PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan reproduksi wanita merupakan merupakan aspek yang penting
dalam mendukung salah satu derajat kesehatan. Mioma uteri dan kista ovarium
merupakan salah satu masalah kesehatan pada kaum wanita yang insidennya terus
meningkat. Mioma uteri menempati urutan kedua setelah kanker serviks berdasarkan
jumlah angka kejadian penyakit. Penyebab pasti mioma uteri belum pasti, tetapi
diduga merupakan penyakit multifaktor karena memiliki banyak factor dan resikonya
meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Demikian juga etiologi dari kista
ovarium juga sangat erat dengan aktifitas sehari-hari menjadi faktor pendukung
kerentanan individu terkena kista ovarium.
Salah satu masalah kesehatan reproduksi wanita adalah mioma uteri
dengan insiden yang terus meningkat. Penelitian Marino (2004) di Italia melaporkan
73 kasus mioma uteri dari 341 wanita terjadi pada usia 30-60 tahun dengan prevalensi
21,4%. Penelitian Boynton (2005) di Amerika melaporkan 7.466 kasus mioma uteri
dari 827.348 wanita usia 25-42 tahun dengan prevalensi 0,9%. Penelitian Pradhan
(2006) di Nepal melaporkan 137 kasus mioma uteri dari 1.712 kasus ginekologi
dengan prevalensi 8%. Penelitian Okizei O (2006) di Nigeria (Departement of
Gynecology, University of Nigeria Teaching Hospital Enugu) melaporkan mioma
uteri 190 diantara 1.938 kasus ginekologi dengan prevalensi 9.8%. Penelitian Rani
Akhil Bhat (2006) di India (Departement of Obstetric and Gynecology, Kasturba
Medical College and Hospital) terdapat 150 kasus mioma uteri, dan 77 kasus terjadi
pada wanita umur 40-49 tahun dengan prevalensi 51%, dan 45 kasus terjadi pada
wanita umur lebih dari 50 tahun dengan prevalensi 30%. Jumlah kejadian penyakit
ini di Indonesia menempati urutan kedua setelah kanker serviks. Di Indonesia,
mioma uteri di temukan 3,39% - 12,9% pada semua penderita ginekologi.
Tahun 2008 WHO (World Health Organization) telah memaparkan bahwa
kista ovarium merupakan penyebab kematian utama pada kasus keganasa ginekologi.
Kista ovarium juga merupakan kanker kelima yang sering menjadi penyebab
kematian pada wanita setelah setelah kanker paru-paru, kolorental, payudara dan
pankreas. Angka insiden pada wanita di bawah 50 tahun sebanyak 5,3/100.000 dan
meningkat menjadi 41,4/100 pada wanita di atas 50 tahun. Resiko yang paling
ditakuti dari kista ovarium yaitu mengalami degenerasi keganasan, disamping itu bisa
juga mengalami torsi atau terpuntir sehingga menimbulkan nyeri akut, perdarahan,
atau infeksi.
Berdasarkan data kasus yang ada di atas kita terutama wanita perlu
meningkatkan kewaspadaan dan pengetahuan akan mioma uteri dan kista ovarium.
Sehingga peran perawat dalam health educator sangat diperlukan yaitu menjelaskan,
mengajarkan, memberi arahan serta memberi asuhan keperawatan yang sesuai
terhadap penanganan klien dengan mioma uteri dan kista ovarium.
1.2 Rumusan Masalah
1 Apakah definisi dari mioma uteri dan kista ovarium?
2
Bagaimana pengkajian pada klien dengan mioma uteri dan kista ovarium?
Bagaimana diagnosa pada klien dengan mioma uteri dan kista ovarium?
10 Bagaimana intervensi pada klien dengan mioma uteri dan kista ovarium?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1. Menjelaskan tentang konsep penyakit mioma uteri serta pendekatan asuhan
keperawatannya.
2. Menjelaskan tentang konsep penyakit kista ovarium serta pendekatan
asuhan keperawatannya.
1.3.2
Tujuan Khusus
1
1.4 Manfaat
Mahasiswa mampu menjelaskan konsep teori dari mioma uteri dan kista
ovarium dan mampu menyusun asuhan keperawatan pada pasien anak yang berhubungan dengan sistem endokrin atresia bilier dan kolestasis.
.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi Uterus dan Ovarium
2.1.1 Uterus
Merupakan jaringan otot yang kuat, berdinding tebal, muskular, pipih, cekung
dan tampak seperti bola lampu / buah peer terbalik yang terletak dipelvis minor di
antara kandung kemih dan rectum. Uterus terdiri dari tiga bagian yaitu: fundus uteri
yaitu bagian corpus uteri yang terletak di atas kedua pangkal tuba fallopi, corpus uteri
merupakan bagian utama yang mengelilingi kavum uteri dan berbentuk segitiga, dan
seviks uteri yang berbentuk silinder. Dinding belakang, dinding depan dan bagian
atas tertutup peritoneum sedangkan bagian bawahnya berhubungan dengan kandung
kemih. Untuk mempertahankan posisinya uterus disangga beberapa ligamentum,
jaringan ikat dan peritoneum. Ukuran uterus tergantung dari usia wanita, pada anakanak ukuran uterus sekitar 2-3 cm, nullipara 6-8cm, dan multipara 8-9 cm.
Pada masa kehamilan uterus akan membesar pada bulanbulan pertama dibawah pengaruh estrogen dan progesterone yang
kadarnya meningkat. Pembesaran ini pada dasarnya disebabkan
oleh hipertropi otot polos uterus, disamping itu serabut serabut
kolagen yang ada menjadi higroskopik akibat meningkatnya kadar
estrogen sehingga uterus dapat mengikuti pertumbuhan janin.
2.1.2
Ovarium
Terdapat dua indung telur, masing-masing di kanan dan di kiri rahim, dilapisi
mesovarium dan tergntung di belakang ligalatum. Bentuknya seperti buah almon,
sebesar ibu jari tangan (jempol) berukuran 2,5-5 cm x 1,5-2 cm x 0,6-1 cm. Indung
telur
ini
posisinya
ditunjang
oleh
mesovarium,
liga
ovarika,
dan
liga
mioma geburt atau mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalami infeksi, ulserasi,
dan infark. Pada beberapa kasus penderita akan mengalami anemia dan sepsis karena
proses di atas.
b. Mioma Intramural
Terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Karena pertumbuhan
tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai yang mengelilingi
tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan
mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma
yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan
mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.
c. Mioma Subserosa
Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan
uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan
ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.
d. Mioma Intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke
ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga
disebut mondering/parasitic fibroid.
Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada
serviks dapat menonjol ke dalam satu saluran servik sehingga ostium uteri eksternum
berbentuk bulan sabit.
Apabila mioma dibelah maka akan tampak bahwa mioma terdiri dari berkas otot
polos dan jaringan ikat yang tersusun sebagai kumparan (whorle like pattern) dengan
pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena
pertumbuhan sarang mioma ini.
2.4 Etiologi
Penyebab utama mioma uteri belum diketahui secara pasti sampai saat ini,
tetapi penyelidikan telah dijalankan untuk memahami keterlibatan faktor hormonal,
faktor genetik, growth factor, dan biologi molekular untuk tumor jinak ini. Parker
(2007) menyatakan bahwa faktor-faktor yang diduga berperan untuk inisiasi pada
perubahan genetik pada mioma uteri adalah abnormalitas intrinsik pada miometrium,
peningkatan reseptor estrogen secara kongenital pada cell nest, yaitu sel-sel otot
imatur di miometrium, perubahan hormonal, atau respon pada cedera iskemik ketika
haid. Setelah terjadinya mioma uteri, perubahan-perubahan genetik ini akan
8
dipengaruhi oleh promotor (hormon) dan efektor (growth factors). Tidak didapat
bukti bahwa hormon (estrogen dan progesteron) berperan sebagai penyebab mioma.
Namun diketahui bahwa hormon-hormon ini berpengaruh dalam pertumbuhan
mioma.
Meskipun penyebab pasti terjadinya mioma uteri belum diketahui,
berdasarkan data-data penelitian dari dalam maupun luar negeri ditemukan bahwa
terdapat beberapa faktor risiko terjadinya penyakit ini, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Usia : 20-40% terjadi pada wanita berusia >35 tahun.
2. Paritas : lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil.
3. Ras dan genetik : angka kejadian tinggi pada wanita berkulit hitam.
4. Riwayat keluarga
5. Makanan : satu studi menemukan bahwa daging sapi, daging merah lain, dan
daging babi meningkatkan kejadian mioma uteri tetapi sayuran hijau sebaliknya
(Parkjer, 2007)
b. Perdarahan Abnormal
Diperkirakan 30% wanita dengan mioma uteri mengalami kelainan menstruasi,
menoragia atau menstruasi yang lebih sering. Tidak ditemukan bukti yang
menyatakan perdarahan ini berhubungan dengan peningkatan luas permukaan
endometrium atau kerana meningkatnya insidens disfungsi ovulasi. Teori yang
menjelaskan perdarahan yang disebabkan mioma uteri menyatakan terjadi perubahan
struktur vena pada endometrium dan miometrium yang menyebabkan terjadinya
venule ectasia.
Miometrium merupakan wadah bagi faktor endokrin dan parakrin dalam
mengatur fungsi endometrium. Aposisi kedua jaringan ini dan aliran darah langsung
dari miometrium ke endometrium memfasilitasi interaksi ini. Growth factor yang
merangsang stimulasi angiogenesis atau relaksasi tonus vaskuler dan yang memiliki
reseptor pada mioma uteri dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal dan
menjadi target terapi potensial. Sebagai pilihan, berkurangnya angiogenik inhibitory
factor atau vasoconstricting factor dan reseptornya pada mioma uteri dapat juga
menyebabkan perdarahan uterus yang abnormal.
c. Nyeri Perut
Gejala nyeri tidak khas untuk mioma, walaupun sering terjadi. Hal ini timbul
karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai dengan nekrosis
setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosa yang akan dilahirkan,
pada pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan
dismenorrhoe. Dapat juga rasa nyeri disebabkan karena torsi mioma uteri yang
bertangkai. Dalam hal ini sifatnya akut, disertai dengan rasa nek dan muntah-muntah.
Pada mioma yang sangat besar, rasa nyeri dapat disebabkan karena tekanan pada urat
syaraf yaitu pleksus uterovaginalis, menjalar ke pinggang dan tungkai bawah
(Pradhan, 2006).
d. Pressure Effects (Efek Tekenan)
Pembesaran mioma dapat menyebabkan adanya efek tekanan pada organ-organ di
sekitar uterus. Gejala ini merupakan gejala yang tak biasa dan sulit untuk
dihubungkan langsung dengan mioma. Penekanan pada kandung kencing,
pollakisuria dan dysuria. Bila uretra tertekan bisa menimbulkan retensio urinae. Bila
berlarut-larut dapat menyebabkan hydroureteronephrosis. Tekanan pada rectum tidak
begitu besar, kadang-kadang menyebabkan konstipasi atau nyeri saat defekasi.
e. Penurunan Kesuburan dan Abortus
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab penurunan kesuburan masih
belum jelas. Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri mengalami
infertilitas. Penurunan kesuburan dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau
10
11
(Achadiat,
Chrisdiono
M,
2004),
(Mansjoer,
Arif,
2001),
(Prawiroharjo, S, 1999)
2.8 Penatalaksanaan
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55% dari semua
mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apapun, terutama
apabila mioma itu masih kecil dan tidak menimbulkan gangguan. Walaupun demikian
mioma uteri memerlukan pengamatan setiap 3-6 bulan.
Penanganan mioma uteri menurut usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor terbagi
kepada :
1. Terapi Medisinal (hormonal)
Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis memberikan
hasil yang baik memperbaiki gejala klinis mioma uteri. Tujuan pemberian GnRH
agonis adalah mengurangi ukuran mioma dengan jalan produksi esterogen dan
ovarium. Pemberian GnRH agonis sebelum dilakukan tindakan pembedahan akan
mengurangi vaskularisasi pad tumor sehingga akan memudahkan tindakan
pembedahan. Terapi hormonal yang lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat
progesteron akan mengurangi gejala perdarahan tetapi tidak mengurangi ukuran
mioma uteri ( Hadibroto, 2005).
2. Terapi Pembedahan
Indikasi terapi bedah untuk mioma uteri menurut American College of
obstetricians and Gyneclogist (ACOG) dan American Society of Reproductive
Medicine (ASRM) adalah :
a. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif
b. Sangkaan adanya keganasan
c. Pertumbuhan mioma pada masa menopause
13
d.
e.
f.
g.
miomektomi
secara
histeroskopi
dilakukan
terhadap
mioma
submukosum yang terletak pada kavum uteri. Keunggulan teknik ini adalah masa
penyembuhan paska operasi sekitar 2 hari. Komplikasi yang serius jarang terjadi
namun dapat timbul perlukaan pada dinding uterus, ketidakseimbangan elektrolit
dan perdarahan.
Miomamektomi juga dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi .
mioma yang bertangkai diluar kavum uteri dapat diangkat dengan dengan mudah
secara laparoskopi .mioma subserosum yang terletak di daerah permukaan uterus
juga dapat diangkat dengan teknik ini. Keunggulan laparoskopi adalah masa
14
penyembuhan paska operasi sekitar 2-7 hari. Resiko yang terjadi pada
pembedahan ini termasuk perlengketan, trauma terhadap organ sekitar seperti usus,
ovarium, rektum serta perdarahan. Sampai saat ini mimektomi dengan laparoskopi
merupakan prosedur standar bagi wanita dengan mioma uteri yang masih ingin
mempertahankan fungsi reproduksinya (Hadibroto, 2005)
2. Histerektomi
Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya adalah tindakan
terpilih (Prawirohardjo, 2007). Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebessar
30% dari seluruh kasus. Histerektomi dijalankan apabila didapati keluhan
menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran
uterus sebesar usisa kehamilan 12-14 minggu (Hadibroto, 2005).
Tindakan histerektomi dapat dilakukan secara abdominal (laparotomi),
vaginal dan pada beberapa kasus dilakukan laparoskopi. Histerektomu
perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total abdominal hysterectomy
(TAH) dan subtotal abdominal histerectomy (STAH). Masing-masing prosedur ini
memiliki kelebihan dan kekurangan . STAH dilakukan untuk menghindari resiko
operasi yang lebih besar seperti perdarahan yang banyak, trauma operasi pada
ureter, kandung kemih dan rektum. Namun dengan melakukan STAH kita
meninggalkan serviks, di mana kemungkinan timbul pada tungkul vagina dapat
menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan perdarahan paska operasi dimana
keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH.
Histerektomi juga dapat dilakukan pervagina, dimana tindakan operasi tidak
melalui insisi pada abdomen. Secara umum histerektomi vaginal hampir
seluruhnya merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang
dibuka sangat minimal sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus dapat
diminimalisasi. Maka histerektomi pervagina tidak terlihat parut bekas operasi
sehingga memuaskan pasien dari segi kosmetik. Selain itu kemungkinan terjadinya
perlengketan paska operasi lebih minimal dan masa penyembuhan lebih cepat
dibanding histerektomi abdominal.
Histerektomi laparoskopi ada bermacam-macam teknik. Tetapi yang
dijelaskan hanya 2 yaitu : histerektomi vaginal dengan bantuan laparoskopi
15
16
Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan kerana
gangguan sirkulasi darah padanya. Misalnya terjadi pada mioma yang dilahirkan
hingga perdarahan berupa metroragia atau menoragia disertai leukore dan gangguan
yang disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri (Prawirohardjo, 2007).
Pengaruh Esterogen
Mioma Uteri
Sub Aerob
Intramural
Sub berorerosa
Pembesaran urat
Mual Muntah
Operasi
MK Nyeri
Pra operasi
Post operasi
Kurangnya pengetahuan
Pra operasi
MK Nyeri akut
2.11 WOC
Mual
MK Cemas
Proses epilepsi
Anorexia
Terpapar agen infeksius
MK Bersihan jalan
Pengembangan
nafas tidak efektif
paru tidak
MK Gangguan Nutrisi
Pembatasan aktivitas
17
Sesak napas
MK Gangguan pola nafas
2.10
18
sel-sel embrional yang tidak berdierensiasi, kista ini tumbuh lambat dan ditemukan
selama pembedahan yang mengandung material sebasea kental berwarna kuning yang
timbul dari lapisan kulit.(Smeltzer,2002)
Kista ovarium adalah tumor ovarium yang bersifat neoplastik dan non
neoplastik.Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik kecil maupun yang besar,
kistik atau padat, jinak atau ganas yang berada di ovarium.Dalam kehamilan tumor
ovarium yang paling sering dijumpai ialah kista dermoid, kista coklat atau kista
lutein. Tumor Ovarium yang cukup besar dapat menyebabkn kelainan letak janin
dalam rahim atau dapat menghalang-halangi masuknya kepala kedalam panggul.
(Wiknjosastro,2009)
2.11
Klasifikasi
Berdasarkan tingkat keganasannya, kista terbagi dua, yaitu nonneoplastik dan
neoplastik. Kista nonneoplastik sifatnya jinak dan biasanya akan mengempis sendiri
setelah 2 hingga 3 bulan. Sementara kista neoplastik umumnya harus dioperasi,
namun hal itu pun tergantung pada ukuran dan sifatnya. (Prawirohardjo,2002)
Kista ovarium neoplastik jinak diantaranya: (Mansjoer, 2000)
a. Kistoma Ovarii Simpleks
Kistoma ovarii simpleks merupakan kista yang permukaannya rata dan
halus, biasanya bertangkai, seringkali bilateral, dan dapat menjadi besar. Dinding
kista tipis berisi cairan jernih yang serosa dan berwarna kuning. Penatalaksanaan
dengan pengangkatan kista dengan reseksi ovarium.
b. Kistadenoma Ovarii Musinosum
Bentuk kista multilokular dan biasanya unilateral, dapat tumbuh menjadi
sangat besar. Gambaran klinis terdapat perdarahan dalam kista dan perubahan
degeneratif sehingga timbul perleketan kista denganomentum, usus-usus, dan
peritoneum parietale. Selain itu, bisa terjadi ileus karena perleketan dan produksi
musin yang terus bertambah akibat pseudomiksoma peritonei. Penatalaksanaan
dengan pengangkatan kista in tito tanpa pungsi terlebih dulu dengan atau tanpa
salpingo-ooforektomi tergantung besarnya kista.
c. Kistadenoma Ovarii Serosum
Kista ini berasal dari epitel germinativum. Bentuk kista umumnya
unilokular, tapi jika multilokular perlu dicurigai adanya keganasan. Kista ini dapat
membesar, tetapi tidak sebesar kista musinosum. Selain teraba
massaintraabdominal juga dapat timbul asites. Penatalaksanaan umumnya sama
dengan kistadenoma ovarii musinosum.
d. Kista Dermoid
Kista dermoid adalah teratoma kistik jinak dengan struktur ektodermal
berdiferensiasi sempurna dan lebih menonjol dari pada mesoderm dan entoderm.
Bentuk cairan kista ini seperti mentega. Kandungannya tidak hanya berupa cairan
tapi juga ada partikel lain seperti rambut, gigi, tulang, atau sisa-sisa kulit. Dinding
19
kista keabu-abuan dan agak tipis, konsistensi sebagian kistik kenyal dan sebagian
lagi padat. Dapat menjadi ganas, seperti karsinoma epidermoid. Kista ini diduga
berasal dari sel telur melalui proses parthenogenesis. Gambaran klinis adalah nyeri
mendadak di perut bagian bawah karena torsi tangkai kista dermoid. Dinding kista
dapat ruptur sehingga isi kista keluar di rongga peritoneum. Penatalaksanaan
dengan pengangkatan kista dermoid bersama seluruh ovarium.
Kista nonneoplastik terdiri dari: (Prawirohardjo, 2002)
a. Kista Folikel
Kista ini berasal dari Folikel de Graaf yang tidak sampai berovulasi, namun
tumbuh terus menjadi kista folikel, atau dari beberapa folikel primer yang setelah
tumbuh di bawah pengaruh estrogen tidak mengalami proses atresia yang lazim,
melainkan membesar menjadi kista. Bisa didapati satu kista atau lebih, dan
besarnya biasanya dengan diameter 1 1,5 cm.
Kista folikel ini bisa menjadi sebesar jeruk nipis. Bagian dalam dinding
kista yang tipis yang terdiri atas beberapa lapisan sel granulosa, akan tetapi karena
tekanan di dalam kista, maka terjadilah atrofi pada lapisan ini. Cairan dalam kista
berwarna jernih dan sering kali mengandung estrogen. Oleh sebab itu, kista
kadang-kadang dapat menyebabkan gangguan haid. Kista folikel lambat laun dapat
mengecil dan menghilang spontan, atau bisa terjadi ruptur dan kista pun
menghilang. Umumnya, jika diameter kista tidak lebih dari 5 cm, maka dapat
ditunggu dahulu karena kista folikel biasanya dalam waktu 2 bulan akan
menghilang sendiri.
b. Kista Korpus Luteum
Dalam keadaan normal korpus luteum lambat laun mengecil dan menjadi
korpus albikans. Kadang-kadang korpus luteum mempertahankan diri (korpus
luteum persistens), perdarahan yang sering terjadi di dalamnya menyebabkan
terjadinya kista, berisi cairan yang berwarna merah coklat karena darah tua.
Frekuensi kista korpus luteum lebih jarang dari pada kista folikel. Dinding kista
terdiri atas lapisan berwarna kuning, terdiri atas sel-sel luteum yang berasal dari
sel-sel teka. Kista korpus luteum dapat menimbulkan gangguan haid, berupa
amenorea diikuti oleh perdarahan tidak teratur. Adanya kista dapat pula
menyebabkan rasa berat di perut bagian bawah dan perdarahan yang berulang
dalam kista dapat menyebabkan ruptur. Rasa nyeri di dalam perut yang mendadak
dengan adanya amenorea sering menimbulkan kesulitan dalam diagnosis
diferensial dengan kehamilan ektopik yang terganggu. Jika dilakukan operasi,
gambaran yang khas kista korpus luteum memudahkan pembuatan diagnosis.
Penanganan kista korpus luteum ialah menunggu sampai kista hilang sendiri.
Dalam hal dilakukan operasi atas dugaan kehamilan ektopik terganggu, kista
korpus luteum diangkat tanpa mengorbankan ovarium.
c. Kista Lutein
20
21
Tiper kista yang termasuk dalam kista normal adalah kista fungsional.
Kista tersebut merupakan jenis kista ovarium yang paling banyak ditemukan. Kista
ini berasal dari sel telur dan korpus luteum, terjadi bersamaan dengan siklus
menstruasi yang normal. Kista fungsional akan tumbuh setiap bulan dan akan
pecah pada masa subur, untuk melepaskan sel telur yang pada waktunya siap
dibuahi oleh sperma. Setelah pecah, kista fungsional akan menjadi kista folikuler
dan akan hilang saat menstruasi.
Kista fungsional terdiri dari kista folikel dan kista luteum. Keduanya tidak
mengganggu, tidak menimbulkan gejala dan dapat menghilang dengan sendiri
dalam waktu 6-8 minggu.
b. Tipe Kista Abnormal
Jenis kista yang termasuk pada kista abnormal adalah kistadenoma, kista
coklat (endometrioma), kista dermoid, kista endometriosis, kista hemorrhage dan
kista Lutein. Kistadenoma merupakan kista yang berasal dari bagian luar sel
indung telur. Biasanya bersifat jinak, tetapi dapat membesar dan dapat
menimbulkan nyeri. Kista Coklat merupakan endometrium yang tidak pada
tempatnya. Kista ini berisi timbunan darah yang berwarna coklat kehitaman. Kista
Dermoid merupakan kista yang berisi berbagai jenis bagian tubuh seperti kulit,
kuku, rambut, gigi dan lemak. Kista dapat ditemukan di kedua bagian indung telur.
Biasanya berukuran kecil dan tidak menimbulkan gejala. Kista Endometriosis
merupakan kista yang terjadi karena ada bagian endometrium yang berada di luar
rahim. Kista ini berkembang bersamaan dengan tumbuhnya lapisan endometrium
setiap bulan sehingga menimbulkan nyeri hebat. Kista Hemorrhage merupakan
kista fungsional yang disertai perdarahan sehingga menimbulkan nyeri di salah
satu sisi perut bagian bawah.
Kista Lutein merupakan kista yang sering terjadi saat kehamilan. Beberapa
tipe kista lutein antara lainKista Granulosa Lutein merupakan kista yang terjadi di
dalam korpus luteum ovarium yang fungsional. Kista yang timbul pada permulaan
kehamilan ini dapat membesar akibat dari penimbunan darah yang berlebihan saat
menstruasi dan bukan akibat dari tumor. Diameternya yang mencapai 5-6 cm
menyebabkan rasa tidak enak di daerah panggul. Jika pecah, akan terjadi
perdarahan di rongga perut. Pada wanita yang tidak hamil, kista ini menyebabkan
menstruasi terlambat, diikuti perdarahan yang tidak teratur. Kemudian Kista Theca
Lutein merupakan kista yang berisi cairan bening dan berwarna seperti jerami.
Timbulnya kista ini berkaitan dengan tumor ovarium dan terapi hormonal. Dan
kista polikistik ovarium merupakan kista yang terjadi karena kista tidak dapat
pecah dan melepaskan sel telur secara kontinyu. Biasanya terjadi setiap bulan.
Ovarium akan membesar karena bertumpuknya kista ini. Untuk kista polikistik
ovarium yang menetap (persisten), operasi harus dilakukan untuk mengangkat
kista tersebut agar tidak menimbulkan gangguan dan rasa sakit.
22
2.12 Etiologi
Sampai sekarang ini penyebab dari kista ovarium belum sepenuhnya
dimengerti, tetapi beberapa teori menyebutkan adanya gangguan dalam pembentukan
estrogen dan dalam mekanisme umpan balik ovarium-hipotalamus. Kondisi yang
mungkin menyebabkan kista ovarium (Kowalak, 2011) meliputi:
1. Kista granulosa-lutein dalam korpus luteum yang fungsional (timbul pada
beberapa variasi proses ovulasi), pembesaran ovarium nonneoplastik akibat
penumpukan darah yang berlebihan selama fase hemoragik siklus menstruasi.
2. Kista theka-lutein yang umumnya terjadi bilateral dan berisi cairan jernih
bewarna kuning seperti warna jerami; kista ini sering menyertai mola hidatidosa,
koriokarsinoma atau terapi hormone (dengan preparat hCG atau klomifen sitrat)
Patofisiologi
Kista folikularis umumnya berukuran sangat kecil dan timbul dari folikel yang
mengalami distensi berlebihan. Distensi folikel yang berlebihan ini bisa disebabkan
23
oleh folikel yang belum rupture atau yang sudah rupture, tetapi tersekat kembali
sebelum cairan di dalamnya terserap. (Kowalak, 2011)
Kista luteal terjadi jika korpus luteum yang masak tetap bertahan secara
abnormal dan terus menyekresi progesterone. Kista ini terdiri atas darah atau cairan
yang berkumpul di dalam rongga korpus luteum dan secara khas bersifat lebih
simptomatik daripada Kista folikularis. (Kowalak, 2011)
Polikistik ovarium ditemukan pada 5-10% perempuan usia dewasa tua sampai
usia menopause, yang timbul akibat gangguan pada perkembangn folikel ovarium
hingga tidak menimbulkan ovulasi. (Yatim, 2005)
Apabila terus menetap (persisten) sampai masa menopause, kista tersebut
akan menyekresikan estrogen dengan jumlah yang berlebihan sebagai reaksi terhadap
hipersekresi FSH (follicle-stimulating hormone) dan LH (Luteinzing hormone), yang
normalnya terjadi selama menopause. (Kowalak, 2011)
2.17
Pemeriksaan Penunjang
Penegakan diagnosa dapat dibantu dengan pemeriksaan lanjutan yang berupa :
(Prawirohardjo, 2002)
1. Laparaskopi yaitu pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah
sebuah kista berasal dari ovarium atau tidak, serta untuk menentukan sifat-sifat kista,
2. Ultrasonografi yaitu dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas kista,
apakah kista berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing, apakah kista kistik
atau solid, dan dapat pula dibedakan antara cairan dalam rongga perut yang bebas dan
yang tidak.
3. Foto Rontgen yaitu pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya
hidrotoraks. Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat adanya gigi
dalam kista
4. Parasentesis yaitu pungsi asites berguna untuk menentukan sebab asites. Perlu
diperhatikan bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan kavum peritonei dengan isi
kista bila dinding kista tertusuk.
2.18 Penatalaksanaan
Apabila kista sudah terlanjur tumbuh dan didiagnosa sebagai kista ovarium
yang berbahaya, biasanya tindakan medis perlu dilakukan. Operasi pengangkatan
24
biasanya akan dilakukan untuk mencegah kista ovarium tumbuh lebih besar.
Penyembuhan dari kista juga tergantung pada jenisnya masing-masing. Kista ovarium
neoplastik memerlukan operasi dan kista noneoplastik tidak. Jika menghadapi kista
yang tidak memberi gejala atau keluhan pada penderita yang besar kistanya tidak
melebihi jeruk nipis dengan diameter kurang dari 5 cm, kemungkinan besar kista
tersebut adalah kista folikel atau kista korpus luteum, jadi merupakan kista
noneoplastik. Tidak jarang kista-kista tersebut mengalami pengecilan secara spontan
dan menghilang, sehingga pada pemeriksaan ulangan setelah beberapa minggu dapat
ditemukan ovarium kira-kira besarnya normal. Oleh sebab itu, dalam hal ini perlu
menunggu selama 2 sampai 3 bulan, sementara mengadakan pemeriksaan
ginekologik berulang. Jika selama waktu observasi dilihat peningkatan dalam
pertumbuhan kista tersebut, maka dapat mengambil kesimpulan bahwa kemungkinan
besar kista itu bersifat neoplastik, an dapat dipertimbangkan satu pengobatan operatif
(prawihardjo, 2002)
Tindakan operasi pada kista ovarium neoplastik yang tidak ganas ialah
pengangkatan kista dengan mengadakan reseksi pada bagian ovarium yang
menganduk kista. Akan tetapi, jika kistanya besar atau ada komplikasi, perlu
dilakukan pengangkatan tuba (salpingo-ooforektomi). Pada saat operasi kedua
ovarium harus diperiksa untuk mengetahui apakah ditemukan pada satu atau pada dua
ovarium. (Prawirohardjo, 2002) pada operasi kista ovarium yang diangkat harus
segera dibuka, untuk mengetahui apakah ada keganasan atau tidak. Jika keadaan
meragukan, perlu pada waktu operasi dilakukan pemeriksaan sediaan yang dibekukan
(frozeb section) oleh seorang ahli patologi anatomik untuk mendapatkan kepastian
apakah kista ganas atau tidak. Jika terdapat keganasan, operasi yang tepat ialah
hisrektomi dan salpingo-ooforektomi bilateral. Akan tetapi, wanita muda yang masih
ingin mendapatkan keturunan dan tingkat keganasan kista yang rendah (misalnya
kista sel granulosa), dapat dipertanggung jawabkan untuk mengambil resiko dengan
melakukan operasi yang tidak seberapa radikal. Terapi bergantung pada ukuran dan
konsistensi kista dan penampakannya pada pemeriksaan ultrasonografi . Mungkin
25
dapat diamati kista ovarium berdiameter kurang dari 80mm, dan skening diulang
untuk melihat apakah kista membesar. Jika diputuskan untuk dilakukan terapi, dapat
dilakukan aspirasi kista atau kristektomi ovarium. Kista yang terdapat pada wanita
hamil, yang berukuran >80 mm dengan dinding tebal atau semisolid memerlukan
pembedahan, setelah kehamilan minggu ke 12. Kista yang dideteksi setelah
kehamilan minggu ke 30 mungkin sulit dikeluarkan lewat pembedahan dan dapat
terjadi persalinan prematur. Keputusan untuk melakukan operasi hanya dapat dibuat
setelah mendapatkan pertimbangan yang cermat dengan melibatkan pasien dan
pasangannya . Jika kista menimbulkan obstruksi jalan lahir dan tidak dapat
digerakkan secara digital, harus dilakukan seksio sesaria dan kristektomi ovarium.
(Moore, 2001).
2.19
Prognosis
Prognosis untuk kista yang jinak baik. Walaupun penanganan dan pengobatan
kista ovarium telah dilakukan dengan prosedur yang benar namun hasil
pengobatannya sampai sekarang ini belum sangat menggembirakan termasuk
pengobatan yang dilakukan di pusat kanker terkemuka di dunia sekalipun. Kista jinak
tersebut dapat tumbuh di jaringan sisa ovarium atau di ovarium kontralateral.
2.20 Komplikasi
Salah satu hal yang paling ditakutkan dari penyakit kista ovarium ini ialah
kista tersebut berubah menjadi ganas dan banyak terjadi komplikasi. Komplikasi dari
kista ovarium yang dapat terjadi ialah (Prawirohardjo,2010)
1. Perdarahan ke dalam kista
Biasanya terjadi sedikit- sedikit hingga berangsur- angsur menyebabkan kista
membesar, pembesaran luka dan hanya menimbulkan gejala- gejala klinik yang
minimal, akan tetapi jika perdarahan terjadi dalam jumlah yang banyak akan terjadi
distensi yang cepat dari kista yang menimbulkan nyeri diperut. Kista berpotensi untuk
pecah, tidak ada patokan mengenai besarnya kista yang berpotensi pecah. Pecahnya
kista bisa menyebabkan pembuluh darah robek dan menimbulkan terjadinya
pendarahan. (Hakimi, 1993)
2. `Infeksi pada kista
Jika terjadi didekat tumor ada sumber kuman patogen.
3. Torsio (Putaran tangkai)
26
Torsio atau putaran tangkai trjadi pada tumor bertangkai dengan diameter 5
cm atau lebih, torsi meliputi ovarium, tuba fallopi atau aligamentum roduntum pada
uterus. Jika dipertahankan torsi ini dapat berkembang menjadi infark peritonitis dan
kematian. Torsi biasanya unilateral dan dikaitkan dengan kista, karsinoma TOA, masa
yang tidak melekat atau yang dapat muncul pada wanita usia reproduksigejalanya
meliputi nyeri mendadak dan hebat dikuadrat abdomen bawah, mual dan muntah
dapat terjadi demam leukositosis.
4. Perubahan keganasan
Setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis yang
seksama terhadap kemungkinan perubahan kegansannya, adanya asites dalam hal ini
mencurigakan masa kista ovarium berkembang setelah masa menapouse sehingga
bisa kemungkinan untuk berubah menjadi kanker.
Faktor Internal
Faktor Eksternal
5. Robek dinding kista
Faktor genetik, penderita Ca.payudara ,Riwayat Ca.kolon, Gangguan hormonal
Diet tinggi lemak, konsumsi alkohol
Terjadi pada torsi tangkai, akan tetapi dapat pula terjadi akibat trauma, seperti
jatuh atau pukulan pada perut, dan lebih sering pada waktu melakukan bersetubuh,
jika robekan kista disertai hemoragi yang timbul secara akut, makaGangguan
perdarahanhormon
bebas
Gangguan sel telur dalam ovuasi
berlangsung keuterus ke dalam rongga peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri terusmenerus disertatai tanda- tanda akut.
Hormon hiposia abnormal
Penimbunan folikel
Kista ovarium
Pre-operasi
Post-operasi
Pembesaran ovarium
imobilisasi
2.21 WOC
27
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Askep Umum Mioma Uteri
3.1.1 Pengkajian
A. Anamnesa
a. Identitas
Nama,Umur, Jenis Kelamin dan data-data umum lainnya. Umur 35-45 tahun
mempunyai resiko terkena mioma uteri (20%) dan jarang terjadi setelah
menopause, karena pada menopause estrogen menurun, suku bangsa kulit. Kulit
hitam lebih banyak beresikoo terkena mioma daripada kulit putih (Wiknjosastro,
2007:339).
b.
Keluhan Utama
Gejala awal yang dirasakan oleh penderita mioma uteri menurut Wiknjosastro,
(2005:342) yaitu :
1) Perdarahan abnormal (hypermenore, menoragia, metoragie)
2) Rasa nyeri, akibat gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai
nekrosis setempat dan peradangan.
3) Gangguan BAK (poliuri, retensio urine, disuria), hal ini akibat tekanan pada
kandung kemih.
4) Gangguan BAB (obstipasi dan tanesmia), hal ini akibat tekanan pada rectum.
5) Edema tungkai dan nyeri panggul akibat penekanan pada pembuluh darah dan
pembuluh limfe.
c.
28
menerus kadang-kadang disertai rasa nyeri pada perut bagian bawah dan riwayat
kontak berdarah dan dysparenia (Hamilton, 1995:18-19).
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga pasien (ibu, kakak) yang menderita/pernah menderita
penyakit yang sama seperti pasien yang berupa perdarahan terus-menerus dan lama
karena predisposisi dari mioma adalah faktor keturunan. Pada keluarga adakah
riwayat gangguan pembekuan darah yang dapat mengakibatkan perdarahan yang
sulit berhenti (Wiknjosastro, 2005:338).
e. Riwayat Kebidanan
Menurut Wiknjosastro, (2005:342) yaitu:
1) Haid
Pada riwayat haid sering ditemukan adanya hipermenorhea, menoragle,
metoragie, dan dysmenorea
2) Mioma uteri tidak terjadi sebelum menarche.
3) Setelah menopause banyak mioma menjadi lisut, hanya 10% saja yang
masih dapat tumbuh lebih lanjut.
29
30
Ibu merasa terganggu dengan adanya perdarahan dan gejala lain dari penyakitnya,
terutama bagi pasien yang beragama Islam, tidak dapat/terganggu dalam
melaksanakan ibadah.
B. Pemeriksaan Fisik
Review of System
BI : Pola nafas efektif/tidak, ekspansi dada, suara nafas tambahan.
B2: Anemis, pucat, perdarahan pervaginam,tekanan darah bisa naik atau turun,
bradikardi atau takikardia, CRT kurang atau lebih dari 2 detik.
B3: Kaji adanya penurunan kesadaran menurun (GCS).
B4: - Penekanan vesika urinari oleh massa tumor, retensi urine, disuria/
polakisuria, overflow inkontinesia, nyeri tekan pada vesika urinaria, hematuria.
B5:
- Palpasi abdomen : Tumor teraba seperti benjolan padat dan kenyal pada perut
bagian bawah.
- Konstipasi
- Auskultasi : peristaltik menurun
B6: terdapat varises, odema tungkai, kelemahan ekstremitas.
Keadaan umum : lemah
TTV
TD
(hipotensi).
Suhu
: Dapat normal dan dapat juga terjadi peningkatan suhu apabila sudah
ditemukan infeksi/dehidrasi berat.
Nadi
RR
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Diagnostik
31
Teraba tumor padat uterus terletak di garis tengah atau agak ke samping, teraba
berbenjol-benjol. Mioma subserosum dapat mempunyai tangkai yang
berhubungan dengan uterus (Wiknjosastro, 2005:344).
1. Pemeriksaan uterus sonde
Mioma intramural akan menyebabkan kavum uteri menjadi luas, sehingga
diagnosanya ditegakkan dengan uterus sonde (Wiknjosastro, 2005:344).
2. USG
USG abdominal dan transvaginal dapat membantu dan menegakkan duagaan
klinis. USG abdominal dan transvaginal digunakan untuk memantau apakah
mioma tadi bertambah besar atau tidak. Mioma dengan ukuran kecil dapat
diketahui dan letaknya terhadap cavum uteri juga dapat ditentukan, apakah suatu
mioma submukosum, intramural, atau subserosum.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pada mioma uteri yang disertai dengan perdarahan banyak dapat terjadi
penurunan kadar hemoglobin (Manuaba, 1998:410).
3.1.2 Analisis Data
No
Data
1.
DS:
pasien
mengatakan adanya
rasa nyeri di daerah
abdomen
bagian
bawah dan pinggang
DO: pasien terlihat
gelisah,
terjadi
perubahan pola tidur,
mengalami penurunan
kemampuan
dalam
melakukan aktivitas
2.
DS:
pasien
mengatakan haus dan
lemas
DO:
penurunan
turgor kulit dan lidah,
Etiologi
Mioma subserosa
Masalah Keperawatan
Gangguan rasa
nyaman : nyeri
Pertumbuhan lateral
berupa tonjolan
Perlengketan ke
omentum usus
Proses inflamasi
Gangguan rasa
nyaman: nyeri
Mioma submukosa
dibawah endometrium
Menekan pembuluh
darah
32
penurunan haluaran
urin,
kulit
dan
membrane
mukosa
kering,
kelemahan
dan penurunan berat
badan secara tiba-tiba
3.
4.
5.
Pembuluh darah
rupture
Perdarahan berulang
Deficit volume cairan
Perbesaran uterus
DS:
pasien
mengatakan
tidak
dapat berkemih dan
Menekan kandung
kandung kemih terasa
kemih
penuh
DO:
distensi
kandung kemih, urin Gangguan eliminasi
menetes, terdapat urin
urin/retensi
residu, haluaran urin
sering dan sedikit atau
tidak ada
DS:
pasien
Perbesaran uterus
menyatakan nyeri saat
defekasi,
perasaan
Menekan rektum
penuh atau tekanan
pada rectum, merasa
tidak nafsu makan Gangguan eliminasi
(anoreksia)
fekal/konstipasi
DO:
terjadi
perubahan
pola
defekasi;
terdapat
distensi
abdomen;
feses yang kering,
keras, dan padat;
flatus berat; mengejan
saat defekasi
DS: Ruptur pembuluh darah
Gangguan eliminasi
urin/retensi
Gangguan eliminasi
fekal/konstipasi
33
3.1.3
1
2
3
4
5
Diagnosa Keperawatan
Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi dan spasme reflek otot uterus
Deficit volume cairan berhubungan dengan perdarahan berulang
Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penekanan kandung kemih
Gangguan eliminasi fekal berhubungan dengan penekanan pada rectum
Deficit perawatan diri, berhubungan dengan keletihan akibat anemia
NOC
Tingkat nyeri pasien dipertahankan -
NIC
Lakukan pengkajian nyeri yang
komprehensif
karakteristik,
lokasi,
awitan/durasi,
meliputi
Ajarkan
penggunaan
teknik
dan
memungkinkan,
selama
setelahjika
aktivitas
penggunaan
tindakan
34
berlangsung
dan
antisipasi
Kolaborasi:
pemberian
analgesic
a.Pantau
jumlah,
NIC
warna
dan
frekuansi
b.Pantau
perdarahan
yang
dikeluarkan
-Menampilkan hidrasi yang baik (membrane mukosa oral, keadekuatan nadi,dan tekanan
mukosa lembab maupun berkeringat)
darah ortostatik)
-Memiliki asupan cairan oral/intravena yang d.Pantau hasil laboratorium yang relevan
adekuat
2. Keseimbangan elketrolit dan asam-basa osmolalitas serum, dan berat jenis urin)
akan
tercapai,
dibuktikan
35
3. Aktivitas lain:
a.Tentukan jumlah cairan yang masuk selama
24 jam, hitung asupan yang diinginkan
sepanjang siang sore, dan malam hari.
b. Pengaturan cairan (NIC): tentukan asupan
oral (misalnya, berikan cairan oral yang
disukai pasien; letakkan pada tempat yang
mudah dijangkau; dan berikan air segar),
sesuai dengan keinginan
c. Pasang kateter urin bila perlu
d. Berikan cairan sesuai dengan kebutuhan
Gangguan eliminasi urin/retensi urin berhubungan dengan penekanan pada
kandung kemih
NOC
1.Pasien dapat menunjukkan pengosongan 1. Pengkajian:
kandung kemih dengan prosedur bersih a.
kateterisasi intermittan mandiri
kemampuan
mengidentifikasi
Kaji
NIC
pasien
dan
keluarga
untuk
dapat
mengosongkan
36
lakukan
kateterisasi
untuk
eliminasi
NOC
dalam
rentang
NIC
yang 1.Kaji dan dokumentasikan frekuensi, warna,
2.Pasien dapat mengeluarkan feses tanpa tidaknya bising usus dan distensi abdomen
bantuan obat-obatan maupun yang lainnya
37
akan
NOC
menerima
NIC
bantuan
atau 1.Pengkajian:
perawatan total dari pemberi asuhan, jika a.Kaji kemampaun untuk menggunakan alat
diperlukan
bantu
2.Pasien dapat mengungkapkan secara verbal b.Kaji membrane mukosa oral dan kebersihan
kepuasan tentang kebersihan tubuh dan tubuh setiap hari
hygiene oral
adanya
perubahan
kemampuan
mampu
mengeringkan tubuh
oral
sebagai
sumber-sumber
dalam
38
39
1. Melakukan
komprehensif
NIC
pemgkajian
dari
rasa
yang
sakit
untuk
respon
ketidaknyamanan.
4. Memberikan analgesik
pasien
untuk
yang
telah
40
profesional
dan
lainnya
menerapkan
untuk
langkah-
Pola eliminasi : 5
Bau urin : 5
Warna urin : 5
Jumlah urin : 5
Kejernihan urin : 5
Asupan cairan : 5
NIC
1. Monitor eleminasi urin termasuk frekuensi,
konsistensi, bau, volume dan warna
2. Ajarkan pasien cara mencegah
meminimalkan
atau
ketidakseimbangan
elektrolit
3. Instrusikkan pasien dan atau keluarga
memodifikasi diet spesifik yang sesuai
4. Monitor tingkat serum dan osmolaritas urin
5. Konsultasikan dengan dokter jika tanda
dan gejala ketidakseimbangan cairan atau
elektrolit menetap atau memburuk
1. Tentukan
NIC
status nutrisi
pasien
dan
yang
dibutuhkan
untuk
memenuhi kebutuhan
5. Berikan obat sebelum makan (obat nyeri)
41
untuk
melakukan
pemeriksaan
USG.
Dari
hasil
pemeriksaan
USG menunjukan adanya tumor uterin dengan klasifikasi fibroid, kemudian dari
hasil foto panggul diperoleh hasil suspect calcified fibroid dari uteri.
Pengkajian
Anamnesa
1. Identitas
Nama
: Ny. R
Umur
: 40 tahun
Suku/Bangsa
: Jawa/Indonesia
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
Alamat
: Mulyosari, Surabaya
Status
: Menikah
2. Status Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri pada perut bawah dengan skala nyeri 6
b. Riwayat Penyakit Sekarang
42
Mioma uteri
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan bahwa ada keluarganya yang memiliki riwayat mioma uteri
juga
Pemeriksaan Fisik
-
Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
RR
Suhu
Berat badan
Tinggi badan
: Lemah
: Kompos mentis
: 130/80 mmHg
: 104x/menit
: 25x/menit
: 37,60C
: 55 kg
: 162 cm
1. Rambut
2. Mata
3. Konjugtiva
4. Hidung
karies
6. Telinga
7. Leher
8. Dada
9. Abdomen
a. Inspeksi
b. Auskultasi
c. Palpasi
d. Perkusi
10. Punggung
43
11. Genetalia
12. Ekstremitas
a. Atas
b. Bawah
Analisa Data
No.
1.
Data
Etiologi
DS:
Masalah Keperawatan
Nyeri
perut
bawah
S: 37,60C
banyak
RR: 25x/menit
Klien
tampak
meringis
sambil
memegang
bagian
bawah perut
Pada saat dilakukan
pemeriksaan
Nyeri
fisik
tekan
pada
abdomen
2.
DS:
Klien
mengatakan
mual,
muntah,
berkeringat,
menelan
cairan
susah
Sub berererosa
44
DO:
N: 104x/menit
Pembesaran urat
S: 37,60C
RR: 25x/menit
Klien
tampak
Mual muntah
pucat,
dingin,
tegang,
berkerigat
tentang
penyakitnya
3.
DS:
Operasi
Pasien
mengatakan
cemas
dalam
Pra operasi
menghadapi
penyakitnya
DO:
Pasien tampak gelisah
Cemas
Kurangnya pengetahuan
Cemas
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d. penekanan mioma uteri pada saraf
2. Risiko tinggi kekurangan cairan b.d. kehilangan volume cairan aktif
3. Cemas b.d. kurangnya pengetahuan
45
Intervensi Keperawatan
Nyeri berhubungan dengan penekanan mioma uteri pada saraf
NOC
Mampu mengontrol nyeri (tahu -
NIC
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
penyebab
mampu
tehnik
menggunakan
nyeri,
menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
nyeri
seperti
manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala,
nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah -
intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas
nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal
Tidak mengalami gangguan tidur
NOC
Mempertahankan urine output sesuai
NIC
Pertahankan catatan intake dan output
yang akurat
Monitor status hidrasi ( kelembaban
batas normal
Tidak ada tanda tanda dehidrasi, elastisitas
46
normal
Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal
pH urin dalam batas normal
Intake oral dan intravena adekuat
makan
Kolaborasi dokter jika tanda cairan
NOC
Klien mampu mengidentifikasi dan
mengontol cemas
Vital sign dalam batas normal
Postur tubuh, ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan tingkat aktivitas
menunjukkan
kecemasan
berkurangnya
NIC
Gunakan pendekatan yang menenangkan
Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku
pasien
Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
selama prosedur
Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
mengurangi takut
Berikan informasi faktual mengenai diagnosis,
tindakan prognosis
Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
Instruksikan pada pasien untuk menggunakan
teknik relaksasi
Dengarkan dengan penuh perhatian
Identifikasi tingkat kecemasan
47
kecemasan
Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
Kelola pemberian obat anti cemas
:::-
48
d) Riwayat Operasi
:4. Pemeriksaan Fisik TTV : TD 100/70 mmHg , N : 78x/menit, RR : 22x/menit,
S : 36oC. Pemeriksaan fisik yang dilakukan mulai dari kepala sampai
ekstremitas bawah secara sistematis.
a) Kepala
Keadaan rambut : kusam ,mudah patah
b) Mata
1) Sklera
: ikterik
2) Konjungtiva
: anemis
3) Mata
: simetris
c) Leher
1) Pembengkakan kelenjer tyroid
2) Tekanan vena jugolaris
d) Dada (Pernapasan)
1) Jenis pernapasan : normal
2) Bunyi napas
: vesikuler
e) Abdomen
1) Nyeri tekan pada abdomen.
2) Teraba massa pada abdomen.
f) Ekstremitas
1) Nyeri panggul saat beraktivitas.
2) Tidak ada kelemahan.
Analisa Data
No.
1.
Data
Etiologi
DS:
pasien mengeluh nyeri
di perut sejak 2 bulan
Pembesaran ovarium
Sel tumor menekan saraf pada
ovarium
yang lalu
DO:
2.
Nyeri
Pembesaran ovarium
makan
Masalah Keperawatan
Nyeri
karena
Mual
49
makan
Intake tidak adekuat
DO:
pasien tampak lemas
Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan infiltrasi atau proses penyakit
2) Perubahan status nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak
adekuat
Intervensi Keperawatan
Nyeri berhubungan dengan infiltrasi atau proses penyakit
NOC
Mampu mengontrol nyeri (tahu -
NIC
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
penyebab
mampu
tehnik
menggunakan
nyeri,
menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
nyeri
seperti
manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala,
nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah -
intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas
nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal
Tidak mengalami gangguan tidur
50
Albumin serum
Pre albumin serum
Hematokrit
Hemoglobin
Total iron binding capacity
Jumlah limfosit
NIC
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi untukmenentukan
makanan harian
Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
Monitor lingkungan selama makan
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
jaringan konjungtiva
Monitor intake nuntrisi
Informasikan pada klien dan keluarga tentang
manfaat nutrisi
Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan
suplemen makanan seperti NGT/ TPN sehingga
selama makan
Kelola pemberian anti emetik
Anjurkan banyak minum
Pertahankan terapi IV line
Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
51
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan
jaringan ikat sehingga dalam kepustakaan disebut juga leimioma, fibrimioma, atau
fibroid (Arif, 2001). Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya,
maka mioma uteri dibagi 4 jenis, yaitu mioma submukosa, mioma intramural, mioma
subserosa, mioma intraligamenter. Penyebab utama mioma uteri belum diketahui
secara pasti sampai saat ini, tetapi penyelidikan telah dijalankan untuk memahami
keterlibatan faktor hormonal, faktor genetik, growth factor, dan biologi molekular
untuk tumor jinak ini. Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung
dari lokasi, arah pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Tidak semua mioma
52
uteri memerlukan pengobatan bedah, 55% dari semua mioma uteri tidak
membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apapun, terutama apabila mioma itu
masih kecil dan tidak menimbulkan gangguan. Walaupun demikian mioma uteri
memerlukan pengamatan setiap 3-6 bulan
Kista ovarium adalah tumor ovarium yang bersifat neoplastik dan non
neoplastik.Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik kecil maupun yang besar,
kistik atau padat, jinak atau ganas yang berada di ovarium. Berdasarkan tingkat
keganasannya, kista terbagi dua, yaitu nonneoplastik dan neoplastik. Kista
nonneoplastik sifatnya jinak dan biasanya akan mengempis sendiri setelah 2 hingga 3
bulan. Sementara kista neoplastik umumnya harus dioperasi, namun hal itu pun
tergantung pada ukuran dan sifatnya. (Prawirohardjo,2002). Sampai sekarang ini
penyebab dari kista ovarium belum sepenuhnya dimengerti, tetapi beberapa teori
menyebutkan adanya gangguan dalam pembentukan estrogen dan dalam mekanisme
umpan balik ovarium-hipotalamus. Kista ovarium seringkali tanpa gejala, terutama
bila ukuran kistanya masih kecil. Kista yang jinak baru memberikan rasa tidak
nyaman apabila kista semakin membesar, sedangkan pada kista yang ganas
kadangkala memberikan keluhan sebagai hasil infiltrasi atau metastasis kejaringan
sekitar.
Daftar Pustaka
Achadiat CM. 2004. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC.
Bobak, Jansen dan Zalar. 2001. Maternity dan Gynecologic Care The Nursing and
Family. Edisi 4. USA : Masby Company.
Mansjoer, Arif, dkk, (2001), Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapeus
Mansjoer. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Medica Aesculpalus FKUI.
Jakarta
53
Manuaba, IBG. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana
Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
Mardiana, Lina.2004. Kanker pada Wanita Pencegahan dan Pegobatan dengan
tanaman Obat : Mioma. Bogor : Niaga Swadaya.
Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Jakarta:
EGC
Moore JG. 2001. Essensial Obstetri dan Ginekologi. Ed.2. Jakarta: Hipokrates
Nugroho. 2010. Kesehatan Wanita, Gender dan Permasalahannya. Yogyakarta:
Salemba Medika.
Parker, W.H. 2007. Etiology, Symptomatology and Diagnosis of Uterine Myomas.
Department of Obstetrics and gynecology UCLA School of Medicine. California :
American Society for Reproductive Medicine.
Pradhan P, Acharya N. Kharel B & Manjun M. 2006. Uterine Myomas: A Profil of
Nepalese Woman. Journal. Obstetric Ginecology
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Prawirohardjo. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal &
Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka.
Prawirohardjo. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta: Bina Pustaka
Prawirohardjo. 2010. Buku Ilmu Kebidanan. Edisi IV. Jakarta: Bina Pustaka.
Sumber : Mardiana, Lina.2004. Kanker pada Wanita Pencegahan dan Pegobatan
dengan tanaman Obat : Mioma. Bogor : Niaga Swadaya.
Wiknjosastro, H., Saifuddin, A. B., & Rachimhadhi, T. (2009). Ilmu kandungan.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
54