Anda di halaman 1dari 56

DAFTAR ISI

Halaman Sampul

Kata Pengantar

ii

Daftar Isi

iii

BAB 1 Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan masalah

1.3 Tujuan 3
1.3.1
1.3.2

Tujuan umum 3
Tujuan khusus 3

1.4 Manfaat

BAB 2 Tinjauan Pustaka

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Bilier 4


2.2 Definisi Atresia Bilier 6
2.3 Klasifikasi

2.4 Etiologi

2.5 Manifestasi Klinis

2.6 Patofisiologi 8
2.7 Pemeriksaan Penunjang
2.8 Penatalaksanaan
2.9 Prognosis

10

11

13

2.10 Komplikasi 13
2.11 WOC 15
2.12 Anatomi dan Fisiologi

17

2.13 Definisi Kolestasis 19


2.14 Klasifikasi

19

2.15 Etiologi

20

2.16 Manifestasi Klinis

21

2.17 Patofisiologi 22
2.18 Pemeriksaan Penunjang

22
3

2.19 Penatalaksanaan
2.20 Prognosis

24

25

2.21 Komplikasi 26
2.22 WOC 27
BAB 3 Asuhan Keperawatan 28
3.1 Askep Umum Atresia Bilier 28
3.2 Askep Umum Kolestasis

37

3.3 Askep Kasus Atresia Bilier

42

3.4 Askep Kasus Kolestasis

49

BAB 4 Penutup
4.1 Simpulan

56
56

4.2 Saran 56
Daftar Pustakav

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Bilier
Kandung empedu adalah sebuah kantung berbentuk seperti buah pir yang
memiliki panjang 7 sampai 10 cm (3 sampai 4 inci) dan lebar 2.5 sampai 3.5 cm
dengan kapasitas lebih kurang 30mL. Organ ini terletak pada permukaan inferior
dari hati pada garis yang memisahkan lobus kanan dan kiri, yang disebut dengan
fossa kandung empedu. Kandung empedu menempel pada hati oleh jaringan ikat
longgar , yang mengandung vena dan saluran limfatik yang menghubungkan
kandung empedu dengan hati. Kandung empedu dibagi menjadi empat area
anatomi: fundus, korpus, infundibulum, dan kolum (Avunduk, 2002).

Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, infundibulum dan kolum.


a

Fundus bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang sedikit
memanjang di atas tepi hati, dan sebagian besar tersusun atas otot polos dan
jaringan elastik, merupakan tempat penampungan empedu.

Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu, dan ujungnya akan
membentuk leher (neck) dari kandung empedu.

Leher ini bentuknya dapat konveks, dan membentuk infundibulum atau


kantong Hartmann. Kantong Hartmann adalah bulbus divertikulum kecil yang
terletak pada permukaan inferior dari kandung kemih, yang secara klinis
3

bermakna karena proksimitasnya dari duodenum dan karena batu dapat


terimpaksi ke dalamnya.
Fungsi

utama

dari

kantong

empedu

adalah

untuk

mengumpulkan,

mengonsentrasikan, mengasamkan, dan menyimpan cairan empedu. Cairan empedu


secara terus menerus terbentuk di dalam hati dan diekskresikan ke dalam saluran
hepatik untuk transportasi ke kantong empedu melalui duktus sistikus. Kantong
empedu dapat menyimpan hingga 90 ml cairan empedu dan mengonsentrasikan
sekitar 15 sampai 29 kali dengan mengabsorpsi sekitar 90% dari air. Dengan
mengubah bentuk dan volume, kandung empedu mengatur tekanan dalam sistem
billiary. Relaksasi sfingter Oddi dikoordinasikan dengan kontraksi kandung empedu
melalui aksi peraturan cholecystokinin. Sekresi usus cholecystokinin dan sekretin,
tingkat tinggi garam empedu dalam darah dan vagal peningkatan stimulasi sekresi
biliar. (Linda D. Urden dkk, 2010)

Empedu disekresikan oleh hati dan dibelokkan ke kantung empedu di antara


waktu makan. Lubang duktus biliaris ke dalam duodenum dijaga oleh sfingter Oddi,
yang mencegah empedu memasuki duodenum, kecuali selama ingesti makanan.
Apabila sfingter tertutup, sebagian besar empedu yang disekresikan oleh hati akan
dibelokkan ke kantung empedu, yang tidak berhuubungan langsung dengan hati.
Empedu kemudian disimpan dan dipekatkan di dalam kantung empedu di antara
waktu makan. Setelah makan, empedu masuk ke duodenum akibat kmbinasi efek
pengosongan kandung empedu dan peningkatan sekresi empedu oleh hati.
4

Saluran biliaris dimulai dari kanalikulus hepatosit, yang kemudian menuju ke


duktus biliaris. Duktus yang besar bergabung dengan duktus hepatikus kanan dan kiri,
yang akan bermuara ke duktus hepatikus komunis di porta hepatis. Ketika duktus
sistika dari kandung empedu bergabung dengan duktus hepatikus komunis, maka
terbentuklah duktus biliaris komunis. Duktus biliaris komunis secara umum memiliki
panjang 8 cm dan diameter 0.5-0.9 cm, melewati duodenum menuju pangkal
pankreas, dan kemudian menuju ampula Vateri (Avunduk, 2002).

2.2 Definisi Atresia Bilier


Atresia Bilier adalah obstruksi kongenital atau tidak adanya sebagian dari
saluran empedu. Penyumbatan mungkin baik intrahepatik, tidak adanya saluran
empedu di dalam hati, atau ekstrahepatik, di mana ada tidak adanya atau obstruksi
pada saluran empedu utama di luar hati. Banyak variasi yang dijumpai tetapi kelainan
yang paling umum adalah atresia lengkap dari struktur ekstrahepatik. Penyebab tidak
diketahui tetapi bukti terbaru dampak infeksi virus sebelum atau segera setelah lahir.
(Whaley & Wong, )
Atresia bilier atau atresia biliaris ekstrahepatik merupakan proses inflamasi
progresif yang menyebabkan fibrosis saluran empedu intrahepatik maupun
ekstrahepatik sehingga pada akhirnya akan terjadi obstruksi saluran tersebut. (Donna
L. Wong 2008: 1028). Insiden atresia billiary adalah sekitar 1 di 15.000 kelahiran
hidup. malformasi terkait termasuk polysplenia, atresia usus, dan malrotasi usus.
atresia Billiary, jika tidak diobati, biasanya menyebabkan sirosis, gagal hati, dan
kematian dalam 2 tahun pertama kehidupan (Wilson and Hockenberry 2011).

Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi yang berkepanjangan yang


menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga terjadi
hambatan aliran empedu (kolestasis), akibatnya di dalam hati darah terjadi
penumpukan garam empedu dan peningkatan bilirubin.
2.3 Klasifikasi Atresia Bilier
Menurut anatomis atresia billier ada 3 tipe:
a.

Tipe I Atresia sebagian atau totalis yang disebut duktus hepatikus komunis,
segmen proksimal paten

b.

Tipe IIa Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus billiaris komunis, duktus
sistikus, dan kandung empedu semuanya)

c.

Tipe IIb Obliterasi duktus bilierkomunis, duktus hepatikus komunis, duktus


sistikus, kandung empedu normal

d.

Tipe III Obliterasi pada semua system duktus billier ekstrahepatik sampai ke
hilus

Tipe I dan II merupakan jenis atresia yang dapat di operasi (correctable)


sedangkan tipe III adalah bentuk atresia yang tidak dapat di operasi (non
correctable), bila telah terjadi sirosis maka dilakukan transpalantasi hati.

2.4 Etiologi
Penyebab atresia bilier tidak diketahui. Karena masalah berasal selama periode
prenatal, virus, racun dan bahan kimia tidak dapat dikesampingkan. The disi conpatic
tidak mungkin untuk kambuh dalam keluarga yang sama. (Susan dan Jean, 2007)
Ekstrahepatik atresia bilier terjadi pada 1 banding 10,000-15,000 kelahiran,
dengan kejadian yang sedikit lebih tinggi pada bayi perempuan dibandingkan bayi
laki-laki (A-Kader & Balistreri, 2004). Ini adalah indikasi utama untuk transplantasi
hati pada anak-anak. (Susan dan Jean, 2007)
2.5 Manifestasi klinis.
Anak dengan atresia bilier muncul sehat saat lahir . Manifestasi yang berkembang
tak lama setelah itu termasuk tinja acholic ( ringan dalam warna karena tidak adanya
pigmen empedu ) , urine empedu bernoda , dan hepatomegaly
Banyak bayi dengan atresia bilier tampak sehat saat lahir . Jika penyakit kuning
berlangsung selama usia 2 minggu , terutama jika langsung ( terkonjugasi ) bilirubin
serum meningkat , perawat harus mencurigai atresia bilier . urine mungkin gelap , dan
feses sering menjadi semakin acholic atau abu-abu , menunjukkan tidak adanya
pigmen empedu. Hepatomegali muncul di awal perjalanan penyakit , dan hati akan
keras saat di palpasi
2.6 Patofisiologi
Penyebab pasti atresia bilier tidak diketahui, meskipun mekanisme kekebalan
tubuh atau cedera virus mungkin bertanggung jawab untuk proses progresif yang
mengakibatkan kemusnahan lengkap dari saluran empedu. atresia bilier tidak terlihat
janin atau bayi lahir mati atau bayi baru lahir. Hal ini menunjukkan bahwa atresia
billiary diperoleh di akhir kehamilan atau pada periode perinatal dan dimanifestasikan
beberapa minggu setelah lahir. infeksi bawaan seperti crytomegalovirus, virus rubella,
virus epsteinbarr, rotavirus, dan reovirus tipe 3 telah terlibat sebagai penyebab
kerusakan hepatosellular menyebabkan atresia bilier, belum ada agen khusus yang
teridentifikasi dalam setiap kasus (McEvoy dan Suchy, 1996; Sokol, 2001). Imun
7

saluran empedu cedera dari paparan virus dan ketidakmatangan sistem kekebalan
tubuh neonatal mungkin memainkan peran dalam penghancuran saluran empedu dan
pengembangan atresia bilier ekstrahepatik (Sokol, 2001). Penyebab potensial lainnya
termasuk awal pertama penghinaan trimester ke saluran empedu berkembang atau
penghinaan virus postnatal; faktor genetik juga mungkin memainkan peran dalam
pathogeneis (Davenport, 2005). Di awal perjalanan penyakit, saluran intrahepatik
adalah paten dari ductules interlobular ke porta hepatis. Ukuran struktur adalah
variabel dan collerated dengan usia bayi dan dengan ekskresi empedu setelah
perawatan bedah. Struktur ini hadir pada bayi yang paling terpengaruh di bawah usia
2 bulan namun secara bertahap menghilang selama beberapa bulan ke depan dan
dengan 4 bulan benar-benar digantikan oleh jaringan fibrosa. (Hockenberry dan
Wilson, 2007)
Tingkat keterlibatan dari saluran-saluran empedu ekstrahepatik juga variabel.
Paling umum sistem ekstrahepatik seluruh yang terlibat dalam proses obliterative,
tetapi beberapa bayi memiliki bagian proksimal paten duktus ekstrahepatik atau
patensi dari kandung empedu, duktus sistikus dan saluran empedu. pemeriksaan
mikroskopis dari jaringan hati mengungkapkan kolestasis dengan tidak ada atau
berkurang proliferasi saluran empedu dan fibrosis (Hockenberry dan Wilson, 2007)

Obstruksi

atau

saluran

tidak

adanya

ekstrahepatik

empedu

penyumbatan empedu dan cadangan


empedu

di

Peradangan, edema, degenerasi hati

Obstruksi

hati

atau

tidak

adanya

saluran ekstrahepatik empedu


Fibrosis
Malabsorpsi lemak, vitamin
sirosis

hipertensi Portal
malnutrisi
gagal hati
kekurangan vitamin yang larut dalam
lemak

kegagalan pertumbuhan (Susan dan


Jean, 2007)

2.7 Pemeriksaan penunjang


1. Darah lengkap dan fungsi hati
Pada pemeriksaan laboratorium ini menunjukkan adanya hiperbilirubinemia
direk, serta peningkatan kadar serum transaminase,fosfatase alkali, dan gamma
glutamil transpeptidase yang dapat membantu diagnosis atresia bilier pada
tahap awal.
-

Pemeriksaan urin
9

Pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada pasien yang mengalami


ikterus, tetapi urobilin dalam urine negative, hal ini menunjukkan adanya
bendungan saluran empedu total.
Pemeriksaan feses
Warna tinja pucat karena yang memberi warna pada tinja/stercobilin dalam
tinja berkurang karena adanya sumbatan.
Biopsi hati
Untuk mengetahui seberapa besar sumbatan dari hati yang dilakukan dengan
pengambilan jaringan hati.
USG abdomen
Kandung empedu yang kecil atau tidak sama sekali, adanya tanda Triangular
cord sangat sensitive menunjukkan adanya atresia bilier.
Dibawah ini merupakan pemeriksaan untuk diagnosis Atresia biliaris:
1. Laboratorium:
Pemeriksaan darah, urine dan feses untuk menilai fungsi hati dengan
peninggian bilirubin
2. Biopsi liver
Dengan jarum yang khusus dapat diambil bagian liver yang tipis dan dibawah
mikroskop dapat dinilai obstruksi dari sistim bilier
3. Imejin

2.8 Penatalaksanaan
Pemeriksaan Diagnostik
a. USG
Gambaran USG bervariasi tergantung tipe dan derajat beratnya penyakit
- Hati dapat membesar atau normal dengan struktur parenhim yang inhomogen
dan ekogenitas yang tinggi tertama daerah periportal akibat fibrosis
-Nodul-nodul cirrhosis hepatis
-Tidak terlihat vena porta perifer karena fibrosis
-Tidak terlihat pelebaran duktus biliaris intra hepatal
-Triangular cord didaerah porta hepatis: daerah triangular atau tubular ekogenik
lebih spesifik untuk atresia bilier extra hepatal
10

- Kandung empedu tidak ada atau mengecil dengan panjang <1.5 cm. Kandung
empedu biasanya lebih kecil dari 1,9 cm. Dinding yang tipis atau tidak terlihat
,ireguler dengan kontur yang lobuler(gall bladder ghost triad), kalau ada
gambaran ini dikatakan sensitivitas 97 % dan spesifisitas 100%.
-Gambaran kandung empedu yang normal (panjang >1,5 cm dan lebar >4 cm)
dapat terlihat sekitar 10 % kasus
-Tanda hipertensi portal dengan terlihatnya peningkatan ekogenitas daerah
periportal.
- kemungkinan dengan kelainan kongenital lain seperti:
-Situs inversus
- Polisplenia
b. Skintigrafi : HIDA scan
Radiofarmaka (99m TC )- labeled iminodiasetic acid derivated sesudah 5
hari dari intake phenobarbital, ditangkap oleh hepar tapi tidak dapat keluar
kedalam usus, karena tidak dapat melewati sistim bilier yang rusak. Tes ini
sensitif untuk atresia bilier (100%) tapi kurang spesifik (60 %). Pada keadaan
Cirrhosis penangkapan pada hepar sangat kurang
c. Kholangiografi
1. Intra operatif atau perkutaneus kholangiografi melalui kandung empedu yang
terlihat :
-Gambaran atresia bilier bervariasi
-Pengukuran dari hilus hepar jika atresia dikoreksi secara pembedahan dengan
menganastomosis duktus biliaris yang intak
2. Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP)
Dengan menyuntik senyawa penontras dapat dilihat langsung keadaan duktus
biliaris ekstra hepatal seperti:
-Obstruksi duktus kholedokus
-dapat melihat distal duktus biliaris ekstra hepatal distal dari duktus hepatikus
komunis
- dapat melihat kebocoran dari sistim bilier ekstra hepatal daerah porta hepatis
d. MRI
-MRCP
11

Dapat melihat dengan jelas duktus biliaris ekstra hepatal untuk menentukan ada
tidaknya atresia bilier
-Peninggian sinyal daerah periportal pada T2 weighted images
e. Intubasi duodenum
Jarang dilakukan untuk diagnosis Atresia bilier. Nasogastrik tub diletakkan
didistal duodenum. Tidak adanya bilirubin atau asam empedu ketika diaspirasi
menunjukkan kemungkinan adanya obstruksi.

2.9 Prognosis
Hasil EHBH diobati di cirhosis progresif dan kematian pada semua anak pada
usia rata-rata 19 bulan. prosedur Kasai tidak meningkatkan prognosis , tetapi tidak
menyembuhkan . drainase bilier dapat dicapai jika operasi dilakukan sebelum saluran
empedu inthrahepatic dihancurkan , biasanya dengan usia 8 minggu , jika tidak
prognosis akan menjadi buruk . Meskipun sukses drainase empedu , banyak anakanak akhirnya menjadi gagal hati . gangguan hati anak dapat disembuhkan dengan
transplantasi hati yang sukses . Kemajuan dalam teknik bedah dan pengembangan
siklosporin A dan obat antipenolakan lainnya telah secara signifikan meningkatkan
keberhasilan transplantasi . Transplantasi hati pediatrik tingkat kelangsungan hidup 1
tahun sekarang 70 % di sebagian besar pusat . Kendala utama adalah kekurangan
pendonor hati . Sukses dengan pengurangan ukuran segmental dari donor dewasa
liversand meningkatnya kesadaran masyarakat dapat meningkatkan ketersediaan
organ donor untuk anak-anak di masa depan.

2.10

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada atresia biliaris adalah:


1. Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan
obstruksi aliran normal empedu keluar hati dan kantong
empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan
menyebabkan empedu balik ke hati ini akan menyebabkan
peradangan, edema, degenerasi hati. Bahkan hati menjadi
12

fibrosis dan cirrhosis. Dan hipertensi portal sehingga akan


mengakibatkan gagal hati.
2. Progresif serosis hepatis trjadi jika aliran hanya dapat
dibuka sebagian oleh prosedur pembedahan, permasalahan
dengan pendarahan dan penngumpalan.
3. Degerasi secara gradual pada hati menyebabkan joundice,
ikterik dan hepatomegaly.
4. Karena tidak ada empedu dalam usus, lemak dan vitamin
larut lemak tidak dapat diabsorbsi, kekurangan vitamin larut
lemak dan gagal tumbuh.
5. Hipertensi porta
6. Pendarahan yang mengancam nyawa dari pembesaran vena
yang lemah di esofagus dan perut, dapat menyebabkan
Varises Esophagus.
7. Asites merupakan akumulasi cairan dalam kapasitas
abdomen yang disebabkan penurunan produksi albumin
dalam protein plasma.
8. Komplikasi Pasca Bedah: yakni kolangitis menaik.
Tanda-tanda kolangitis menaik adalah : badan panas,
tampak iterik, perut membuncit, leukositosis, anemia,
peningkatan LED, GOT dan GPT, serta bilirubin darah.
Kolangitis menaik dibagi 2:Kolangitis menaik dini (early
ascending cholangitis). Hal ini bias berakibat fatal bila
terjadi.Kolangitis menaik lambat (late cholangitis). Hal ini
tidak bersifat fatal, tetapi hamper selalu terjadi pada pasca
operasi.Cara mencegah kolangitis menaik adalah dengan

13

modifikasi kimura pada tekhnik operasi Kasai


I (Halimun,
Post
natal
Embrio Janin

EM, 1988).
Infeksi

Mekanisme mediasi imun

Kelainan Konginetal
Inflamasi berkepanjangan

Lumen pada Korda epitel gagal berkembang

Kerusakan progresif pada duktusbiliaris ekstrahepa


Duktus biliaris gagal terbentuk

Atresia Billiari

2.11

Operasi / Pembedahan

WOC Atresia Bilier

Obstruksi saluran empedu ekstra hepatik


prosedur
Empedu Kembali ke hati

Transplantasi hati

MK : Resiko Tinggi Infeksi

Degenerasi hati

Empedu tidak masuk usus

Bilirubin terkumpul di Hati


Tidak ada penetralisir asam lambung
Lemak tidak terserap
Vitamin larut lemak
tidak dapat
Sterkobilin
tidakterserap
terbentuk di usus

Hepatomegali
Bilirubin terakumulasi dalam darah
Feses
Pucat
Vit. A,D,E,K tidak terserap
Asam
lambung tidak dinetralisir
Malnutrisi
Ikterus/ Jaudice

garam empedu
Urobilinogen masuk ke Resistensi
sistemik
Pendarahan kurang vit K
Lambung
terlalu asam
MK: Risiko perubahan pertumbuhan
dan perkembangan

MK: Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


Respon Urine
mual Berwarna gelap

Aktifasi pusat muntah


14

Muntah
Regurditasi berulang
MK: Kurang volume cairan

Sesak Nafas
Muncul pruritus

RR meningkat

Berat badan menurun


MK : Kerusakan Integritas kulit
MK: Risiko ketidak efektifan

2.12

Anatomi dan Fisiologi

15

Hati adalah organ metabolik terbesar dan terpenting di tubuh. Organ ini
penting bagi sistem pencernaan untuk sekresi empedu. Hati menghasilkan empedu
sekitar satu liter per hari, yang diekskresi melalui duktus hepatikus kanan dan kiri
yang kemudian bergabung membentuk duktus hepatikus komunis. Selain sekresi
empedu, hati juga melakukan berbagai fungsi lain, mencakup hal-hal berikut :
1. Pengolahan metabolik kategori nutrien utama (karbohidrat, lemak, protein) setelah
penyerapan mereka dari saluran cerna.
2. Detoksifikasi atau degradasi zat-zat sisa dan hormon serta obat dan senyawa asing
lainnya.
3. Sintesis berbagai protein plasma, mencakup protein-protein yang penting untuk
pembekuan darah serta untuk mengangkut hormon tiroid, steroid dan kolesterol
dalam darah.
4. Penyimpanan glikogen, lemak, besi, tembaga dan banyak vitamin.
5. Pengaktifan vitamin D, yang dilaksanakan oleh hati bersama dengan ginjal.
6. Pengeluaran bakteri dan sel darah merah yang usang.
Empedu disekresikan oleh sel-sel hepar, disimpan dan dipekatkan di
dalamvesika biliaris,kemudian dikeluarkan ke dalam duodenum. Ductus biliaris
hepatisterdiri atas ductus hepatis destra dan sinistra, ductus hepatis comunis,
ductuscholedochus, vesica biliaris dan ductus cysticus.

16

Ductus hepaticus dextra dan sinistra keluar dari lobus hepatis dextra
dansinistra pada port hepatis. Keduanya bersatu membentuk ductus hepatis
comunis.Panjang ductus hepatis comunis sekitar 1,5 inchi (4 cm) dan berjalan turun
dipinggir bebas omentum minus. Ductus ini bergabung dengan ductus cysticus
darivesica billiaris yang ada di sisi kanannya membentuk ductus choledochus. Ductus
CholedochusPanjang

ductus

choledochus

sekitar

inchi

(8

cm).

Pada

bagianperjalanannya, ductus ini terletak pada pinggir bebas kanan omentum minus,
didepan foramen epiploicum. Di sini ductus choledochus terletak di depan
pinggirkanan venae portae bawah hepatis dan pada sisi kanan arteri hepatica.
Padabagian kedua perjalanannya, ductus terletak di belakang pars duodenum
disebelah kanan arteri gastroduodenalis. Pada bagian ketiga perjalanannya,
ductusterletak di dalam sulcus yang terdapat pada facies posterior caput pancreatis.
Disini ductus choledochus bersatu dengan ductus pankreaticus. (Snell, 2006)
Ductus chodedochus berakhir di bawah dengan menembus dinding medialpars
descendens

duodenum

kira-kira

di

pertengahan

panjangnya.

Biasanya

ductuscholedochus bergabung dengan ductus pankreatikus, dan bersama-sama


bermuarake

dalam

ampula

kecil

di

dinding

duodenum,

yang

disebut

ampulahepatopankreatica (ampula vater). Ampula ini bermuara pada lumen


duodenummelalui sebuah papila kecil, yaitu papila duodeni major. Bagian terminal
keduaductus beserta ampula dikelilingi oleh serabut otot sirkular yang disebut
musculussphinter ampullae (sphincter oddi). (Jong WD, 2003)

17

2.13

Definisi Cholestasis

Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk ke dalam duodenum


dalam jumlah yang normal. Secara klinis, kolestasis dapat didefinisikan sebagai
akumulasi zat-zat yang diekskresi ke dalam empedu seperti bilirubin, asam empedu
dan kolesterol di dalam darah dan jaringan tubuh. Berdasarkan rekomendasi North
American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology and Nutrition
(NASPGHAN), kolestasis apabila kadar bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl bila
bilirubin total kurang dari 5 mg/dl, sedangkan bila kadar dari bilirubin total lebih dari
5 mg/dl, kadar bilirubin direk lebih dari 20% dari bilirubin total (Benchimol dkk.,
2009).
Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum dalam
jumlah normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral dari
hepatosit sampai tempat masuk saluran empedu ke dalam duodenum. Dari segi klinis
didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat yang diekskresi kedalam empedu seperti
bilirubin, asam empedu, dan kolesterol didalam darah dan jaringan tubuh. Secara
patologi-anatomi kolestasis adalah terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel
hati dan sistem bilier (Arief, 2010).
2.14

Klasifikasi

Berdasarkan lokasi anatominya kolestasis dapat dibagi menjadi 2 yaitu: kolestasis


intrahepatik dan kolestasis ekstrahepatik.
a. Kolestasis intrahepatik
Kolestasis intrahepatik bisa juga disebut dengan kolestasis hepatoseluler.
Kolestasis intrahepatik merupakan 68% dari kasus kolestasis. Kolestasis
intrahepatik terjadi karena kelainan pada hepatosit atau elemen duktus biliaris
intrahepatik. Hal ini mengakibatkan terjadinya akumulasi, retensi serta regurgitasi
bahan-bahan yang merupakan komponen empedu seperti bilirubin, asam empedu
serta kolesterol ke dalam plasma, dan selanjutnya pada pemeriksaan
histopatologis akan ditemukan penumpukan empedu di dalam sel hati dan sistem
biliaris di dalam hati (Bisanto, 2011; Ermaya, 2014).

18

b. Kolestasis ekstrahepatik
Kolestasis ekstrahepatik merupakan 32% dari kasus kolestasis dan sebagian
besar adalah atresia bilier. Kolestasis ekstrahepatik terdapat penyumbatan atau
obstruksi saluran empedu ekstrahepatik. Penyebab utama kolestasis tipe ini
adalah proses imunologis, infeksi virus terutama Cytomegalo virus, Reo virus tipe
3, asam empedu yang toksik, iskemia dan kelainan genetik. Akibat dari penyebab
tersebut maka akan terbentuk kelainan berupa nekroinflamasi, yang pada
akhirnya menyebabkan kerusakan dan pembuntuan saluran empedu ekstrahepatik
(Arief, 2012; Ermaya, 2014).
Atresia bilier merupakan salah satu contoh kolestasis ekstrahepatik dan
merupakan penyebab yang paling sering ditemukan. Deteksi dini kolestasis
ekstrahepatik yang disebabkan oleh atresia bilier merupakan langkah yang sangat
penting, karena metode pengobatan untuk atresia biler adalah dengan
pembedahan hepatik-portoenterostomi yang biasa dikenal dengan nama operasi
Kasai, operasi ini kurang efektif apabila umur pasien sudah lebih dari 2 bulan
(Lee dkk., 2010).
2.15

Etiologi

1. Kolestasis Ekstrahepatik
Atresia bilier ekstrahepatik
Kista duktus koledokus
Perforasi spontan duktus biliaris komunis
Inspissated bile syndrome
Caroli syndrome
2. Hepatoseluler
3. Infeksi
Hepatitis virus
Sifilis
Infeksi TORCH
Varicela
Leptospirosis
Infeksi HIV
19

Sepsis
Tuberkulosis
Infeksi saluran kemih
Cytomegalo virus (CMV)
4. Kelainan metabolik
Kelainan metabolisme asam amino (tirosinemia)
Kelainan metabolisme lemak (penyakit Gaucher, penyakit Nieman-Pick,
Sindrom Wolman)
Kelainan metabolisme karbohidrat (galaktosemia, intoleransi fruktosa
herediter, glycogen storage disease)
Kelainan metabolisme asam empedu
Kelainan metabolik bilirubin (Dubin-Johnson syndrome, Rotor syndrome)
Kelainan mitokondria
Defisiensi alfa-1 antitripsin
Trisomi 18,21
5. Kelainan endokrin
Hipotiroid
Hipopituitarise

2.16

Manifestasi Klinis

Bayi ikterus sampai usia 2 minggu pada umumnya disebabkan oleh peningkatan
bilirubin indirek dan mencapai kadar puncak pada usia 5-7 har. Bayi yang mengalami
peningkatan kadar bilirubin direk akan mengalami ikterus setelah usia 2 minggu.
Manifestasi dapat dijumpai pada pasien kolestasis adalah ikterus atau kulit dan
mukosa berwarna ikterus yang berlangsung lebih dari 2 minggu, urin berwarna lebih
gelap, tinja warnanya lebih pucat atau fluktuatif sampai berwarna dempul (akholik).
(Arief, 2012; Oswari, 2014)
Pemeriksaan fisik pasien kolestasis dapat dijumpai hepatomegali, splenomegali,
gagal tumbuh, dan wajah dismorfik. Tanda lain yang dapat dijumpai pada pasien
dengan kolestasis adalah hipoglikemia yang biasanya ditemukan pada penyakit
metabolik, hipopituitarisme atau kelainan hati yang berat, perdarahan oleh karena

20

defisiensi vitamin K, hiperkolesterolmia, xanthelasma, sedangkan kasus asites masih


jarang ditemukan ( Bisanto, 2011 ; Ermaya, 2014)

2.17

Patofisiologi

Mekanisme kolestasis dapat secara luas diklasifikasikan menjadi hepatoseluler, di


mana terjadinya penurunan pembentukan empedu, dan obstruktif yang berhubungan
dengan aliran empedu setelah terbentuk. Gambaran histopatologi khas kolestasis
hepatoselular termasuk adanya empedu dalam hepatosit dan ruang canalicular.
Sedangakan pada kolestasis obstruktif adalah adanya penyumbatan saluran empedu
interlobular, saluran portal, dan saluran empedu atau tidak terbentuknya kandung
empedu
Empedu adalah media berbasis air yang sangat kompleks yang mengandung ion
anorganik dan organik, dan memerlukan transporter. Karena ketidakmatangan fungsi
hepatobilier, keadaan ikterus kolestasis akan berbeda gangguannya dimana lebih besar
selama periode neonatal dibandingkan pada periode lain. Oleh karena itu Diagnosis
banding kolestasis pada neonatal dan bayi jauh lebih luas dibandingkan anak yang
lebih tua dan orang dewasa. Hal ini karena hati yang belum matang relatif sensitif
terhadap cedera, dan respon dari hati yang belum matang lebih terbatas.
Orang tua dari bayi dengan kolestasis sering melaporkan urin gelap atau popok
bernoda , dan pemeriksaan urin merupakan titik awal yang berguna dalam evaluasi
bayi dengan penyakit kuning. Peningkatan konsentrasi serum bilirubin direk

2.18

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Penunjang Pada bayi dengan kolestasis harus dibedakan antara


kolestasis intra atau ekstrahepatal
mengobati keadaan-keadaan

yang

dengan
memang

tujuan
dapat

utama

memperbaiki

diperbaiki/diobati.

atau

Sebagai

tahap pertama dalam pendekatan diagnosa, harus dibuktikan apakah ada kelainan
hepatobilier atau tidak. Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah:
21

1. Hapusan darah tepi


2. Bilirubin dalam air seni
3. Sterkobilinogen dalam air seni
4. Tes fungsi hepar yang standar: Heymans vd Bergh, SGOT, SGPT, alkali fosfatase
serta serum protein
Bila dari pemeriksaan tersebut masih meragukan, dilakukan pemeriksaan
lanjutan yang lebih sensitif seprti BSP/kadar asam empedu dalam serum. Bila
fasilitas terbatas dapat hanya dengan melihat pemerikasaan bilirubin air seni.
Hasil positf menunjukkan adanya kelainan hepatobilier.

Bila

ada

keterlibatan

hepar

untuk

membuktikan

kelainan

intra/ekstrahepatal,

mengidentifikasi

maka

dilakukan

kelainan

yang

tahap berikutnya

mencari kemungkinan

etiologi,

bukti
dan

dapat diperbaiki/diobati. Pemeriksaan yang

dilakukan adalah:
a. Terhadap infeksi/bahan toksik
b. Terhadap kemungkinan kelainan metabolic
c. Mencari data tentang keadaan saluran empedu
Untuk pemeriksaan terhadap infeksi yang penting adalah:
a. Virus:
1. Virus hepatotropik: HAV, HBV, non A non B, virus delta
2. TORCH (Toxoplasma, Rubella, CMV, Herpes)
3. Virus lain: EBV, Coxsackies B, varisela-zoster
b. Bakteri: terutama bila klinis mencurigakan infeksi kuman leptospira, abses
piogenik
1. Parasit: toksoplasma, amuba, leismania, penyakit hidatid
2. Bahan toksik, terutama obat/makanan hepatotoksik
c. Pemeriksaan kelainan metabolik yang penting:
22

1. Galaktosemia, fruktosemia
2. Tirosinosis: asam amino dalam air seni
3. Fibrosis kistik
4. Penyakit Wilson
5. Defisiensi alfa-1 antitripsin
Data tentang saluran empedu diperoleh melalui pemeriksaan Rose Bengal
Excretion (RBE), Hida Scan, USG atau Biopsi hepar. Bila dicurigai ada suatu
kelainan saluran empedu dilakukan pemeriksaan kolangiografi.
2.19

Penatalaksanaan

Pengobatan paling rasional untuk kolestasis adalah perbaikan aliran empedu ke


dalam usus. Pada prinsipnya ada beberapa hal pokok yang menjadi pedoman dalam
penatalaksanaannya, yaitu:
1

Sedapat mungkin mengadakan perbaikan terhadap adanya gangguan aliran


empedu

2
3

Mengobati komplikasi yang telah terjadi akibat adanya kolestasis

Memantau sedapat mungkin untuk mencegah kemungkinan terjadinya keadaan


fatal yang dapat mengganggu proses regenerasi hepar
4

Melakukan usaha-usaha yang dapat mencegah terjadinya gangguan


pertumbuhan

Sedapat mungkin menghindari segala bahan/keadaan yang dapat


mengganggu/merusak hepar

Dalam hal ini pengobatan dibagi dalam 3 golongan besar, yaitu:


1
a

Tindakan medis
Perbaikan aliran empedu: pemberian fenobarbital dan kolestiramin, ursodioxy
cholic acid (UDCA).

b Aspek gizi: lemak sebaiknya diberikan dalam bentuk MCT (medium chain
triglyceride) karena malabsorbsi lemak.
c

Diberikan tambahan vitamin larut lemak (A, D, E, dan K)


2

Tindakan bedah
23

Tujuannya untuk mengadakan perbaikan langsung terhadap kelainan saluran


empedu yang ada. Operasi Kasai (hepatoportoenterostomy procedure) diperlukan
untuk mengalirkan empedu keluar dari hati, dengan menyambungkan usus halus
langsung dari hati untuk menggantikan saluran empedu (lihat gambar di bawah).
Untuk mencegah terjadinya komplikasi cirrhosis, prosedur ini dianjurkan untuk
dilakukan sesegera mungkin, diupayakan sebelum anak berumur 90 hari. Perlu
diketahui bahwa operasi Kasai bukanlah tatalaksana definitif dari atresia biliaris,
namun setidaknya tindakan ini dapat memperbaiki prognosis anak dan
memperlambat perjalanan menuju kerusakan hati (Nezer, 2010).
3
a

Terapi suportif
Asam ursodeoksikolat 10-20 mg/kg dalam 2-3 dosis

b Kebutuhan kalori mencapai 130-150% kebutuhan bayi normal dan


mengandung lemak rantai sedang (Medium chain trigliseride-MCT), misalnya
panenteral, progrestimil
c

Vitamin yang larut dalam lemak


1

A : 5000-25.000 IU

D : calcitriol 0,05-0,2 ug/kg/hari

E : 25-200 IU/kk/hari
4

K1 : 2,5-5 mg : 2-7 x/ minggu

d Mineral dan trace element : Ca, P, Mn, Zn, Se,Fe


e

Terapi komplikasi lain: misalnya hiperlipidemia/xantelasma: Obat HMG-coA


reductase inhibitor contohnya kolestipol, simvastatin

fPruritus :

2.20

Atihistamin : difenhidramin 5-10 mg/kg/hati, hidroksisin 2-5 mg/kg/hati

Rifampisin : 10 mg/kg/hari

Kolestiramin : 0,25-0,5g/kg/hari

Prognosis

Gejala hampir selalu hilang setelah kondisi yang mendasari dikendalikan .


Beberapa pasien yang memiliki pengalaman gejala kolestasis hanya setelah infeksi
berkembang , namun obstruksi saluran empedu kronis selalu mengarah ke sirosis . Hal
ini juga dapat menyebabkan osteoporosis ( tulang rapuh ) atau osteomalacia ( tulang
24

lunak ) . perawatan darurat tidak diperlukan kecuali radang saluran empedu


( kolangitis ) berkembang . Kanker harus dipertimbangkan ketika dewasa tiba-tiba
berkembang kolestasis setelah usia 50 .

2.21

Komplikasi

Komplikasi dari kolestasis yaitu ter-jadinya proses fibrosis dan sirosis hati.
Adanya pembesaran limpa menandakan terjadinya hipertensi portal. Pada keadaan
lanjut dapat terjadi sirosis bilier dan terjadi gagal tumbuh serta defisiensi zat gizi.
Sirosis akan menyebabkan hipertensi portal yang berakibat lanjut terjadinya perdarahan, hipersplenisme dan asites. Terjadi-nya asites pada kolestasis merupakan petanda prognosis yang kurang baik

25

2.22

Gangguan metabolik

Kelainan anatomi
WOC Cholestasis

Gangguan sintesis dan atau sekresi empedu

Aliran asam empedu


Sekresi dan bilirubin yang terkonjugasi terganggu

Hiperbilirubinemia terkonjugasi
KOLESTASIS

Gangguan transporter pada membran hepatosit


Berkurangnya transportasi
intraseluler
Kurangnya
pengetahua

Gangguan
Gangguan
pembentukan
yang terjadibilirubin
pada
Perubahan
perjalanan
olehkeseimbangan
sel hepar
dari heparkalsium/kelainan
ke kandung empedu,
mikrotubulus
sampai ke
akibat
usustoksin/

MK: Ansieta
Adanya kelainan bentuk (distorsi, sirosis)
Berkurangnya jumlah sel hepar
Gangguan fungsi sel hepar Kurang matangnya fungsi hepar
Kurang vit. Dan mineral

Mual Muntah
Produksi bilirubin berlebihan

MK: Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


26

Mengendap dibawah kulit Ikterus Jaundice


Kulit lama
berwarna gelapMK: Kerusakan integritas kulit

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Asuhan Keperawatan Umum Atresia Bilier
Pengkajian Keperawatan
a. Identitas
Nama,Umur, Jenis Kelamin dan data-data umum lainnya.
b. Keluhan Utama
Jaundice dalam 2 minggu sampai 2 bulan.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Jaundice, tinja atau feses berwarna pucat, distensi abdomen, hepatomegali,
lemah, pruritus, tidak mau minum, dan letargi.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Infeksi, virus atau bakteri yang bermasalah dengan kekebalan tubuh dan obstruksi
empedu ektrahepatik
Riwayat Imunisasi: imunisasi yang biasa diberikan yaitu BCG, DPT, Hepatitis, dan
Polio
e. Riwayat Perinatal
1) Antenatal:
Diduga ibu pernah menderita infeksi seperti HIV/AIDS, kanker, diabetes mellitus, dan
infeksi virus rubella
2) Intra natal:
Saat proses kelahiran bayi terinfeksi virus atau bakteri selama proses persalinan

27

3) Post natal:
Orang tua kurang memperhatikan personal hygiene saat merawat bayinya, kebersihan
peralatan makan dan peralatan bayi lainnya juga kurang diperhatikan

f. Riwayat Kesehatan Keluarga


Diduga ibu pernah menderita penyakit terkait dengan imunitas HIV/AIDS,
kanker, diabetes mellitus, dan infeksi virus rubella, terdapat kemungkinan adanya
kelainan kongenital.
g. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan
Dikaji melalui tingkah laku pasien maupun informasi dari keluarga da kebutuhan
akan asupan nutrisi.
h. Keadaan Lingkungan yang Mempengaruhi Timbulnya Penyakit
Pola kebersihan yang cenderung kurang, rang tua jarang mencuci tangan saat
merawat atau menetekkan bayinya, kebersihan botol atau putting ketika menyusui
bayi juga kurang diperhatikan.
i. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola Aktivitas/Istirahat: anak gelisah dan rewel yang gejalanya berupa letargi
atau kelemahan
2) Pola Sirkulasi: takikardia, berkeringat yang berlebih, ikterik pada sklera kulit dan
membrane mukosa
3) Pola Eliminasi: distensi abdomen dan asites yang ditandai dengan urine yang
berwarna gelap dan pekat. Feses berwarna dempul, steatorea. Diare dan
konstipasi pada anak dengan atresia biliaris dapat terjadi
4) Pola Nutrisi: anoreksia, nafsu makan berkurang, mual-muntah, tidak toleran
terhadap lemak dan makanan pembentuk gas dan biasanya disertai regurgitasi
berulang
5) Pola kognitif dan persepsi sensori: pengetahuan orang tua terhadap penyakit yang
diderita klien
28

6) Pola konsep diri: persepsi orang tua dan/atau anak terhadap pengobatan dan
perawatan yang akan dilakukan
7) Pola hubungan-peran: peran orang tua sangat dibutuhkan dalam merawat dan
mengobati anak
8) Pola seksual-seksualitas: Apakah selama sakit terdapat gangguan atau tidak yang
berhubungan dengan reproduksi sosial
9) Pola mekanisme koping: Keluarga perlu memeberikan dukungan dan
semangat sembuh bagi anak
10) Pola nilai dan kepercayaan: Orang tua selalu optimis dan berdoa agar
penyakit pada anaknya dapat sembuh dengan cepat
Review of Sistem
BI : sesak nafas, RR meningkat
B2: takikardi, berkeringat, kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K)
B3: gelisah atau rewel
B4: urine warna gelap dan pekat
B5: distensi abdomen, kaku pada kuadran kanan, asites, feses warna pucat,
anoreksia, mual, muntah, regurgitasi berulang, berat badan menurun, lingkar
perut 52 cm
B6: ikterik pada sclera kulit dan membrane mukosa, kulit berkeringat dan
gatal(pruritus), oedem perifer, kerusakan kulit, otot lemah
Keadaan umum : lemah
a)

TTV

: Tekanan Darah ( terjadi peningkatan terutama pada vena

porta)
Suhu

: suhu tubuh dalam batas normal

Nadi

: takikardi

RR

: terjadi peningkatan RR akibat diafragma yang tertekan


(takipnea)

b)

Kepala dan leher


Inspeksi : Wajah : simetris
Rambut

: lurus/keriting, distribusi merata/tidak

Mata

: pupil miosis, konjungtiva anemis


29

c)

Hidung

: kemungkinan terdapat pernafasan cuping Hidung

Telinga

: bersih

Bibir dan mulut

: mukosa biibir kemungkinan terdapat ikterik

Lidah

: normal

Palpasi

: tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan limfe pada leher

Dada
Inspeksi

: asimetris, terdapat tarikan otot bantu pernafasan dan


tekanan pada otot
diafragma akibat pembesaran hati (hepatomegali).

Palpasi

: denyutan jantung teraba cepat, terdapat nyeri tekan(-)

Perkusi

: Jantung (dullness)

Paru

: sonor

Auskultasi

: tidak terdengar suara ronchi


kemungkinan terdengar bunyi wheezing

d)

e)

Abdomen
Inspeksi

: terdapat distensi abdomen

Palpasi

: dapat terjadi nyeri tekan ketika dipalpasi

Perkusi

: sonor

Auskultasi

: kemungkinan terjadi pada bising usus

Kulit
Turgor kurang, pucat, kulit berwarna kuning (jaundice)

f)

Ekstremitas
Tidak terdapat odem pada pada extremitas

Analisa Data
No.
1.

Data
DS:
- Haus
DO:
- Penurunan turgor
kulit/lidah
- Membran
mukosa/kulit kering
- Peningkatan denyut
nadi, penurunan

Etiologi
Tidak ada penetralisir asam

Masalah Keperawatan
Kurang volume cairan

lambung

Asam lambung tidak


dinetralisir

30

2.

3.

4.

tekanan darah,
penurunan
volume/tekanan nadi
- Pengisian vena
menurun
- Perubahan status
mental
- Konsentrasi urine
meningkat
- Temperatur tubuh
meningkat
- Kehilangan berat
badan secara tiba-tiba
- Penurunan urine
output
- HMT meningkat
- Kelemahan
DS:
- Dyspnea
- Nafas pendek
DO:
- Penurunan tekanan
inspirasi/ekspirasi
- Penurunan pertukaran
udara per menit
- Menggunakan otot
pernafasan tambahan
- Orthopnea
- Pernafasan pursedlip
- Tahap ekspirasi
berlagsung sangat
lama
DS:
- Nyeri abdomen
- Muntah
- Kejang perut
- Rasa penuh tiba-tiba
setelah makan
DO:
- Diare
- Rontok rambut yang
berlebih
- Kurang nafsu makan
- Bising usus berlebih
- Konjungtiva pucat
- Denyut nadi lemah
Faktor-faktor risiko:

Asam lambung terlalu tinggi

Aktifitas pusat muntah

Muntah

Kurang volume cairan

Hepatomegali

Resiko ketidakefektifan
pola nafas

Paru-paru kanan terdesak

Sesak nafas

RR meningkat

Resiko ketidakefektifan pola


nafas
Empedu tidak masuk dalam
usus

Gangguan nutrisi kurang


dari kebutuhan

Lemak tidak terserap

Malnutrisi

Gangguan nutrisi kurang dari


kebutuhan
Operasi pembedahan

Resiko tingi infeksi


31

Prosedur infasif
Kerusakan jaringan
dan peningkatan
paparan lingkungan
- Malnutrisi
- Peningkatan paparan
lingkungan pathogen
- Imonusupresi
- Tidak adekuat
pertahanan sekunder
(penurunan Hb,
leukopenia,
penekanan respon
inflamasi)
- Penyakit kronik
- Imunosupresi
- Malnutrisi
- Pertahan primer tidak
adekuat (kerusakan
kulit, trauma
jaringan, gangguan
peristaltik)

Transplatasi hati

Resiko tinggi infeksi

Diagnosa Keperawatan
1. Risiko ketidakefektifan pola nafas b.d. distensi abdomen
2. Kurang volume cairan b.d. absorbsi nutrient yang buruk, mual muntah
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. anoreksia, mual muntah
4. Risiko tinggi infeksi b.d. akumulasi garam empedu dalam jaringan ditandai
dengan adanya Pruritus

Intervensi Keperawatan
Risiko ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen
-

NOC
Mendemonstrasikan batuk efektif
dan suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu
bernafas dg mudah, tidakada pursed
lips)
Menunjukkan jalan nafas yang
paten (klien tidak merasa tercekik,

NIC
Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
32

irama nafas, frekuensi pernafasan


dalam rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal)
Tanda Tanda vital dalam rentang
normal (tekanan darah, nadi,
pernafasan)

Berikan bronkodilator
Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan
Monitor respirasi dan status O2
Bersihkan mulut, hidung dan sekret
trakea
Pertahankan jalan nafas yang paten
Observasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
Monitor vital sign
Informasikan pada pasien dan
keluarga tentang tehnik relaksasi
untuk memperbaiki pola nafas.
Ajarkan bagaimana batuk efektif
Monitor pola nafas

Kurang volume cairan berhubungan dengan absorbsi nutrient yang buruk, mual
muntah
-

NOC
Mempertahankan urine output sesuai
dengan usia dan BB, BJ urine
normal
Tekanan darah, nadi, suhu tubuh
dalam batas normal
Tidak ada tanda tanda dehidrasi,
elastisitas turgor kulit baik, membran
mukosa lembab, tidak ada rasa haus
yang berlebihan
Orientasi terhadap waktu dan tempat
baik
Jumlah dan irama pernapasan dalam
batas normal
Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas
normal
pH urin dalam batas normal
Intake oral dan intravena adekuat

NIC
Pertahankan catatan intake dan
output yang akurat
Monitor status hidrasi ( kelembaban
membran mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik ), jika
diperlukan
Monitor hasil lab yang sesuai
dengan retensi cairan (BUN , Hmt ,
osmolalitas urin, albumin, total
protein )
Monitor vital sign setiap 15menit
1 jam
Kolaborasi pemberian cairan IV
Monitor status nutrisi
Berikan cairan oral
Berikan penggantian nasogatrik
sesuai output (50 100cc/jam)
Dorong keluarga untuk membantu
pasien makan
Kolaborasi dokter jika tanda cairan
berlebih muncul meburuk
Atur kemungkinan tranfusi
Persiapan untuk tranfusi
33

Pasang kateter jika perlu


Monitor intake dan urin output
setiap 8 jam

Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual


muntah
NOC
Nutrisi kurang teratasi dengan indikator: - Albumin serum
- Pre albumin serum
- Hematokrit
- Hemoglobin
- Total iron binding capacity
- Jumlah limfosit
-

NIC
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi
untukmenentukan jumlah kalori
dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
Yakinkan diet yang
dimakanmengandung tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan harian
Monitor adanya penurunan BB dan
gula darah
Monitor lingkungan selama makan
Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam makan
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut
kusam, total protein, Hb dan kadar
Ht
Monitor mual dan muntah
Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
Monitor intake nuntrisi
Informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat nutrisi
Kolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan
seperti NGT/ TPN sehingga intake
cairan yang adekuat dapat
dipertahankan
Atur posisi semi fowler atau fowler
tinggi selama makan
Kelola pemberian anti emetik
Anjurkan banyak minum
Pertahankan terapi IV line
Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas
oval

34

Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan akumulasi garam empedu dalam


jaringan ditandai dengan adanya pruritus
-

NOC
Klien bebas dari tanda dan gejala
infeksi
Menunjukkan kemampuan untuk
mencegah timbulnya infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
Menunjukkan perilaku hidup sehat
Status imun, gastrointestinal,
genitourinaria dalam batas normal

NIC
Pertahankan teknik aseptif
Batasi pengunjung bila perlu
Cuci tangan setiap sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan
Gunakan baju, sarung tangan
sebagai alat pelindung
Ganti letak IV perifer dan dressing
sesuai dengan petunjuk umum
Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung
kencing
Tingkatkan intake nutrisi
Berikan terapi antibiotic
Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan local
Pertahankan teknik isolasi k/p
Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
Monitor adanya luka
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
Kaji suhu badan pada pasien
neutropenia setiap 4 jam

3.2 Asuhan Keperawatan Umum Kolestasis


Pengkajian Keperawatan
1 Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal
masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik, alamat, semua data
mengenai identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
2

Riwayat Kesehatan
35

a. Keluhan Utama
Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Metode PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu fokus utama keluhan klien,
quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh klien, regional
(R) yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang
dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak
kapan klien merasakan nyeri/gatal tersebut
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Menentukan berat, ras, jenis kelamin, umur, riwayat kehamilan, pil KB, esterogen,
atau hormon suplemen, kecenderungan makan (kesenangan makan) menentukan
apakah dietnya berlebihan lemak dan kolesterol
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Batu empedu, pengobatan medis, dan operasi
Analisa Data
No.
1.

Data
DS:
- Nyeri abdomen
- Muntah
- Kejang perut
- Rasa penuh tiba-tiba
setelah makan
DO:
- Diare
- Rontok rambut yang
berlebih
- Kurang nafsu makan
- Bising usus berlebih
- Konjungtiva pucat
- Denyut nadi lemah

Etiologi
Berkurangnya transportasi

Masalah
Keperawatan
Gangguan nutrisi

intraseluler

kurang dari

kebutuhan

Perubahan keseimbangan
kalsium/kelainan
mikrotubulus akibat
toksin/penggunaan obat

Kurang vit. dan mineral

Mual, muntah

Gangguan nutrisi kurang dari


kebutuhan
36

DO/DS:
- Insomnia
- Kontak mata kurang
- Kurang istirahat
- Berfokus pada diri sendiri
- Iritabilitas
- Takut
- Nyeri perut
- Penurunan TD dan
denyut nadi
- Diare, mual, kelelahan
- Gangguan tidur
- Gemetar
- Anoreksia, mulut kering
- Peningkatan TD, denyut
nadi, RR
- Kesulitan bernafas
- Bingung
- Bloking dalam
pembicaraan
- Sulit berkonsentrasi
DO:
- Gangguan pada bagian
tubuh
- Kerusakan lapisan kulit
(dermis)
- Gangguan permukaan
kulit (epidermis)

Ansietas

Kurangnya pengetahuan
informasi

Ansietas

Gangguan transporter
pada membran hepatosit

Kerusakan integritas
kulit

Gangguan pembentukan
bilirubin oleh sel hepar

1. Adanya kelainan bentuk


(distorsi, sirosis)
2. Berkurangnya jumlah
sel hepar
3. Gangguan fungsi sel
hepar

Produksi bilirubin
berlebihan

Mengendap dibawah kulit


Ikterus Jaundice

Kulit berwarna gelap

37

Kerusakan integritas kulit


Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. memaksa diri atau pembatasan berat
badan sesuai aturan; mual/muntah
2. Ansietas b.d. perubahan status kesehatan
3. Kerusakan integritas kulit b.d. menetapnya sekret, substansi (empedu), gangguan
status nutrisi

Intervensi Keperawatan
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan memaksa diri
atau pembatasan berat badan sesuai aturan; mual/muntah
NOC
Nutrisi kurang teratasi dengan
indikator:
- Albumin serum
- Pre albumin serum
- Hematokrit
- Hemoglobin
- Total iron binding capacity
- Jumlah limfosit

NIC
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi
untukmenentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
Yakinkan diet yang
dimakanmengandung tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan harian
Monitor adanya penurunan BB dan
gula darah
Monitor lingkungan selama makan
Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak selama jam makan
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut kusam,
total protein, Hb dan kadar Ht
Monitor mual dan muntah
Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
38

Monitor intake nuntrisi


Informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat nutrisi
Kolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan
seperti NGT/ TPN sehingga intake
cairan yang adekuat dapat
dipertahankan
Atur posisi semi fowler atau fowler
tinggi selama makan
Kelola pemberian anti emetik
Anjurkan banyak minum
Pertahankan terapi IV line
Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas
oval

Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan


-

NOC
Klien mampu mengidentifikasi dan
mengungkapkan gejala cemas
Mengidentifikasi, mengungkapkan
dan menunjukkan tehnik untuk
mengontol cemas
Vital sign dalam batas normal
Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa
tubuh dan tingkat aktivitas
menunjukkan berkurangnya
kecemasan

NIC
Gunakan pendekatan yang
menenangkan
Nyatakan dengan jelas harapan
terhadap pelaku pasien
Jelaskan semua prosedur dan apa
yang dirasakan selama prosedur
Temani pasien untuk memberikan
keamanan dan mengurangi takut
Berikan informasi faktual
mengenai diagnosis, tindakan
prognosis
Libatkan keluarga untuk
mendampingi klien
Instruksikan pada pasien untuk
menggunakan tehnik relaksasi
Dengarkan dengan penuh perhatian
Identifikasi tingkat kecemasan
Bantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan
Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
39

Kelola pemberian obat anti cemas

Kerusakan integritas kulit b.d. menetapnya sekret, substansi (empedu),


gangguan status nutrisi
-

NOC
Integritas kulit yang baik bisa
dipertahankan (sensasi, elastisitas,
temperatur, hidrasi, pigmentasi)
Tidak ada luka/lesi pada kulit
Perfusi jaringan baik
Menunjukkan pemahaman dalam
proses perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya sedera
berulang
Mampu melindungi kulit dan
mempertahankan kelembaban kulit
dan perawatan alami
Menunjukkan terjadinya proses
penyembuhan luka

NIC
Anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian yang longgar
Hindari kerutan pada tempat tidur
Jaga kebersihan kulit agar tetap
bersih dan kering
Mobilisasi pasien (ubah posisi
pasien) setiap dua jam sekali
Monitor kulit akan adanya
kemerahan
Oleskan lotion atau minyak/baby oil
pada derah yang tertekan
Monitor aktivitas dan mobilisasi
pasien
Monitor status nutrisi pasien
Memandikan pasien dengan sabun
dan air hangat
Kaji lingkungan dan peralatan yang
menyebabkan tekanan
Observasi luka : lokasi, dimensi,
kedalaman luka, karakteristik,warna
cairan, granulasi, jaringan nekrotik,
tandatanda infeksi lokal, formasi
traktus
Ajarkan pada keluarga tentang luka
dan perawatan luka
Kolaburasi ahli gizi pemberian diae
TKTP, vitamin
Cegah kontaminasi feses dan urin
Lakukan tehnik perawatan luka
dengan steril
Berikan posisi yang mengurangi
tekanan pada luka

STUDI KASUS
3.3 Asuhan Keperawatan Kasus Atresia Bilier
Kasus Semu
40

An. M (laki-laki, 2 bulan 4 hari) dibawa ke Rumah Sakit dengan keluhan 1 bulan
pasca kelahiran sedikit demi sedikit kulit tampak berwarna kuning, tinja berwarna
pucat, air kencing berwarna gelap, demam, perut membesar dan selalu rewel. Dari
hasil pemeriksaan diketahui adanya hipertensi vena porta, peningkatan kadar bilirubin
dan hasil Rontgen didapatkan adanya pembesaran hati.
Pengkajian
Identitas Klien
Nama

: An. M

Usia

: 2 bulan 4 hari

Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Surabaya

Diagnosa

: Atresia Bilier

1. Keluhan Utama
Ibu mengatakan An. M demam, sering rewel.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Kulit tampak bewarna kuning, tinja bewarna pucat, air kencing bewarna gelap,
demam, dan perut membesar
3. Riwayat Penyakit Dahulu
4. Riwayat Tumbuh Kembang Anak
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Komposisi Keluarga : keluarga berperan aktif terutama ibu M dalam merawat
An. M
Lingkungan rumah dan komunitas : Lingkungan sekitar rumah berada di area
perindustrian kimia
Perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan : Persepsi keluarga tentang penyakit anak : cobaan Tuhan

Pemeriksaan Fisik (Review of System)


1. Tanda-Tanda Vital
TD

: 100/70 mmHg

RR

: >40x/menit
41

Suhu : 38,4 C
Nadi

: 145x/menit

2. Review of System
B1(breath)
RR meningkat >40x/menit, Suhu (38,4 C), penggunaan otot bantu
pernapasan, pernapasan cuping hidung, napas pendek
B2 (blood)
TD meningkat 100/150 mmhg, HR meningkat 103x/ menit (tachicardi)
B3 (brain)
gelisah (rewel), gangguan mental, gangguan kesadaran sampai koma
B4 (bladder)
Perubahan warna urin dan feses
-Urine : warna gelap, pekat
-Feses : warna dempul, steatorea, diare
B5 (bowel)
anoreksia, mual muntah, tidak toleran terhadap lemak dan makanan
pembentuk gas, regurgitasi berulang, penurunan berat badan BB/TB (5,1 Kg/
62 cm), dehidrasi, distensi abdomen, hepatomegaly
B6 (bone)
letargi atau kelemahan, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas
ditekan, ikterik, kulit berkeringat dan gatal (pruritus), kecenderungan
perdarahan (kekurangan vitamin K), oedem perifer, jaundice, kerusakan kulit
3. Pemeriksaan Penunjang
Labolatorium
Pemeriksaan urin

: urobilin dalam urine negatif

pemeriksaan feses

: stercobilin dalam tinja berkurang

Labolatorium

: kadar bilirubin tinggi > 12 mg/dl

Pemeriksaan Diagnostik
Biopsi liver

: memgetahui seberapa besar sumbatan dari hati


42

USG abdomen : adanya tanda Triangular cord sangat sensitive


Analisa Data
No.
1

Data

Etiologi

DS
Kulit bewarna kuning

Bilirubin terakumulasi dalam

Tinja bewarna pucat

darah

Air seni bewarna gelap

Masalah Keperawatan
Kerusakan integritas
kulit

Ikterus / jaundice

DO
Kadar bilirubin tinggi
2

Icterus/jaundice
DS
Muntah

Kerusakan integritas kulit


Tidak ada penetralisir asam
lambung

Kurang Volume
Cairan

DO
-

Asam lambung tidak


dinetralisir

Asam lambung terlalu tinggi

Aktifitas pusat muntah

Muntah

DS
Nafas cepat

Kurang volume cairan


Hepatomegali

Paru-paru kanan terdesak

DO
Hepatomegali

Resiko
ketidakefektifan pola
nafas

Sesak nafas

RR meningkat

43

Resiko ketidakefektifan pola


4

nafas
Empedu tidak masuk dalam

DS
-

usus

Gangguan nutrisi
kurang dari kebutuhan

DO

Lemak tidak terserap

Malnutrisi

Malnutrisi

Gangguan nutrisi kurang dari

kebutuhan
Operasi pembedahan

DS
-

Resiko tingi infeksi

Transplatasi hati

DO

Tindakan pembedahan

Resiko tinggi infeksi

Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan volume cairan
2. Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif
3. Resiko ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi
4. Gangguan

nutrisi

kurang

dari

kebutuhan

tubuh

berhubungan

dengan

ketidakmampuan menyerap nutrisi


5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasi
Intervensi Keperawatan
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan volume cairan
NOC
Integritas jaringan : kulit dan membrane

NIC
Perawatan kulit : pengobatan tropikal (3584)

mukosa (1101)
1
Indikator :
1

Integritas kulit

Menghindari penggunaan sprei tekstur


kasar

Jaga sprei bersih, kering, dan bebas kerut


44

Abnormal pigmentasi

Dokumentasi derajat kerusakan

(kekuningan) kulit
Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif
NOC
Keseimbangan carian (0601)
Indikator :
1

Haus

NIC
Managamen cairan atau elektrolit (2080)
1

Monitor dan timbang berat badan

Pertahankan infus yang sesuai di intravena

Pastikan bahwa aliran di intravena yang


mengandung elektrolit yang diberikan pada
aliran yang konstan

Monitor respon pasien dalam resep terapi

elektrolit
Resiko ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi
NOC
Status pernafasan : Ventilasi (0403)
Indikator :

NIC
Terapi Oksigen (3320)
1

Menyiapkan peralatan oksigen dan diberi

Tingkat pernapasan

kelembapan oleh system humidifier

Ritme pernapasan

Dalamnya inspirasi

oksigen untuk memastikan apakah resep

Otot bantu pernafasan

konsentrasinya tersampaikan

Secara rutin mengecek alat penyalur

Monitor kemampuan klien dalam metolerir


pelepasan oksigen ketika makan (disusui)

Konsultasi dengan tenaga kesehatan


lainnya mengenai penggunaan suplemen
oksigen dalam aktivitas dana tau pada saat
tidur

Instruksikan klien dan keluarga dalam


penggunaan oksigen di rumah

Monitor pernapasan (3350)


45

Monitor tingkat, ritme, kedalaman, dan


upaya dalam pernapasan

Monitor untuk dyspnea and kejadian yang

mana bisa memperbaiki dan memperburuk


Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menyerap nutrisi
NOC
Status nutrisi pada bayi (1020)

NIC
Pemberian TPN (Total Parenteral Nutrition)
(1200)

Indikator :
1

Intake nutrisi

Ratio berat/tinggi badan

tepat terkait dengan durasi untuk

Pertumbuhan

pemberiannya
2

Pastikan penempatan jalur intravena yang

Gunakan jalur central hanya untuk


pemberian nutrisi kalori tinggi atau cairan
hyperosmolar

Monitor infiltrasi, infeksi, dan komplikasi


metabolic

Periksan pemberian TPN untuk


memastikan pemberian nutrisi yang
diperlukan

Monitor berat badan setiap hari

Monitor intak dan output

Monitor tanda-tanda vital

Laporkan tanda dan gejala abnormal yang


berkaitan dengan TPN ke dokter, dan oleh

karena itu rubah perawatan


Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasi
NOC
Tindakan pembedahan : pasca operasi
Indikator :

NIC
Pengendalian infeksi (6540)
1

Ganti peralatan perawatan, per penggunaan


46

Kepatenan jalan nafas

Isolasi klien dari paparan penyakit menular

Tekanan darah

Batasi berapa jumlah pengunjung

Suhu tubuh

Intruskikan ke pengunjung untuk mencuci

Dalam pernapasan

tangan ketika masuk dan keluar rungan

Tingkat pernapasan

klien

Ritme pernapasan

Integritas jaringan

Sensasi perifer

Promosikan intake nutrisi yang tepat

Drainase dari lubang luka

Dorong intake cairan

Ajarkan klien dan keluarga tentang tanda

Gunakan sabun antimikrobiologi untuk


cuci tangan

dan gejala dari infeksi, dan ketika terjadi


laporkan kepada penyedia pelayanan
perawatan kesehatan
9

Ajarkan klien dan keluarga bagaimana


mencegah infeksi

3.4 Asuhan Keperawatan Kasus Kolestasis


Kasus Semu
An. N (laki-laki, 7 bulan 4 hari) dibawa ke Rumah Sakit dengan keluhan 1
bulan pasca kelahiran sedikit demi sedikit kulit tampak berwarna kuning, tinja
berwarna pucat, air kencing berwarna gelap, demam, perut membesar dan selalu
rewel. Dari hasil pemeriksaan diketahui adanya hipertensi vena porta, peningkatan
kadar bilirubin dan hasil Rontgen didapatkan adanya pembesaran hati.

Pengkajian
Identitas klien
Nama

: An. N

Usia

: 7 bulan 4 hari

Kelamin

: laki-laki

Alamat

: Surabaya

47

Diagnosa

: Kolestasis

Keluhan Utama
Ibu mengatakan An. N demam, sering rewel.
Riwayat Penyakit Sekarang
Kulit tampak bewarn kuning, tinja berwarna pucat, air kencing bewarna gelap,
demam, perut membesar
Riwayat Penyakit Sebelumnya
Riwayat Tumbuh Kembang Anak
Riwayat Kesehatan Keluarga
Komposisi Keluarga :
keluarga berperan aktif terutama ibu N dalam merawat An. N
Lingkungan rumah dan komunitas :
Perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan :
Persepsi keluarga tentang penyakit anak :
ujian dari Tuhan

Pemeriksaan Fisik
B1 (breath)
RR meningkat 38/menit, Suhu (36,8 C), penggunaan otot bantu pernapasan,
pernapasan cuping hidung, napas pendek
B2 (blood)
TD meningkat 100/150 mmhg, HR meningkat 103x/ menit (tachicardi), hipoglikemia

48

B3 (brain)
gelisah (rewel),
B4 (bladder)
Perubahan warna urin dan feses
-Urine : warna gelap, pekat
-Feses : warna dempul
B5 (bowel)
distensi abdomen, kaku pada kuadran kanan, asites, feses warna pucat, anoreksia,
mual, muntah, regurgitasi berulang, berat badan menurun,
B6 (bone)
letargi atau kelemahan, ikterik, kulit berkeringat dan gatal (pruritus), kecenderungan
perdarahan (kekurangan vitamin K), oedem perifer, jaundice, kerusakan kulit

Pemeriksaan Penunjang
Labolatorium
Hb

: 13g%,

Leukosit

: 8100,

Bilirubin total

: 15mg/dl,

Bilirubin direk

: 12,3 mg/dl,

Bilirubin indirek

: 2,7 mg/dl,

SGPT

: 45 u/L,

SGOT

: 52 u/L,

Gamma GT

: 500 u/L,

Alkalifosfatase

: 2007 u/L

Pemeriksaan Diagnostik
Rose Bengal Excretion (RBE)
Hida Scan

49

USG
Biopsi hepar
Analisa Data
No.
1

Data
DS

Etiologi

Masalah

Gangguan pembentukan

Kulit bewarna kuning

bilirubin oleh sel hati

Tinja bewarna pucat

Air seni bewarna gelap

Keperawatan
Kerusakan integritas
kulit

Produksi bilirubin berlebihan

DO
Ikterus/jaundice
Penigkatan kadar bilirubin
2

DS
Selalu rewel
DO
Perut membesar

Mendendap dibawah kulit :


jaundice/icterus

Kerusakan integritas kulit


Perubahan keseimbangan

Gangguan nutrisi

kalsium/kelainan mikrotubulus

kurang dari

akibat toksin/penggunaan obat

kebutuhan

Kurang vit. Dan mineral

Mual Muntah

Gangguan nutrisi kurang dari

DS
Keluarga tidak tahu apa yang
harus dilakukan

kebutuhan
Hiperbilirubinemia

Ansietas

Kolestasis

DO
-

Kurangnya pengetahuan
informasi

Ansietas
50

Diagnosa Keperawatan
1
2

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan volume cairan


Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

ketidakmampuan menyerap nutrisi


Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

Intervensi Keperawatan
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan volume cairan
NOC
Integritas jaringan : kulit dan membrane

NIC
Perawatan kulit : pengobatan tropikal (3584)

mukosa (1101)
1
Indikator :

Menghindari penggunaan sprei tekstur


kasar

Integritas kulit

Jaga sprei bersih, kering, dan bebas kerut

Abnormal pigmentasi

Dokumentasi derajat kerusakan

(kekuningan) kulit
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menyerap nutrisi
NOC
Status nutrisi pada bayi (1020)

NIC
Pemberian TPN (Total Parenteral Nutrition)
(1200)

Indikator :
1

Intake nutrisi

Ratio berat/tinggi badan

tepat terkait dengan durasi untuk

Pertumbuhan

pemberiannya
2

Pastikan penempatan jalur intravena yang

Gunakan jalur central hanya untuk


pemberian nutrisi kalori tinggi atau cairan
hyperosmolar

Monitor infiltrasi, infeksi, dan komplikasi


metabolic

Periksan pemberian TPN untuk


51

memastikan pemberian nutrisi yang


diperlukan
5

Monitor berat badan setiap hari

Monitor intak dan output

Monitor tanda-tanda vital

Laporkan tanda dan gejala abnormal yang


berkaitan dengan TPN ke dokter, dan oleh

karena itu rubah perawatan


Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
NOC
Level ansietas (1211)
Indikator :
1

Keresahan

Ungkapan ansietas

NIC
Penurunan ansietas (5820)
1

Gunakan Bahasa yang menenangkan ke


keluarga klien, supaya yakin

Jelaskan ke keluarga semua prosedur ,


termasuk sensasi mungkin dialami selama
prosedur

Memberikan informasi faktual mengenai


diagnosis , pengobatan, dan prognosis

Dampingi keluarga klien untuk


mempromosikan keselamatan dan
mengurangi rasa takut

Dorong keluarga untuk tinggal dengan


klien

Dengarkan keluhan keluarga klien

Mendukung penggunaan mekanisme


pertahanan yang tepat

Kaji tanda-tanda verbal dan nonverbal


kecemasan

52

BAB 4
PENUTUPAN
4.1 Simpulan
Atresia Bilier merupakan penyakit yang terjadi karena proses inflamasi
berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier
ekstrahepatik akibatnya terjadi penyumbatan aliran empedu, akhirnya terjadi
peningkatan bilirubin. Klasifikasi atresia bilier dibagi menjadi kolestasis
intrahepatik dan kolestasis ekstrahepatik. Tanda dan gejala yang terjadi tinja
acholic, urine empedu bernoda, dan hepatomegali. Komplikasi yang biasa terjadi
yaitu progresif serosis hati, degerasi secara gradual pada hati, kekurangan vitamin
larut lemak dan gagal tumbuh, hipertensi porta, dan asites.
Kolestasis merupakan kegagalan aliran cairan empedu masuk ke dalam
duodenum dalam jumlah yang normal. Gangguan dapat terjadi mulai membran
basolateral dari hepatosit sampai tempat masuk saluran empedu ke dalam
doudenum. Klasifikasi kolestasis dibagi menjadi kolestasis intrahepatik dan
kolestasis ekstrahepatik. Tanda dan gejala pasien kolestasis adalah ikterus atau
kulit dan mukosa ikterus bewarna kuning yang berlangsung lebih dari dua
minggu, urin bewarna gelap, tinja warnanya lebih pucat atau fluktuatif sampai
bewarna dempul. Komplikasi yang terjadi yaitu fibrosis dan sirosis hati.
4.2 Saran
Makalah Atresia Bilier dan Kolestasis ini belum mencapai kata sempurna, untuk
itu diperlukan pembaharuan yang sesuai dengan penelitian yang telah ada sehingga
makalah dapat selalui diperbaharui
Makalah Atresia Bilier dan Kolestasis ini diharapkan mampu dipergunakan dalam
kegiatan

pembelajaran,

sehingga

dapat

bermanfaat

bagi

mahasiswa

yang

membutuhkan
53

DAFTAR PUSTAKA
Snell RS. Anatomi Pankreas. Dalam : Hartanto H, dkk. Anatomi Klinik untuk
Mahasiswa Kedokteran. Jakarta : EGC, 2006. h: 309-318.
Jong WD. Tumor Pankreas. Dalam : Hartanto H, dkk. Buku Ajar Ilmu Bedah.
Jakarta : EGC, 2003. h : 602-606
Arief, Sjamsul. 2010. Deteksi dini kolestasis neonatal. Divisi Hepatologi Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UNAIR/RSU Dr Soetomo, Surabaya.
Mansjoer A. et al, 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3. hal. Jakarta: Media
Aesculapius, FKUI.
Reksoprodjo S. 1995. Ikterus dalam bedah, Dalam Ahmadsyah I, Kumpulan. Kuliah
Ilmu Bedah, Jakarta: Bina Rupa Aksar
Eric I. Benchimol et al. Early diagnosis of neonatal cholestatic jaundice Test at 2
weeks, Can Fam Physician. December 2009; 55:1184-92.
Avunduk, C., 2002. Gallstone. Dalam: Manual of Gastroenterology. Edisi ke-3.
Massachussets: Lippincot Williams and Wilkins.
Wilson and Hockenberry.2011.Nursing Care of Infants and Children. Edition 9.
Canada: Elsevier Mosby
Tadataka Yamada, David H Alpers; et al Liver: Anatomy, microscopic structure, and
cell type. Textbook of Gastroenterology. Chichester, West Sussex; Hoboken, NJ:
Blackwell Pub., 2009; 79(2):2059-72
Arief, Sjamsul. 2010. Deteksi dini kolestasis neonatal. Divisi Hepatologi Bagian
IlmuKesehatan Anak FK UNAIR/RSU Dr Soetomo, Surabaya
54

Gustawan, I, W., Nomor, Aryasa, K., Karyana, IPG., & Sanjaya, putra, IGN. 2010.
Kolelitiasis pada anak RS Sanglah Denpasar. Jurnal penelitian Maj Kedokt indon.
Denpasar.

Volum.

57,

Nomor:

10,

Oktober

2010.

http://indonesia.digitaljournals.org/index/php/indmed/article/viewfile/543/661.
diakses pada tanggal 19 September 2016
Moyer V, Freese DK, Whintington PF, Olson AD, Brewer F, Colleti RB, et
al. Guidelines for the evaluation of cholestatic jaundice in infants : recommendation
of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and
Nutrition. J Pediatr Gastroenterol Nutr 2004;39:115-128.
Sokol RJ, Narkewicz MR. Liver & pancreas. In: Hay WR, Levin Mj, Sondheimer JM,
Deterding RR,eds.Current Diagnosis & Treatment in Pediatrics. 18th ed. New York:
McGraw-Hill 2007:638-48.
S. Ermaya, I. Rosalina, D. Prasetyo, I.M. Sabaroedin, Neonatal Hepatitis Human
Citomegalovirus Characteristics And Complications In Infants At Dr. Hasan Sadikin
General Hospital Bandung, West Java Indonesia, 31st Annual Meeting of the
European Society for Paediatric Infectious Diseases, Milan, Italy, Mei 2013.
Hisham

Nazer.

Diunduh

dari http://emedicine.medscape.com/article/927624-

overview
James, Susan Rowen and Jean Weiler Ashwill. 2007. Nursing Care of Children
Principles & Practice. Canada : Saunders Elsevier
Noerasyid, A., Suraatmadja, S., Asnil, P.A., 1988, Gastroenteritis Akut. Dalam:
Suharyono, Boediarso A, Halimun EM, penyunting. Gastroenterologi anak praktis.
Balai Penerbit FKUI, hal: 51-76.
Herdman, T. Heather. Kamitsuru Shigemi. 2015. Nursing Diagnoses Definitions ad
Classification 2015-2017 10th edition. Wiley Blackwell: USA
Bulechek, Gloria M. Howard K. Butcher. Joanne McCloskey Dochterman. 2013.
Nursing Interventions Classification (NIC) 6th edition. Mosby Elsevier: USA

55

Moorhead, Sue. Marion Johnson. Meridean L. Maas. Elizabeth Swanson. 2013.


Nursing Outcomes Classification (NOC) 5th edition. Elsevier: USA

56

Anda mungkin juga menyukai