Anda di halaman 1dari 54

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan reproduksi wanita merupakan merupakan aspek yang penting
dalam mendukung salah satu derajat kesehatan. Mioma uteri dan kista ovarium
merupakan salah satu masalah kesehatan pada kaum wanita yang insidennya terus
meningkat. Mioma uteri menempati urutan kedua setelah kanker serviks berdasarkan
jumlah angka kejadian penyakit. Penyebab pasti mioma uteri belum pasti, tetapi
diduga merupakan penyakit multifaktor karena memiliki banyak factor dan resikonya
meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Demikian juga etiologi dari kista
ovarium juga sangat erat dengan aktifitas sehari-hari menjadi faktor pendukung
kerentanan individu terkena kista ovarium.
Salah satu masalah kesehatan reproduksi wanita adalah mioma uteri
dengan insiden yang terus meningkat. Penelitian Marino (2004) di Italia melaporkan
73 kasus mioma uteri dari 341 wanita terjadi pada usia 30-60 tahun dengan prevalensi
21,4%. Penelitian Boynton (2005) di Amerika melaporkan 7.466 kasus mioma uteri
dari 827.348 wanita usia 25-42 tahun dengan prevalensi 0,9%. Penelitian Pradhan
(2006) di Nepal melaporkan 137 kasus mioma uteri dari 1.712 kasus ginekologi
dengan prevalensi 8%. Penelitian Okizei O (2006) di Nigeria (Departement of
Gynecology, University of Nigeria Teaching Hospital Enugu) melaporkan mioma
uteri 190 diantara 1.938 kasus ginekologi dengan prevalensi 9.8%. Penelitian Rani
Akhil Bhat (2006) di India (Departement of Obstetric and Gynecology, Kasturba
Medical College and Hospital) terdapat 150 kasus mioma uteri, dan 77 kasus terjadi
pada wanita umur 40-49 tahun dengan prevalensi 51%, dan 45 kasus terjadi pada
wanita umur lebih dari 50 tahun dengan prevalensi 30%. Jumlah kejadian penyakit
ini di Indonesia menempati urutan kedua setelah kanker serviks. Di Indonesia,
mioma uteri di temukan 3,39% - 12,9% pada semua penderita ginekologi.
Tahun 2008 WHO (World Health Organization) telah memaparkan bahwa
kista ovarium merupakan penyebab kematian utama pada kasus keganasa ginekologi.
Kista ovarium juga merupakan kanker kelima yang sering menjadi penyebab
kematian pada wanita setelah setelah kanker paru-paru, kolorental, payudara dan
pankreas. Angka insiden pada wanita di bawah 50 tahun sebanyak 5,3/100.000 dan
meningkat menjadi 41,4/100 pada wanita di atas 50 tahun. Resiko yang paling
ditakuti dari kista ovarium yaitu mengalami degenerasi keganasan, disamping itu bisa
juga mengalami torsi atau terpuntir sehingga menimbulkan nyeri akut, perdarahan,
atau infeksi.
Berdasarkan data kasus yang ada di atas kita terutama wanita perlu
meningkatkan kewaspadaan dan pengetahuan akan mioma uteri dan kista ovarium.

Sehingga peran perawat dalam health educator sangat diperlukan yaitu menjelaskan,
mengajarkan, memberi arahan serta memberi asuhan keperawatan yang sesuai
terhadap penanganan klien dengan mioma uteri dan kista ovarium.
1.2 Rumusan Masalah
1 Apakah definisi dari mioma uteri dan kista ovarium?
2

Apa sajakah klasifikasi dari mioma uteri dan kista ovarium?

Apa sajakah etiologi dari mioma uteri dan kista ovarium?

Apakah manifestasi klinis dari mioma uteri dan kista ovarium?

Bagaimana penatalaksaan pada mioma uteri dan kista ovarium?

Apa sajakah komplikasi dari mioma uteri dan kista ovarium?

Bagaimana WOC dari mioma uteri dan kista ovarium?

Bagaimana pengkajian pada klien dengan mioma uteri dan kista ovarium?

Bagaimana diagnosa pada klien dengan mioma uteri dan kista ovarium?

10 Bagaimana intervensi pada klien dengan mioma uteri dan kista ovarium?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1. Menjelaskan tentang konsep penyakit mioma uteri serta pendekatan asuhan
keperawatannya.
2. Menjelaskan tentang konsep penyakit kista ovarium serta pendekatan
asuhan keperawatannya.
1.3.2

Tujuan Khusus
1

Mengidentifikasi definisi dari mioma uteri dan kista ovarium

Mengidentifikasi klasifikasi dari mioma uteri dan kista ovarium

Mengidentifikasi faktor resiko dari mioma uteri dan kista ovarium

Mengidentifikasi etiologi mioma uteri dan kista ovarium

Mengidentifikasi manifestasi klinis mioma uteri dan kista ovarium

Mengidentifikasi penatalaksaan pada mioma uteri dan kista ovarium

Mengidentifikasi komplikasi pada mioma uteri dan kista ovarium

Mengidentifikasi WOC pada mioma uteri dan kista ovarium

Mengidentifikasi pengkajian pada klien dengan mioma uteri dan kista


ovarium

10 Mengidentifikasi diagnosa pada klien dengan mioma uteri dan kista


ovarium
11 Mengidentifikasi intervensi pada klien dengan mioma uteri dan kista
ovarium

1.4 Manfaat
Mahasiswa mampu menjelaskan konsep teori dari mioma uteri dan kista
ovarium dan mampu menyusun asuhan keperawatan pada pasien anak yang berhubungan dengan sistem endokrin atresia bilier dan kolestasis.
.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi Uterus dan Ovarium
2.1.1 Uterus

Merupakan jaringan otot yang kuat, berdinding tebal, muskular, pipih, cekung
dan tampak seperti bola lampu / buah peer terbalik yang terletak dipelvis minor di
antara kandung kemih dan rectum. Uterus terdiri dari tiga bagian yaitu: fundus uteri
yaitu bagian corpus uteri yang terletak di atas kedua pangkal tuba fallopi, corpus uteri
merupakan bagian utama yang mengelilingi kavum uteri dan berbentuk segitiga, dan
seviks uteri yang berbentuk silinder. Dinding belakang, dinding depan dan bagian
atas tertutup peritoneum sedangkan bagian bawahnya berhubungan dengan kandung
kemih. Untuk mempertahankan posisinya uterus disangga beberapa ligamentum,
jaringan ikat dan peritoneum. Ukuran uterus tergantung dari usia wanita, pada anakanak ukuran uterus sekitar 2-3 cm, nullipara 6-8cm, dan multipara 8-9 cm.
Pada masa kehamilan uterus akan membesar pada bulanbulan pertama dibawah pengaruh estrogen dan progesterone yang
kadarnya meningkat. Pembesaran ini pada dasarnya disebabkan
oleh hipertropi otot polos uterus, disamping itu serabut serabut
kolagen yang ada menjadi higroskopik akibat meningkatnya kadar
estrogen sehingga uterus dapat mengikuti pertumbuhan janin.

Setelah Menopause, uterus wanita nullipara maupun multipara,


mengalami atrofi dan kembali ke ukuran pada masa predolesen.
Pembagian Dinding Uterus :
a. Endometrium di korpus uteri dan endoserviks di serviks uteri.
Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar, dan
jaringan dengan banyak pembuluh-pembuluh darah yang
berlekuk-lekuk. Dalam masa haid endometrium untuk
sebagian besar dilepaskan, untuk kemudian tumbuh menebal
dalam masa reproduksi pada kehamilan dan pembuluh darah
bertambah banyak yang diperlukan untuk memberi makanan
pada janin.
b. Miometrium (lapisan otot polos) di sebelah dalam berbentuk
sirkuler, dan disebelah luar berbentuk longitudinal. Lapisan
otot polos yang paling penting pada persalinan oleh karena
sesudah plasenta lahir berkontraksi kuat dan menjepit
pembuluh-pembuluh darah yang ada di tempat itu dan yang
terbuka.
c. Lapisan serosa (peritoneum viseral) terdiri dari lima
ligamentum yang menfiksasi dan menguatkan uterus yaitu:
1. Ligamentum kardinale kiri dan kanan yakni ligamentum :
mencegah supaya uterus tidak turun
2. Ligamentum sakro uterinum kiri dan kanan yakni
ligamentum yang menahan uterus supaya tidak banyak
bergerak
3. Ligamentum rotundum kiri dan kanan yakni ligamentum
yang menahan uterus agar tetap dalam keadaan
antofleksi
4. Ligamentum latum kiri dan kanan yakni ligamentum yang
meliputi tuba
5. Ligamentum infundibulo pelvikum yakni ligamentum yang
menahan tuba fallopi

2.1.2

Ovarium

Terdapat dua indung telur, masing-masing di kanan dan di kiri rahim, dilapisi
mesovarium dan tergntung di belakang ligalatum. Bentuknya seperti buah almon,
sebesar ibu jari tangan (jempol) berukuran 2,5-5 cm x 1,5-2 cm x 0,6-1 cm. Indung
telur

ini

posisinya

ditunjang

oleh

mesovarium,

liga

ovarika,

dan

liga

infundibulopelvikum. Menurut strukturnya ovarium terdiri kulit (korteks) atau zona


parenkimatosa yang terdiri dari tunika albuginea (epitel berbentuk kubik), jaringan
ikat di selasela jaringan lain, stroma (folikel primordial, dan folikel de Graaf), dan
sel-sel Warthard. Inti (medula) atau zona vaskulosa, terdiri dari stoma berisi
pembuluh darah, serabut saraf, daan beberapa otot polos. Pada wanita diperkirakan
terdapat sekitar 100 ribu folikel primer. Pada kurun reproduksi, tiap-tiap bulan satu
folikel atau kadang-kadang dua folikel akan matang, lalu keluar pecah dan muncul ke
permukaan korteks.
Ovarium terletak antara Rahim dan panggul dan disamping kanan-kiri uterus
yang menghasilkan hormone estrogen dan progesterone, mempengaruhi kerja uterus
serta memberikan sifat kewanitaan dan mempunyai dampak dalam mengatur proses
menstruasi. (Prawirohardjo,2002)

2.2 Definisi Mioma Uteri

Mioma uteri, dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid, atau


leiomioma merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot polos uterus dan
jaringan ikat yang menumpanginya. Mioma uteri berbatas tegas, tidak berkapsul, dan
berasal dari otot polos jaringan fibrous sehingga mioma uteri dapat berkonsistensi
padat jika jaringan ikatnya dominan, dan berkonsistensi lunak jika otot rahimnya
yang dominan (Sozen, 2000).
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan
jaringan ikat sehingga dalam kepustakaan disebut juga leimioma, fibrimioma, atau
fibroid (Arif, 2001). Mioma adalah tumor jinak yang berasal dari otot rahim
(miometrium) atau jaringan ikat yang tumbuh pada dinding atau di dalam rahim.
Mioma dapat tumbuh di dalam rongga rahim, di antara lapisan dinding rahim, atau
terpisah di luar rahim dengan tangkai yang melekat pada dinding rahim. Pembesaran
mioma berkaitan dengan hormon estrogen dan kebanyakan terjadi pada masa
reproduksi. Mioma yang tumbuh dapat berukuran sangat kecil (mikroskopik) hingga
sebesar bola sepak. Mioma termasuk jenis tumor yang banyak ditemukan pada alat
reproduksi wanita. (Lina, 2004).
2.3 Klasifikasi
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari servik uteri (1-3%) dan selebihnya
adalah dari korpus uteri. Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah
pertumbuhannya, maka mioma uteri dibagi 4 jenis antara lain:
a. Mioma Submukosa
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis ini
dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan
gangguan perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum memberikan
keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering memberikan
keluhan gangguan perdarahan. Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dengan
tindakan kuretase, dengan adanya benjolan waktu kuret, dikenal sebagai currete bump
dan dengan pemeriksaan histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor. Tumor
jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata.
Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai
tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama

mioma geburt atau mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalami infeksi, ulserasi,
dan infark. Pada beberapa kasus penderita akan mengalami anemia dan sepsis karena
proses di atas.
b. Mioma Intramural
Terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Karena pertumbuhan
tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai yang mengelilingi
tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan
mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma
yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan
mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.
c. Mioma Subserosa
Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan
uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan
ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.
d. Mioma Intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke
ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga
disebut mondering/parasitic fibroid.
Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada
serviks dapat menonjol ke dalam satu saluran servik sehingga ostium uteri eksternum
berbentuk bulan sabit.
Apabila mioma dibelah maka akan tampak bahwa mioma terdiri dari berkas otot
polos dan jaringan ikat yang tersusun sebagai kumparan (whorle like pattern) dengan
pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena
pertumbuhan sarang mioma ini.
2.4 Etiologi
Penyebab utama mioma uteri belum diketahui secara pasti sampai saat ini,
tetapi penyelidikan telah dijalankan untuk memahami keterlibatan faktor hormonal,
faktor genetik, growth factor, dan biologi molekular untuk tumor jinak ini. Parker
(2007) menyatakan bahwa faktor-faktor yang diduga berperan untuk inisiasi pada
perubahan genetik pada mioma uteri adalah abnormalitas intrinsik pada miometrium,
peningkatan reseptor estrogen secara kongenital pada cell nest, yaitu sel-sel otot
imatur di miometrium, perubahan hormonal, atau respon pada cedera iskemik ketika
haid. Setelah terjadinya mioma uteri, perubahan-perubahan genetik ini akan
8

dipengaruhi oleh promotor (hormon) dan efektor (growth factors). Tidak didapat
bukti bahwa hormon (estrogen dan progesteron) berperan sebagai penyebab mioma.
Namun diketahui bahwa hormon-hormon ini berpengaruh dalam pertumbuhan
mioma.
Meskipun penyebab pasti terjadinya mioma uteri belum diketahui,
berdasarkan data-data penelitian dari dalam maupun luar negeri ditemukan bahwa
terdapat beberapa faktor risiko terjadinya penyakit ini, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Usia : 20-40% terjadi pada wanita berusia >35 tahun.
2. Paritas : lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil.
3. Ras dan genetik : angka kejadian tinggi pada wanita berkulit hitam.
4. Riwayat keluarga
5. Makanan : satu studi menemukan bahwa daging sapi, daging merah lain, dan
daging babi meningkatkan kejadian mioma uteri tetapi sayuran hijau sebaliknya
(Parkjer, 2007)

2.5 Manifestasi Klinis


Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung dari lokasi,
arah pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada 20-50% saja
mioma uteri menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya tidak mengeluh apapun.
Hipermenore, menometroragia adalah merupakan gejala klasik dari mioma uteri. Dar
ipenelitian multisenter yang dilakukan pada 114 penderita ditemukan 44% gejala
perdarahan, yang paling sering adalah jenis mioma submukosa, sekitar 65% wanita
dengan mioma mengeluh dismenore, nyeri perut bagian bawah, serta nyeri pinggang.
Tergantung dari lokasi dan arah pertumbuhan mioma, maka kandung kemih, ureter,
dan usus dapat terganggu, dimana peneliti melaporkan keluhan disuri (14%), keluhan
obstipasi (13%). Mioma uteri sebagai penyebab infertilitas hanya dijumpai pada 210% kasus. Infertilitas terjadi sebagai akibat obstruksi mekanis tuba falopii. Abortus
spontan dapat terjadi bila mioma uteri menghalangi pembesaran uterus, dimana
menyebabkan kontraksi uterus yang abnormal, dan mencegah terlepas atau
tertahannya uterus di dalam panggul (Goodwin, 2009).
a. Massa di Perut Bawah
Penderita mengeluhkan merasakan adanya massa atau benjolan di perut bagian
bawah.
9

b. Perdarahan Abnormal
Diperkirakan 30% wanita dengan mioma uteri mengalami kelainan menstruasi,
menoragia atau menstruasi yang lebih sering. Tidak ditemukan bukti yang
menyatakan perdarahan ini berhubungan dengan peningkatan luas permukaan
endometrium atau kerana meningkatnya insidens disfungsi ovulasi. Teori yang
menjelaskan perdarahan yang disebabkan mioma uteri menyatakan terjadi perubahan
struktur vena pada endometrium dan miometrium yang menyebabkan terjadinya
venule ectasia.
Miometrium merupakan wadah bagi faktor endokrin dan parakrin dalam
mengatur fungsi endometrium. Aposisi kedua jaringan ini dan aliran darah langsung
dari miometrium ke endometrium memfasilitasi interaksi ini. Growth factor yang
merangsang stimulasi angiogenesis atau relaksasi tonus vaskuler dan yang memiliki
reseptor pada mioma uteri dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal dan
menjadi target terapi potensial. Sebagai pilihan, berkurangnya angiogenik inhibitory
factor atau vasoconstricting factor dan reseptornya pada mioma uteri dapat juga
menyebabkan perdarahan uterus yang abnormal.
c. Nyeri Perut
Gejala nyeri tidak khas untuk mioma, walaupun sering terjadi. Hal ini timbul
karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai dengan nekrosis
setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosa yang akan dilahirkan,
pada pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan
dismenorrhoe. Dapat juga rasa nyeri disebabkan karena torsi mioma uteri yang
bertangkai. Dalam hal ini sifatnya akut, disertai dengan rasa nek dan muntah-muntah.
Pada mioma yang sangat besar, rasa nyeri dapat disebabkan karena tekanan pada urat
syaraf yaitu pleksus uterovaginalis, menjalar ke pinggang dan tungkai bawah
(Pradhan, 2006).
d. Pressure Effects (Efek Tekenan)
Pembesaran mioma dapat menyebabkan adanya efek tekanan pada organ-organ di
sekitar uterus. Gejala ini merupakan gejala yang tak biasa dan sulit untuk
dihubungkan langsung dengan mioma. Penekanan pada kandung kencing,
pollakisuria dan dysuria. Bila uretra tertekan bisa menimbulkan retensio urinae. Bila
berlarut-larut dapat menyebabkan hydroureteronephrosis. Tekanan pada rectum tidak
begitu besar, kadang-kadang menyebabkan konstipasi atau nyeri saat defekasi.
e. Penurunan Kesuburan dan Abortus
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab penurunan kesuburan masih
belum jelas. Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri mengalami
infertilitas. Penurunan kesuburan dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau

10

menekan pars interstisialis tuba, sedangkan mioma submukosa dapat memudahkan


terjadinya abortus karena distorsi rongga uterus. Perubahan bentuk kavum uteri
karena adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan
implasntasi embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat perubahan histologi
endometrium dimana terjadi atrofi karena kompresi massa tumor (Stoval, 2001).
Apabila penyebab lain infertilitas sudah disingkirkan dan mioma merupakan
penyebab infertilitas tersebut, maka merupakan suatu indikasi untuk dilakukan
miomektomi (Strewart, 2001).
2.6 Patofisiologi
Mioma merupakan tumor yang paling umum terjadi pada traktus genitalia.
Mioma uteri terdiri atas serabut-serabut otot polos yang diselingi dengan untaian
jaringan ikat dan dikelilingi kapsul yang tipis. Tumor ini dapat berasal dari setiap
bagian duktus Muller, tetapi paling sering terjadi pada miometrium. Disini beberapa
tumor dapat timbul secara serentak. Ukuran tumor dapat bervariasi dari sebesar
kacang polong hingga sebesar bola kaki.
Penyebab terjadinya mioma uteri belum diketahui. Tumor ini mungkin berasal
dari sel otot yang normal, dan otot imatur yang ada di dalam miometrium atau dari sel
embrional pada dinding darah uteri. Apapun asalnya, tumor dimulai dari benih-benih
multiple yang sangat kecil dan tersebar pada miometrium. Benih ini tumbuh sangat
lambat tetapi progresif (bertahun-tahun, bahkan dalam hitungan bulan), di bawah
pengaruh estrogen yang bersirkulasi, dan jika tidak terdeteksi dan diobati dapat
membentuk tumor dengan berat 10 kg atau lebih.
Mula-mula tumor berada intramural, tetapi ketika tumbuh dapat berkembang
ke berbagai arah. Setelah menopause, ketika estrogen tidak lagi disekresi dalam
jumlah yang banyak, maka mioma cenderung mengalami atrofi. Jika tumor dipotong,
akan menonjol diatas miometrium sekitarnya karena kapsulnya berkontraksi.
Warnanya abu-abu keputihan, tersusun atas berkas-berkas otot jalin menjalin dan
melingkar-lingkar di dalam matriks jaringan ikat. Pada bagian perifer serabut otot
tersusun atas lapisan konsentrik, dan serabut otot normal yang mengelilingi tumor
berorientasi yang sama. Antara tumor dan miometrium normal terdapat pseudokapsul
yaitu tempat masuknya pembuluh darah ke dalam mioma.

11

Pada pemeriksaan dengan mikroskop, kelompok-kelompok sel otot berbentuk


kumparan dengan inti panjang dipisahkan menjadi berkas-bebrkas oleh jaringan ikat.
Karena seluruh suplai darah mioma berasal dari beberapa pembuluh darah yang
masuk dari pseudokapsul, maka pertumbuhan tumor tersebut selalu melampaui suplai
darahnya. Ini menyebabkan degenerasi, terutama pada bagian tengah mioma. Mulamula terjadi degenerasi hialin atau kalsifikasi. Pada kasus yang terjadi pada
kehamilan dapat terjadi degenerasi merah yang diikuti ekstravasasi darah diseluruh
tumor, yang memberikan gambaran seperti daging sapi mentah. Kurang dari 0,1%
terjadi perubahan tumor menjadi sarcoma.
Jika mioma terletak di sub endometrium, mungkin disertai dengan
menorhagia. Jika perdarahan yang hebat menetap, mungkin akan mengalami anemia.
Saat uterus berkontraksi, dapat timbul nyeri. Mioma sub endometrium yang
bertangkai dapat menyebabkan persisten dari uterus.
Dimanapun posisinya di dalam uterus, mioma besar dapat menyebabkan
gejala penekanan pada panggul, disuria, sering kencing dan konstipasi atau nyeri
punggung jika uterus yang membesar menekan rectum.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Ultra Sonografi (USG): mioma uteri yang besar paling bagus didiagnosis dengan
kombinasi transabdominal dan transvaginal sonografi. Gambaran sonografi mioma
kebiasaanya adalah simetrikal, berbatas tegas, hypoechoic dan degenerasi kistik
menunjukkan anechoic.
2. Magnetic Resonance Imagine (MRI): lebih baik daripada USG tetapi mahal. MRI
mampu menentukan saiz, lokasi dan bilangan mioma uteri serta bisa mengevaluasi
jarak penembusan mioma submukosa di dalam dinding miometrium (Parker, 2007).
3. Foto BNO/ IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga pelvis
serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
4. Histerografi dan histereskopi untuk menilai pasien mioma submukosa disertai
dengan infertilitas.
12

5. Laparaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.


6. Laboratorium, darah lengkap, urine lengkap gula darah, tes fungsi hati, ureum,
kreatinin darah.
7. D/K (dilatasi dan kuretase) pada penderita yang disertai perdarahan untuk
menyingkirkan kemungkinan patologi pada rahim (hiperplasia atau adenokarsinoma
endometrium).

(Achadiat,

Chrisdiono

M,

2004),

(Mansjoer,

Arif,

2001),

(Prawiroharjo, S, 1999)
2.8 Penatalaksanaan
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55% dari semua
mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apapun, terutama
apabila mioma itu masih kecil dan tidak menimbulkan gangguan. Walaupun demikian
mioma uteri memerlukan pengamatan setiap 3-6 bulan.
Penanganan mioma uteri menurut usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor terbagi
kepada :
1. Terapi Medisinal (hormonal)
Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis memberikan
hasil yang baik memperbaiki gejala klinis mioma uteri. Tujuan pemberian GnRH
agonis adalah mengurangi ukuran mioma dengan jalan produksi esterogen dan
ovarium. Pemberian GnRH agonis sebelum dilakukan tindakan pembedahan akan
mengurangi vaskularisasi pad tumor sehingga akan memudahkan tindakan
pembedahan. Terapi hormonal yang lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat
progesteron akan mengurangi gejala perdarahan tetapi tidak mengurangi ukuran
mioma uteri ( Hadibroto, 2005).
2. Terapi Pembedahan
Indikasi terapi bedah untuk mioma uteri menurut American College of
obstetricians and Gyneclogist (ACOG) dan American Society of Reproductive
Medicine (ASRM) adalah :
a. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif
b. Sangkaan adanya keganasan
c. Pertumbuhan mioma pada masa menopause
13

d.
e.
f.
g.

Infertilitas karena gangguan pada cavum maupun karena oklusi tuba


Nyeri dan penekanan yang sangat mengganggu
Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
Anemia akibat perdarahan (Hadibroto, 2005)

Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi atau histerektomi


1. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma sahaja tanpa pengangkatan
uterus. Miomektomi ini dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan fungsi
reproduksinya dan tidak ingin dilakukan histerektomi. Tidakan ini dapat
dikerjakan misalnya pada mioma submukosum dengan cara ekstirpasi lewat
vagina. Apabila miomektomi ini dikerjakan karena keinginan memperoleh anak,
maka kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30-50% (Prawirohardjo,2007).
Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi
maupun dengan laparoskopi. Pada laparotomi, dilakukan insisi pada dinding
abdomen untuk mengangkat mioma dan uterus. Keunggulan melakukan
miomektomi adalah lapangan pandan operasi yang lebih luas sehingga penanganan
terhadap perdarahan yang mungkin timbul pada pembedahan miomektomi dapat
ditangani dengan segera. Namun pada miomektomi secara laparotomi resiko
terjadi perlengketan lebih besar, sehingga akan mempengaruhi faktor fertilitas
pada pasien, disamping masa penyembuhan paska operasi lebih lama, sekitar 4-6
minggu
Pada

miomektomi

secara

histeroskopi

dilakukan

terhadap

mioma

submukosum yang terletak pada kavum uteri. Keunggulan teknik ini adalah masa
penyembuhan paska operasi sekitar 2 hari. Komplikasi yang serius jarang terjadi
namun dapat timbul perlukaan pada dinding uterus, ketidakseimbangan elektrolit
dan perdarahan.
Miomamektomi juga dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi .
mioma yang bertangkai diluar kavum uteri dapat diangkat dengan dengan mudah
secara laparoskopi .mioma subserosum yang terletak di daerah permukaan uterus
juga dapat diangkat dengan teknik ini. Keunggulan laparoskopi adalah masa
14

penyembuhan paska operasi sekitar 2-7 hari. Resiko yang terjadi pada
pembedahan ini termasuk perlengketan, trauma terhadap organ sekitar seperti usus,
ovarium, rektum serta perdarahan. Sampai saat ini mimektomi dengan laparoskopi
merupakan prosedur standar bagi wanita dengan mioma uteri yang masih ingin
mempertahankan fungsi reproduksinya (Hadibroto, 2005)
2. Histerektomi
Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya adalah tindakan
terpilih (Prawirohardjo, 2007). Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebessar
30% dari seluruh kasus. Histerektomi dijalankan apabila didapati keluhan
menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran
uterus sebesar usisa kehamilan 12-14 minggu (Hadibroto, 2005).
Tindakan histerektomi dapat dilakukan secara abdominal (laparotomi),
vaginal dan pada beberapa kasus dilakukan laparoskopi. Histerektomu
perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total abdominal hysterectomy
(TAH) dan subtotal abdominal histerectomy (STAH). Masing-masing prosedur ini
memiliki kelebihan dan kekurangan . STAH dilakukan untuk menghindari resiko
operasi yang lebih besar seperti perdarahan yang banyak, trauma operasi pada
ureter, kandung kemih dan rektum. Namun dengan melakukan STAH kita
meninggalkan serviks, di mana kemungkinan timbul pada tungkul vagina dapat
menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan perdarahan paska operasi dimana
keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH.
Histerektomi juga dapat dilakukan pervagina, dimana tindakan operasi tidak
melalui insisi pada abdomen. Secara umum histerektomi vaginal hampir
seluruhnya merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang
dibuka sangat minimal sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus dapat
diminimalisasi. Maka histerektomi pervagina tidak terlihat parut bekas operasi
sehingga memuaskan pasien dari segi kosmetik. Selain itu kemungkinan terjadinya
perlengketan paska operasi lebih minimal dan masa penyembuhan lebih cepat
dibanding histerektomi abdominal.
Histerektomi laparoskopi ada bermacam-macam teknik. Tetapi yang
dijelaskan hanya 2 yaitu : histerektomi vaginal dengan bantuan laparoskopi

15

(Laparoskopically assisted vaginal histerectomy/LAVH) dan classic intrafascial


serrated edged macromorcellated hysterectomy (CISH) tanpa colpotomy.
Pada LAVH dilakukan dengan cara memisahkan adneksa dari dinding pelvik
dengan memotong mesosalfing kearah ligamentum kardinale dibagian bawah ,
pemisahan pembuluh darah uterina dilakukan dari vagina.
CISH pula merupakan modifikasi dari STAH, dimana lapisan dalam dari
serviks dan uterus direseksi menggunakan morselator. Dengan prosedur ini
diharapkan dapat mempertahankan integritas lantai pelvik dan mempertahankan
aliran darah pelvik untuk mencegah terjadinya prolapsus. Keunggulan CISH
adalah mengurangi resiko trauma pada ereter dan kandung kemih, perdarahan
yang lebih minimal dan masa penyembuhan yang cepat. Jadi terapi mioma uteri
yang terbaik adalah melakukan histerektomi. Dari berbagai pendekatan, prosedur
histerektomi laparoskopi memiliki kelebihan karena masa penyembuhan yang
singkat dan angka morbiditas yang rendah dibanding prosedur histerektomi
abdominal (Hardibroto, 2005)
2.9 Prognosis
Histerektomi dengan mengangkat seluruh mioma adalah kuratif. Myomectomi
yang extensif dan secara significant melibatkan miometrium atau menembus
endometrium, maka diharusken SC (Sectio caesaria) pada persalinan berikutnya.
Myoma yang kambuh kembali (rekurens) setelah myomectomi terjadi pada 15-40%
pasien dan 2/3nya memerlukan tindakan lebih lanjut.
2.10 Komplikasi
Degenerasi ganas
Mioma uteri yang menjadi leimiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh
mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya
baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan
akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi
pembesaran sarang mioma dalam menopause (Prawirohardjo, 2007).
Torsi (Putaran Tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut
sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut.
Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi. Hal ini hendaklah
dibedakan dengan suatu keadaan di mana terdapat banyak sarang mioma dalam
rongga peritoneum (Prawirohardjo, 2007).

16

Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan kerana
gangguan sirkulasi darah padanya. Misalnya terjadi pada mioma yang dilahirkan
hingga perdarahan berupa metroragia atau menoragia disertai leukore dan gangguan
yang disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri (Prawirohardjo, 2007).

Pengaruh Esterogen

Sel yang belum matang

Mioma Uteri
Sub Aerob

Intramural

Sub berorerosa

Pecahnya pembuluh darah

Gangguan kontraksi otot uterus

Pembesaran urat

Penekanan organ lain

Perdarahan pervaginan lama dan banyak

Mual Muntah

Gangguan perdarahan darah MK : Resiko tinggi kekurangan cairan

Operasi

Nekrosa dan perlengketan

MK Nyeri

Pra operasi

Post operasi

Informasi tidak adekuatTerputusnya jaringan kulit

Pengaruh obat anestesi

Kurangnya support Robekan


sistem pada jaringan sarah perifer
gastrointestinal Kesadaran

Kurangnya pengetahuan

Pra operasi

Peristaltik Reflek batuk Pernafasan

MK Nyeri akut

2.11 WOC

Mual
MK Cemas
Proses epilepsi

Pola nafas tidakEkspansi


efektif rongga dad

Anorexia
Terpapar agen infeksius

MK Bersihan jalan
Pengembangan
nafas tidak efektif
paru tidak

MK Gangguan Nutrisi

Pembatasan aktivitas

MK Resiko tinggi infeksi


MK Perubahan pola aktifitas

17
Sesak napas
MK Gangguan pola nafas

2.10

Definisi Kista Ovarium


Kista adalah kantong berisi cairan, kista seperti balon berisi air, dapat tumbuh
di mana saja dan jenisnya bermacam-macam. Kista yang berada di dalam maupun
permukaan ovarium (indung telur) disebut kista ovarium atau tumor ovarium.
Kista ovarium adalah tumor jinak yang diduga timbul dari bagian ovum yang
normalnya menghilang saat menstruasi, asalnya tidak teridentifikasi dan terdiri atas

18

sel-sel embrional yang tidak berdierensiasi, kista ini tumbuh lambat dan ditemukan
selama pembedahan yang mengandung material sebasea kental berwarna kuning yang
timbul dari lapisan kulit.(Smeltzer,2002)
Kista ovarium adalah tumor ovarium yang bersifat neoplastik dan non
neoplastik.Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik kecil maupun yang besar,
kistik atau padat, jinak atau ganas yang berada di ovarium.Dalam kehamilan tumor
ovarium yang paling sering dijumpai ialah kista dermoid, kista coklat atau kista
lutein. Tumor Ovarium yang cukup besar dapat menyebabkn kelainan letak janin
dalam rahim atau dapat menghalang-halangi masuknya kepala kedalam panggul.
(Wiknjosastro,2009)
2.11

Klasifikasi
Berdasarkan tingkat keganasannya, kista terbagi dua, yaitu nonneoplastik dan
neoplastik. Kista nonneoplastik sifatnya jinak dan biasanya akan mengempis sendiri
setelah 2 hingga 3 bulan. Sementara kista neoplastik umumnya harus dioperasi,
namun hal itu pun tergantung pada ukuran dan sifatnya. (Prawirohardjo,2002)
Kista ovarium neoplastik jinak diantaranya: (Mansjoer, 2000)
a. Kistoma Ovarii Simpleks
Kistoma ovarii simpleks merupakan kista yang permukaannya rata dan
halus, biasanya bertangkai, seringkali bilateral, dan dapat menjadi besar. Dinding
kista tipis berisi cairan jernih yang serosa dan berwarna kuning. Penatalaksanaan
dengan pengangkatan kista dengan reseksi ovarium.
b. Kistadenoma Ovarii Musinosum
Bentuk kista multilokular dan biasanya unilateral, dapat tumbuh menjadi
sangat besar. Gambaran klinis terdapat perdarahan dalam kista dan perubahan
degeneratif sehingga timbul perleketan kista denganomentum, usus-usus, dan
peritoneum parietale. Selain itu, bisa terjadi ileus karena perleketan dan produksi
musin yang terus bertambah akibat pseudomiksoma peritonei. Penatalaksanaan
dengan pengangkatan kista in tito tanpa pungsi terlebih dulu dengan atau tanpa
salpingo-ooforektomi tergantung besarnya kista.
c. Kistadenoma Ovarii Serosum
Kista ini berasal dari epitel germinativum. Bentuk kista umumnya
unilokular, tapi jika multilokular perlu dicurigai adanya keganasan. Kista ini dapat
membesar, tetapi tidak sebesar kista musinosum. Selain teraba
massaintraabdominal juga dapat timbul asites. Penatalaksanaan umumnya sama
dengan kistadenoma ovarii musinosum.
d. Kista Dermoid
Kista dermoid adalah teratoma kistik jinak dengan struktur ektodermal
berdiferensiasi sempurna dan lebih menonjol dari pada mesoderm dan entoderm.
Bentuk cairan kista ini seperti mentega. Kandungannya tidak hanya berupa cairan
tapi juga ada partikel lain seperti rambut, gigi, tulang, atau sisa-sisa kulit. Dinding

19

kista keabu-abuan dan agak tipis, konsistensi sebagian kistik kenyal dan sebagian
lagi padat. Dapat menjadi ganas, seperti karsinoma epidermoid. Kista ini diduga
berasal dari sel telur melalui proses parthenogenesis. Gambaran klinis adalah nyeri
mendadak di perut bagian bawah karena torsi tangkai kista dermoid. Dinding kista
dapat ruptur sehingga isi kista keluar di rongga peritoneum. Penatalaksanaan
dengan pengangkatan kista dermoid bersama seluruh ovarium.
Kista nonneoplastik terdiri dari: (Prawirohardjo, 2002)
a. Kista Folikel
Kista ini berasal dari Folikel de Graaf yang tidak sampai berovulasi, namun
tumbuh terus menjadi kista folikel, atau dari beberapa folikel primer yang setelah
tumbuh di bawah pengaruh estrogen tidak mengalami proses atresia yang lazim,
melainkan membesar menjadi kista. Bisa didapati satu kista atau lebih, dan
besarnya biasanya dengan diameter 1 1,5 cm.
Kista folikel ini bisa menjadi sebesar jeruk nipis. Bagian dalam dinding
kista yang tipis yang terdiri atas beberapa lapisan sel granulosa, akan tetapi karena
tekanan di dalam kista, maka terjadilah atrofi pada lapisan ini. Cairan dalam kista
berwarna jernih dan sering kali mengandung estrogen. Oleh sebab itu, kista
kadang-kadang dapat menyebabkan gangguan haid. Kista folikel lambat laun dapat
mengecil dan menghilang spontan, atau bisa terjadi ruptur dan kista pun
menghilang. Umumnya, jika diameter kista tidak lebih dari 5 cm, maka dapat
ditunggu dahulu karena kista folikel biasanya dalam waktu 2 bulan akan
menghilang sendiri.
b. Kista Korpus Luteum
Dalam keadaan normal korpus luteum lambat laun mengecil dan menjadi
korpus albikans. Kadang-kadang korpus luteum mempertahankan diri (korpus
luteum persistens), perdarahan yang sering terjadi di dalamnya menyebabkan
terjadinya kista, berisi cairan yang berwarna merah coklat karena darah tua.
Frekuensi kista korpus luteum lebih jarang dari pada kista folikel. Dinding kista
terdiri atas lapisan berwarna kuning, terdiri atas sel-sel luteum yang berasal dari
sel-sel teka. Kista korpus luteum dapat menimbulkan gangguan haid, berupa
amenorea diikuti oleh perdarahan tidak teratur. Adanya kista dapat pula
menyebabkan rasa berat di perut bagian bawah dan perdarahan yang berulang
dalam kista dapat menyebabkan ruptur. Rasa nyeri di dalam perut yang mendadak
dengan adanya amenorea sering menimbulkan kesulitan dalam diagnosis
diferensial dengan kehamilan ektopik yang terganggu. Jika dilakukan operasi,
gambaran yang khas kista korpus luteum memudahkan pembuatan diagnosis.
Penanganan kista korpus luteum ialah menunggu sampai kista hilang sendiri.
Dalam hal dilakukan operasi atas dugaan kehamilan ektopik terganggu, kista
korpus luteum diangkat tanpa mengorbankan ovarium.
c. Kista Lutein

20

Pada mola hidatidosa, koriokarsinoma, dan kadang-kadang tanpa adanya


kelainan tersebut, ovarium dapat membesar dan menjadi kistik. Kista biasanya
bilateral dan bisa menjadi sebesar ukuran tinju. Pada pemeriksaan mikroskopik
terlihat luteinisasi sel-sel teka. Sel-sel granulosa dapat pula menunjukkan
luteinisasi, akan tetapi seringkali sel-sel menghilang karena atresia. Tumbuhnya
kista ini ialah akibat pengaruh hormon koriogonadotropin yang berlebihan, dan
dengan hilangnya mola atau koriokarsinoma, ovarium mengecil spontan.
d. Kista Inklusi Germinal
Kista ini terjadi karena invaginasi dan isolasi bagian-bagian kecil dari
epitel germinativum pada permukaan ovarium. Kista ini lebih banyak terdapat
pada wanita yang lanjut umurnya, dan besarnya jarang melebihi diameter 1 cm.
Kista ini biasanya secara kebetulan ditemukan pada pemeriksaan histologik
ovarium yang diangkat waktu operasi. Kista terletak di bawah permukaan
ovarium, dindingnya terdiri atas satu lapisan epitel kubik atau torak rendah, dan
isinya cairan jernih dan serus.
e. Kista Endometriosis
Kista yang terbentuk dari jaringan endometriosis (jaringan mirip dengan
selaput dinding rahim yang tumbuh di luar rahim) menempel di ovarium dan
berkembang menjadi kista. Kista ini sering disebut juga sebagai kista coklat
endometriosis karena berisi darah coklat-kemerahan. Kista ini berhubungan
dengan penyakit endometriosis yang menimbulkan nyeri haid dan nyeri senggama.
Kista ini berasal dari sel-sel selaput perut yang disebut peritoneum. Penyebabnya
bisa karena infeksi kandungan menahun, misalnya keputihan yang tidak ditangani
sehingga kuman-kumannya masuk kedalam selaput perut melalui saluran indung
telur. Infeksi tersebut melemahkan daya tahan selaput perut, sehingga mudah
terserang penyakit. Gejala kista ini sangat khas karena berkaitan dengan haid.
Seperti diketahui, saat haid tidak semua darah akan tumpah dari rongga rahim ke
liang vagina, tapi ada yang memercik ke rongga perut. Kondisi ini merangsang selsel rusak yang ada di selaput perut mengidap penyakit baru yang dikenal dengan
endometriosis. Karena sifat penyusupannya yang perlahan, endometriosis sering
disebut kanker jinak.
f. Kista Stein-Leventhal
Ovarium tampak pucat, membesar 2 sampai 3 kali, polikistik, dan
permukaannya licin. Kapsul ovarium menebal. Kelainan ini terkenal dengan nama
sindrom Stein-Leventhal dan kiranya disebabkan oleh gangguan keseimbangan
hormonal. Umumnya pada penderita terhadap gangguan ovulasi, oleh karena
endometrium hanya dipengaruhi oleh estrogen, hiperplasia endometrii sering
ditemukan.
Menurut Nugroho, klasifikasi kista terdiri dari: (Nugroho,2010)
a. Tipe Kista Normal

21

Tiper kista yang termasuk dalam kista normal adalah kista fungsional.
Kista tersebut merupakan jenis kista ovarium yang paling banyak ditemukan. Kista
ini berasal dari sel telur dan korpus luteum, terjadi bersamaan dengan siklus
menstruasi yang normal. Kista fungsional akan tumbuh setiap bulan dan akan
pecah pada masa subur, untuk melepaskan sel telur yang pada waktunya siap
dibuahi oleh sperma. Setelah pecah, kista fungsional akan menjadi kista folikuler
dan akan hilang saat menstruasi.
Kista fungsional terdiri dari kista folikel dan kista luteum. Keduanya tidak
mengganggu, tidak menimbulkan gejala dan dapat menghilang dengan sendiri
dalam waktu 6-8 minggu.
b. Tipe Kista Abnormal
Jenis kista yang termasuk pada kista abnormal adalah kistadenoma, kista
coklat (endometrioma), kista dermoid, kista endometriosis, kista hemorrhage dan
kista Lutein. Kistadenoma merupakan kista yang berasal dari bagian luar sel
indung telur. Biasanya bersifat jinak, tetapi dapat membesar dan dapat
menimbulkan nyeri. Kista Coklat merupakan endometrium yang tidak pada
tempatnya. Kista ini berisi timbunan darah yang berwarna coklat kehitaman. Kista
Dermoid merupakan kista yang berisi berbagai jenis bagian tubuh seperti kulit,
kuku, rambut, gigi dan lemak. Kista dapat ditemukan di kedua bagian indung telur.
Biasanya berukuran kecil dan tidak menimbulkan gejala. Kista Endometriosis
merupakan kista yang terjadi karena ada bagian endometrium yang berada di luar
rahim. Kista ini berkembang bersamaan dengan tumbuhnya lapisan endometrium
setiap bulan sehingga menimbulkan nyeri hebat. Kista Hemorrhage merupakan
kista fungsional yang disertai perdarahan sehingga menimbulkan nyeri di salah
satu sisi perut bagian bawah.
Kista Lutein merupakan kista yang sering terjadi saat kehamilan. Beberapa
tipe kista lutein antara lainKista Granulosa Lutein merupakan kista yang terjadi di
dalam korpus luteum ovarium yang fungsional. Kista yang timbul pada permulaan
kehamilan ini dapat membesar akibat dari penimbunan darah yang berlebihan saat
menstruasi dan bukan akibat dari tumor. Diameternya yang mencapai 5-6 cm
menyebabkan rasa tidak enak di daerah panggul. Jika pecah, akan terjadi
perdarahan di rongga perut. Pada wanita yang tidak hamil, kista ini menyebabkan
menstruasi terlambat, diikuti perdarahan yang tidak teratur. Kemudian Kista Theca
Lutein merupakan kista yang berisi cairan bening dan berwarna seperti jerami.
Timbulnya kista ini berkaitan dengan tumor ovarium dan terapi hormonal. Dan
kista polikistik ovarium merupakan kista yang terjadi karena kista tidak dapat
pecah dan melepaskan sel telur secara kontinyu. Biasanya terjadi setiap bulan.
Ovarium akan membesar karena bertumpuknya kista ini. Untuk kista polikistik
ovarium yang menetap (persisten), operasi harus dilakukan untuk mengangkat
kista tersebut agar tidak menimbulkan gangguan dan rasa sakit.

22

2.12 Etiologi
Sampai sekarang ini penyebab dari kista ovarium belum sepenuhnya
dimengerti, tetapi beberapa teori menyebutkan adanya gangguan dalam pembentukan
estrogen dan dalam mekanisme umpan balik ovarium-hipotalamus. Kondisi yang
mungkin menyebabkan kista ovarium (Kowalak, 2011) meliputi:
1. Kista granulosa-lutein dalam korpus luteum yang fungsional (timbul pada
beberapa variasi proses ovulasi), pembesaran ovarium nonneoplastik akibat
penumpukan darah yang berlebihan selama fase hemoragik siklus menstruasi.
2. Kista theka-lutein yang umumnya terjadi bilateral dan berisi cairan jernih
bewarna kuning seperti warna jerami; kista ini sering menyertai mola hidatidosa,
koriokarsinoma atau terapi hormone (dengan preparat hCG atau klomifen sitrat)

2.15 Manifestasi Klinis


Kista ovarium seringkali tanpa gejala, terutama bila ukuran kistanya masih
kecil. Kista yang jinak baru memberikan rasa tidak nyaman apabila kista semakin
membesar, sedangkan pada kista yang ganas kadangkala memberikan keluhan
sebagai hasil infiltrasi atau metastasis kejaringan sekitar. (Sarjadi,1995) Pemastian
penyakit tidak bisa dilihat dari gejala-gejala saja karena mungkin gejalanya mirip
dengan keadaan lain seperti endometriosis, radang panggul, kehamilan ektopik (di
luar rahim) atau kanker ovarium. Meski demikian, penting untuk memperhatikan
setiap gejala atau perubahan ditubuh untuk mengetahui gejala mana yang serius.
Gejala-gejalanya antara lain: perut, terasa penuh, berat dan kembung, tekanan pada
dubur dan kandung kemih (sulit buang air kecil), siklus menstruasi tidak teratur dan
sering nyeri, nyeri panggul yang menetap atau kambuhan yang dapat menyebar ke
punggung bawah dan paha, nyeri senggama, mual, ingin muntah, atau pengerasan
payudara mirip seperti pada saat hamil, luas permukaan dinding endometrium
menebal dan pembengkakan tungkai bawah yang tidak disertai rasa sakit. Kadangkadang kista dapat memutar pada pangkalnya, mengalami infark dan robek, sehingga
menyebabkan nyeri tekan perut bagian bawah yang akut sehingga memerlukan
penanganan kesehatan segera. (Moore,2001)
2.16

Patofisiologi
Kista folikularis umumnya berukuran sangat kecil dan timbul dari folikel yang

mengalami distensi berlebihan. Distensi folikel yang berlebihan ini bisa disebabkan

23

oleh folikel yang belum rupture atau yang sudah rupture, tetapi tersekat kembali
sebelum cairan di dalamnya terserap. (Kowalak, 2011)
Kista luteal terjadi jika korpus luteum yang masak tetap bertahan secara
abnormal dan terus menyekresi progesterone. Kista ini terdiri atas darah atau cairan
yang berkumpul di dalam rongga korpus luteum dan secara khas bersifat lebih
simptomatik daripada Kista folikularis. (Kowalak, 2011)
Polikistik ovarium ditemukan pada 5-10% perempuan usia dewasa tua sampai
usia menopause, yang timbul akibat gangguan pada perkembangn folikel ovarium
hingga tidak menimbulkan ovulasi. (Yatim, 2005)
Apabila terus menetap (persisten) sampai masa menopause, kista tersebut
akan menyekresikan estrogen dengan jumlah yang berlebihan sebagai reaksi terhadap
hipersekresi FSH (follicle-stimulating hormone) dan LH (Luteinzing hormone), yang
normalnya terjadi selama menopause. (Kowalak, 2011)

2.17
Pemeriksaan Penunjang
Penegakan diagnosa dapat dibantu dengan pemeriksaan lanjutan yang berupa :
(Prawirohardjo, 2002)
1. Laparaskopi yaitu pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah
sebuah kista berasal dari ovarium atau tidak, serta untuk menentukan sifat-sifat kista,
2. Ultrasonografi yaitu dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas kista,
apakah kista berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing, apakah kista kistik
atau solid, dan dapat pula dibedakan antara cairan dalam rongga perut yang bebas dan
yang tidak.
3. Foto Rontgen yaitu pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya
hidrotoraks. Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat adanya gigi
dalam kista
4. Parasentesis yaitu pungsi asites berguna untuk menentukan sebab asites. Perlu
diperhatikan bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan kavum peritonei dengan isi
kista bila dinding kista tertusuk.
2.18 Penatalaksanaan
Apabila kista sudah terlanjur tumbuh dan didiagnosa sebagai kista ovarium
yang berbahaya, biasanya tindakan medis perlu dilakukan. Operasi pengangkatan

24

biasanya akan dilakukan untuk mencegah kista ovarium tumbuh lebih besar.
Penyembuhan dari kista juga tergantung pada jenisnya masing-masing. Kista ovarium
neoplastik memerlukan operasi dan kista noneoplastik tidak. Jika menghadapi kista
yang tidak memberi gejala atau keluhan pada penderita yang besar kistanya tidak
melebihi jeruk nipis dengan diameter kurang dari 5 cm, kemungkinan besar kista
tersebut adalah kista folikel atau kista korpus luteum, jadi merupakan kista
noneoplastik. Tidak jarang kista-kista tersebut mengalami pengecilan secara spontan
dan menghilang, sehingga pada pemeriksaan ulangan setelah beberapa minggu dapat
ditemukan ovarium kira-kira besarnya normal. Oleh sebab itu, dalam hal ini perlu
menunggu selama 2 sampai 3 bulan, sementara mengadakan pemeriksaan
ginekologik berulang. Jika selama waktu observasi dilihat peningkatan dalam
pertumbuhan kista tersebut, maka dapat mengambil kesimpulan bahwa kemungkinan
besar kista itu bersifat neoplastik, an dapat dipertimbangkan satu pengobatan operatif
(prawihardjo, 2002)
Tindakan operasi pada kista ovarium neoplastik yang tidak ganas ialah
pengangkatan kista dengan mengadakan reseksi pada bagian ovarium yang
menganduk kista. Akan tetapi, jika kistanya besar atau ada komplikasi, perlu
dilakukan pengangkatan tuba (salpingo-ooforektomi). Pada saat operasi kedua
ovarium harus diperiksa untuk mengetahui apakah ditemukan pada satu atau pada dua
ovarium. (Prawirohardjo, 2002) pada operasi kista ovarium yang diangkat harus
segera dibuka, untuk mengetahui apakah ada keganasan atau tidak. Jika keadaan
meragukan, perlu pada waktu operasi dilakukan pemeriksaan sediaan yang dibekukan
(frozeb section) oleh seorang ahli patologi anatomik untuk mendapatkan kepastian
apakah kista ganas atau tidak. Jika terdapat keganasan, operasi yang tepat ialah
hisrektomi dan salpingo-ooforektomi bilateral. Akan tetapi, wanita muda yang masih
ingin mendapatkan keturunan dan tingkat keganasan kista yang rendah (misalnya
kista sel granulosa), dapat dipertanggung jawabkan untuk mengambil resiko dengan
melakukan operasi yang tidak seberapa radikal. Terapi bergantung pada ukuran dan
konsistensi kista dan penampakannya pada pemeriksaan ultrasonografi . Mungkin

25

dapat diamati kista ovarium berdiameter kurang dari 80mm, dan skening diulang
untuk melihat apakah kista membesar. Jika diputuskan untuk dilakukan terapi, dapat
dilakukan aspirasi kista atau kristektomi ovarium. Kista yang terdapat pada wanita
hamil, yang berukuran >80 mm dengan dinding tebal atau semisolid memerlukan
pembedahan, setelah kehamilan minggu ke 12. Kista yang dideteksi setelah
kehamilan minggu ke 30 mungkin sulit dikeluarkan lewat pembedahan dan dapat
terjadi persalinan prematur. Keputusan untuk melakukan operasi hanya dapat dibuat
setelah mendapatkan pertimbangan yang cermat dengan melibatkan pasien dan
pasangannya . Jika kista menimbulkan obstruksi jalan lahir dan tidak dapat
digerakkan secara digital, harus dilakukan seksio sesaria dan kristektomi ovarium.
(Moore, 2001).
2.19

Prognosis
Prognosis untuk kista yang jinak baik. Walaupun penanganan dan pengobatan
kista ovarium telah dilakukan dengan prosedur yang benar namun hasil
pengobatannya sampai sekarang ini belum sangat menggembirakan termasuk
pengobatan yang dilakukan di pusat kanker terkemuka di dunia sekalipun. Kista jinak
tersebut dapat tumbuh di jaringan sisa ovarium atau di ovarium kontralateral.
2.20 Komplikasi
Salah satu hal yang paling ditakutkan dari penyakit kista ovarium ini ialah
kista tersebut berubah menjadi ganas dan banyak terjadi komplikasi. Komplikasi dari
kista ovarium yang dapat terjadi ialah (Prawirohardjo,2010)
1. Perdarahan ke dalam kista
Biasanya terjadi sedikit- sedikit hingga berangsur- angsur menyebabkan kista
membesar, pembesaran luka dan hanya menimbulkan gejala- gejala klinik yang
minimal, akan tetapi jika perdarahan terjadi dalam jumlah yang banyak akan terjadi
distensi yang cepat dari kista yang menimbulkan nyeri diperut. Kista berpotensi untuk
pecah, tidak ada patokan mengenai besarnya kista yang berpotensi pecah. Pecahnya
kista bisa menyebabkan pembuluh darah robek dan menimbulkan terjadinya
pendarahan. (Hakimi, 1993)
2. `Infeksi pada kista
Jika terjadi didekat tumor ada sumber kuman patogen.
3. Torsio (Putaran tangkai)

26

Torsio atau putaran tangkai trjadi pada tumor bertangkai dengan diameter 5
cm atau lebih, torsi meliputi ovarium, tuba fallopi atau aligamentum roduntum pada
uterus. Jika dipertahankan torsi ini dapat berkembang menjadi infark peritonitis dan
kematian. Torsi biasanya unilateral dan dikaitkan dengan kista, karsinoma TOA, masa
yang tidak melekat atau yang dapat muncul pada wanita usia reproduksigejalanya
meliputi nyeri mendadak dan hebat dikuadrat abdomen bawah, mual dan muntah
dapat terjadi demam leukositosis.
4. Perubahan keganasan
Setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis yang
seksama terhadap kemungkinan perubahan kegansannya, adanya asites dalam hal ini
mencurigakan masa kista ovarium berkembang setelah masa menapouse sehingga
bisa kemungkinan untuk berubah menjadi kanker.
Faktor Internal
Faktor Eksternal
5. Robek dinding kista
Faktor genetik, penderita Ca.payudara ,Riwayat Ca.kolon, Gangguan hormonal
Diet tinggi lemak, konsumsi alkohol

Terjadi pada torsi tangkai, akan tetapi dapat pula terjadi akibat trauma, seperti
jatuh atau pukulan pada perut, dan lebih sering pada waktu melakukan bersetubuh,
jika robekan kista disertai hemoragi yang timbul secara akut, makaGangguan
perdarahanhormon
bebas
Gangguan sel telur dalam ovuasi
berlangsung keuterus ke dalam rongga peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri terusmenerus disertatai tanda- tanda akut.
Hormon hiposia abnormal
Penimbunan folikel

Pematangan gagal dan gagal melepaskan sel telur

Kista ovarium
Pre-operasi

Post-operasi

Pembesaran ovarium

Sirkulasi darah menurun

imobilisasi

Tekanan saraf sel tumorRasa sebah di perut


Peristaltik usus turun
Imunitas tubuh turun
MK Gangguan rasa nyaman : nyeri
Muntah, mual

MK Resiko tinggi konstipas


MK Resiko infeksi

2.21 WOC

Intake tidak adekuat

MK Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

27

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Askep Umum Mioma Uteri
3.1.1 Pengkajian
A. Anamnesa
a. Identitas
Nama,Umur, Jenis Kelamin dan data-data umum lainnya. Umur 35-45 tahun
mempunyai resiko terkena mioma uteri (20%) dan jarang terjadi setelah
menopause, karena pada menopause estrogen menurun, suku bangsa kulit. Kulit
hitam lebih banyak beresikoo terkena mioma daripada kulit putih (Wiknjosastro,
2007:339).
b.

Keluhan Utama

Gejala awal yang dirasakan oleh penderita mioma uteri menurut Wiknjosastro,
(2005:342) yaitu :
1) Perdarahan abnormal (hypermenore, menoragia, metoragie)
2) Rasa nyeri, akibat gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai
nekrosis setempat dan peradangan.
3) Gangguan BAK (poliuri, retensio urine, disuria), hal ini akibat tekanan pada
kandung kemih.
4) Gangguan BAB (obstipasi dan tanesmia), hal ini akibat tekanan pada rectum.
5) Edema tungkai dan nyeri panggul akibat penekanan pada pembuluh darah dan
pembuluh limfe.
c.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pada mioma uteri sering ditemukan pada penderita yang sering mengalami

perdarahan (hypermenorrhoe, menorrhagia, metrorrhagia) yang lama dan terus-

28

menerus kadang-kadang disertai rasa nyeri pada perut bagian bawah dan riwayat
kontak berdarah dan dysparenia (Hamilton, 1995:18-19).
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga pasien (ibu, kakak) yang menderita/pernah menderita
penyakit yang sama seperti pasien yang berupa perdarahan terus-menerus dan lama
karena predisposisi dari mioma adalah faktor keturunan. Pada keluarga adakah
riwayat gangguan pembekuan darah yang dapat mengakibatkan perdarahan yang
sulit berhenti (Wiknjosastro, 2005:338).
e. Riwayat Kebidanan
Menurut Wiknjosastro, (2005:342) yaitu:
1) Haid
Pada riwayat haid sering ditemukan adanya hipermenorhea, menoragle,
metoragie, dan dysmenorea
2) Mioma uteri tidak terjadi sebelum menarche.
3) Setelah menopause banyak mioma menjadi lisut, hanya 10% saja yang
masih dapat tumbuh lebih lanjut.

Pengaruh mioma pada kehamilan menurut Wiknjosastro, (2006:421) adalah:


1) Mengurangi kemungkinan wanita menjadi hamil, terutama pada mioma
uteri sub mukosium.
2)Kemungkinan abortus bertambah
3) Kelainan letak janin dalam rahim, terutama pada mioma yang besar dan
letak subserus

Pengaruh mioma pada persalinan

29

1) Menghalangi lahirnya bayi, terutama pada mioma yang letaknya diserviks


2) Inersia uteri dan atonia uteri
3) Mempersulit lahirnya plasenta.
e. Riwayat KB
KB hormonal dengan kadar estrogen yang tinggi merupakan pencetus
terjadinya mioma karena estrogen lebih tinggi kadarnya daripada wanita yang
menggunakan KB hormonal (Hartanto, 2003:98).
f. Pola kebiasaan sehari-hari
1) Nutrisi
Pada tumor yang berat dapat terjadi nafsu makan turun, rasa sesak dan lain-lain
(Wiknjosastro, 1999:347).
2) Eliminasi
Pola kebiasaan sehari-hari terutama pola eliminasi mengalami perubahan.
Perubahan pola BAK dapat berupa polakisuria, dysuria, dan kadang terjadi
retensio urine, perubahan pola BAB dapat berupa obstipasi dan tonesmi
(Wiknjosastro, 1999:288).
3) Seksualitas
Perubahan pola seksual dapat berupa kontak berdarah dyspareunia, karena adanya
mioma pada alat genetalia interna juga kadang menyebabkan libido menurun
(Wiknjosastro, 2007:342).
4) Aktifitas
Pola aktifitas terganggu akibat rasa nyeri yang timbul (Wiknjosastro, 2007:342).
5) Kondisi psikososial
Ibu mengalami kecemasan disebabkan karena dampak/gejala yang ditimbulkan
oleh adanya penyakit seperti perdarahan, ada benjolan, perdarahan yang terusmenerus dan lama.
6) Kondisi spiritual

30

Ibu merasa terganggu dengan adanya perdarahan dan gejala lain dari penyakitnya,
terutama bagi pasien yang beragama Islam, tidak dapat/terganggu dalam
melaksanakan ibadah.
B. Pemeriksaan Fisik
Review of System
BI : Pola nafas efektif/tidak, ekspansi dada, suara nafas tambahan.
B2: Anemis, pucat, perdarahan pervaginam,tekanan darah bisa naik atau turun,
bradikardi atau takikardia, CRT kurang atau lebih dari 2 detik.
B3: Kaji adanya penurunan kesadaran menurun (GCS).
B4: - Penekanan vesika urinari oleh massa tumor, retensi urine, disuria/
polakisuria, overflow inkontinesia, nyeri tekan pada vesika urinaria, hematuria.
B5:
- Palpasi abdomen : Tumor teraba seperti benjolan padat dan kenyal pada perut
bagian bawah.
- Konstipasi
- Auskultasi : peristaltik menurun
B6: terdapat varises, odema tungkai, kelemahan ekstremitas.
Keadaan umum : lemah
TTV
TD

: Dalam keadaan syok hipovolemik akan terjadi penurunan tensi

(hipotensi).
Suhu

: Dapat normal dan dapat juga terjadi peningkatan suhu apabila sudah
ditemukan infeksi/dehidrasi berat.

Nadi

: Dalam keadaan syok hipolemik akan terjadi takikardi.

RR

: Mengalami peningkatan sehubungan dengan gejala sekunder yaitu :


sesak nafas karena gangguan sirkulasi O2.

C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Diagnostik

31

Teraba tumor padat uterus terletak di garis tengah atau agak ke samping, teraba
berbenjol-benjol. Mioma subserosum dapat mempunyai tangkai yang
berhubungan dengan uterus (Wiknjosastro, 2005:344).
1. Pemeriksaan uterus sonde
Mioma intramural akan menyebabkan kavum uteri menjadi luas, sehingga
diagnosanya ditegakkan dengan uterus sonde (Wiknjosastro, 2005:344).
2. USG
USG abdominal dan transvaginal dapat membantu dan menegakkan duagaan
klinis. USG abdominal dan transvaginal digunakan untuk memantau apakah
mioma tadi bertambah besar atau tidak. Mioma dengan ukuran kecil dapat
diketahui dan letaknya terhadap cavum uteri juga dapat ditentukan, apakah suatu
mioma submukosum, intramural, atau subserosum.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pada mioma uteri yang disertai dengan perdarahan banyak dapat terjadi
penurunan kadar hemoglobin (Manuaba, 1998:410).
3.1.2 Analisis Data
No
Data
1.
DS:
pasien
mengatakan adanya
rasa nyeri di daerah
abdomen
bagian
bawah dan pinggang
DO: pasien terlihat
gelisah,
terjadi
perubahan pola tidur,
mengalami penurunan
kemampuan
dalam
melakukan aktivitas
2.

DS:
pasien
mengatakan haus dan
lemas
DO:
penurunan
turgor kulit dan lidah,

Etiologi
Mioma subserosa

Masalah Keperawatan
Gangguan rasa
nyaman : nyeri

Pertumbuhan lateral
berupa tonjolan
Perlengketan ke
omentum usus
Proses inflamasi
Gangguan rasa
nyaman: nyeri
Mioma submukosa
dibawah endometrium

Deficit volume cairan

Menekan pembuluh
darah

32

penurunan haluaran
urin,
kulit
dan
membrane
mukosa
kering,
kelemahan
dan penurunan berat
badan secara tiba-tiba
3.

4.

5.

Pembuluh darah
rupture
Perdarahan berulang
Deficit volume cairan
Perbesaran uterus

DS:
pasien
mengatakan
tidak
dapat berkemih dan
Menekan kandung
kandung kemih terasa
kemih
penuh
DO:
distensi
kandung kemih, urin Gangguan eliminasi
menetes, terdapat urin
urin/retensi
residu, haluaran urin
sering dan sedikit atau
tidak ada
DS:
pasien
Perbesaran uterus
menyatakan nyeri saat
defekasi,
perasaan
Menekan rektum
penuh atau tekanan
pada rectum, merasa
tidak nafsu makan Gangguan eliminasi
(anoreksia)
fekal/konstipasi
DO:
terjadi
perubahan
pola
defekasi;
terdapat
distensi
abdomen;
feses yang kering,
keras, dan padat;
flatus berat; mengejan
saat defekasi
DS: Ruptur pembuluh darah

Gangguan eliminasi
urin/retensi

Gangguan eliminasi
fekal/konstipasi

Deficit perawatan diri

DO: pasien tidak


Perdarahan berulang
mampu
mengakses
kamar
mandi,
mengeringkan badan,
Anemia
mengambil
perlengkapan mandi,
mendapatkan sumber Deficit perawatan diri
air,
dan
membersihkan tubuh

33

3.1.3
1
2
3
4
5

Diagnosa Keperawatan

Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi dan spasme reflek otot uterus
Deficit volume cairan berhubungan dengan perdarahan berulang
Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penekanan kandung kemih
Gangguan eliminasi fekal berhubungan dengan penekanan pada rectum
Deficit perawatan diri, berhubungan dengan keletihan akibat anemia

3.1.4 Intervensi Keperawatan


Gangguan rasa nyaman : nyeri kronis berhubungan dengan proses
inflamasi dan spasme reflek otot uterus
-

NOC
Tingkat nyeri pasien dipertahankan -

NIC
Lakukan pengkajian nyeri yang
komprehensif

pada skala 0-10


Pasien akan mengenali faktor-

karakteristik,

faktor yang meningkatkan dan

lokasi,

awitan/durasi,

frekuensi, kualitas, intensitas, dan

melakukan tindakan pencegahan


nyeri

meliputi

faktor resipitasi nyeri.


Kaji faktor yang menurunkan
toleransi nyeri

Ajarkan

penggunaan

teknik

nonfarmakologi (misalnya umpan


balik biologis, relaksasi, imajinasi
terbimbing, terapi music, relaksasi,
distraksi, kompres hangat/dingin)
sebelum,

dan

memungkinkan,

selama

setelahjika
aktivitas

yang menyakitkan, sebelum nyeri


terjadi atau saat nyeri terjadi, dan
selama

penggunaan

tindakan

pengurangan nyeri yang lain


- Bantu pasien dalam mengidentifikasi
tingkat nyeri yang beralasan dan dapat
diterima

34

- Berikan informasi tentang nyeri,


seperti peyebab nyeri, seberapa lama
akan

berlangsung

dan

antisipasi

ketidaknyamanan dari prosedur


-

Kolaborasi:

pemberian

analgesic

sesuai dosis yang diprogramkan defisit


volume cairan berhubungan dengan
perdarahan berulang
Deficit volume cairan berhubungan dengan perdarahan berulang
NOC
1. Kekurangan volume cairan akan teratasi, 1. Pengkajian
dibuktikan dengan

a.Pantau

jumlah,

NIC
warna

dan

frekuansi

-Hemoglobin dan hematokrit pasien dalam kehilangan cairan


batas normal

b.Pantau

perdarahan

yang

dikeluarkan

-Memiliki keseimbangan asupan dan haluaran melalui daerah vagina


yang seimbang dalam waktu 24jam

c.Pantau status hidrasi (misalnya kelembapan

-Menampilkan hidrasi yang baik (membrane mukosa oral, keadekuatan nadi,dan tekanan
mukosa lembab maupun berkeringat)

darah ortostatik)

-Memiliki asupan cairan oral/intravena yang d.Pantau hasil laboratorium yang relevan
adekuat

dengan keseimbangan cairan (misalnya kadar


hematokrit, BUN, albumin, protein total,

2. Keseimbangan elketrolit dan asam-basa osmolalitas serum, dan berat jenis urin)
akan

tercapai,

dibuktikan

dengan: 2. Aktivitas kolaboratif:

frekuensi nadi dan irama dalam rentang a. Laporkan abnormalitas elektrolit


yang diharapkan, elektrolit serum (Na, K, b.Pengaturan cairan (NIC): atur ketersediaan
Ca,Mg, dll) dalam batas normal

darah untuk transfuse, bila perlu; berikan


ketentuan penggantian NGT berdasarkan
haluaran, sesuai dengan kebutuhan; berikan
terapi IV, sesuai anjuran

35

3. Aktivitas lain:
a.Tentukan jumlah cairan yang masuk selama
24 jam, hitung asupan yang diinginkan
sepanjang siang sore, dan malam hari.
b. Pengaturan cairan (NIC): tentukan asupan
oral (misalnya, berikan cairan oral yang
disukai pasien; letakkan pada tempat yang
mudah dijangkau; dan berikan air segar),
sesuai dengan keinginan
c. Pasang kateter urin bila perlu
d. Berikan cairan sesuai dengan kebutuhan
Gangguan eliminasi urin/retensi urin berhubungan dengan penekanan pada
kandung kemih
NOC
1.Pasien dapat menunjukkan pengosongan 1. Pengkajian:
kandung kemih dengan prosedur bersih a.
kateterisasi intermittan mandiri

kemampuan

mengidentifikasi

kemampuan untuk berkemih

2.Pasien dapat bebas dari infeksi saluran b.


kandung kemih

Kaji

NIC

Pantau asupan dan haluaran cairan

2. Penyuluhan untuk pasien dan keluarga:

3.Pasien akan melaporkan penurunan spasme instruksikan


kandung kemih

pasien

dan

keluarga

untuk

mencatat haluaran urin bila diperlukan

4.Pasien mempunyai keseimbangan asupan 3. Aktivitas kolaboratif: rujuk ke perawatan


dan haluaran 24 jam
5.Pasien

dapat

mengosongkan

kemih secara tuntas

terapi enterostoma utnuk instruksi kateterisasi


kandung intermitten mandiri menggunakan prosedur
bersih setiap 4-6 jam pada saat terjaga, rujuk
apda spesialis kontinensia urin jika diperlukan
4. Aktivitas lain:
a. Lakukan program pelatihan pengosongan
kandung kemih (bladder training)

36

b. Bagi cairan dalam sehari untuk menjamin


asupan yang adekuat tanpa menyebabkan
kendung kemih over-distensi
c. Perawatan retensi urin (NIC): berikan
privasi untuk eliminasi, stimulasi reflek
kandung kemih dengan menmpelkan es ke
abdomen dana menekan bagian dalam paha
atau mengalirkan air, berikan cukup waktu
untuk pengosongan kandung kemih (10
menit),

lakukan

kateterisasi

untuk

mengeluarkan urin residu (jika diperlukan),


dan pasang kateter urin (jika diperlukan).

Gangguan eliminasi fekal berhubungan dengan penekanan pada rectum


1.Pola

eliminasi

NOC
dalam

rentang

NIC
yang 1.Kaji dan dokumentasikan frekuensi, warna,

diharapkan; feses lembut dan berbentuk

konsistensi feses, keluarnya flatus, ada atau

2.Pasien dapat mengeluarkan feses tanpa tidaknya bising usus dan distensi abdomen
bantuan obat-obatan maupun yang lainnya

0pada keempat kuadran.

3.Pasien akan menunjukkan pengetahuan 2.Informasikan kepada pasien kemungkinann


program defekasi yang dibutuhkan untuk konstipasi yang dirangsang oleh obat
mengatasi efek samping pengobatan

3.Ajarkan pasien tentang efek diet (misalnya


cairan dan serat) pada eliminasi
4.Tekankan penghindaran mengejan selama
defekasi untuk mencegah perubahan tanda
vital, sakit kepala atau perdarahan.
5.Kolaborasi: pemberian obat pelembut feses
seperti enema dan laksatif, konsultasikan
kepada ahli gizi untuk meningkatkan serat dan

37

cairan dalam diet


Defisit perawatan diri berhubungan dengan keletihan akibat anemia
1.Pasien

akan

NOC
menerima

NIC
bantuan

atau 1.Pengkajian:

perawatan total dari pemberi asuhan, jika a.Kaji kemampaun untuk menggunakan alat
diperlukan

bantu

2.Pasien dapat mengungkapkan secara verbal b.Kaji membrane mukosa oral dan kebersihan
kepuasan tentang kebersihan tubuh dan tubuh setiap hari
hygiene oral

c.Kaji kondisi kulit saat mandi

3.Pasien dapat mempertahankan mobilitas d.Pantau

adanya

perubahan

kemampuan

yang diperlukan utnuk ke kamar mandi dan fungsi


menyediakan perlengkapan mandi

e.Pantau kebersihan kuku sesuai kemampuan

4.Pasien mampu menghidupkan dan mengatur perawatan diri pasien


pancaran dan suhu air
5.Pasien

mampu

2.Penyuluhan untuk pasien dan keluarga :


membersihkan

dan anjurkan pasien dan keluarga penggunaan

mengeringkan tubuh

metode alternative untuk mandi dan hygiene

6.Pasien mampu melakukan perawatan mulut

oral

7.Pasien mampu menggunakan deodorant

3.Aktivitas kolaboratif: rujuk pasien dan


keluarga ke layanan social untuk perawatan
di rumah, gunakan ahli fisioterapi dan terapi
okupasi

sebagai

sumber-sumber

dalam

merencanakan tindakan perawatan pasien


(misalnya, untuk menyediakan perlengkapan
adaptif)
4.Aktivitas lain:
a.Dukung kemandirian dalam melakukan
mandi dan hygiene oral, bantu pasien hanya
jika diperlukan
b.Libatkan keluarga dalam pemberian asuhan

38

c.Akomodasi pilihan dan kebutuhan klien


seoptimal mungkin (misalnya, mandi rendam
vs. shower, waktu mandi, dll.)
d.Bantuan perawatan diri : Mandi/Higiene
(NIC): berikan bantuan sampai pasien benarbenar mampu melakukan perawatan diri,
letakkan sabun, handuk, deodorant, alat
cukur, dan peralatan lain yang dibutuhkan
disamping tempat tidur atau kamar mandi;
fasilitasi pasien untuk menyikat gigi jika
perlu.
e.Cukur pasien, jika diindikasikan
f.Tawarkan untuk mencuci tangan setelah
eliminasi dan sebelum makan.
3.2 Askep Umum Kista Ovarium
3.2.1 Pengkajian
A. Anamnesa
a. Identitas
Nama,Umur,Jenis kelamin dan data data umum lainnya,
b. Keluan Utama
Gejala yang dirasakan oleh penderita: nyeri di sekitar area jaitan
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Mengeluhkan ketidaknyamanan
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita tumor atau kanker terutama pada
organ reproduksi
e. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernakah menderita penyakit seperti yang di derita sekarang,pernakah
dilakukan operasi
B. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (breathing) : -

39

2) B2 (blood) : TD=100/70 mmHg, nadi=55x/mnt, terdapat perdarahan


vagina
3) B3 (brain) : Tingkat kesadaran= compos mentis
4) B4 (bladder) : warna urin kekuningan dengan bau khas amoniak, nyeri
tekan pada vesika urinaria.
5) B5 (bowel) : saat palpasi abdomen teraba adanya benjolan padat dan
kenyal pada perut bagian bawah.
6) B6 (bone) : C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap (Hemoglobulin,Hematokrit,;Lekosit)
2. Terapi
Terapi yang di berikan post operasi baik injeksi maupun peroral sesuai
progam dari dokter
3.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan adanya penekanan syaraf oleh sel tumor.
2. Gangguan eliminasi buang air kecil (BAK) : retensi urin berhubungan dengan
desakan kandung kemih oleh sel tumor.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat.
3.2.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa : Nyeri berhubungan adanya penekanan syaraf oleh sel tumor.
NOC
1. Pain level
Melaporkan jika nyeri berkurang : 5
Ekspresi wajah nyeri : 5
Lamanya episode nyeri : 5
2. Pain control
Mengetahui timbulnya nyeri : 5
Mengontrol laporan nyeri : 5

1. Melakukan
komprehensif

NIC
pemgkajian
dari

rasa

yang

sakit

untuk

menentukan lokasi, karakteristik, durasi,


frekuensi, kualitas, intensitas dan faktor
pencetus.
2. Gunakan langkah-langkah kontrol nyeri
sebelum nyeri menjadi parah.
3. Kontrol faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi

respon

ketidaknyamanan.
4. Memberikan analgesik

pasien

untuk

yang

telah

diresepkan pada pasien nyeri.

40

5. Kolaborasi dengan pasien dan tenaga


kesehatan
memilih

profesional
dan

lainnya

menerapkan

untuk

langkah-

langkah pemberian non farmakologi yang


sesuai
Diagnosa : Gangguan eliminasi buang air kecil (BAK) : retensi urin
berhubungan dengan desakan kandung kemih oleh sel tumor.
NOC
Urinanry elimination
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pola eliminasi : 5
Bau urin : 5
Warna urin : 5
Jumlah urin : 5
Kejernihan urin : 5
Asupan cairan : 5

NIC
1. Monitor eleminasi urin termasuk frekuensi,
konsistensi, bau, volume dan warna
2. Ajarkan pasien cara mencegah
meminimalkan

atau

ketidakseimbangan

elektrolit
3. Instrusikkan pasien dan atau keluarga
memodifikasi diet spesifik yang sesuai
4. Monitor tingkat serum dan osmolaritas urin
5. Konsultasikan dengan dokter jika tanda
dan gejala ketidakseimbangan cairan atau
elektrolit menetap atau memburuk

Diagnosa : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake


tidak adekuat.
NOC
1. Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Intake nutrisi : 5
Intake makanan : 5
Intake cairan : 5
Berat badan : 5

1. Tentukan

NIC
status nutrisi

pasien

dan

kemmapuan untuk memenuhi nutrisi


2. Identifikasi alergi makanan pasien
3. Instruksikan pasien akan kebutuhan nutrisi
4. Tentukam jumlah kalori dan jenis
makanan

yang

dibutuhkan

untuk

memenuhi kebutuhan
5. Berikan obat sebelum makan (obat nyeri)

41

3.3 Askep Kasus Mioma Uteri


Kasus Semu
Pasien Ny.R 40 tahun datang ke rumah sakit Universitas Airlangga pada 28
September 2016 dengan mengeluh nyeri pada perut bawah dengan skala nyeri 6.
Selain itu pasien juga mengeluh sering BAK lebih dari 5x dalam sehari dan BAKnya
yang keluar sedikit-sedikit, juga sering merasa pusing, lelah, lemah, dan lesu. Klien
juga mengeluh sudah 3 hari ini mengalami perdarahan tetapi berupa flek. Klien
mengatakan sangat cemas dan takut dengan keadaannya.
Pada saat dilakukan pengkajian, klien tampak pucat, berkeringat, gelisah,
mual, muntah, kesulitan menelan. nyeri pada perut. Pada saat dilakukan pemeriksaan
fisik teraba massa dan nyeri tekan pada abdomen, pada pemeriksaan TTV diperoleh
TD: 130/80 mmHg, N: 104x/mnt, RR: 25x/mnt, S: 37,6 0C .Oleh dokter, pasien
dianjurkan

untuk

melakukan

pemeriksaan

USG.

Dari

hasil

pemeriksaan

USG menunjukan adanya tumor uterin dengan klasifikasi fibroid, kemudian dari
hasil foto panggul diperoleh hasil suspect calcified fibroid dari uteri.
Pengkajian
Anamnesa
1. Identitas
Nama

: Ny. R

Umur

: 40 tahun

Suku/Bangsa

: Jawa/Indonesia

Agama

: Islam

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Alamat

: Mulyosari, Surabaya

Status

: Menikah

2. Status Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri pada perut bawah dengan skala nyeri 6
b. Riwayat Penyakit Sekarang

42

Mioma uteri
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan bahwa ada keluarganya yang memiliki riwayat mioma uteri
juga
Pemeriksaan Fisik
-

Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
RR
Suhu
Berat badan
Tinggi badan

: Lemah
: Kompos mentis
: 130/80 mmHg
: 104x/menit
: 25x/menit
: 37,60C
: 55 kg
: 162 cm

1. Rambut

: lurus, tidak ada ketombe, dan tidak mudah rontok, bersih

2. Mata

: kelopak mata (simetris), tidak ada oedema

3. Konjugtiva

: pucat, sklera (tidak ikterus)

4. Hidung

: simetris, bersih, tidak ada polip, fungsi peciuman normal

5. Mulut dan gigi

: lidah tidak terdapat stomatitis, gigi tidak ada lubang dan

karies
6. Telinga

: bersih, simetris, tidak ada kotoran, pendengaran baik

7. Leher

: tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

8. Dada

: nafas teratur, tidak ada benjolan abnormal

9. Abdomen

a. Inspeksi

: tidak ada luka operasi. Perut tampak buncit

b. Auskultasi

: peristaltik usus normal 10x/mnt

c. Palpasi

: terasa nyeri tekan pada abdomen bagian bawah dan teraba


massa di kuadran umbilikalis berdiameter 5 cm

d. Perkusi
10. Punggung

: suara pekak pada abdomen bawah


: keadaan lordosis, michealis simetris

43

11. Genetalia

: terdapat flek pervaginam

12. Ekstremitas

a. Atas

: simetris, kuku bersih, turgor kulit baik, dapat digerakan


dengan baik, tidak ada kecacatan

b. Bawah

: bentuk simetris, keadaan kuku bersih, keadaan kulit baik

Analisa Data
No.
1.

Data

Etiologi

DS:

Masalah Keperawatan
Nyeri

Pasien mengeluh nyeri


pada

perut

bawah

dengan skala nyeri 6


DO:
N: 104x/menit

Perdarahan pervagiaan lama dan

S: 37,60C

banyak

RR: 25x/menit

TD: 130/80 mmHg


-

Gangguan peredaran darah

Klien

tampak

meringis

sambil

Nekrosa dan perlengketan

memegang

bagian

bawah perut
Pada saat dilakukan
pemeriksaan

Nyeri

fisik

teraba massa dan


nyeri

tekan

pada

abdomen
2.

DS:

Risiko tinggi kekurangan

Klien

mengatakan

mual,

muntah,

berkeringat,
menelan

cairan

susah
Sub berererosa

44

DO:

N: 104x/menit

Pembesaran urat

S: 37,60C

RR: 25x/menit

Penekanan organ lain

TD: 130/80 mmHg


-

Klien

tampak

Mual muntah

pucat,

dingin,

Risiko tinggi kekurangan cairan

tegang,
berkerigat

gelisah, dan sering


bertanya

tentang

penyakitnya
3.

DS:

Operasi

Pasien

mengatakan

cemas

dalam

Pra operasi

menghadapi

penyakitnya

Informasi tidak adekuat

DO:
Pasien tampak gelisah

Cemas

Kurangnya support sistem

Kurangnya pengetahuan

Cemas

Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d. penekanan mioma uteri pada saraf
2. Risiko tinggi kekurangan cairan b.d. kehilangan volume cairan aktif
3. Cemas b.d. kurangnya pengetahuan

45

Intervensi Keperawatan
Nyeri berhubungan dengan penekanan mioma uteri pada saraf

NOC
Mampu mengontrol nyeri (tahu -

NIC
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif

penyebab

mampu

termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,

tehnik

kualitas dan faktor presipitasi


Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan

menggunakan

nyeri,

nonfarmakologi untuk mengurangi


nyeri, mencari bantuan)
Melaporkan
bahwa
nyeri
berkurang dengan menggunakan

menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
nyeri

seperti

manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala,

intensitas, frekuensi dan tanda -

suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan


Kurangi faktor presipitasi nyeri
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan

nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah -

intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas

nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal
Tidak mengalami gangguan tidur

dalam, relaksasi, distraksi, kompres hangat/dingin


Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Tingkatkan istirahat
Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab

nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan


-

antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur


Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali

Risiko tinggi kekurangan cairan berhubungan dengan kehilangan volume


cairan aktif

NOC
Mempertahankan urine output sesuai

NIC
Pertahankan catatan intake dan output

dengan usia dan BB, BJ urine normal


Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam

yang akurat
Monitor status hidrasi ( kelembaban

batas normal
Tidak ada tanda tanda dehidrasi, elastisitas

membran mukosa, nadi adekuat, tekanan

46

turgor kulit baik, membran mukosa lembab,


-

tidak ada rasa haus yang berlebihan


Orientasi terhadap waktu dan tempat baik
Jumlah dan irama pernapasan dalam batas

normal
Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal
pH urin dalam batas normal
Intake oral dan intravena adekuat

darah ortostatik ), jika diperlukan


Monitor hasil lab yang sesuai dengan
retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas

urin, albumin, total protein )


Monitor vital sign setiap 15menit 1 jam
Kolaborasi pemberian cairan IV
Monitor status nutrisi
Berikan cairan oral
Berikan penggantian nasogatrik sesuai

output (50 100cc/jam)


Dorong keluarga untuk membantu pasien

makan
Kolaborasi dokter jika tanda cairan

berlebih muncul meburuk


Atur kemungkinan tranfusi
Persiapan untuk tranfusi
Pasang kateter jika perlu
Monitor intake dan urin output setiap 8
jam

Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan

NOC
Klien mampu mengidentifikasi dan

mengungkapkan gejala cemas


Mengidentifikasi, mengungkapkan
dan menunjukkan teknik untuk

mengontol cemas
Vital sign dalam batas normal
Postur tubuh, ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan tingkat aktivitas
menunjukkan
kecemasan

berkurangnya

NIC
Gunakan pendekatan yang menenangkan
Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku

pasien
Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan

selama prosedur
Temani pasien untuk memberikan keamanan dan

mengurangi takut
Berikan informasi faktual mengenai diagnosis,

tindakan prognosis
Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
Instruksikan pada pasien untuk menggunakan

teknik relaksasi
Dengarkan dengan penuh perhatian
Identifikasi tingkat kecemasan

47

Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan

kecemasan
Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,

ketakutan, persepsi
Kelola pemberian obat anti cemas

3.4 Askep Kasus Kista Ovarium


Kasus Semu
Ny.A, 35 tahun datang ke Poli RSUA dengan keluhan nyeri pada perut sejak
dua bulan yang lalu dan pasien tampak lemas karena pendarahan yang tidak biasa saat
menstruasi. Pasien mengatakan nyeri menetap disertai rasa agak gatal . Pasien juga
mengeluh tidak nafsu makan karena perut terasa sebah dan mengatakan hanya makan
sekali sehari sejak 2 minggu terakhir. Pasien mengalami siklus menstruasi yang tidak
teratur sejak usia sekolah. Saat dikaji, pasien komposmentis, GCS 456 dan ekspresi
seperti menahan sakit, hasil pemeriksaan tanda-tanda vital TD 100/70mmHg , N :
78x/menit, RR : 22x/menit, S : 36oC.
Pengkajian
1. Identitas Pasien
1 Nama
: Ny.A
2 Usia
: 35 tahun
3 Alamat
: Surabaya
4 Agama
: Islam
5 Suku
: Jawa
6 Pekerjaan
: Penjahit
7 Pendidikan terakhir
: SMA
2. Keluhan Utama
: Nyeri perut disertai rasa gatal
3. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengeluh nyeri perut sejak dua bulan
yang lalu dan mengalami pendarahan yang tidak biasa saat menstruasi. 2
minggu terakhir pasien tidak nafsu makan karena perut sebah. Paien tampak
lemas dan menahan rasa sakit sehingga keluarga memutuskan membawa ke
poli RSUA.
a) Riwayat Penyakit Dahulu
b) Riwayat Penyakit Keluarga
c) Riwayat Psikososial

:::-

48

d) Riwayat Operasi
:4. Pemeriksaan Fisik TTV : TD 100/70 mmHg , N : 78x/menit, RR : 22x/menit,
S : 36oC. Pemeriksaan fisik yang dilakukan mulai dari kepala sampai
ekstremitas bawah secara sistematis.
a) Kepala
Keadaan rambut : kusam ,mudah patah
b) Mata
1) Sklera
: ikterik
2) Konjungtiva
: anemis
3) Mata
: simetris
c) Leher
1) Pembengkakan kelenjer tyroid
2) Tekanan vena jugolaris
d) Dada (Pernapasan)
1) Jenis pernapasan : normal
2) Bunyi napas
: vesikuler
e) Abdomen
1) Nyeri tekan pada abdomen.
2) Teraba massa pada abdomen.
f) Ekstremitas
1) Nyeri panggul saat beraktivitas.
2) Tidak ada kelemahan.

Analisa Data
No.
1.

Data

Etiologi

DS:
pasien mengeluh nyeri
di perut sejak 2 bulan

Pembesaran ovarium
Sel tumor menekan saraf pada
ovarium

yang lalu
DO:

2.

ekspresi pasien seperti

Nyeri

menahan sakit, GCS 15


DS:

Pembesaran ovarium

pasien mengeluh tidak


nafsu

makan

Masalah Keperawatan
Nyeri

karena

perut sebah dan hanya

Rasa sebah di perut

Perubahan status nutrisi:


kurang dari kebutuhan
tubuh

Mual

49

makan
Intake tidak adekuat

DO:
pasien tampak lemas

Perubahan nutrisi kurang dari


kebutuhan

Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan infiltrasi atau proses penyakit
2) Perubahan status nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak
adekuat

Intervensi Keperawatan
Nyeri berhubungan dengan infiltrasi atau proses penyakit

NOC
Mampu mengontrol nyeri (tahu -

NIC
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif

penyebab

mampu

termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,

tehnik

kualitas dan faktor presipitasi


Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan

menggunakan

nyeri,

nonfarmakologi untuk mengurangi


nyeri, mencari bantuan)
Melaporkan
bahwa
nyeri
berkurang dengan menggunakan

menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
nyeri

seperti

manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala,

intensitas, frekuensi dan tanda -

suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan


Kurangi faktor presipitasi nyeri
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan

nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah -

intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas

nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal
Tidak mengalami gangguan tidur

dalam, relaksasi, distraksi, kompres hangat/dingin


Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Tingkatkan istirahat
Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab

nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan

50

antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur


Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali

Perubahan status nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


intake yang tidak adekuat
NOC
Nutrisi kurang teratasi dengan
indikator:
-

Albumin serum
Pre albumin serum
Hematokrit
Hemoglobin
Total iron binding capacity
Jumlah limfosit

NIC
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi untukmenentukan

jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien


Yakinkan diet yang dimakanmengandung tinggi

serat untuk mencegah konstipasi


Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan

makanan harian
Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
Monitor lingkungan selama makan
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak

selama jam makan


Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut kusam, total

protein, Hb dan kadar Ht


Monitor mual dan muntah
Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan

jaringan konjungtiva
Monitor intake nuntrisi
Informasikan pada klien dan keluarga tentang

manfaat nutrisi
Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan
suplemen makanan seperti NGT/ TPN sehingga

intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan


Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi

selama makan
Kelola pemberian anti emetik
Anjurkan banyak minum
Pertahankan terapi IV line
Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik

51

papila lidah dan cavitas oval

BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan
jaringan ikat sehingga dalam kepustakaan disebut juga leimioma, fibrimioma, atau
fibroid (Arif, 2001). Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya,
maka mioma uteri dibagi 4 jenis, yaitu mioma submukosa, mioma intramural, mioma
subserosa, mioma intraligamenter. Penyebab utama mioma uteri belum diketahui
secara pasti sampai saat ini, tetapi penyelidikan telah dijalankan untuk memahami
keterlibatan faktor hormonal, faktor genetik, growth factor, dan biologi molekular
untuk tumor jinak ini. Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung
dari lokasi, arah pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Tidak semua mioma

52

uteri memerlukan pengobatan bedah, 55% dari semua mioma uteri tidak
membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apapun, terutama apabila mioma itu
masih kecil dan tidak menimbulkan gangguan. Walaupun demikian mioma uteri
memerlukan pengamatan setiap 3-6 bulan
Kista ovarium adalah tumor ovarium yang bersifat neoplastik dan non
neoplastik.Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik kecil maupun yang besar,
kistik atau padat, jinak atau ganas yang berada di ovarium. Berdasarkan tingkat
keganasannya, kista terbagi dua, yaitu nonneoplastik dan neoplastik. Kista
nonneoplastik sifatnya jinak dan biasanya akan mengempis sendiri setelah 2 hingga 3
bulan. Sementara kista neoplastik umumnya harus dioperasi, namun hal itu pun
tergantung pada ukuran dan sifatnya. (Prawirohardjo,2002). Sampai sekarang ini
penyebab dari kista ovarium belum sepenuhnya dimengerti, tetapi beberapa teori
menyebutkan adanya gangguan dalam pembentukan estrogen dan dalam mekanisme
umpan balik ovarium-hipotalamus. Kista ovarium seringkali tanpa gejala, terutama
bila ukuran kistanya masih kecil. Kista yang jinak baru memberikan rasa tidak
nyaman apabila kista semakin membesar, sedangkan pada kista yang ganas
kadangkala memberikan keluhan sebagai hasil infiltrasi atau metastasis kejaringan
sekitar.

Daftar Pustaka
Achadiat CM. 2004. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC.
Bobak, Jansen dan Zalar. 2001. Maternity dan Gynecologic Care The Nursing and
Family. Edisi 4. USA : Masby Company.
Mansjoer, Arif, dkk, (2001), Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapeus
Mansjoer. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Medica Aesculpalus FKUI.
Jakarta

53

Manuaba, IBG. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana
Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
Mardiana, Lina.2004. Kanker pada Wanita Pencegahan dan Pegobatan dengan
tanaman Obat : Mioma. Bogor : Niaga Swadaya.
Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Jakarta:
EGC
Moore JG. 2001. Essensial Obstetri dan Ginekologi. Ed.2. Jakarta: Hipokrates
Nugroho. 2010. Kesehatan Wanita, Gender dan Permasalahannya. Yogyakarta:
Salemba Medika.
Parker, W.H. 2007. Etiology, Symptomatology and Diagnosis of Uterine Myomas.
Department of Obstetrics and gynecology UCLA School of Medicine. California :
American Society for Reproductive Medicine.
Pradhan P, Acharya N. Kharel B & Manjun M. 2006. Uterine Myomas: A Profil of
Nepalese Woman. Journal. Obstetric Ginecology
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Prawirohardjo. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal &
Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka.
Prawirohardjo. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta: Bina Pustaka
Prawirohardjo. 2010. Buku Ilmu Kebidanan. Edisi IV. Jakarta: Bina Pustaka.
Sumber : Mardiana, Lina.2004. Kanker pada Wanita Pencegahan dan Pegobatan
dengan tanaman Obat : Mioma. Bogor : Niaga Swadaya.
Wiknjosastro, H., Saifuddin, A. B., & Rachimhadhi, T. (2009). Ilmu kandungan.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

54

Anda mungkin juga menyukai