satu dari banyak kelainan tersebut adalah insidensi gigi supernumerary atau keberadaan jumlah gigi yang melebihi jumlah normal. Namun, secara klinis adanya gigi supernumerary sering ditemukan dalam keadaan tidak bererupsi atau impaksi. Dengan keadaan seperti ini, seorang dokter gigi akan kesulitan dalam melakukan diagnose kasus gigi supernumerari dalam keadaan impaksi jika hanya mengandalkan pemeriksaan secara objektif saja. Untuk mendeteksi adanya kelainan tersebut lebih lanjut, pemeriksaan penunjang sangat diperlukan untuk kepentingan diagnose dan untuk mengetahui kondisi gigi dan jaringan sekitarnya yang lebih spesifik. Pemeriksaan penunjang yang sering digunakan adalah pemeriksaan dengan menggunakan gambaran radiografi. Radiografi dalam kedokteran gigi telah sering digunakan untuk mendukung penentuan diagnose dari suatu penyakit atau kelainan. Umumnya radiografi yang sering digunakan adalah jenis radiografi konvensional. Pemilihan ini berdasarkan atas penggunaan mesin radiografi yang mudah dan juga harga yang realif murah sehingga radiografi konvensional sering dijadikan sebagai pemeriksaan penunjang. Namun, walaupun memiliki kuntungan seperti apa yang telah disampaikan, radiografi konvensional ini memiliki beberapa kekurangan dimana kekurangan tersebut dapat mempengaruhi akurasi dari keadaan onjek yang sebenarnya sehingga dapat mempengaruhi suatu tetapan diagnose. Pada saat ini, telah berkembang suatu teknik pencitraan 3-dimensi yang berbasis computasi yaitu cone-beam computed tomograph (CBCT). Hasil pencitraan yang dihasilkan berbetuk suatu gambaran 3-dimensi.
Dalam makalah ini kami akan menerangkan kajian
dari jurnal yang didapatkapn denga satu jurnal utama yang berjudul Three-dimensional evaluation of supernumerary teeth using cone-beam computed tomography for 487 cases dan dua jurnal pendukung lainnya dengan judul Reliability of panoramic radiographs for identifying supernumerary teeth in children dan supernumerary teeth in indian children: A survey of 300 case.