4) untuk dapat berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan.
Belajar dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan ditandai dengan
kemampuan berpikir dan mempunyai pengetahuan yang luas, sedangkan
kemampuan berpikir dan pemilikan pengetahuan yang luas tidak dapat
dipisahkan. Jadi untuk mendapatkan pengetahuan orang harus memiliki
kemampuan berpikir yang memadai. Dalam konteks pembelajaran untuk
mewujudkan hal tersebut peranan guru sangat besar. Oleh karenanya guru
dituntut untuk dapat menggunakan berbagai macam cara guna mewujudkan
tujuan tersebut (Kuat Pujo Asmoro, 1999:5).
12
Secara global ada dua pendekatan psikologi dalam melihat proses
belajar yakni pendekatan connectionist or behaviorist dan pendekatan
cognitive or cognitive field (Fotana, 1981:148). Pendekatan pertama melihat
proses belajar sebagai proses terjadinya hubungan antara stimulus atau
rangsangan dengan respon atau jawaban atau antara penguatan dengan
reinforcement. Sementara pendekatan kedua melihat proses belajar tidak
semata-mata hasil hubungan stimulus dan respon, tetapi lebih merupakan hasil
dari kemampuan mental individu dalam melakukan fungsi-fungsi psikologi
(Fontana, 1981:148-149).
Dari dua pendapat tersebut dapat ditarik suatu simpulan bahwa
pendekatan pertama menekankan pada unsur luar individu (lingkungan yang
berfungsi memberi rangsang), sedang pendekatan kedua menitikberatkan pada
potensi individu. Dua kutub pendekatan itu akhirnya menghasilkan dua
kelompok teori belajar, yaitu (1) teori operant conditioning, dan (2) teori
instrumental conceptualism. Teori pertama ditarik dari pendekatan perilaku
atau behaviorisme sedangkan teori kedua digali dari pendekatan kognitif.
Teori pertama berpendirian bahwa perbuatan belajar melibatkan tiga tahap,
yaitu (1) hadirnya stimulus atau situasi (S) yang dihadapi individu, (2)
perilaku atau behavior (B) yang lahir dari diri individu, dan (3) penguatan atau
reinforcement (R) yang mengikuti perilaku tersebut (Kuat Pujo Asmoro,
2003:20).
13
2. Hakikat Matematika Sekolah
Matematika sebagai salah satu ilmu dasar dewasa ini telah berkembang
pesat, baik materi maupun kegunaannya. Dengan demikian maka setiap upaya
penyusunan kembali atau penyempurnaan kurikulum matematika sekolah
perlu selalu mempertimbangkan perkembangan-perkembangan tersebut,
pengalaman masa lalu serta kemungkinan masa depan.
Depdikbud (1996:1 ) menyatakan yang dimaksud dengan matematika
adalah matematika sekolah. Dalam hal ini yang dimaksud dengan matematika
sekolah adalah matematika yang diajarkan di Pendidikan Dasar dan
Menengah. Matematika sekolah tersebut terdiri atas bagian-bagian matematika
yang dipilih guna menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dan
membentuk pribadi siswa serta berpadu kepada perkembangan IPTEK. Ini
berarti bahwa matematika sekolah selain memiliki cirri-ciri penting, yaitu: (a)
memiliki objek yang abstrak dan (b) memiliki pola piker deduktif dan
konsisten, juga tidak dapat dipisahkan dari perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi (IPTEK).
Dalam Lampiran Permen No 22 Tahun 2005 dijelaskan bahwa
matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan
memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi
informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan
matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan
matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan
diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.
14
Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik
mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan
berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan
bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat
memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi
untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan
kompetitif.
Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika dalam dokumen
ini
disusun
kemampuan
sebagai
landasan
pembelajaran
tersebut
di atas.
Selain
itu
untuk
mengembangkan
dimaksudkan
pula
untuk
keterampilan
memahami
masalah,
membuat
model
dibimbing
untuk
menguasai
konsep
matematika.
Untuk
15
Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut.
1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep
dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,
efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah
2)
dalam
membuat
generalisasi,
menyusun
bukti,
atau
4)
5)
16
3. Landasan Pembelajaran Matematika
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses bimbingan yang
mengarahkan seseorang dalam memahami suatu pengetahuan. Dalam
pelaksanaan bimbingan itu sangat dibutuhkan suatu pedoman agar proses
bimbingan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Pedoman yang digunakan itu disebut kurikulum (Kuat Pujo Asmoro, 2003:37)
Istilah kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yang semula merupakan
istilah dalam atletik yang berarti suatu jarak yang harus ditempuh. Istilah ini
kemudian digunakan dalam dunia pendidikan. Websters New International
Dictionary mengartikan kurikulum adalah a specified fixed course of study,
as in a school or college, as one leading to a degree (sejumlah mata pelajaran
tertentu yang harus ditempuh di sekolah untuk mencapai suatu gelar)
(Nasution, 1982:7-8 dan Akhlan Husen, M. Subana, dan Deny Iskandar,
1998:4-5). The curriculum of school system is the sum total of the planed
utilization of gods and services necessary to most effectively and efficiently
produce or approximate a desired set of leaner (Sistem kurikulum sekolah
adalah sekumpulan program yang direncanakan secara baik dan layanan yang
menarik untuk mencapai hasil yang efektif dan efisien bagi siswa yang lulus)
(Kaufman, dalam Akhlan Husen, M. Subana, dan Deny Iskandar, 1998:8).
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1993:4) menyatakan bahwa
kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan belajar mengajar.
17
Pengertian kurikulum seperti pada pengertian pertama adalah
pengertian kurikulum tradisional dan sudah ditinggalkan oleh sekolah modern
karena dianggap terlampau sempit dan terbatas. Pengertian kurikulum seperti
itu membatasi pengalaman anak didik kepada situasi belajar di dalam kelas
dan tidak menghiraukan pengalaman edukatif (Kuat Pujo Asmoro, 2003:38).
Lebih jauh diungkapkan bahwa konsepsi baru pendidikan modern
memandang kurikulum sebagai semua kegiatan yang disediakan untuk siswa
(all activities that are provide for students) dan termasuk semua pengalaman
siswa di bawah tanggung jawab sekolah (include all of the experiences of
children for which the school accepts responsibility). Oleh karenanya konsep
kurikulum yang dikemukakan oleh Kaufman dan Depdikbud merupakan
rumusan yang tepat dengan konsepsi pendidikan masa sekarang.
Selain kurikulum, di sekolah juga dikenal adanya GBPP (garis-garis
besar program pembelajaran). GBPP itu sendiri adalah salah satu perangkat
kurikulum yang memuat pengertian dan fungsi mata pelajaran, tujuan
pembelajaran mata pelajaran yang bersangkutan dan ruang lingkup bahan
kajian/pelajaran; pokok-pokok bahasan, konsep, atau tema, uraian tentang
keluasan dan kedalamannya; dan rambu-rambu cara penyelenggaraan kegiatan
belajar-mengajar yang merupakan pedoman bagi guru dalam proses belajar
mengajar di sekolah (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995:3).
Dari pengertian di atas terlihat sebenarnya inti kurikulum adalah
pengalaman belajar. Pengalaman belajar ini banyak kaitannya dengan
melakukan berbagai kegiatan; interaksi sosial di lingkungan sekolah, proses
18
kerja sama kelompok, tata ruang sekolah. Dengan demikian, pengalaman itu
bukan sekedar mempelajari mata pelajaran, melainkan yang terpenting adalah
pengalaman kehidupan. Kesemuannya itu tercakup dalam pengertian
kurikulum. Selanjutnya istilah kurikulum yang menjadi acuan dalam
penelitian ini adalah GBPP.
Kurikulum yang saat ini berlaku dan digunakan sebagai landasan
pembelajaran matematika di sekolah adalah Kurikulum 2006 yang dlebih
dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum
matematika 2006 berisi program yang bertujuan untuk mengembangkan
pengetahuan dan penalaran dan sikap positif terhadap matematika Pengertian
tersebut
dilandasi
oleh
hakikat
belajar
matematika
adalah
belajar
19
Metode biasanya diartikan sebagai cara mengajar. Sebenarnya
pengertian yang tepat untuk cara mengajar adalah teknik mengajar.
Sementara metode pada hakikatnya adalah suatu prosedur untuk mencapai
suatu tujuan yang telah ditetapkan yang meliputi pemilihan bahan, urutan
bahan, penyajian bahan, dan pengulangan bahan (Kuat Pujo Asmoro, 2003).
Terkait dengan hal tersebut Sri Hastuti, PH (1998) menyatakan bahwa metode
mengajar banyak sekali jenisnya. Hal tersebut disebabkan oleh karena
pengaruh sejumlah faktor. Faktor-faktor tersebut adalah: (1) tujuan yang
beragam jenis dan fungsinya, (2) Anak didik yang beragam tingkat
kematangannya, (3) situasi yang beragam keadaannya, (4) fsilitas yang
beragam kualitanya dan kutantitasnya, serta (5) pribadi guru yang beragam
kemampuan profesionalismenya.
Sebenarnya pendekatan dan metode masih bersifat teoretis. Karena ada
suatu alat lain yang digunakan langsung oleh guru untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Alat tersebut adala teknik yang mengandung pengertian caracara dan alat-alat yang digunakan guru dalam pembelajaran di kelas. Dengan
demikian teknik adalah daya upaya, usaha-usaha, atau cara-cara yang
digunakan guru untuk mencapai tujuan langsung dalam pelaksanaan
pembelajaran di kelas pada waktu itu. Jadi teknik bersifat implementasional.
Karena teknik mengandung makna cara-cara dan metode juga mengandung
makna penyajian bahan yang dalam hubungan ini yaitu cara penyajian
bahan, maka kedua istilah tersebutada kalanya digunakan dalam arti yang
sama. Hal tersebut dapat dilihat pada komponen satuan pelajaran/ rencana
pembelajaran yang berbunyi metode/teknik (Kuat Pujo Asmoro, 2003).
20
Sebenarnya metode pembelajaran maknanya lebih luas daripada
teknik. Sebab sebagaimana telahdipaparkan di atas, metode berhubungan
dengan pemilihan bahan, pengurutan bahan, penyajian bahan, dan
pengulangan bahan, jadi bersifat procedural, sedangkan teknik mengacu pada
makna cara-cara dan alat-alat yang digunakan guru dalam kelas, jadi bersifat
implementasional Dengan demikian yang tepat bukan metode ceramah
misalnya, tetapi teknik ceramah (Kuat Pujo Asmoro, 2003).
Terkait dengan pendapat di atas maka yang dimaksud dengan teknik
pembelajaran dalam hal ini lebih cenderung ada konsep strategi pembelajaran.
Oleh karenanya istilah teknik pembelajaran dalam hal ini penulis samakan
dengan istilah strategi yang mengandung makna cara-cara dan alat-alat yang
digunakan dalam pembelajaran. Dengan demikian yang benar bukan metode
bubongkaristung tetapi teknik atau strategi bubongkaristung.
Teknik bubongkarristung pada hakikatnya merupakan pengembangan
dari permainan. Sebagaimana diketahui dinia anak adalah dunia permainan.
Anak tidak akan pernah bisa lepas dari bermain dan membuat mainan.
Bubongkarristung sendiri merupakan singkatan dari Buat Bongkar gaRis dan
hiTung.
Buat artinga siswa diminta untuk membuat sebuah permainan dari
bahan yang telah disediakan utamanya dari kertas. Bongkar artinya siswa
diminta untuk membongkat mainan yang telah dibuatnya. Garis mengacu
pada siswa diminta untuk membuat/mewarnai garis pada lipatan yang tampak
pada kertas.
21
Teknik/strategi bubongkaristung ini biasanya dilakukan baik secara
individual maupun kelompok. Dengan teknik ini diharapkan siswa lebih
mendalami materi pembelajaran yang diberikan guru. Biasanya teknik ini
diikuti oleh tugas melaporkan hasil kerja siswa yang disebut resitasi. Oleh
sebab itu strategi ini biasa disebut strategi pemberian tugas atau resitasi.
Strategi pemberian tugas pada hakikatnya adalah suatu strategi
pembelajaran dengan memberikan tugas-tugas kepada pembelajar (siswa),
kemudian pembelajar melaporkan hasilnya (Sri Hastuti PH, 1998). Sering
orang mengacaukan antara resitasi dengan homework (pekerjaan rumah/PR),
karena dalam perbicangan sehari-hari asal guru memberikan tugas dikatakan
PR. Pekerjaan rumah (PR) sesungguhnya memiliki pengertian yang lebih
khusus, yakni pekerjaan yang harus dikerjakan pembelajar di rumah.
Sedangkan resitasi, adalah tugas-tugas yang diberikan guru tidak sekedar
dikerjakan di rumah, melainkan dapat dikerjakan di sekolah, perpustakaan,
laboratorium, atau ditempat-tempat lain yang berhubungan dengan materi
pelajaran yang akan/sedang dipelajari. Jadi resitasi lebih luas dibandingkan
dengan homework, akan tetapi keduanya memiliki persamaan yakni: (1)
mempunyai unsur tugas, (2) dikerjakan oleh pembelajar (siswa) dan
dilaporkan hasilnya, dan (3) mempunyai unsur didaktis paedagogies (Sri
Hastuti, PH, 1998).
Pemberian
tugas
dilakukan
oleh
guru
karena
suatu
mata
22
intrakurikuler maupun ekstrakurikuler. Dengan diberikannya tugas bertujuan
untuk: (1) menambah pengertian/memperkuat hasil belajar yang telah diterima
anak; (2) melatih siswa untuk belajar mandiri, (3) melatih siswa untuk
mengatur waktu secara teratur, (4) membiasakan siswa untuk berdisiplin, tidak
mengabaikan tugas, (5) melatih siswa untuk mencari dan menemukan sendiri
cara-cara yang tepat untuk menyelesaikan tugasnya, dan (7) memperkaya
pengalaman-pengalaman sekolah dengan memulai kegiatan-kegiatan di luar
kelas.
Dari uraian tentang
23
24
sebenarnya (authentic assessment). Ketujuh komponen tersebut akan terus
melekat dalam proses pembelajaran.
Konstruktivisme
(constructivism)
merupakan
landasan
berfikir
teori
ini
adalah
ide
bahwa
siswa
harus
menemukan
dan
pengetahuan
mereka
melalui
kegiatan
aktif
dalam
proses
25
Inkuiri ini akan melalui siklus tertentu. Siklus inkuri adalah observasi,
bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data, dan penyimpulan.
Bertanya (questioning) dalam pembelajaran merupakan strategi utama
pembelajaran yang berbasis CTL. Pengetahuan yang dimiliki seseorang
selalu bermula dari bertanya. Bertanya dalam pembelajaran selalu digunakan
oleh guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berfikir
siswa. Bagi siswa kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam
melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiri, yaitu mengenali informasi,
mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian
pada aspek yang belum diketahuinya.
Konsep masyarakat belajar (learning community) mengarahkan agar
hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerja sama dengan orang lain. Hasil
yang diperoleh dari sharing antara teman, antar kelompok, dan antara yang
tahu ke yang belum tahu. Dalam kelas CTL guru disarankan selalu
melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi
dalam kelompok-kelompok belajar yang heterogen. Masyarakat belajar dapat
terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Kegiatan saling belajar akan
dapat terjadi apabila tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi, tidak
ada pihak yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang dianggap
paling tahu, semua pihak harus saling mendengarkan. Setiap pihak harus
merasa bahwa setiap orang lain memiliki pengetahuan, pengalaman, atau
keterampilan yang berbeda yang perlu dipelajari. Apabila setiap orang mau
belajar dari orang lain, maka setiap orang lain bisa menjadi sumber belajar.
Hal ini berarti setiap orang akan kaya dengan pengetahuan dan pengalaman.
26
Pemodelan
(modeling)
mengandung
maksud
dalam
sebuah
27
ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari, bukan
ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir
pembelajaran.
Dapat pula diungkapkan bahwa konsep belajar dengan pendekatan
kontekstual adalah siswa belajar dari mengalami sendiri, mengkonstruksi
pengetahuan, memberi makna pengetahuan itu, dan menerapkanya dalam
kehidupan nyata sehari-hari baik sebagai anggota keluarga maupun anggota
masyarakat (Kuat Pujo Asmoro, 2004). Menurut Zahorik (1995:14-22) ada
lima elemen yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual, yaitu
(1) pengaktifan pengetahuan yang ada, (2) pemerolehan pengetahuan baru
dengan cara mempelajari keseluruhan dahulu, kemudian memperhatikan
detailnya, (3) pemahaman pengetahuan, (4) mempraktikan pengetahuan, dan
(5) melakukan refleksi pengetahuan terhadap strategi pengetahuan tersebut.
Dalam konteks itu siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa
manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka
sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan
begitu mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu
bekal untuk hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi
dirinya sendiri dan berupaya menggapainya. Dalam upaya itu mereka
memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing. Dalam CTL tugas guru
adalah membimbing siswa mencapai tujuannya. Kontekstual pada dasarnya
hanya sebuah strategi seperti halnya strategi pembelajaran yang lain.
Kontekstual dikembangkan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan
bermakna terutama bagi diri pembelajar (Kuat Pujo Asmoro, 2004).
28
2. Kerangka Berpikir
Secara umum prestasi belajar matematika di SMP Negeri 2 Cangkringan
Kabupaten Sleman tergolong rendah. Kondisi tersebut juga terlihat jelas pada
siswa kelas VII utamanya kelas VII B. Di kelas ini tingkat pemahaman siswa
terhadap pemahaman bangun datar utamanya bangun segi tiga tergolong lemah
jika dibandingkan dengan kelas VII A dan VII C.
Terkait dengan hal tersebut di kelas ini perlu dilakukan perubahan model
pembelajaran. Dengan teknik bubongkaristung diharapkan terjadi peningkatkan
pemahaman bangun datar khususnya segi tiga siswa kelas VII. Terjadinya peningkatan
tersebut pada akhirnya ikut meningkatkan prestasi belajar matematika . Selain itu dengan
teknik ini diharapkan minat siswa untuk belajar matematika meningkat.
3. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka berpikir dan permasalahan di atas, maka hipotesis
tindakan dalam peneltian ini adalah sebagai berikut:
Dengan digunakannya teknik bubongkaristung yang berbasis kontekstual
dikombinasikan dengan permainan dalam pembelajaran matematika, diharapkan
prestasi belajar matematika serta pemahaman konsep bangun datar khususnya segi
tiga pada siswa kelas VII B SMP Negeri 2 Cangkringan Kabupaten Sleman
menjadi lebih baik atau meningkat.